Anda di halaman 1dari 4

Asal Usul Jawa

1. Menurut Arkeolog

Mereka meyakini bahwa nenek moyang suku Jawa adalah penduduk pribumi yang tinggal jutaan
tahun yang lalu di pulau ini.

Berdasarkan berbagai penelitian, arkeolog menemukan beberapa fosil manusia purba yang dipercaya
sebagai asal-usul suku Jawa seperti Pithecanthropus Erectus dan Homo Erectus.

2. Menurut Sejarawan

Sejarawan meyakini bahwa asal-usul suku Jawa berasal dari orang-orang yunan, di negara China.
Sejarawan asal Belanda, Prof Dr.H.Kern mengungkapkan penelitiannya pada tahun 1899.

Dia menvebutkan bahwa bahasa daerah di Indonesia mirip satu sama lain.

Kemudian ia menarik kesimpulan jika bahasa tersebut berasal dari akar rumpun yang sama yaitu
rumpun Austronesia.

3. Babad Tanah Jawi

Diceritakan bahwa masyarakat

Jawa berasal dari Kerajaan Keling atau Kalingga yang berada di daerah India Selatan. Salah satu

Pangeran Kerajaan Keling yang tersisih akibat perebutan kekuasaan pergi meninggalkan keraaan dan
diikuti dengan para pengikutnya.

Pangeran Keling pergi sangat jauh dari kerajaan. Akhirnya Pangeran Keling menemukan sebuah pulau
kecil yang belum berpenghuni dan melakukan gotong royong untuk membangun pemukiman
bersama pengikutnya, yang kemudian pulau ini diberi nama Javacekwara. Hal tersebut meniadikan
keturunan pangeran dan para pengikutnya dianggap sebagai nenek moyang suku Jawa.

4. Surat Kuno Keraton Malang

bercerita mengenai asal-usul penduduk Jawa yang berasal dari kerajaan Turki pada tahun 450 SM.
Raja Turki mengirim rakyatnya untuk mengembara dan membangun daerah kekuasaan mereka yang
belum berpenghuni.

Akhirnya mereka menemukan tanah yang subur dan memiliki aneka bahan pangan. Semakin lama
semakin banyak migrasi yang datang ke pulau ini dan akhirnya pula tersebut diberi nama tanah jawi
karena terdapat banyak tanaman jawi.

5. Tulisan Kuno India

pada zaman dahulu beberapa pulau di kepulauan Nusantara menyatu dengan daratan Asia dan
Australia. Hingga terjadi musibah yang menyebabkan meningkatnya permukaan air laut yang
merendam beberapa daratan dan memisahkan pulau-pulau tersebut dari daratan dan memunculkan
pulau-pulau baru seperti Pulau Jawa.

Menurut tulisan kuno India ini, Aji Saka menjadi orang pertama yang menemukan dan menginjakkan
kakinya di tanah Jawa pertama kali, sehingga Aji Saka beserta para pengawal juga pengikutnya
dianggap sebagai nenek moyang suku Jawa.
Tradisi Jawa
1. Tradisi tingkeban merupakan upacara adat Jawa  memperingati tujuh bulanan bayi dalam
kandungan atau upacara tujuh bulanan kehamilan yang merupakan upacara terakhir sebelum proses
kelahiran. Dikatakan bahwa acara tingkeban tidak bisa dilakukan sembarangan waktu harus dicarikan
hari baik menurut perhitungan jawa. Adapun rangkaian tingkeban dimulai dengan siraman atau
mandi, yang merupakan simbol penyucian jiwa dan raga.

2. Larung sesaji adalah tradisi yang dijalankan di sejumlah daerah di Tanah Jawa. Masyarakat
memaknai upacara larung sesaji untuk mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
nikmat rezeki dan keselamatan yang melimpah. Di beberapa daerah, upacara ini diadakan setiap
tahun oleh masyarakat desa pesisir pantai. Biasanya, masyarakat akan menyiapkan tumpeng sesaji
yang kemudian diarak menuju pesisir pantai dan didoakan.

3. Upacara Adat Kebo-Keboan dilakukan oleh masyarakat dengan cara merias diri hingga menyerupai
hewan kerbau. Upacara ini berkaitan dengan pertanian, karena merupakan wujud syukur atas hasil
panen yang baik dan melimpah. Selain itu juga sebagai permintaan atau harapan supaya
mendapatkan tanah yang subur, panen yang melimpah dan tidak terserang hama. 

