Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ANALISIS TRILOGI RONGGENG DUKUH PARUK


Karya Ahmad Tohari

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Pengantar Ilmu Budaya oleh :

Aulia Ratna Rakhmadhani (J1C018042)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2018
BAB I

RINGKASAN CERITA

Novel yang ditulis Ahmad Tohari ini menceritakan sebuah Desa bernama Dukuh Paruk
dengan perjalanan seorang ronggeng yang bernama Srintil. Dukuh Paruk merupakan sebuah
kampung terpencil yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Dawuhan. Sedangkan, latar
waktunya adalah sekitar tahun 1965-an.

Novel ini menampilkan tokoh-tokoh yang antara lain: Rasus, Srintil, Kartareja dan istri,
Sukarya dan istri, Dowe, Sulam, Sersan Slamet, Kopral Pujo, dan tokoh-tokoh pendukung
lainnya.

Rasus, tokoh utama, yang ditampilkan oleh pengarangnya sebagai narator peristiwa-
peristiwa dalam novel Ronggeng DukuhParuk. Sedangkan Srintil dan tokoh-tokoh lain serta
peristiwa-peristiwa yang menyertai mereka adalah yang diceritakan oleh Rasus. Tokoh Rasus
merupakan tokoh yang serba tahu akan segala peristiwa dalam cerita itu.

Alkisah, dukuh Paruk yang terkenal dengan dunia ronggeng sempat menjadi sunyi
senyap. Peristiwa keracunan tempe bongrek yang terjadi secara massal menjadi penyebab
mandeknya pertunjukan yang menampilkan penari yang dikenal dengan istilah ronggeng. Sebab,
sejumlah ronggeng dan tokoh-tokoh pendukung dunia peronggengan tewas. Tinggal beberapa
orang dan anak-anak yang tidak sempat keracunan, selamat dari maut.

Sebelas belas tahun kemudian, Srintil, yang saat peristiwa tempe bongkrek berumur lima
bulan, dinobatkan menjadi seorang ronggeng. Ahmad Tohari menyoroti kehidupan calon
ronggeng dan perilaku seseorang setelah menjadi seorang ronggeng. Ronggeng terakhir mereka
ikut tewas dalam tragedi tempe bongkrek. Indang ronggeng telah merasuk ke tubuh Srintil,
membuat Srintil menjadi seorang ronggeng sejati.

Novel karya Ahmad Tohari ini bercerita tentang perjalanan hidup tokoh Srintil yang
terpilih menjadi seorang penari ronggeng di kampungnya dan bagaimana keadaan itu mengubah
jalan hidupnya dan juga kekasihnya (Rasus) . Tertulis juga dalam novel itu tulis perjalanan hidup
tokoh Rasus yang mencari gambaran emaknya dalam diri Srintil. Rasus menjadi agak kecewa
saat mengetahui Srintil yang baru berusia 11 tahun harus menjadi seorang ronggeng. Karena
apabila Srintil menjadi ronggeng maka Rasus akan tak bisa lagi bermain dengan Srintil. Bagi
Rasus, menjadi ronggeng berarti Srintil harus bersedia melayani semua orang yang
menginginkannya.

Sejak awal dukuh Paruk disorot dari segi negatif seperti (1) kepercayaan terhadap roh
nenek moyang yang harus dipuja, (2) kemiskinan, (3) kemaksiatan, (4) kemalasan, dan sisi-sisi
kehidupan negatif lainnya seperti sumpah serapah dan perkataan kotor lainnya.

Konon, keracunan massal dipercayai sebagai akibat murka Ki Secamenggala karena


warganya mulai kendor dalam memujanya. Untuk itu, sesepuh kampung, Kartaraja dan Sukarya,
senantiasa mengingatkan agar generasi mudanya untuk memberikan penghormatan terhadap
arwah Ki Secamenggala. Setelah Srintil telah mencapai umur untuk dinobatkan sebagai
ronggeng, semacam upacara adat dilakukan dalam rangka untuk penghormatan itu. Calon
ronggeng harus mendapat restu dari arwah Ki Secamenggala.

