Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR……………………………………………………...... 1
DAFATAR ISI……………………………………………………………...... 2

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………............................. 3
B. Rumusan Masalah ………………………………………………............... 3
C. Tujuan dan Manfaat……………………………………………................. 4

BAB II. PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Suku Jawa.................................................................. 5
B. Sejarah Suku Jawa................................................................................... 9
C. Model Penerapan Hukum pada Suku Jawa.............................................. 10
D. Kajian Antropologi pada Suku Jawa........................................................ 11

BAB III. PENUTUP


KESIMPULAN…………………………………………………..................…. 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku Jawa merupakan suku terbesar yang berada di Indonesia.


Suku ini terkenal akan tatakrama, lemah lembut, dan sopan.

Masyarakatnya tidak hanya berada di Jawa saja, melainkan tersebar


ke seluruh pelosok Indonesia. Hal ini karena penduduk Pulau Jawa ikut
program transmigrasi saat pemerintahan Orde Baru.

Kebesaran suku Jawa tak bisa dilepaskan dari sejarahnya yang


panjang. Hasil kebudayaan berupa peradaban suku Jawa menjadi salah
satu yang paling maju.

Hal ini dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan adidaya yang


berdiri di tanah Jawa beserta beragam warisannya yang masih dapat dilihat
hingga saat ini. Misalnya kerajaan Mataram dan Majapahit, serta candi-
candi seperti Borobudur atau Prambanan, menjadi bukti besarnya kekuatan
yang pernah berjaya di suku Jawa.

Selain itu sebagian besar suku Jawa juga masih mempercayai


mitos-mitos leluhurnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran umum Suku Jawa ?

2. Seperti apa sejarah Kebudayaan Suku Jawa ?

3. Bagaimana model penerapan hukum pada Kebudayaan Suku Jawa?

4. Seperti apa kajian Antropologi pada Kebudayaan Suku Jawa ?

1
C. Tujuan

 Memenuhi tugas Sejarah Indonesia

 Mengetahui gambaran umum Suku Jawa

 Mengetahui seluk beluk Kebudayaan Suku Jawa termasuk


sejarahnya.

 Menegetahui kajian antropologi pada Suku Jawa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Suku Jawa

Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia, dengan


jumlahnya di sekitar 90 juta. Mereka berasal dari pulau Jawa dan menghuni
khususnya di provinsi Jawa Tengah serta Jawa Timur tetapi di provinsi Jawa
Barat, Banten dan tentu saja di Jakarta, mereka juga banyak ditemukan.

Menurut Prof. Mr. Hardjono. almarhum, Guru Besar Universitas Gaja Mada,


ditahun 1980-an mengatakan mengenai  arti Jawa atau Jawi dari sudut pandang
kebatinan. Begini katanya : Dimas, banyak orang yang sebenarnya tidak mengerti
arti kata Jawa atau Jawi. Ja itu artinya lahir dan wi artinya burung., jadi seperti
burung, manusia itu harus melewati dua tahapan untuk menjadi manusia
sempurna. Pertama terlahir sebagai telur, baru kemudian terbuka menjadi burung. 
Beliau tidak mau menjelaskan artinya yang jelas, dan membiarkan kita untuk
mengkajinya lebih dalam lagi.

Berikut adalah beberapa aspek yang bisa menggambarkan masyarakat suku jawa
secara umum.

1) Kepercayaan

Agama Islam berkembang baik di Jawa. Hal ini tampak dari


banyaknya bangunan-bangunan tempat ibadat agama ini. Agama Islam
adalah agama mayoritas masyarakat Jawa. Selain itu ada juga penganut
agama Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan aliran kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kebanyakan orang Jawa percaya bahwa hidup manusia ini sudah diatur
dalam alam semesta, sehingga tidak sedikit dari mereka yang bersikap

3
nrimo, yaitu menyerahkan diri pada takdir. Selain itu, orang Jawa percaya
kepada kekuatan atau kesakten (kesaktian) yang terdapat pada benda-
benda pusaka, seperti: keris, gamelan, dan lain-lain. Mereka juga
mempercayai keberadaan arwah dan roh leluhur, dan mahluk-mahluk
halus seperti memedi, lelembut, tuyul, serta jin yang menempati alam
sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan, mahluk halus
tersebut dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketentraman, atau
keselamatan. Tetapi sebaliknya ada juga mahluk halus yang dapat
menimbulkan ketakutan dan kematian.

