Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Arsitektur tradisional sering diartikan sebagai arsitektur adat atau bahkan diartikan sebagai
arsitektur kuno. Kata “tradisi’ berasal dari bahasa latin “tradere” yang berarti menyerahkan atau
dari kata “traditium” yang berarti mewariskan. Jadi kata tradisi dapat diartikan sebagai suatu
proses penyerahan atau pewarisan sesuatu dari satu generasi ke generasi berikutnya.Dengan
demikian maka arsitektur tradisional adalah arsitektur yang hidup dan didukung oleh beberapa
generasi secara berurutan. Karena adanya perbedaan waktu dan tingkat kemajuan jaman, maka
tak terelakkan arsitekturjuga mengalami perubahan.
Namun pola dan bentukkannya tidak akan jauh berubah dari pola dan bentuk yang terlebih
dahulu diwariskan oleh generasi sebelumnya. Hal tersebut dapat dipahami karena “tradisi” dapat
diartikan sebagai suatu “proses”, tetapi dapat pula dipahami sebagai suatu “produk” atau hasil
akhir. Lebih jauh Rapoport (1990) menjelaskan makna arsitektur tradisional lingkungan
(vernacular environment)yang terbagi dalam dua atribut yaitu karakteristik prosesdan
karakteristik produk.
Karakteristik proses menyangkut hubungan dengan proses terbentuknya lingkungan,
bagaimanakah lingkungan tersebut tercipta, proses penciptaan termasuk di dalamnya proses tak
sadar diri perancang (un-selfconscious); karakteristik produk akan berhubungan erat
denganbagaimanakah ciri-ciri lingkungan tersebut, kualitas lingkungan, persepsi pemakai serta
aspek estetika bangunan.

B.   Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini agar pembaca dapat mengetahui Arsitektur Tradisoanal Jawa
dan apa saja yang menjadi ciri serta makna yang terkandung dalam Arsitektur Tradisoanal Jawa..
BAB II

PEMBAHASAN

A. SUKU ADAT JAWA

Suku Jawa (Bahasa Jawa Ngoko:, Wong Jawa; Krama: Tiyang Jawi; Pegon: ‫ووڠ‬

‫ )جاوا‬merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa

Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Indramayu (Jawa Barat) dan

Kabupaten/Kota Serang-Cilegon di Provinsi Banten.

 Suku jawa merupakan suku terbesar yang mendiami wilayah Indonesia.

Keberadaan suku ini bukan hanya di pulau Jawa tetapi juga menyebar merata di seluruh

Nusantara.

B. ASAL USUL SUKU JAWA

Peradaban jawa termasuk maju, ini dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan


besar yang berada di tanah jawa beserta warisannya yang masih dapat dilihat hingga kini.
Contohnya adalah kerajaan Mataram, Majapahit dan sebagainya, lalu ada candi
Borobudur, Prambanan, Mendut dan lain-lain. Asal-usul suku jawa sendiri memiliki
beberapa teori sebagai berikut:

1. Babad Tanah Jawa

Sejarah Masyarakat jawa menurut Babad Tanah Jawa yaitu berasal dari
kerajaan Kling. Pada masa itu kerajaan Kling sedang berada dalam situasi yang
kacau akibat dari perebutan kekuasaan. Kemudian salah satu pangeran Kling yang
tersisih pergi meninggalkan kerajaan tersebut bersama dengan para pengikutnya
yang setia.

Pangeran Kling mengembara hingga ia menemukan sebuah pulau terpencil


yang belum berpenghuni. Mereka bahu-membahu membangun pemukiman, dan
akhirnya mereka juga mendirikan sebuah kerajaan yang diberi nama Javacekwara.
Keturunan pangeran inilah yang dianggap sebagai  nenek moyang suku jawa
menurut Babad Tanah Jawa.

2. Surat Kuno Keraton Malang

Menurut surat kuno ini menyebutkan bahwa asal-usul penduduk jawa


berasal dari kerajaan Turki pada tahun 450 SM. Sang Raja mengirim rakyatnya
untuk mengembara dan membangun daerah kekuasaan mereka yang belum
dihuni. Migrasi ini dilakukan secara bergelombang selama beberapa waktu.

Akhirnya utusan raja tersebut sampai di sebuah tanah yang subur, banyak
ditemukan aneka bahan pangan. Tidak sulit untuk beradaptasi dan membangun
pemukiman di sana. Semakin lama semakin banyak gelombang migrasi yang
datang. Pulau asing tersebut akhirnya diberi nama tanah jawi oleh orang-orang
yang datang, karena disana banyak ditemukan tanaman jawi.

