3. Ibu Kota
Ibu Kota propinsi Jawa Tengah terletak di Kota Semarang
4. Luas
Luas wilayah Jawa Tengah 32.548 km², atau sekitar 28,94% dari luas pulau Jawa
Lumpia mempunyai isi yang beragam, ada yang pakai ayam, telur, sayuran dan udang
pun ada. Kalau kamu berkunjung ke Semarang. Jangan lupa cobain makan yang satu ini
ya.
6. Pakaian Adat Jawa Tengah
- Jawi Jangkep.
- Kebaya.
- Kanigaran.
- Batik.
- Pangsi.
- Surjan dan Beskap.
- Basahan.
Kebudayaan Jawa Tengah untuk pakaian adat laki-laki disebut dengan beskap. Sebagai
pelengkap di bagian kepala baisnaya terdapat blangkon atau kuluk. Sementara untuk
bagian bawahnya menggunakan jarik yang diikat dengan menggunakan stagen. Di bagian
belakang juga akan diselipkan senjata tradisional yang bernama keris.
Untuk perempuannya menggunakan kebaya. Bagian bawah menggunakan jarik yang juga
diikat dengan memakai stagen. Umumnya, rambut juga akan ditata dengan cara disanggul
dan dihiasi dengan aksesoris. Beberapa peninggalan kebudayaan Jawa Tengah yang masih
ada hingga kini.
-. Tari Golek:
Tari ini berasal dari Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada upacara
perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910. Selanjutnya
mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta. Tari ini menggambarkan cara-cara
berhias diri seorang gadis yang baru menginjak masa akhil baliq, agar lebih cantik dan
menarik. Macam-macamnya:
- Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang
- Golek Montro iringan Gendhing Montro
- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.
. Tari Bondan :
Tari ini dibagi menjadi:
- Bondan Cindogo
- Bondan Mardisiwi
- Bondan Pegunungan/Tani.
Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih
sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang
ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta
perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo.
Ciri pakaiannya:
- Memakai kain Wiron
- Memakai Jamang
- Memakai baju kotang
- Menggendong boneka, memanggul payung
- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
b. Tedhak Siten
Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah.
Upacara ini dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.
Upacara Tedhak Siten selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga
Jawa karena dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita
yang baru bisa berjalan. Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu
“tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti
‘bumi’.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk
dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi
mandiri di masa depan. Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti
(ayah, ibu, kakek, dan nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk
turut mendoakan agar adik kita terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus
disiapkan oleh orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan
ayam, uang, buku, mainan, alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang
terdiri dari bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras
ketan), bubur boro-boro (bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang
diperoleh setelah padi dipisahkan dari bulirnya), dan jajan pasar.
11. Rumah Adat Jawa Tengah
Rumah Adat Provinsi Jawa Tengah bernama rumah Joglo. Rumah Joglo sebetulnya tidak
hanya dikenal oleh masyarakat Jawa Tengah, melainkan juga dikenal oleh masyarakat suku
Jawa secara umum. Rumah Joglo sendiri terbagi atas beberapa ruangan, di antaranya
pendapa, pringgitan, dalem, sentong, gandok tengen, dan gandok kiwo.