2) Ekonomi

Bertani merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat


pedesaan di Jawa. Pekerjaan pertanian ini dilakukan dengan membuat
kebun kering (tegalan) atau membuat sawah. Selain tanaman padi,
masyarakat pedesaan di Jawa biasanya menanam ketela pohon, jagung,
ketela rambat, kedelat, kacang tanah, kacang tunggak, gude, dan lain-lain.

Penduduk desa tidak semuanya memiliki tanah pertanian yang luas.


Bahkan ada yang tidak mempunyai tanah sama sekali yang tidak memiliki
tanah akhirnya terpaksa bekerja menjadi buruh atau menyewa tanah
dengan bagi hasil. Buruh tani melakukan pekerjaan seperti: mencangkul,
memantun, membajak, menggaru, dan menuai di sawah milik orang lain
(gacong). Besarnya upah ditentukan menurut angkatan ia bekerja. Satu
angkatan sama dengan waktu kerja selama 4 jam 06.00 sampai 10.00 pagi;
angkatan kedua dari jam 10.00 sampai jam 14.00 siang. Angkatan ketiga
dari jam 14.00 siang sampai jam 18.00 sore.

Selain dari pertanian, masyarakat Jawa juga menjalankan beberapa usaha


sambilan untuk menambah pendapatan, seperti: membuat tempe kara
benguk (mucuna utilis), mencetak bata merah, mbotok, membuat minyak
goreng kelapa, membatik, menganyam tikar, tukang kayu, tukang batu,
reparasi sepeda, dan lapangan pekerjaan lain.

3) Kesenian

4
Masyarakat Jawa sangat kaya akan kesenian yang terdiri dari seni
bangunan, seni tari, seni musik, seni pertunjukan, dan seni kerajinan.

Salah satu unsur seni yang menonjol adalah seni musik. Gamelan
merupakan seni musik jawa yang sangat terkenal. Gamelan adalah jenis
alat musik pukul (perkusi) yang terbuat dari besi, kuningan, atau
perunggu. Seperangkat gamelan biasanya terdiri dari : gambang, bonang,
barang penerus, gender, slentem, sarom, peking, kenong, kempul, dan
gong. Selain itu gamelan juga dilengkapi dengan kendang, seruling, rebab,
dan siter.

4) Bahasa

Bahasa Jawa merupakan bahasa Austronesia yang utamanya


dituturkan oleh masyarakat Jawa di wilayah bagian tengah dan timur pulau
Jawa. Bahasa ini dikenal mempunyai jumlah besar kata serapan
dari bahasa Sanskerta, terutama ditemukan dalam sastra Jawa.[22] Ini
karena sejarah panjang pengaruh Hindu dan Buddha di Jawa.

Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa


Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang
diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih
hanya 42% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa mereka sehari-hari, sekitar 28% menggunakan bahasa Jawa dan
Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa
Jawa saja.

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosakata dan intonasi


berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal
dengan unggah-ungguh.[23] Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial
yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat
sadar akan status sosialnya di masyarakat.

Pada abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-20, bahasa Jawa aktif
ditulis menggunakan aksara Jawa terutama dalam sastra maupun tulisan

5
sehari-hari masyarakat Jawa sebelum fungsinya berangsur-angsur
tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di DI
Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sebagai bagian dari muatan
lokal, namun dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-
hari.

Keturunan-keturunan masyarakat Jawa berpendapat bahwa bahasa Jawa


adalah bahasa yang sangat sopan dan mereka, khususnya orang-orang
yang lebih tua, menghargai orang-orang yang menuturkan bahasa mereka.
Bahasa Jawa juga sangat mempunyai arti yang luas.

5) Susunan Lapisan Sosial

Masyarakat Jawa juga terkenal kerana pembahagian golongan


sosialnya. Pada dekade 1960-an, Clifford Geertz, pakar antropologi
Amerika Syarikat yang ternama, membahagikan masyarakat Jawa kepada
tiga buah kelompok, yakni kaum santri, kaum abangan, dan Kaum priyayi

Menurut beliau, kaum santri adalah penganut agama Islam yang warak,
manakala kaum abangan adalah penganut Islam pada nama saja atau
penganut Kejawen, dengan kaum priyayi merupakan kaum bangsawan.
Tetapi kesimpulan Geertz ini banyak ditentang kerana ia mencampurkan
golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Pengelasan sosialnya juga
dicemari oleh penggolongan kaum-kaum lain, misalnya orang-orang
Indonesia yang lain serta juga suku-suku bangsa bukan pribumi seperti
keturunan-keturunan Arab, Tionghoa dan India.

