Anda di halaman 1dari 4

Menginventarisasi Kearifan Lokal

A. PEMBAHASAN
Kearifan lokal adalah suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu.
Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007) kearifan lokal
merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan
tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu
yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan
kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan
maupun sosial. Sebagai salah satu bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal
yang statis melainkan berubah sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan sosial
budaya yang ada di masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh kearifan lokal yang diwariskan
oleh masyarakat Jawa Timur khususnya di kota Surabaya.
Contoh-contoh inventarisasi Kearifan lokal di daerah Jawa Timur khususnya di Kota Surabaya
dalam pendekatan Agama, Budaya, dan Daerah.
1. Larung Ari – Ari
larung ari-ari, adalah sebuah ritual upacara adat melarung atau menghanyutkan ari-ari si
jabang bayi yang dikenal berkembang di kota Surabaya, Jawa Timur. Salah satu kegiatan
merawat (meruwat) ari-ari adalah melarungkan ari-ari yang merupakan serangkaian upacara
menghanyutkan ari-ari si jabang bayi ke laut dengan tujuan agar ari-ari tersebut dapat bersatu
dengan air. Dengan harapan agar kelak setelah anak menjadi dewasa mempunyai wawasan luas
dan bebas hingga tahan menghadapi gelombang kehidupan serta mudah menyesuaikan diri
terhadap lingkungan seperti halnya sifat air yang selalu mengikuti bentuk wadahnya.
Upacara larung ari-ari juga harus dilakukan sesuai prosesi atau rangkaian acara yang
sudah dipersilakan. Rangkaian acara upacara larung ari-ari diawali dengan kelahiran sangat bayi
dan dimandikan oleh dukun bayi/bidan. Bapak bayi segera mencuci ari-ari dan setelah bersih di
masukkan ke dalam kendil disertai kelengkapan garam, bunga telon, buku tulis, pensil, ayat-ayat
Allah Qur’an, jarum, benang, dan kain putih, selanjutnya di adzani oleh sang bapak dan
kemudian di larungkan atau dihanyutkan ke laut. Prosesi arak-arakan larung ari-ari di awali oleh
cucuking laku dan diikuti bapak sang bantu dengan menggendong ari-ari yang diapit oleh kakek,
nenek serta pengiring yang lain berangkat menuju laut dengan diiringi tembang mocopat
dhandhanggulo. Di tengah laut mereka berhenti, kemudian ari-ari dikeluarkan dari peti dengan
menaburkan bunga ke laut, selanjutnya kendil di pecah pada peti dan dihanyutkan ke tengah laut
sejauh dengan diiringi tembang mocopat tadi.
2. Nakokake
Upacara nakokake, adalah sebuah prosesi saat akan terjadi pernikahan dimana upacara
adat istiadat yang satu ini digunakan untuk prosesi lamaran bagi masyarakat Surabaya. Proses
yang dilakukan yaitu dari pihak pengantin mempelai laki-laki ke pihak pengantin mempelai
perempuan.
Secara bahasa “nakokake“(Dalam bahasa Jawa) memiliki arti menanyakan kondisi pujaan hati.
Apakah sang pujaan hati sudah memiliki pendamping atau belum. Hal ini sangat penting agar
mengetahui status secara jelas terutama dari orang tuannya langsung. Dalam hal ini wanita dapat
menjawab sesuai dengan statusnya. Jika dari pihak wanita menyatakan bahwa wanita masih
dalam keadaan lajang, maka akan di teruskan. Namun, apabila dari pihak pengantin mempelai
wanita telah memiliki pasangan atau pendamping, maka tidak akan dilakukan proses selanjutnya
dan otomatis rencana pernikahannya akan di batalkan.
Upacara nakokake di lakukan dengan cara mengirimkan seorang wali dari pihak
pengantin mempelai pria ke rumah pihak pengantin mempelai wanita dengan tujuan untuk
mengabarkan rencana kedatangan dari pihak laki-laki dan membuat kesepakatan dengan pihak
perempuan. Karena masih dalam taraf bertanya apakah dari pihak perempuan menyetujui atau
tidak, jadi dalam melakukan upacara ini, tidak harus membawa barang seperti cincin atau
apapun. Mungkin, lebih baik dari pihak pria hanya membawa oleh-oleh atau bingkisan kecil saja
sebagai rasa hormat bertamu di rumah pihak pengantin mempelai wanita.
3. Ludruk
Ludruk adalah suatu kesenian drama tradisional dari Jawa Timur yang dalam
pertunjukannya di peragakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung
dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan dan
sebagainya. Selain itu seni drama ludruk dari Jawa Timur ini juga biasanya di selingi dengan
lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musiknya. Jadi, seni drama ludruk sangat mirip
sekali dengan seni drama kethoprak yang berasal dari Surakartadimana saat ini sudah
berkembang atau tersebar di pulau Jawa. Perbedaannya adalah seni drama ludruk adalah seni
drama asli yang berasal dari Jawa Timur sedangkan kethoprak adalah seni drama yang berasal
dari Surakarta yang telah menyebar di pulau Jawa.
Seni drama ludruk dari Jawa Timur menggunakan dialog atau monolog yang bersifat
