Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas UTS
Di dalam makalah ini kami membahas tentang Budaya Jawa dan keberadaan di
dalam masyarakat Jawa saat ini. Karena mengingat sekarang fenomena yang dapat kita
saksikan yang menunjukkan semakin ini banyak sekali lunturnya kesadaran masyarakat
terhadap budaya kita ini.
Makalah ini sudah barang tentu jauh dari sempurna. Kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk perbaikan makalah ini. Tidak luput kami mengucapkan terimakasih .
1
ABSTRAKSI
Di daerah Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan
baik, dan hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
Jawa Tengah yang merupakan salah satu dari sepuluh daerah tujuan wisata di
Indonesia dapat dengan mudah dijangkau dari segala penjuru baik darat, laut, maupun
udara.
Globalisasi berjalan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi, di samping
membawa kemajuan di dalam pribadi pemuda dan setiap elemen masyarakat, globalisasi
juga memberikan dampak buruk terhadap sebuah budaya. Eksistensi budaya menjadi
terancam, sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap budaya mereka adalah
tujuan yang paling utama.
Dengan adanya kesadaran dari masing-masing pribadi masyarakat akan dapat sangat
membantu tetap bertahannya budaya kita, karena kesadaran akan menggerakkan hati mereka
untuk mencintai budaya mereka. Dengan demikian, hal tersebut akan mendorong mereka
2
untuk selalu berusaha menjaga keberadaannya, sehingga eksistensi budaya ini akan terus
tetap terjaga.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jawa adalah bagian dari kepulauan NKRI yang paling padat penduduknya. Pulau Jawa
itu sendiri terbagi menjadi provinsi Banten, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah,
Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain padat penduduknya, Jawa juga kaya akan khasanah
budaya, karena dari masing-masing provinsi tersebut memiliki budaya, tradisi, dan latar
belakang yang berbeda-beda.
Dewasa ini kelangsungan budaya di pulau Jawa semakin terancam keberadannya,
terlebih lagi dengan adanya modernisasi, globalisasi, dan kemajuan teknologi maka
mengakibatkan semakin mudah pula merasuknya budaya asing yang sangat berpeluang
merusak budaya tersebut.
Kini semakin terlihat dengan jelas bahwa tidak dapat dipungkiri budaya kita kini
semakin tersingkir. Pemuda lebih condong kepada budaya Barat dan semakin jarang
masyarakat yang peduli dengan budaya leluhur mereka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan seperti yang telah dikemukakan di atas,
perlu dicari jawab atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut
(1) Apakah budaya Jawa itu?
(2) Bagaimanakah keberadaanya sekarang ini?
(3) Apakah yang menyebabkan terancamnya eksistensi budaya Jawa?
(4) Langkah apa sajakah yang harus kita lakukan untuk tetap menjaga eksistensi
budaya Jawa?
C. Tujuan
3
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang
budaya dan untuk membangkitkan semangat mereka untuk mencintai budayanya.
ISI
BUDAYA JAWA DAN KEBERADAANYA
4
Di Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik,
dan hal ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang.
5
Selain itu kata srimpi juga diartikan dengan akar kata impi [dalam bahasa
Jawa] atau mimpi. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap
pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada Tari Serimpi Yogyakarta sebenarnya
sama dengan tema pada tariBedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian
antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara benar dan
salah antara akal manusia dan nafsu manusia.
Dahulu Tari Serimpi Yogyakarta diperuntukan hanya untuk masyarakat di
lingkungan istana Yogyakarta, yakni pada saat menyambut tamu kenegaraan atau
tamu agung. Dalam perkembanganya, Tari Serimpi Yogyakarta mengalami
perubahan, sebagai penyesuaian terhadap kebutuhan yang ada di dalam
masyarakat saat ini. Salah satu penyesuaian yang dilakukan yakni pada segi
durasi. Srimpi, versi zaman dahulu dalam setiap penampilannya bisa disajikan
selama kurang lebih 1 jam. Sekarang, untuk setiap penampilan di depan umum
[menyambut tamu negara], Tari Serimpi Yogyakarta ditarikan dengan durasi
kurang lebih 11-15 menit saja dengan menghilangkan gerakan pengulangan dalam
Tari Serimpi Yogyakarta.
6
berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan
agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor
kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang
mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi
mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas
pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan
supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa,
dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan
Belanda.