6) Stereotaip Orang Jawa

Orang Jawa terkenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus,
tetapi mereka juga terkenal sebagai suatu suku bangsa yang tertutup dan
tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan sifat orang Jawa yang
ingin memeliharakan keharmonian atau keserasian dan menghindari
pertikaian. Oleh itu, mereka cenderung diam saja dan tidak membantah
apabila tertimbulnya percanggahan pendapat. Salah satu kesan yang buruk

6
daripada kecenderungan ini adalah bahwa mereka biasanya dengan
mudah menyimpan dendam.

Orang suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk membeda-


bedakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta atau golongan sosial.
Sifat seperti ini dikatakan merupakan sifat feodalisme yang berasal
daripada ajaran-ajaran kebudayaan Hindu dan Jawa Kuno yang sudah
diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa sehingga sekarang.

B. Sejarah Suku Jawa

Asal-usul suku Jawa banyak versinya. Versi yang paling populer adalah
bahwa leluhur orang Jawa adalah Ajiasaka, Pandita dari India yang datang ke
Jawa. Kisah Ajisaka dan murid-muridnya kemudian digunakan sebagai patokan
aksara Jawa (ha na ca ra ka ...).

Versi lain mengatakan nenek moyang orang Jawa datang dari sekitar
lereng Gunung Merapi. Karena di lereng dan kaki gunung Merapi berdiri
kerajaan Mataram kuno, yang mana mereka mendirikan Candi Borobudur.
Kerajaan Maratam Kuno kemudian pindah ke Jawa Timur karena bencana
dahsyat letusan Gunung Merapi yang bahkan membuat Borobudur terkubur
tanah.

Jika ditarik ribuan tahun ke belakang, di Jawa sudah ada kehidupan.


Bahkan di Sangiran (Sragen), ditemukan fosil manusia purba, terutama dari
jenis phitecanthropus erectus. Jauh hari bahkan di Mojokerto (Jawa Timur)
sudah hidup nenek moyang manusia Jawa yang diberi julukan Homo
Mojokertensis. Mereka hidup 200 ribu tahun yang lalu.

Seperti kebanyakan kelompok etnis Indonesia yang lain,


termasuk masyarakat Sunda, masyarakat Jawa merupakan bangsa
Austronesia yang leluhurnya diperkirakan berasal dari Taiwan dan bermigrasi
melalui Filipina untuk mencapai Pulau Jawa antara tahun 1500 SM hingga 1000

7
SM. Namun, menurut studi genetik yang terbaru, masyarakat Jawa bersama
dengan masyarakat Sunda dan Bali memiliki rasio penanda genetik yang hampir
sama antara genetik bangsa Austronesia dan Austroasiatik.

Masyarakat Jawa sekarang mendiami wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur


dan Yogyakarta. Jika diperluas, mereka yang tinggal di Cirebon dan Indramayu
juga diklasifikasikan sebagai orang Jawa karena bahasa yang mereka gunakan
lebih dekat ke bahasa Jawa daripada bahasa Sunda. banyak orang Jawa menetap
di selatan Sumatera (Lampung dan sekitarnya), sebagian besar Banten
(Keturunan pasukan Mataram) Jakarta dan Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena
berbagai alasan, antara lain: kolonial Belanda membawa orang Jawa ke tempat-
tempat itu untuk menjadi buruh perkebunan. Selain itu, etnis Jawa juga
menyebar ke Suriname.

Bahasa Jawa (ngoko dan Krama) umum digunakan dalam bahasa sehari-


hari. Tentu ada beberapa dialek. Ada dialek Yogya-Solo, semarangan,
Banyumasan, Tegal dan Jawa Timur.

Soal kehidupan beragama, setelah kedatangan Wali Songo, umumnya


orang Jawa adalah Muslim. Sebagian kecil masih Hindu dan Budha, selain
Kristen dan Katolik. Ada juga masih memegang ajaran-ajaran kejawen. 

Orang Jawa dikenal halus dan sangat tepo seliro. Juga tidak suka konflik.
Di lain pihak, di mata suku Non-jawa, orang Jawa di kenal penakut dan suka
main belakang. tapi, apapun dan bagaimanapun, orang Jawa adalah mayoritas di
Indonesia dan sangat mendominasi sektor pemerintahan dan kebudayaan.