3. Tulisan Kuno India

Berdasarkan tulisan kuno india menyebutkan bahwa pada jaman dulu


beberapa pulau di kepulauan Nusantara menyatu dengan daratan Asia dan
Australia. Pada suatu waktu terjadilah musibah sehingga menyebabkan
meningkatnya permukaan air laut. Beberapa daratan terendam air hingga akhirnya
memisahkan pulau—pulau tersebut dari daratan utama.

C. KEBUDAYAAN SUKU JAWA


Suku Jawa memiliki kebudayaan yang menarik sekali untuk dikunjungi. Dari
kebudayaan yang ada semua mungkin sudah banyak orang yang mengetahuinya
mengingat Suku Jawa merupakan salah satu Suku terbesar di Indonesia. Adapun
kebudayaan suku jawa itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Wayang Kulit
Wayang Kulit merupakan salah satu kebudayaan suku jawa yang
dipercaya telah dikembangkan oleh wali Songo. Wali Songo merupakan
tokoh-tokoh yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa. Wayang kulit
dimainkan oleh seorang dalang menggunakan beberapa alat, seperti wayang,
batang pisang untuk menancapkan, kain putih dan lampu sorot.
Permainan wayang dilakukan selama semalam suntuk. Pertunjukan ini
disertai dengan musik gamelan khas jawa dan juga penyanyi sinden. Cerita
wayang itu sendiri berkisah mengenai pelajaran dalam kehidupan. Misalnya
Mahabrata dan Ramayana yang telah dimodifikasi sesuai dengan kultur Jawa.
2. Senjata Tradisional
Senjata khas yang digunakan oleh orang Jawa berupa keris. Keris
merupakan pusaka yang sangat penting yang juga dipercaya memiliki
kesaktian. Keris dibuat oleh para Mpu yang ditempa serta diberi mantra-
mantra. Salah satu keris yang melegenda ialah keris Mpu Gandring dalam
cerita Ken Arok.
3. Seni Musik
Suku Jawa memiliki musik tradisional yang dihasilkan oleh gamelan.
Gamelan digunakan oleh wali songo pada zaman dahulu untuk menyebarkan
agama islam. Gamelan merupakan gabungan dari beberapa alat musik seperti
kendang, gong, kenong, bonang, kempul, gambang, slenthem dan lain-lain.
3. Seni Tari
Tari tradisional Jawa amat beragam. Tari-tarian ini ada yang berupa
gerakan lemah gemulai, dan ada juga yang memiliki gerakan yang tangkas.
Biasanya tari-tarian Jawa tak terlepas dari unsur magis. Beberapa tarian Jawa
itu seperti sintren, bedhaya, kuda lumping, reog dan lainnya. Tari-tarian ini
biasa diiringi musik gamelan dan seruling.
4. Bahasa Dan Aksara
Masyarakat Jawa biasa menggunakan bahasa jawa dalam percakapan
sehari-hari. Bahasa jawa sendiri mempunyai beberapa tingkatan tergantung
dari dengan siapa percakapan itu berlangsung.
Tingkatan tersebut yaitu “ ngoko” yang merupakan bahasa sedikit kasar
yang digunakan kepada seseorang yang tingkatannya berada dibawah,
kemudian “krama madya” yaitu bahasa jawa yang digunakan kepada orang
yang sederajat, dan “krama inggil” yaitu bahasa yang digunakan kepada orang
yang lebih tua atau dihormati.
Aksara Jawa memiliki 20 buah huruf yaitu ha, na, ca, ra, ka, da, ta, sa, wa,
la, pa, dha, ja,ya, nya, ma, ga, ba, tha, nga. Artinya adalah ada dua utusan
yang setia saling bertarung sama-sama saktinya dan sama-sama matinya.
5. Falsafah Hidup
Falsafah yang dianut orang Jawa merupakan pedoman hidup bagi
masyarakat. Beberapa diantaranya yaitu “urip iku urup” hidup itu harus
bermanfaat, “mangan ora mangan sing penting kumpul” kebersamaan
merupakan hal penting dan lain-lain.
6. Budaya Kejawen
Merupakan suatu budaya yang sangat melekat dalam masyarakat jawa.
Ajaran ini merupakan gabungan dari adat istiadat, budaya, pandangan sosial
dan filosofis orang Jawa. Ajaran kejawen hampir mirip seperti agama yang
mengajarkan spiritualitas masyarakat Jawa kepada Penciptanya.