Di Jawa Timur, seni ini akrab dengan masyarakat di beberapa daerah, seperti
jamban, kolong jembatan, rel kereta, dan daerah-daerah lainnya. Tari Kuda
lumping Jawa ini biasanya ditampilkan pada ajang-ajang tertentu, seperti
menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan syukur, atas hajat yang
dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
Dalam pementasanya, tari kuda lumping menggunakan kaca,beling,batu,dan
jimat. Para penari kuda lumping sangat gila
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional Tari Kuda
lumping Jawa ini seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum
pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk
mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya
dilakukan di lapangan terbuka.
7
Beberapa alat yang digunakan dalam pewayangan di antaranya adalah: “kelir
(background dalam bentuk layar yang berupa kain berwarna putih), “blencong
(sejenis lampu yng digunakan untuk menambah kesan untuk menguatkan suasana
dari jalan ceritanya), debog (batang pisang yang digunakan sebagai tempat untuk
menancapkan wayang-wayang yang hendak dimainkan), cempala dan kepyak
(sejenis alat untuk menciptakan suara pengiring saat wayang dijalankan).
7. Lagu Daerah Jawa Tengah
Budaya Intelektual di tanah Jawa pada masa lalu ternyata sudah dapat
dikatakan tinggi, hal ini terbukti banyak karya-karya sastra yang ditulis, meskipun
berbentuk tembang (sastra sekar) macapat yang juga ternyata memiliki aturan-aturan
baku , yang kalau kita pelajari akan tampak nilai-nilai intelektualitas yang tinggi.
Ciri lain yang menonjol dari karya-karya itu adalah nilai mistiknya, sehingga
membaca karya mereka seakan kita hanya akan mengungkap khasanah mitos yang
tidak rasional. Padahal jika diperhatikan secara seksama banyak dari karya mereka
yang mengandung informasi yang meyakinkan.
Jawa Tengah memiliki lagu daerah, yang dibagi atas : (1) Tembang Dolanan
(Ilir-Ilir, Cublak-Cublak Suweng, Gundhul Pacul, dan lain-lain), (2) Tembang
Macapat (Maskumambang, Pocung, Gambuh, Megatruh, Mijil, Kinanthi, Durma,
Pangkur, Asmaradana, Sinom, dan Dhandanggula), dan (3) Gendhing Jawa Kreasi.
8. Kesenian Musik Jawa Tengah
Musik Jawa yang disebut gamelan sering digunakan untuk mengiringi
gendhing-gendhing dan tari , terdiri atas gender,demung, bonang, bonang penerus,
gambang, gong, kempul, kethuk, kenong, saron, peking, siter, rebab, suling, dan
kendhang. Masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, yang menuntun suara
adalah rebab sementara yang menuntun sampak (Tempo) adalah kendhang.
Gamelan Jawa itu adalah salah satu corak gamelan yang eksis di Jawa
Tengah dan Yoyakarta dan sebagian Jawa Timur. Musik gamelan Jawa berbeda
dengan gamelan dari daerah lainnya. Jika gamelan Jawa pada umumnya mempunyai
nada lembut dan menggunakan tempo lebih lambat, berbeda dengan gamelan Bali
yang mempunyai tempo lebih cepat dan gamelan Sundha yang mana musiknya
mendayu-dayu serta didominasi dengan suara seruling.
Gamelan Jawa juga mempunyai aturan-aturan yang sudah baku di antaranya
terdiri atas beberapa puteran dan pathet (tinggi rendahnya nada). Juga ada aturan
sampak (tempo) dan gongan (melodi) yang kesemuanya terdiri atas empat nada.
Sementara yang memainkan gamelan disebut Panayagan atau nayaga dan yang
menyanyi disebut pesinden (wiraswara atau swarawati).
9. Bahasa Daerah Jawa Tengah
Kebudayaan Jawa yang paling melekat dalam pribadi setiap masyarakatnya
adalah bahasa Jawa. Setiap hari di mana saja dan kapan saja mereka selalu
menerapkannya. Dari anak kecil hingga orang dewasa dapat menggunakannya
dengan fasih, meskipun hanya sebagian kecil dari mereka yang benar-benar
8
menguasai bahasa Jawa tersebut, karena bahasa jawa memiliki tingkatan-tingkatan
dalam penggunaanya. Tingkatan-tingkatan tersebut menyebabkan tidak semua dari
mereka dapat menguasai dengan baik. Bahasa Jawa terdiri atas bahasa krama inggil,
krama alus , krama lugu, krama madya, dan ngoko.