Ada kepercayaan juga, bahwa sebelum seorang ronggeng dianggap sah menjadi
ronggeng, maka dia harus melalui sayembara bukak kelambu. Dalam malam bukak
kelambu Srintil menyerahkan keperawanannya pada Rasus. Namun, Rasus tetap saja kecewa,
sebab Srintil tak akan lama lagi menjadi milik banyak orang setelah menjadi ronggeng. Setelah
kejadian itu Rasus pergi menghilang dari Dukuh Paruk. Kemudian Rasus menjadi pembantu
seorang tentara. Walaupun Rasus kecewa dengan Srintil dan tempat kelahirannya, namun karena
merasa terpanggil untuk melindungi tanah leluhur beserta warganya, maka pada saat perampokan
di rumah Nyai Kertareja, Rasus ikut mengambil peran dalam penumpasan para perampok dan dia
berhasil menyelamatkan Srintil.

Setelah sekian lama menjadi ronggeng, kehidupan Srintil berubah total. Semula dia hidup
dalam kemiskinan, kemudian dia hidup berkecukupan bahkan dapat dikategorikan mewah untuk
ukuran tahun 1965-an. Sementara Rasus juga mengalami perubahan nasib. Semula dia, seperti
halnya Srintil, hidup dalam kesusahan. Kemudian, setelah sekian lama membantu berjualan
singkong di pasar kecamatan, dia dipilih oleh Sersan Slamet untuk menjadi
seorang gobang (pembantu tentara). Kedua tokoh, Srintil dan Rasus, dalam kehidupan ekonomis
termasuk orang-orang yang berhasil. Srintil berhasil karena menjadi ronggeng, sementara Rasus
berhasil karena dia masuk tentara.
BAB II

Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel

1. Tema
Tema dari novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah percintaan. Kenapa percintaan?
Karena di novel Ronggeng Dukuh Paruk ini diceritakan bahwa Srintil yang mencintai
Rasus namun Rasus pergi karena merasa Srintil sudah berubah semenjak menjadi penari
ronggeng selain itu Rasus pergi juga karena untuk menggapai cita-citanya menjadi
seorang TNI kemudian Srintil menyesali kepergian Rasus sampai pada akhirnya Srintil
mulai jatuh hati lagi kepada Bajus. Namun cintanya di khianati oleh Bajus.
2. Alur
Alur yang digunakan pada novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah alur campuran.
Karena dalam novel ini menceritakan masa sekarang namun kadang juga menceritakan
masa lalu.
“ Orang-orang Dukuh Paruk pulang kerumah masing-masing. Mereka, baik lelaki
maupun perempuan, membawa kenangan yang dalam. Malam itu kenangan atas Srintil
meliputi semua orang Dukuh Paruk. Penampilan Srintil malam itu mengingatkan
kembali bencana yang menimpa Dukuh Paruk sebelas tahun yang lalu........Sebelas tahun
yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujab
lebat…”.
3. Latar
Latar Tempat :
a) Dukuh Paruk “Namun kemarau belum usai. Ribuan hektar sawah yang mengelilingi
Dukuh Paruk telah tujuh bulan…..”
b) Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah payah mencabut
sebatang singkong. Yakni Rasus, Darsun dan Warta…”.
c) Dibawah pohon nangka. “dipelataran yang membatu dibawah pohon
nangka,...Srintil menari dan bertembang. Gendang, gong dan calung mulut
mengiringinya..”.
d) Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja sedang merias
Srintil. Tubuhnya yang kecil dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada …”.
e) Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk. Kartareja
berjalan paling depan membawa pedupan….”.
f) Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di pasar
memungkinkan aku mendapat upah…”.
g) Di Markas Tentara. “pada hari pertama menjadi tobang, banyak hal baru yang
kurasakan…”
h) Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini aku
kecewa karena tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak
berpengalaman dalam hal berburu…”.
i) Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal diluar rumah, satu
dibelakang dan lainya dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung
mengerti…”.