D. BERBAGAI JENIS RUMAH ADAT DI JAWA TENGAH


Jika kita banyak membahas seputar sejarah rumah adat. Kali ini kita akan
membahas terkait berbagai jenis rumah adat Jawa Tengah yang mungkin belum anda
ketahui. Jadi akan membantu menambah pengetahuan anda tentang rumah adat.

Macam-macam rumah adat joglo yaitu sebagai berikut :


1. RUMAH ADAT JOGLO

Rumah adat Joglo dianggap sebagai salah satu rumah yang paling familiar
dibanding tipe-tipe rumah adat lainnya. Saat ini di Jawa Tengah juga masih dapat anda
temui berbagai rumah adat Joglo yang masih dirawat dengan baik.

Memang rumah Joglo terkenal dengan lambang kekayaan pemilik. Tak heran jika
pemilik rumah Joglo bukan sembarang orang. Teras yang luas serta tak bersekat menjadi
ciri khas rumah ini. Selain itu ditengah ruangan rumah Joglo juga disokong oleh empat
tiang.

Tiang-tiang inilah yang biasanya disebut sebagai Soko Guru. Tak hanya menjadi
tempat tinggal, namun rumah Joglo juga dianggap sebagai lambang kekayaan. Karena
memang rumah Joglo hanya mampu dimiliki oleh orang-orang yang berlebihan finansial.
2. Rumah Adat Panggang Pe

Ternyata rumah adat jawa Tengah yang populer tidak hanya rumah adat
Joglo. Namun, di sini anda dapat menemukan rumah adat lain, rumah adat
Panggang Pe. Rumah yang satu ini cukup terkenal di Jawa Tengah.

3. Rumah adat tajug

Rumah adat tajug merupakan rumah adat yang biasa digunakan untuk
bangunan suci seperti masjid serta bangunan-bangunan lain. Jika penggunaannya
untuk tujuan tempat tinggal tentu tidak diperbolehkan.
4. Rumah Adat Kampung

Memang
dapat dikatakan jika rumah adat Jawa Tengah umumnya menunjukkan strata
sosial pemiliknya. Hal ini seperti pada rumah adat Kampung. Memang rumah
adat yang satu ini hampir mirip rumah Panggang Pe.

Tapi, jangan salah rumah adat ini memiliki cirinya sendiri. Biasanya ciri
yang dapat anda lihat adalah pada bagian tiang. Ini karena tiang yang digunakan
biasanya adalah kelipatan empat. Lalu dimulai dari angka delapan.

5. Rumah Adat Limisan

Terakhir anda akan menemui rumah


adat Limasan. Kenapa disebut rumah
adat Limasan adalah karena atapnya
yang berbentuk Limas. Atap dari
rumah adat ini memiliki empat sisi.
Rumah ini cukup sering
ditemukan di Jawa.
Seperti rumah-rumah adat yang lain rumah adat ini juga memiliki banyak
tipe. Mulai dari Gajah Mungkur, Klabang Nyander, Lambang Sari dan masih
banyak lagi. Setiap tipe memiliki bentuk yang agak berbeda sesuai dengan tipe
rumah adatnya.

Sama seperti rumah adat Kampung, rumah adat yang satu ini juga dimiliki
oleh rakyat biasa. Cara mengenali rumah adat ini juga bukan dari jumlah
penyangga seperti pada rumah adat Kampung. Namun dari bentuk atap rumah
yang berbentuk limas.
A. SEJARAH RUMAH ADAT JOGLO
Sebenarnya, nama rumah adat Jawa Tengah bujan hanya Rumah Joglo. Ada 4
bentuk tempat tinggal tradisional yang ada di Jawa Tengah yaitu bentuk Panggangpe,
bentuk Kampung, bentuk Limasan, dan bentuk Joglo. Bentuk Joglo memang lebih
dikenal jika dibandingkan dengan bentuk lainnya.
Rumah Joglo, pada jaman dahulu, merupakan simbol status sosial dan hanya
dimiliki oleh orang yang mampu atau kaya. Bahan-bahan untuk membuat Joglo memang
jauh lebih mahal dan lebih banyak. Selain membutuhkan biaya, waktu yang dibutuhkan
juga cukup banyak.
Dan karna hal itulah anggapan rumah Joglo hanya boleh dimiliki oleh bangsawan,
raja, dan pangeran pun berkembang. Hingga masyarakat biasa yang memiliki penghasilan
rendah tidak mampu dan tidak berani untuk membuatnya. Masyarakat dengan
penghasilan rendah umumnya akan membuat rumah Panggangpe, Limasan, atau
Kampung yang lebih hemat biaya dan waktu.
Sekarang, rumah Joglo bisa dimiliki oleh berbagai kalangan. Bahan-bahan yang
lebih variatif dengan harga terjangkau sudah banyak di ual di dipasaran. Hal itu membuat
pembuatannya menjadi hemat biaya dibandingkan jaman dahulu dahulu kala.