Krama inggil biasanya digunakan sebagai bahasa para MC hajatan, krama alus
digunakan saat berbicara dengan orang yang dihormati, sedangkan ngoko digunakan
dalam perbincangan antara orang-orang dekat atau biasa digunakan oleh para orang
tua untuk berbicara dengan anak-anak mereka, atau oleh orang dewasa kepada
orang-orang usia di bawah mereka dan dialog antara teman sebaya. Keanekaragaman
ini menambah kekayaan budaya Jawa, namun hal ini juga justru menjadikan
masyarakatnya enggan untuk menerapkannya.
10. Keberadaan Budaya Jawa
Di balik kekayaan dan keagungan budaya Jawa, kelangsungan budaya Jawa
kini semakin terancam punah. Semakin sedikit pula masyarakatnya yang sadar akan
kebudayaan itu sendiri. Sebagian besar dari mereka juga kurang mengenal dengan
baik budayanya tersebut, hal ini mengakibatkan semakin rendahnya kesadaran
mereka akan budaya serta keinginan untuk menjaganya juga semakin rendah.
Hal ini terbukti, karena banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak
mau tahu akan budayanya sendiri, lebih senang dengan budaya asing yang dianggap
keren.Banyak dari kalangan masyarakat yang lebih suka mengenakan produk
asing, mengembangkan pemikiran asing yang dianggap modern, dan hal ini juga
melanda pada bahasa yang mereka pergunakan dalam berkomunikasi. Kenyataan
yang terjadi sekarang ini adalah, banyak dari pemuda daerah yang lupa akan budaya
mereka. Banyak dari remaja yang tidak lagi menguasai bahasa Jawa dengan baik.
Semakin lama Budaya Jawa semakin tergerus oleh jaman , terlihat dari
sebuah fakta bahkan atau mungkin kita mengalami sendiri saat guru mengajari
tembang Jawa justru ditertawakan oleh murid-muridnya.Sebagian orang
menganggap menguasai budaya bukanlah hal yang penting, mereka menganggap ini
adalah hal yang usang dan kuno , dan menghambat kemajuan.
11. Yang Menyebabkan Lunturnya Budaya Jawa
Globalisasi berjalan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi, di
samping membawa kemajuan di dalam pribadi pemuda dan setiap elemen
masyarakat, globalisasi juga memberikan dampak buruk pada budaya. Eksistensi
budaya menjadi terancam, karena masyarakat yang merasakan kemajuan jaman
selalu beranggapan bahwa budaya daerah tidaklah penting karena yang ada dalam
otak mereka adalah bagaimana caranya dapat terus mengikuti kemajuan iptek yang
terjadi.
Ironinya bukan hanya sekedar memberi dampak buruk terhadap sikap
masyarakat, namun juga merasuk ke dalam jiwa mereka kemudian tertanam kukuh
dan kemudian menguasai mereka. Sehingga mengalahkan kesadaran mereka dalam
berbudaya.
9
Salah satu penyebab utama yang lainnya adalah karena pemerintah tidak lagi
memasukkan pendidikan bahasa Jawa ke dalam kurikulum pendidikan 1975.
Barulah sepuluh tahun kemudian terasa mengapa pemuda tidak dapat menguasai
budaya Jawa dan tata krama Jawa.Namun, di sisi lain tidak sedikit warga negara
asing yang kagum akan budaya Jawa dan sangat antosias serta berlomba-lomba
untuk bisa dan belajar budaya Jawa.
Memang sebuah kenyataan pahit yang harus diterima. Namun hal tersebut
tidak boleh dibiarkan begitu saja. Rasa bangga tidak cukup hanya diucapakan di
bibir saja, namun harus dibuktikan dengan tindakan nyata, yaitu kita wajib menjaga
dan melestarikan budaya kita.
Rupanya karena eksistensi budaya Jawa yang semakin menhawatirkan
keadannya ini, digelar dua buah kongres untuk mengembalikan kejayannya.
Kongres yang pertama, kongres sastra Jawa (KSJ) diadakan di Solo (6-7 Juli 2009) .
Meskipun belum dapat menghasilkan hasil-hasil yang lebik kongkrit, delapan puluh
sastrawan Jawa yang hadir nampak cukup puas. Kongres kedua , Kongres Bahasa
Jawa (KBJ) digelar di jantung peradaban Jawa, Yogyakarta (15-21 Juli 2009).
Budaya adalah sebuah identitas yang akan membuat kita bertahan. Bertahan
bukan dengan melawan tetapi dengan menerima. Menerima beragam berbedaan
yang akan selalu hadir dalam perputaran jaman. Dan masih ada harapan , karena
masih banyak anak-anak yang belajar tentang budaya mereka.Dan mereka akan
belajar banyak melalui kisah-kisah heroic yang akan mempengaruhi keputusan
mereka kelak.