Latar Waktu :
a) Sore hari “Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah bersekolah,
dia dapat mengira-ngira saat itu hampir pukul dua belas tengah malam”
b) Malam hari “Namun semuanya berubah menjelang tengah hari. Seorang anak
berlari-lari dari sawah sambil memegangi perut”
c) Pagi hari “Matahari mulai kembali pada lintasannya di garis khatulistiwa.
Angin tenggara tidak lagi bertiup”

Latar Suasana :

a) Tenang dan tentram, “Sakarya merasa hawa dingin bertiup di kuduknya. Suara
hiruk-pikuk bergalau dalam telinga. Dan tiba-tiba Sakarya terkejut oleh sinar
menyilaukan yang masuk matanya. Matahari pagi muncul di balik awan. “Ah,
boleh jadi benar, kematianku sudah dekat,” gumam Sakarya. Aneh, Sakarya
merasakan ketentraman dalam hati setelah bergumam demikian.”
b) Gembira dan bangga, “Kegembiraan itu lahir dan berkembang dari Dukuh
Paruk. Berita cepat tersiar bahwa pada malam perayaan Agustusan nanti Srintil
akan kembali meronggeng. Kurang dua hari lagi, tetapi sudah banyak orang
bersiap-siap. Anka-anak mulai bertanya tentang uang jajan kepada orangtua
mereka. Para pedagang, dari pedagang toko sampai pedagang pecel bersiap
dengan modal tambahan. Juga tukang lotre putar yang selalu menggunakan
kesempatan ketika banyak orang berhimpun.”
c) Tegang dan genting, “Kenapa Jenganten?” “Pusing, Nyai, pusing Oh! hk.
Napasku sesak! Dadaku sesak!” Nyai Kartareja merangkul Srintil. Dia langsung
mengerti masalahnya karena Srintil tidak lagi menguasai berat badannya sendiri.
4. Tokoh dan Penokohan
1) Srintil
a. Kekanak-kanakan, “tetapi Srintil tidak malas melakukan perbuatan yang
lucu dimata orang-orang Dukuh Paruk”
b. Setia, “srintil setia menunggu kedatangan rasus kembali ke dukuh paruh”
c. Pemilih “srintil tidak mau tidur dengan sembarang lelaki”
d. Penyayang “srintil sangat menyayangi goder, anak tampi yang
bersamanya setiap hari”
e. Suka menolong “Srintil mau menolong Waras untuk membuat waras
normal sebagai lelaki”
f. Mudah percaya “Srintil percaya kepada bajus untuk dinikahi, padahal
bajus punya maksud tertentu dibalik semuanya”
g. Gila “srintil menjadi gila setelah melihat kenyataan bahwa bajus tidak
seperti yang diharapkan”
2) Rasus
a. Berani “ketika perampok itu membelakangiku, aku berjalan hati-hati.
Pembunuhan aku lakukan untuk pertama kali”
b. Suka berkhayal “penampilan srintil membantuku mewujudkan anganku
tentang pribadi emak”
c. Berserah diri “aku bersembahyang, aku berdoa untuk dukuh paruk agar
sadar”
d. Tidak sombong “Rasus, kembali ke dukuh paruk untuk melihat kampung
halaman meskipun dia sudah menjadi seorang pasukan”
e. Patuh kepada tanggung jawab “Rasus bersedia menerima semua resiko
kalau dia menggar aturan seorang pasukan”