4. Tradisi rejeban dilaksanakan sebagai bentuk rasa terima kasih dan rasa syukur masyarakat
Jatimulyo kepada Tuhan atas segala rahmat yang telah dilimpahkannya yang berupa keselamatan,
ketentraman, keberhasilan dalam hal mata pencaharian (Pertanian). Fungsi tradisi rejeban sebagai
sarana pengendalian sosial, media sosial dan norma sosial.

5. Tedhak Siten merupakan tradisi menginjakkan atau menapakkan kaki ke tanah bagi seorang anak.
Upacara Tedhak Siten berlangsung saat anak berusia 7 bulan pada kalendar jawa atau 8 bulan
kalender masehi. Dalam kegiatan Tedhak Siten perlu dipersiapkan Uba Rampe atau perlengkapan, di
antaranya yaitu, jadah 7 (Tujuh) warna warni, tangga yang terbuat dari tebu, kurungan (biasanya
berbentuk seperti kurungan ayam) yang diisi dengan barang/benda, alat tulis, mainan dalam
berbagai bentuk, air untuk membasuh dan memandikan anak, ayam panggang, pisang raja, udhik-
udhik, jajan pasar, berbagai jenis jenang-jenangan, tumpeng lengkap dengan gudangan dan nasi
kuning.

Kesenian
Tari Gambyong berasal dari wilayah Surakarta dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau
menyambut tamu, Pada dasarnya, gambyong dicipta untuk penari tunggal, namun sekarang lebih
sering dibawakan oleh beberapa penari dengan menambahkan unsur blocking panggung sehingga
melibatkan garis dan gerak yang serba besar. Ciri pada tarian ini ialah Pakaian yang digunakan
bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol kemakmuran dan kesuburan serta .Sebelum
tarian dimulai, selalu dibuka dengan gendhing Pangkur.

Rumah adat
Rumah adat joglo adalah Rumah adat dari jawa tengah yang pada umumnya dibangun dengan kayu
jati. Ciri khas rumah joglo ialah dilengkapi dengan 36 saka atau tiang, di mana empat di antaranya
merupakan saka guru atau tiang besar utama dan ciri khas lainnya ialah atapnya yang berbentuk
Tajug.
Pakaian adat
Batik adalah kain yang secara tradisional dibuat dengan menggunakan teknik pewarnaan tahap lilin
manual untuk membentuk pola. Kain batik tradisional biasanya dipakai oleh wanita Jawa sebagai
pembungkus kemben. Kain batik juga bisa dililitkan di pinggul dengan beberapa lipatan di bagian
depan disebut Wiron, sedangkan bagian atas dipadankan dengan memakai baju kebaya pas. Secara
tradisional, untuk laki-laki, ujung kain batik juga bisa dijahit menjadi kain tubular sebagai sarung atau
dililitkan dipinggul.

Blangkon adalah penutup atau ikat kepala lelaki dalam tradisi busana Jawa. Umumnya, terbuat dari
jalinan kain polos atau bermotif hias (batik). Kain tersebut dilipat, dililit, dan dijahit sehingga
berbentuk mirip topi yang dapat dikenakan langsung. di balik blangkon ada makna filosofis
mendalam, berupa pengharapan dalam nilai-nilai hidup. Masyarakat Jawa kuno meyakini bahwa
kepala seorang lelaki memiliki arti serius dan khusus sehingga penggunaan blangkon sudah menjadi
pakaian keseharian atau pakaian wajib.

Peninggalan nenek moyang


1. Bahasa dan Aksara Jawa

Dalam percakapan sehari-hari, Suku Jawa menggunakan bahasa Jawa. Bahasa daerah ini masih lestari
hingga kini dan di beberapa daerah menjadi salah satu bidang studi di sekolah. Dalam
penggunaannya, bahasa Jawa memiliki beberapa tingkat. Penggunaan tingkatan ini tergantung siapa
lawan bicaranya, yaitu:

a. Bahasa Jawa Ngoko, yaitu bahasa Jawa sehari-hari yang tingkatannya berada di paling bawah.
Bahasa ini digunakan saat berbicara dengan yang usianya lebih mudah. Di masa lalu juga digunakan
kalangan bangsawan atau kalangan atas dalam status sosial masyarakat Jawa jika bicara kepada
orang yang status sosialnya berada di bawah mereka.

b. Bahasa Krama Madya adalah bahasa Jawa yang dituturkan saat berbicara dengan orang yang
dianggap sederajat dengan mereka.

c. Bahasa Krama Inggil, digunakan saat bicara dengan orang yang lebih tua atau orang yang
dihormati, serta orang yang kedudukan sosialnya berada di atas mereka.