Banyak cara yang dapat kita tempuh.Memang tidak sedikit dana yang
dibutuhkan dalam hal ini, tetapi jika harus dibayar mahal dengan musnahnya sebuah
budaya itu tidaklah akan sepadan.
Dengan mendirikan sanggar-sanggar akan sangat membantu dalam menjaga
kelangsun gan budaya ini. Menumbuhkan minat masyarakat adalah langkah awal
yang harus kita kerjakan. Selanjutnya akan menjadi pekerjaan rumah bagi kita
semua, yakni turut ambil bagian di dalamnya.
Bagi yang memiliki kemampuan lebih dapat menyumbangkan tenaganya
sebagai pelatih dalam sanggar tari misalnya. Sebagai guru vokal, kita juga dapat
melestarikan budaya dengan cara mengajarkan tembang-tembang Jawa dalam kelas.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melestarikan budaya ini dengan
cara menerapkan bahasa Jawa dengan baik dan benar.Di dalam lingkungan sekolah
dengan cara menyisipkan mata pelajaran Bahasa Jawa adalah sebuah langkah yang
tepat. Karena mau tidak mau seorang siswa akan dituntut untuk belajar budaya Jawa
ini.
Kita jangan mau kalah dengan orang-orang asing yang antosias mempelajari
budaya kita, karena kalau kita sampai terlena maka hal ini justru akan menjadi
bumerang bagi kita semua. Sebuah fakta Reog Ponorogo kebudayaan asli Jawa
10
Timur dihak patenkan oleh Malaysia, dan masih banyak hal-hal kecil lainnya yang
seharusnya ini menjadi suatu kebanggaan bagi kita.
Dulu kita harus kehilangan yaitu tempe yang diakui oleh Jepang, Reog oleh
Malaysia, dan masih banyak identitas kita yang terampas. Ini adalah suatu hinaan
dan pukulan keras bagi kita. Oleh karena itu kita harus menjaga jangan sampai hal
ini terulang lagi untuk kedua kalinya.
Ada peribahasa Tak ada gading yang tak retak , ini adalah peribahasa
yang tepat untuk menggambarkan keadaan budaya kita sekarang ini. Namun jika
dirawat gading yang retakpun dapat dipakai sebagai hiasan, Begitu pula dengan
budaya, jika kita penuh kesadaran dan keikhlasan menjaga kelangsungannya maka
budaya ini akan tetap terjaga kelestariannya, keindahan, serta kekhasanahannya
sehingga dapat kita nikmati hingga akhir nanti.
Jadikan budaya ini untuk terus dan tetap eksis, sehingga generasi penerus
kita akan tetap dapat menikmati budaya yang elok, agung, dan mempesona ini. Kita
harus bangga memiliki budaya ini, karena budaya tidak hanya tersohor hingga ke
penjuru dunia, tetapi juga merupakan aset yang begitu luar biasa.
Setiap kebudayaan tanpa ditopang oleh kekuasaan politik tidak akan
bertahan. Sebaliknya kekuasaan politik membutuhkan identas. Dengan
memanfaatkan kebudayaan tertentu , sebuah rezim kekuasaan memiliki identitas .
Di sini kebudayaan menjadi alat kekuasaan.Sehingga campur tangan dari
pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini.
11
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1978. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta :
Balai Pustaka.
Maruti,Retno.2009. Asal-Usul Budaya Jawa.http://www.tokohindonesia.com[ 8 Mei
2009]
Nasukha, Yaqub, dkk. 2009. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Ilmiah.
Surakarta : Penerbit Media Perkasa
Yudiono, K.S. 1984. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Ilmiah.
Semarang : Universitas Diponegoro
Situs internet :
- https://www.google.co.id/search?
q=budaya+jawa&oq=budaya+jawa&aqs=chrome..69i57j0l2j69i60j0l2.20087j0j4&so
urceid=chrome&espv=210&es_sm=122&ie=UTF-8
- http://www.blifnews.com/2012/12/tarian-jawa.html
- https://www.google.co.id/search?
q=kebudayaan+jawa+&oq=kebudayaan+jawa+&aqs=chrome..69i57j0l5.4401j0j4&s
ourceid=chrome&espv=210&es_sm=122&ie=UTF-8
13
LAMPIRAN
14
Tari Gambyong Tari Merak
15
Ketoprak Wayang Kulit
16