C. Model Penerapan Hukum pada Suku Jawa

Suku jawa merupakan suatu kelompok sosial yang paling besar


kuantitasnya di Indonesia. Dan pada dasarnya, dimana ada kelompok sosial di
situlah ada hukum. Menurut Volkgeist, “hukum tumbuh dan berkembang di
masyarakat”. Sehingga bisa diambil pemahaman, bahwa tanpa adanya suatu

8
badan hukum pun, suku jawa zaman dulu sudah menerapkan suatu model hukum
berupa hukum kebiasaan (adat istiadat).

Hukum kebiasaan atau adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial berupa
tradisi yang umumnya bersifat sakral yang mengatur tata kehidupan sosial
masyarakat tertentu. Adat istiadat ini sejak lama dianut, hidup, dan berkembang
dalam masyarakat tertentu, misalnya upacara pelaksaan perkawinan suku jawa.

Contoh hukum di atas menggambarkan bahwa suku Jawa kental akan adat
istiadat yang mereka sendiri menganggapnya sebagai sebuah hukum.

Hukum adat suku Jawa tercermin dari banyaknya upacara adat yang dalam
kepercayaan mereka upacara itu merupakan sebuah keharusan yang apabila tidak
dilakukan akan datang sanksi penguasa alam semesta (bencana).

D. Kajian Antropologi pada Suku Jawa

Pada dasarnya antropologi dibagi ke dalam dua garis besar, yakni


antropologi fisik dan antropologi budaya. Dan dalam hal ini, kami mencoba
mengupas keduanya, tentang bagaimana kajian antropologi fisik suku jawa dan
kajian antropologi budayanya.

1) Antropologi fisik suku Jawa 

Orang Jawa adalah sebutan bagi orang yang tinggal di Jawadwipa atau di


pulau Jawa pada dulu kala. Pada saat ini yang dinamakan orang Jawa
adalah penduduk yang menghuni di pulau Jawa bagian tengah dan timur
yang disebut suku bangsa Jawa dan anak keturunannya.
Dalam khasanah Arkeologi, nama Java Man sudah tidak asing lagi, ini
menunjuk kepada nenek moyang orang Jawa dikala purba. Situs manusia
purba di Indonesia, pulau Jawa adalah di Sangiran yang terbelah sisi utara
dan selatan karena dilewati aliran Kali Cemoro yang mengalir
dari Gunung Merapi menuju ke Bengawan Solo. Bagian utara termasuk
wilayah Desa Krikilan, Sragen, sedangkan yang belahan selatan
masuk Desa Krendowahono, Karanganyar.

9
Penelitian dalam rangka mencari fosil nenek moyang manusia di Sangiran
sudah dimulai sejak 1893 oleh peneliti Eugene Dubois. Dia menemukan
fosil manusia purba di Trinil, Ngawi, Jawa Timur, yang
dinamakan Pithecanthropus Erectus, artinya manusia kera yang berjalan
tegak.
Penelitian di Sangiran dilanjutkan kembali secara intensif sejak 1930 
oleh J.P. van Es dan 1934 oleh GHR von Koenigswald.Tidak kurang dari
seribu alat-alat dari batu buatan manusia yang pernah tinggal disini
diketemukan.
Alat dari batuan kaldeson yang dipecahkan itu bisa dipergunakan untuk
memotong, menyerut dan untuk meruncingkan tombak. Oleh von
Koenigswald alat-alat itu disebut  alat serpih dari Sangiran (The Sangiran
Flake Industry).
Meganthropus Paleojavanicus, manusia purba yang punya fosil rahang
atas yang ukurannya besar diketemukan ditahun 1936. Selanjutnya ditahun
1937 diketemukan fosil manusia purba yang dinamakan Pithecanthropus
Erectus. Penemuan spektakuler ini  melibatkan banyak peneliti kondang
dari manca negara dan para ahli Indonesia seperti R.P. Soejono, Teuku
Yacob, S.Sartono, Hari Widianto dll.
Juga ikut terlibat berbagai lembaga peneliti seperti  American Museum of
National History, Biologisch-Archaelogisch Institut, Groningen, Tokyo
University, Padova University, National d”Histoire Naturelle, Paris, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Yogyakarta dll.
Pemerintah RI telah menetapkan daerah Sangiran seluas 56 km2 sebagai
Daerah Cagar Budaya. Pada 5 Desember 1996, Situs Sangiran
oleh Unesco dinyatakan sebagai Warisan Budaya Dunia, World Heritage
List No. 593, dengan nama Sangiran Early Man Site, Situs  Hunian
Manusia Purba Sangiran.