3) Warta
a. Jail “Kukira kicau burung keket serta bunyi air yang tumpah lewat
punggung pematang akan terus membawaku melamun bila Warta tidak
datang mengusik”
b. Suka dipuji “Tidak sulit membuat Warta mau bertembang bila orang mau
menyediakan setumpuk kata pujian baginya.”
c. Bersahabat “Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.”
d. Perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu.
Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi
sia-sia.”
4) Sakarya
a. Penakut “Aku memang kakek Srintil. Tetapi dia tidak di sini lagi
sekarang,” jawab Sakarya dengan bibir gemetar.
b. Pemarah dan penuduh “Apa sampean tidak mengerti semua ini terjadi
karena ada sesuatu antara cucuku dan Rasus? Kata Sakarya, nadanya
menuduh….”
5) Kartareja
a. Mudah tersinggung “Ah, Kang Sakarya. Aku tak lagi diperlukan kalau
begitu. Bukankah Srintil sudah menjadi ronggeng sejak lahir?” kata
Kartareja tawar. Dia sedikit tersinggung. Keahliannya mengasuh
ronggeng merasa disepelekan
b. Licik “kartareja menipu sulam dan dower tentang siapa yang menang
diantara mereka yang bisa mendapatkan malam bukak klambu”
c. Pemarah “emosi kartareja meluap ketika melihat sulam dan dower
bertengkar dirumahnya”
6) Nyai Kartareja
a. Mistis, egois “Satu hal disembunykan oleh Nyai Kartareja terhadap siapa
pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.”
7) Darsun
a. Menganggap remeh “air? Ejek Darsun. Dimana kau dapat menemukan
air?”
b. Bersahabat, Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.”
8) Sakum
a. Berbakat, “berhasil menemukan kembali Sakum, laki-laki dengan
sepasang mata keropos namun punya keahlian istimewa dalam memukul
calung besar.“
b. Sakti, “Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secara seksama
pagelaran ronggeng.”
9) Dower
a. Berotak mesum, “Dower makin terbayang akan sebuah tempat tidur
berkelambu. Putih bersih dengan kasur dan bantal yang baru. Dan yang
paling penting; seorang perawan kencur yang terbaring di dalamnya”
b. Dendam “dower pergi ke dukun untuk membalas sakit hatinya kepada
srintil”
10) Sulam
a. Sombong “Sulam meremehkan dower yang Cuma membawa kerbau untuk
upah bukak-klambu”
b. Mudah dipengaruhi “sulam tertipu dengan pembicarain Nyai Kartarej”
11) Waras
a. Tidak suka wanita “waras tidak tertarik kepada tubuh cantik srintil”
b. Penyayang binatang “waras lebih suka memandikan burung
kesayangannya”
12) Goder
a. Mudah di bujuk, setelah srintil membelikan mainan untuknya, barulah
goder kembali kepelukan srintil
b. Berani “goder menanyakan kepada tampi tentang siapa sebenarya srintil
itu”
c. Penakut “goder takut ketika sritil ingin memeluknya, karna goder sudah
lama tidak melihat srintil”
13) Tampi
a. Suka berbagi “tampi mau berbagi goder kepada srintil”
b. Jujur, tampi berkata jujur saat ditanya srintil “apakah tampi sudah
mengajarkan goder untuk takut kepadanya?”
c. Bijaksana, “tampi menjelaskan kepada goder tentang siapa srintil itu
sebenarnya”
14) Pak bakar
a. Jahat “membakar pekuburan dukuh paruh untuk menghasut orang dukuh
paruk”
b. Tidak bertanggung jawab “dia yang membuat srintil,sakarya,dan
kartareja masuk penjra tapi dia tidak berbuat apa-apa”
15) Bajus
a. Manis dimulut “bajus berjanji untuk menikahi srintil kepada orang dukuh
paruk”
b. Egois “bajus cuma memanfaatkan srintil untuk kepentingan pribadi”
c. Tidak menghargai wanita “bajus memberikan srintil kepada bosnya untuk
dipuaskan”

5. Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca
melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu
melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar
kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita.
Pesan lain mungkin juga seperti jangan menyia-nyiakan orang yang telah sepenuh hati
mencintai kita, karena belum tentu suatu saat nanti kita dapat menemukan orang yang
mencintai kita seperti itu.
Dan adat bagaimanapun tetap harus berlaku dalam kehidupan yang meyakininya,
karena jika memang suatu daerah mempercayai adat yang berlaku, maka harus dijalankan
dengan sebaik-baiknya. Karena pada setiap keyakinan pasti ada suatu hal yang akan
terjadi jika suatu adat kebiasaan tidak dilaksanakan. Serta jangan gampang terpengaruh
dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu,
segala sesuatu akan kembali kepada-Nya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat
mencekam masa depanmu!
Unsur Ekstrinsik