B. BENTUK RUMAH ADAT JOGLO


Pada awalnya rumah Joglo memiliki bentuk bujur sangkar dengan empat pokok
tiang di tengahnya. Tiang itu dinamakan saka guru. lalu untuk menopang tiang tersebut
dipakai blandar bersusun yang bernama tumpang sari. Seiring berkembangnya zaman,
ada tambahan-tambahan ruang di dalam rumah Joglo . Namun, dasar rumahnya tetap
berbentuk persegi.
Bahan dasar untuk membuat rumah Joglo yaitu Kayu. Berbagai jenis kayu bisa
dipakai untuk membuat rumah adat Joglo. kayu yang biasa dipakai pada zaman dahulu
adalah jati, sengon, dan batang pohon kelapa.

Kayu jati selalu menjadi primadona untuk dijadikan bahan utama dalam
pembuatan rumah joglo. Ketahanan, keawetan, dan kekuatan kayu jati membuat kayu jati
menjadi pilihan paling utama pada saat itu. Rumah Joglo yang terbuat dari kayu jati
bahkan masih bisa bertahan hingga saat ini. Sekarang, pembuatan rumah Joglo dilakukan
dengan mencampur jenis-jenis kayu tertentu dengan berbagai macam alasan, salah
satunya untuk menghemat biaya karna harga kayu jati saat ini semakin tinggi.

C. CIRI KHAS RUMAH ADAT JOGLO


Bagian atap rumah adat jawa tengah terbuat dari genteng tanah liat. Selain itu,
masyarakat tradisonal juga memakai ijuk, jerami, atau alang-alang untuk membuat
atap rumahnya. Pemakaian bahan-bahan dari alam dengan atap yang tinggi
membuat penghuni merasa sejuk dan nyaman untuk ditempati.

Sirkulasi udara di rumah Joglo sangat baik. Atap yang dibuat bertingkat-tingkat
menyimpan makna tersendiri. Ketinggian atap Joglo yang bertahap mempunyai hubungan
dengan pergerakan manusia dengan udara yang dirasakan olehnya .

Selain bentuk atap bertingkat, salah satu hal yang menjadi ciri khas dari rumah
Joglo yaitu bentuk atapnya. Atap rumah Joglo adalah perpaduan dari dua bidang atap
segitiga dengan dua bidang atap trapesium. Di atap-atap itu mempunyai sudut kemiringan
yang beda. Atap Joglo selalu ada di tengah dan diapit oleh atap serambi.

Gabungan dari atap Joglo dan serambi itu ada dua macam. Gabungan pertama
memiliki nama Lambang Sari. Atap Joglo Lambang Sari merupakan atap Joglo yang
disambung dengan atap serambi. Gabungan kedua yaitu gabungan dengan menyisakan
lubang-lubang udara pada atap. Gabungan ini memiloki nama Atap Lambang Gantung.
D. FILOSOFI RUMAH ADAT JOGLO

Pemberian nama Joglo pada rumah adat Jawa Tengah ini syarat dengan berbagai
macam makna. Kata Joglo diambil dari kata “tajug” dan “loro”. Makna dari kata itu
adalah penggabungan dua tajug. Atap rumah Joglo memang berbentuk tajug yang
menyerupai gunung.

Desain rumah Joglo sendiri tidak sembarangan. Desain-desain itu sudah


mengerucut menjadi beberapa Joglo. Nama-nama rumah Joglo yaitu Pangrawit,
Jompongan, Limasan Lawakan, Tinandhu, Mangkurat, Sinom, dan Hageng.

Masyarakat Jawa pada umumnya sangat percaya bahwa gunung merupakan


sebuah simbol yang sakral. Menurut mereka, gunung adalah tempat tinggal para dewa.
Karena hal lah, dua tajug dipilih sebagai bentuk atap rumah adat Jawa Tengah. Atap
rumah Joglo disangga dengan empat pilar utama yang disebut Saka Guru. Pilar-pilar itu
adalah representasi dari arah mata angin yaitu timur, selatan, utaran, dan barat.