10
Menurut penelitian geologis, Situs Sangiran  sudah muncul 3( tiga) juta
tahun lalu dan merupakan perbukitan dengan struktur kubah ditengahnya,
disebut Sangiran Dome.
Sekitar 1.8 hingga 1 juta tahun lalu ,daerah Jawa Tengah dan Timur
merupakan lembah ,yang sebelah selatan dibatasi Gunung Selatan, sebelah
utara oleh Gunung Kendeng. Lembah itu sebagian besar berupa danau dan
rawa-rawa. Disebelah timur lembah berupa lautan. Ditengah lembah ada
gunung a.l. Gunung Lawu Purba dan Gunung Wilis.
Pada saat itulah mulai muncul kehidupan manusia purba disekitar rawa-
rawa dan muara sungai Cemoro yang bersumber di Gunung Merapi. Homo
Erectus yang dikenal sebagai Java Man tinggal disekitar sungai Cemoro
sekarang dan kehidupannya berkembang terus dengan diketemukannya
ribuan alat-alat batu. 
Selain fosil manusia purba, juga diketemukan fosil-fosil binatang purba
seperti: Gajah, Banteng, Kerbau, Rusa, Kuda Nil, hippopotamus dll. Kuda
Nil Sangiran ini ukuran besar dan beratnya duakali lipat dari kuda Nil
yang ada sekarang ini!
Temuan fosil manusia, binatang dan peralatan batu yang jumlahnya ribuan
bisa dilihat di Musium Sangiran.
Perkembangan budaya dari manusia purba menjadi manusia modern
berjalan dalam kurun waktu yang sangat lama. Ini adalah uraian dari segi
ilmiah mengenai keberadaan orang Jawa dan anak keturunannya yang
menghuni pulau ini sejak dahulu kala.

2) Antropologi budaya suku Jawa


Masyarakat Jawa hidup dalam lingkungan adat istiadat yang sangat kental.
Adat istiadat suku Jawa masih sering digunakan dalam berbagai kegiatan
masyarakat. Mulai masa-masa kehamilan hingga kematian. Ini merupakan
sebuah bahan kajian yang sangat menarik untuk dituangkan ke dalam
sebuah makalah. Maka, saya coba kupas satu per-satu dari mulai masa
kehamilan sampai kematian pada adat suku jawa.
a) Adat Istiadat Suku Jawa saat Kehamilan

11
Saat seorang wanita suku Jawa mengandung dan usia
kandungannya sudah mencapai tujuh bulan, mereka akan
melakukan semacam ritual selamatan atau biasa disebut mitoni.
Salah satu ritual mitoni yang harus dijalankan oleh ibu hamil
tersebut adalah tingkeban.

Pada ritual ini, wanita yang tengah mengandung dimandikan


menggunakan campuran air dan bunga. Kain yang digunakan
sebagai kemben pun jumlahnya harus tujuh dan dipakai secara
bergantian saat acara tingkeban berlangsung.

b) Adat Istiadat Suku Jawa saat Upacara Pernikahan

Adat istiadat suku Jawa juga sering dilaksanakan saat upacara


pernikahan. Masyarakat suku Jawa percaya akan adanya hari yang
baik untuk melaksanakan pernikahan. Hari baik tersebut, biasanya,
berpatokan pada buku primbon Jawa.

Sebulan sebelum acara pernikahan berlangsung, calon pengantin


suku Jawa tidak diperbolehkan untuk saling bertemu. Khusus calon
mempelai wanita, biasanya, akan dipingit.

Ritual pingitan ini ditujukan untuk mempersiapkan fisik dan


mental si gadis yang akan memasuki jenjang pernikahan. Sehari
sebelum acara pernikahan, calon mempelai wanita kembali
melakukan ritual. Kali ini, ritualnya berupa siraman.

Pada acara siraman, air yang digunakan oleh calon pengantin


biasanya sudah dicampur dengan bermacam-macam bunga.
Kemudian, malam harinya, diadakan ritual midodareni. Ritual ini
biasanya juga menjadi acara pertemuan sebelum pernikahan antara
kedua keluarga calon mempelai.

Saat acara pernikahan berlangsung, ritual adat istiadat suku Jawa


yang dilakukan lebih banyak. Mulai saling melempar sirih hingga
ritual membasuh kaki mempelai pria oleh mempelai wanitanya.