menghibur sehingga kerap membuat penontonnya tertawa. Selain itu, Seni drama ludruk juga
menggunakan bahasa asli Surabaya, meski kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain
seperti Jombang, Malang, Madura, Madiun, dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang
digunakan pada ludruk membuat cerita ludruk mudah di serap atau dipahami oleh masyarakat
nonintelekseperti tukang becak, peronda, sopir angkutan umum dan lain-lain. Perlu diketahui
bahwa, sebuah pementasan ludruk biasanya di mulai dengan tari Remo dan diselingi oleh
pementasan seorang tokoh yang memerankan “Pak Sakera”, yaitu seorang jagoan dari Madura.
4. Topeng Maulid
Topeng Maulid merupakan salah satu budaya kearifan lokal yang ada di Surabaya.
Tradisi Topeng Maulud adalah tradisi warga Surabaya yang sesuai dengan namanya, Maulud
(Maulid Nabi) yaitu untuk menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad saw. Tradisi ini
dilakukan dengan menampilkan tarian bernama Tari Gedeg lalu tradisi ini memakai topeng dan
membawa gunungan hasil bumi yaitu buah – buahan, sayur – sayuran dan jajanan apem dan jajan
khas Surabaya. Topeng muludan adalah sebuah topeng yang terbuat dari kertas, buku dan koran
bekas yang didaur ulang. Berbentuk kepala manusia, cara pembuatannya berasal dari bahan-
bahan tersebut dan ditempel di sebuah cetakan yang terbuat dari semen. Gunungan hasil bumi
dan jajanan itu lalu di bagikan ke warga dan jadi rebutan warga hal sebagai simbol agar
mendapatkan berkah.
Tradisi ini merupakan perwujudan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Esa atas semua
rahmat yang diberikan Nya kepada warga Surabaya. Pada mulanya tradisi ini dilakukan oleh
anak anak pada tahun 60 an. Pada saat Maulid Nabi anak- anak di kampung – kampung pada
masa itu memakai topeng mainan yang mereka buat sendiri ataupun di belikan oleh orang tua
mereka di pasar dan tradisi Topeng Maulud menjadi tren pada masa itu. Tapi lama kelamaan
tradisi itu sedikit demi sedikit memudar, dan akhirnya yang terjadi saat ini, masyarakat banyak
yang melupakan tradisi tersebut. Anak-anak zaman sekarang, telah terkontaminasi dengan
budaya-budaya barat, sehingga sama sekali tidak mengenal apa itu topeng muludan.
Dulunya, kawasan Girilaya Surabaya punya julukan sebagai kampung topeng Mulud
karena dulu hampir seluruh warga di kawasan ini menjadi pengrajin topeng yang terbuat dari
kertas tersebut. Tapi karena peminatnya sedikit sekarang hanya beberapa orang saja yang masih
menjadi pengrajin topeng mauludan ini. Dan dulu Ketika masa jayanya topeng muludan, di
sepanjang jalan Gubeng besar Surabaya, banyak orang yang berjualan topeng muludan yang
sangat kental dengan karakter hewan terutama singa.
5. Gulat Okol
Saat panen pada musim kemarau tiba sejumlah masyarakat menggelar prosesi sedekah
bumi. Sebuah tradisi yang terus dilestarikan sebagai wujud syukur kepada Tuhan YME, atas
rezeki dan hasil bumi yang mereka peroleh. Salah satunya seperti yang rutin digelar warga di
Mede, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur. Pada penyelenggaraan sedekah bumi di
Mede, ada satu ajang yang selalu ditunggu-tunggu warga, yakni tradisi Gulat Okol. Tradisi turun
temurun ini merupakan sejenis olahraga tradisional yang sekilas mirip dengan Sumo di Jepang.
Gulat okol bisa diikuti semua kalangan umur dan gender. Pertarungan adu kekuatan ini digelar di
atas sebuah arena yang dipenuhi tumpukan jerami, dengan iringan alunan gamelan.
Sebelum bertanding, para peserta terlebih dahulu memakai ikat kepala atau udeng dan
selendang yang diikatkan pada bagian perut sebagai pegangan untuk saling menjatuhkan. Tak
ada kemampuan khusus yang harus dimiliki oleh peserta. Pemenangnya ditentukan berdasarkan
peserta yang mampu menjatuhkan lawan.Gulat Okol merupakan tradisi yang berasal dari
Madura. Sementara sebagian lagi berpendapat bahwa tradisi itu berasal dari daerah Gresik.
Perbedaan asal-usul tidaklah menjadi soal bagi masyarakat. Mereka datang beramai-ramai untuk
bersenang-senang dalam hiburan rakyat tersebut.Demikian juga dengan para petarung. Bagi
mereka adu kekuatan dalam Gulat Okol bukan untuk mencari permusuhan. Melainkan adalah
ajang untuk bersilaturahmi dan mempererat persaudaraan antarwarga.
DAFTAR PUSTAKA

Suharyanto (2019). Adat Istiadat Jawa Timur Upacara Larung Ari Ari
https://ilmuseni.com/seni-budaya/adat-istiadat-jawa-timur-upacara-larung-ari-ari (Diakses pada
11 Februari 2020)
Suharyanto (2019). Adat Istiadat Jawa Timur Upacara Nakokake
https://ilmuseni.com/seni-budaya/adat-istiadat-jawa-timur-upacara-nakokake (Diakses pada 11
Februari 2020)
Patrizki Ismar (2018). Tradisi Gulat Ogol.
https://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1539320435/tradisi-gulat-okol (Diakses pada 11
Februari 2020)

Anda mungkin juga menyukai