Aksara Jawa terdiri dari 20 huruf yaitu ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa, la, pa, dha, ja, ya, nya, ma, ga,
ba, tha, nga. Jika diartikan adalah “ada dua utusan yang setia saling bertarung sama-sama saktinya
dan sama-sama matinya”.

2. Wayang kulit

Wayang kulit adalah salah kebudayaan Jawa yang dipercaya dikembangkan oleh Wali Songo. Wali
Songo adalah tokoh-tokoh penyebar agama Islam di tanah Jawa. Wayang kulit umumnya
menceritakan kisah-kisah bermakna kehidupan yang dapat kita pelajari, misalnya cerita Mahabarata
dan Ramayana yang disesuaikan dengan kultur Jawa.

Pementasan wayang kulit dimainkan oleh dalang dengan perlengkapan, seperti wayang, batang
pisang atau gedebok untuk menancapkan wayang, kain putih dan sorot lampu. Pementasan ini
dilakukan semalam suntuk. Iringan musik yang digunakan adalah gamelan khas Jawa serta iringan
penyanyi yang disebut Sinden
3. Seni Musik

Dalam budaya Suku Jawa, terdapat kesenian musik tradisional yang dinamakan gamelan. Menurut
sejarah, gamelan digunakan Wali Songo untuk mengenalkan agama Islam. Gamelan terdiri dari
beberapa alat musik, seperti gong, kendang, bonang, kenong, kempul, gambang, slenthem dan lain-
lain.

4. Senjata Tradisional

Senjata khas Jawa adalah keris. Keris dianggap sebagai pusaka yang sanga penting dalam kebudayaan
Jawa. Keris juga dipercaya mempunyai kekuatan mistis. Misalnya keris yang dibuat oleh Mpu yang
ditempa serta diberi mantra-mantra terntentu. Salah keres legenda Jawa adalah keris Mpu Gandring
yang terdapat dalam kisah Ken Arok.

6. Budaya Kejawen

Kejawen adalah ajaran kepercayaan yang berkembang secara turun-temurun di masyarakat Jawa.
Ajaran ini adalah gabungan adat istiadat, budaya, pandangan sosial dan filosofis orang Jawa. Ajaran
ini pun dianggap sebagai agama atau aliran spiritual yang mendekatkan masyarakat Jawa kepada
Sang Pencipta.

7. Falsafah/Pedoman Hidup

Orang Jawa mempunyai pandangan hidup atau falsafah, seperti “urip iku urip”, artinya adalah bahwa
hidup harus bermanfaat, “mangan ora mangan sing penting kumpul”, artinya ialah kebersamaan
lebih penting dari hal-hal lainnya, serta “narimo ing pandung”, yaitu menerima pemberian dari yang
kuasa atau dengan kata lain kita harus senantiasa bersyukur atas seluruh pemberian Tuhan.

8. Kalender Jawa

Kelompok etnis Jawa mengenal kalender atau penanggalan berupa perpaduan antara budaya Islam,
Hindu-Budha Jawa, serta Eropa. Dalam sistem kalender Jawa, siklus hari ada dua, yaitu siklus
mingguan yang terdiri dari 7 hari pada umumnya, serta pekan pancawara yang terdirid ari 5 hari
pasaran, yakni paing-pon-wage-kliwon-legi.

Makanan Daerah
Mendoan muncul bersamaan dengan tempe yang merupakan makanan berbahan baku kedelai yang
banyak tumbuh di seputar Asia Tengah wilayah China dan Indocina. Lalu kedelai dibawa oleh
masyarakat Asia Tengah ketika bermigrasi ke tenggara. Makanan ini bukan sekadar kudapan nikmat
untuk menemani minum teh, tetapi juga sebagai ujung tombak pariwisata Kabupaten Banyumas.

Anda mungkin juga menyukai