12
c) Adat Istiadat Suku Jawa saat Upacara Kematian

Ketika salah satu masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat


istiadat pun tidak lepas mengiringi. Ritual yang biasa dilakukan
adalah brobosan, yaitu melintas di bawah mayat yang sudah
ditandu dengan cara berjongkok.

Ritual adat istiadat pun belum selesai hingga di situ. Setahun


pertama setelah meninggal, biasanya, pihak keluarga yang
ditinggalkan akan mengadakan selamatan pendak siji, pendak loro,
hingga  pendak telu atau selamatan yang dilakukan di tahun ketiga.

13
BAB III

KESIMPULAN

Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia, dengan


jumlahnya di sekitar 90 juta. Mereka berasal dari pulau Jawa dan menghuni
khususnya di provinsi Jawa Tengah serta Jawa Timur tetapi di provinsi Jawa
Barat, Banten dan tentu saja di Jakarta, mereka juga banyak ditemukan.

Berikut adalah beberapa aspek yang bisa menggambarkan masyarakat


suku jawa secara umum, antara lain : kepercayaan masyarakat, ekonomi, kesenian
khas jawa, bahasa, susunan lapisan sosial, stereotaip orang jawa, dan eksistensi
tokoh-tokoh terkemuka asal Jawa.

Asal-usul suku Jawa banyak versinya. Versi yang paling populer adalah
bahwa leluhur orang Jawa adalah Ajiasaka, Pandita dari India yang datang ke
Jawa. Kisah Ajisaka dan murid-muridnya kemudian digunakan sebagai patokan
aksara Jawa (ha na ca ra ka ...).

Versi lain mengatakan nenek moyang orang Jawa datang dari sekitar
lereng Gunung Merapi. Karena di lereng dan kaki gunung Merapi berdiri kerajaan
Mataram kuno, yang mana mereka mendirikan Candi Borobudur. Kerajaan
Maratam Kuno kemudian pindah ke Jawa Timur karena bencana dahsyat letusan
Gunung Merapi yang bahkan membuat Borobudur terkubur tanah.

Jika ditarik ribuan tahun ke belakang, di Jawa sudah ada kehidupan.


Bahkan di Sangiran (Sragen), ditemukan fosil manusia purba, terutama dari
jenis phitecanthropus erectus. Jauh-hari bahkan di Mojokerto (Jawa Timur) sudah
hidup nenek moyang manusia Jawa yang diberi julukan Homo Mojokertensis.
Mereka hidup 200 ribu tahun yang lalu.

14
Seperti kebanyakan kelompok etnis Indonesia yang lain,
termasuk masyarakat Sunda, masyarakat Jawa merupakan bangsa
Austronesia yang leluhurnya diperkirakan berasal dari Taiwan dan bermigrasi
melalui Filipina untuk mencapai Pulau Jawa antara tahun 1500 SM hingga 1000
SM. Namun, menurut studi genetik yang terbaru, masyarakat Jawa bersama
dengan masyarakat Sunda dan Bali memiliki rasio penanda genetik yang hampir
sama antara genetik bangsa Austronesia dan Austroasiatik.

Suku jawa zaman dulu sudah menerapkan suatu model hukum berupa
hukum kebiasaan (adat istiadat).

Kajian Antropologi pada suku Jawa dapat dibagi ke dalam dua bidang,
yakni fisik dan budaya.

Pertama, kajian fisik diawali oleh penelitian mencari fosil nenek moyang manusia
di Sangiran pada tahun 1893 oleh peneliti Eugene Dubois. Dia menemukan fosil
manusia purba di Trinil, Ngawi, Jawa Timur, yang dinamakan Pithecanthropus
Erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak.

Kedua, kajian budaya, masyarakat Jawa hidup dalam lingkungan adat istiadat
yang sangat kental. Adat istiadat suku Jawa masih sering digunakan dalam
berbagai kegiatan masyarakat. Mulai masa-masa kehamilan hingga kematian.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.academia.edu/8634429/Makalah_Sejarah_Suku_Jawa_11_35_AM
2. https://www.academia.edu/30579680/Makalah_Antropologi_Budaya_Suku_Jawa
3. https://travel.detik.com/travel-news/d-4921040/mengenal-suku-jawa-sejarah-dan-
kebudayaannya
4. https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa#:~:text=Suku%20Jawa%20(Bahasa
%20Jawa%3A%20Ngoko,Serang%E2%80%93Cilegon%20(Banten).

16

Anda mungkin juga menyukai