1. Keagamaan
Untuk nilai keagamaan pada novel Ronggeng Dukuh Paruk tidak terlalu
diperlihatkan karena di dalam novel ini masyarakat dan tokoh di dalamnya sepertinya
terlalu mempercayai animism dinamisme dan banyak hal yang berbau mistis.
2. Kebudayaan
Nilai kebudayaan pada novel Ronggeng Dukuh Paruk sangatlah kuat, di dalam
novel ini menceritakan tentang tariang ronggeng yang sudah mulai punah karena tidak
ada lagi Ronggeng Sejati di dalam kampong tersebut. Namun kehadiran Srintil
menghapuskan kecemasan tersebut. Didalam novel ini terjabarkan dengan secara jelas
kebudayaan Desa Dukuh Paruk.
3. Sosial
Dalam novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih cenderung ke arah ronggeng.
Karena segala sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar manusia lebih
diutamakan untuk ronggeng karena bagi mereka, adanya sosok ronggeng merupakan
kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk
4. Politik
Di dalam novel ini Pengarang menceritakan tentang persoalan mengenai
kekejaman dilakukan oleh PKI yang terjadi di akhir September 1965. Ada kesewenang
kekuasaan yang menindas rakyat-rakyat kecil
BAB III
Analisis ‘Manusia dan Penderitaan’
Novel Ronggeng Dukuh Paruk memiliki pemeran utama yaitu Srintil. Di dalam
novel, kisah Srintil tidak selalu bahagia atau mungkin mengalami banyak penderitaan.
Seperti layaknya kehidupan, ada kesedihan dan kebahagiaan.
Kebahagiaan Srintil seharusnya sudah lengkap karena ia berhasil meraih apa yang
inginkan dan impikan yaitu menjadi ronggeng sejati di Kampung Dukuh Paruk. Sejak
kecil ia mendambakannya, bahkan untuk mendapatkan semua itu Srintil melakukan
banyak sekali ritual yang tidak mudah,
Penderitaan Srintil dimulai dari kepergian Rasus, lelaki yang Srintil cintai
ternyata pergi keluar desa. Penderitaan Srintil yang lainnya pun seakan mengikuti Srintil,
mulai dari dipenjara, di fitnah, dipaksa, dibohongin dan di khianati.
Penderitaan yang paling berat untuk dilalui bukanlah penderitaan karena masalah
ekonomi, social atau politik melainkan di kecewakan oleh orang yang dicintai. Terbukti
pada cerita Novel Ronggeng Dukuh Paruk. Ketika dikecewakan oleh Rasus karena pergi
dari desa, itu menjadi pukulan terbesar bagi Srintil dan ia berubah total sejak hari itu,
menjadi perempuan yang terhormat dan tidak ingin melayani pria lagi. Kemudian, Srintil
kembali di kecewakan oleh orang yang dicintainya yaitu Bajus hingga gila.
Tetapi seharusnya kita tetap tegar dan kuat walaupun banyak penderitaan
menyerang diri kita, dan percaya bahwa sesuatu yang indah dan lebih baik akan
menyambut kita dengan cara yang ajaib yang sudah Tuhan sediakan untuk kita. Karena
pada hakikatnya, jika ada penderitaan pasti ada kebahagiaan. Kita hanya harus menunggu
waktu itu tiba.
Setiap penderitaan juga tidak semata-mata hanya untuk menanti bahagia dating,
tapi disitu banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil untuk kehidupan
selanjutnya yang lebih baik. Dalam penderitaan Srintil ketika ditinggal oleh Rasus, ada
hikmah yang bias ia petik, ia menjadi perempuan yang lebih terhormat. Kemudian ketika
ia dipenjara, ia juga menjadi seseorang yang berhati-hati percaya kepada seseorang.
Namun ketika dikhianati oleh Bajus, ia tidak mampu lagi untuk lebih kuat.
Akhir dari cerita Ronggeng Dukuh Paruk ini tidak bias kita contoh namun bias
kita ambil pelajarannya, bahwa janganlah kita menjadi seseorang seperti Bajus yang
hanya mementingkan keuntungan diri sendiri tetapi menyebabkan penderitaan terhadap
orang lain.
BAB IV
KESIMPULAN

Menurut saya novel ini sangat menarik untuk dibaca karena kita bisa mengetahui
berbagai kebudayaan. Karena dengan membaca novel ini, kita akan lebih memahami budaya-
budaya diluar lingkungan kita dan kita juga bisa memiliki gambaran tentang apa saja yang terjadi
ketika orang-orang komunis menyerang rakyat kita. Dan banyak pesan moral yang bisa diambil.
Daftar Pustaka

https://gumonounib.files.wordpress.com/2010/06/trilogi-3-ahmad-tohari-jentera-
bianglala.pdf

https://marthayuda.files.wordpress.com/2010/03/lintangkemukusdinihari.pdf

https://tabloidsastra.files.wordpress.com/2015/02/ronggeng-dukuh-paruk-_-ahmad-
tohari.pdf

Anda mungkin juga menyukai