Rumah Joglo terdiri atas tiga bagian yaitu

1. bagian depan (pendapa)


2. tengah (pringgitan),
3. ruang utama (dalem).
Dalam pembagian rumah ini, ada prinsip hirarki yang amat unik. Bagian depan bersifat
umum dan bagian belakang bersifat khusus. akses orang yang bisa masuk ke dalam
ruangan akan berbeda-beda.

Bagian Bagian Rumah Joglo:

 Pendapa.
Pendapa ada tepat di bagian depan. Hal ini menunjukkan bahwa sifat orang Jawa yang
ramah dan terbuka. Supaya tamu bisaduduk, umumnya pendapa dilengkapi dengan tikar.
Penggunaan tikar dimaksudkan agar tidak ada terjadi kesenjangan antara tamu dan
pemilik rumah.
 Pringgitan.
Bagian ini merupakan tempat di mana pagelaran pertunjukan wayang diadakan.
Umumnya dipakai saat upacara ruwatan. Di sini, pemilik rumah juga menyimbolkan diri
sebagai Dewi Sri. Dewi Sri merupakan dewi yang dianggap sebagai sumber dari segala
kehidupan, kesuburan, dan juga kebahagiaan.
 Dalem atau ruang utama keluarga.
Di sini, ada kamar-kamar yang disebut senthong. Jaman dulu, sentong hanya dibuat tiga
bilik saja. Kamar pertama untuk keluarga laki-laki, kamar kedua dikosongkan, dan kamar
ketiga untuk keluarga perempuan. Mengapa kamar kedua dikosongkan?
Kamar kedua yang disebut dengan krobongan ini dipakai sebagai tempat untuk
menyimpan pusaka sebagai pemujaan kepada Dewi Sri. Kamar ini dianggap sebagai
bagian rumah yang paling suci. Walaupun kamar ini dikosongkan, kamar ini tetap diisi
lengkap dengan tempat tidur dan perlengkanya.

Sebagai tambahan pengetahuan tentang adat jawa tengah, simak penjabaran dibawah ini tentang
baju adat jawa tengah, tarian adat jawa tengah dan macam-macam rumah adat jawa tengah

Baju Adat Jawa Tengah:

 Jawi Jangkep.
 Kebaya.
 Batik.
 Kanigaran.
 Surjan dan Beskap.
 Basahan.

Tarian Tradisional Dari Jawa Tengah :

 Tari Bedhaya Ketawang


 Tari Gambyong
 Tari Bondan Payung
 Tari Serimpi
 Tari Beksan Wireng
 Tari Ebeg atau Kuda Lumping
 Kethek Ogleng
 Sintren
 Tari Jlantur
 Tari Prawiroguno
 Tari Ronggeng
 Tari Angsa

Macam-macam rumah adat jawa tengah

 Joglo
 Rumah Panggang pe
 Rumah Tajug
 Rumah Kampung
 Rumah Limasan
E. SISTEM STRUKTUR PADA RUMAH ADAT JOGLO
Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah tradisional Jawa terdiri
atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang
sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu,
selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar
atap rumah bisa
berbentuk pencu.
Pada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman
seni konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat
pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya
terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini.

 Bagian denah

Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu, yakni pintu utama di tengah dan pintu
kedua yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama.
Ketiga bagian pintu tersebut memiliki makna simbolis bahwa kupu tarung yang berada di
tengah untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan dan kiri untuk besan.Pada
ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam memimpin
salat yang dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral, dan
dikeramatkan. Gedongan juga merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan pada
waktuwaktu tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya

Ruang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi menjadi dua
bagian, sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada
ruang jagasatru di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang
keseimbangan atau soko geder, selain sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga
berfungsi sebagai pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan
Tuhan.Begitu juga di ruang dalam terdapat empat tiang utama yang disebut soko guru
melambangkan empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat
manusia

 System penghawaan
Penghawaan pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan
dengan lingkungan sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk
atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan
atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap
ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam
pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh
manusia itu sendiri. Saat manusia berada pada rumah joglo paling pinggir,
sebagai perbatasan antara ruang luar dengan ruang dalam, manusia masih
merasakan hawa udara dari luar, namun saat manusia bergerak semakin ke
tengah, udara yang dirasakan semakin sejuk, hal ini dikarenakan volume
ruang di bawah atap, semakin ke tengah semakin besar. Seperti teori yang ada
pada fisika bangunan.
Efek volume sebenarnya memanfaatkan prinsip bahwa volume udara yang
lebih besar akan menjadi panas lebih lama apabila dibandingkan dengan volume
udara yang kecil.
Saat manusia kembali ingin keluar, udara yang terasa kembali mengalami
perubahan, dari udara sejuk menuju udara yang terasa diluar ruangan. Dapat
dilihat kalau penghawaan pada rumah joglo, memperhatikan penyesuaian tubuh
manusia pada cuaca disekitarnya.Untuk membedakan status sosial pemilik rumah,
kehadiran bentangan dan tiang penyangga dengan atap bersusun yang biasanya
dibiarkan menyerupai warna aslinya menjadi ciri khas dari kehadiran sebuah
pendopo dalam rumah.

Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo dapat dibedakan
menjadi 4 bagian :

 Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan


meninggi (melar).
 Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak
memanjang) dan atapnya tidak tegak / cenderung rebah (nadhah).
 Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif
tebal.
 Perempuan (wadon / padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis /
pipih.

Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru.
Ukurannya harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang / saka-saka yang lain. Di kedua
ujung tiang-tiang ini terdapat ornamen / ukiran.

Bagian atas sakaguru saling dihubungkan oleh penyambung / penghubung yang


dinamakan tumpang dan sunduk. Posisi tumpang di atas sunduk.

Dalam bahasa Jawa, kata “sunduk” itu sendiri berarti “penusuk”.

Di bagian paling atas tiang sakaguru inilah biasanya terdapat beberapa lapisan balok kayu
yang membentuk lingkaran-lingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran
ke bagian luar ini dinamakan elar. Elar dalam bahasa Jawa berarti ‘sayap,. Sedangkan pelebaran
ke bagian dalam disebut ‘tumpang-sari’. Elar ini menopang bidang atap, sementara Tumpang-
sari menopang bidang langit langit joglo (pamidhangan).

Untuk lebih lengkapnya, detail dari rangka joglo adalah sebagai berikut :

1. Molo (mulo / sirah / suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang dianggap sebagai
“kepala” bangunan.
2. Ander (saka-gini), Balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi sebagai penopang
molo.
3. Geganja, konstruksi penguat / stabilisator ander.
4. Pengeret (pengerat), Balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang; kerangka
rumah bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah dan ditautkan dengan
blandar.
5. Santen, Penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili.
6. Sunduk, Stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan / goyangan.
7. Kili (Sunduk Kili), Balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.
8. Pamidhangan (Midhangan), Rongga yang terbentuk dari rangkaian balok / tumpang-sari
pada brunjung.
9. Dhadha Peksi (dhadha-manuk), Balok pengerat yang melintang di tengah tengah
pamidhangan.
10. Penitih / panitih.
11. Penangkur.
12. Emprit-Ganthil, Penahan / pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan; dudur yang
terhimpit.
13. Kecer, Balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap.
14. Dudur, Balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan penangkur
dengan molo.
15. Elar (sayap), Bagian perluasan keluar bagian atas sakaguru yang menopang atap.
16. Songgo-uwang, Konstruksi penyiku / penyangga yang sifatnya dekoratif

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Rumah Joglo, pada jaman dahulu, merupakan simbol status sosial dan
hanya dimiliki oleh orang yang mampu atau kaya. Bahan-bahan untuk membuat
Joglo memang jauh lebih mahal dan lebih banyak. Selain membutuhkan biaya,
waktu yang dibutuhkan juga cukup banyak.

Dan karna hal itulah anggapan rumah Joglo hanya boleh dimiliki oleh
bangsawan, raja, dan pangeran pun berkembang. Hingga masyarakat biasa yang
memiliki penghasilan rendah tidak mampu dan tidak berani untuk membuatnya.
Masyarakat dengan penghasilan rendah umumnya akan membuat rumah
Panggangpe, Limasan, atau Kampung yang lebih hemat biaya dan waktu.

Sekarang, rumah Joglo bisa dimiliki oleh berbagai kalangan. Bahan-bahan


yang lebih variatif dengan harga terjangkau sudah banyak di ual di dipasaran. Hal
itu membuat pembuatannya menjadi hemat biaya dibandingkan jaman dahulu
dahulu kala.

B. SARAN

Meskipun penulis mengharapkan kesempurnaan pada makalah ini,tapi


kenyataannya makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan yang perlu penulis
perbaiki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifat membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan makalah ini kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai