4. Anestania (1930505060)
Ide Cerita :Video ini dibuat Untuk Mewujudkan Kerukunan Antar Umat Beragama
2. Putu Suswandane
Melalui video “Agama dan Budaya : Kisah Inklusi dari Tambore” diperoleh informasi
bahwa Dusun Tambore terletak di Nusa Tenggara Barat. Di dusun tersebut terdapat 3 (tiga)
suku, yaitu 70% muslim yang mendominasi, 25% hindu, dan 5% kristen. Pada tahun 2009-
2014 sering terjadi konflik di dusun Tambora. Konflik utamanya adalah mengenai pemugaran
Pura Agung Udaya Parwata Tambora atau Pura Jagat Agung mulai tahun 2008. Kompleks
pura ini masuk ke dalam dua kabupaten. Sebagian masuk wilayah Desa Oi Bura Kabupaten
Bima sedangkan sisanya masuk ke dalam wilayah Dusun Pancasila Kabupaten Dompu. Pura
ini dibangun tahun 1984 oleh sebuah perusahaan pemegang HPH di Tambora diperuntukan
untuk ibadah karyawan beragama Hindu dalam bentuk pura yang sangat kecil. Namun sejak
perusahaan itu angkat kaki, pura ini pun terbengkalai dan rusak.
Pembukaan hutan di kaki Tambora untuk perluasan pemukiman pun terjadi. Warga
Dusun Pancasila yang mayoritas muslim membangun pemukiman di sana akhirnya
menggunakan mata air yang terletak di dekat kompleks pura untuk keperluan hidup mereka
sehari-hari. Hingga tahun 1995 program transmigrasi akhirnya mendatangkan warga Hindu
dari Bali ke Kabupaten Dompu, Bima, dan juga Kab. Sumbawa. Tahun 1995 mereka
mencari, membangun dan menghidupkan kembali Pura Tambora ini. Pura ini direnovasi dari
tahun 1995 hingga tahun 2005. Namun di tahun 2007 diguncang gempa hingga membuat
pura rusak. Mulai tahun 2008 hingga awal 2014 pura ini kembali direnovasi dan diperluas.
Renovasi dan perluasan inilah yang kemudian memicu konflik antara umat Hindu
pengempon pura dengan warga Dusun Pancasila serta memicu reaksi keras umat Islam di
Bima dan Dompu.
Konflik terjadi disebabkan oleh kekhawatiran pencemaran kesucian air sungai yang
dimafaatkan oleh warga muslim pancasila dengan sajian peribadatan umat hindu dan
kesewenangan pihak pengelola pura yang menutup dan mengecor sumber mata air dengan
beton. Hal ini membuat warga Dusun Pancasila tak lagi bisa memanfaatkan mata air tersebut
untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Warga muslim yang tersinggung dengan sikap semena-
mena warga hindu akhirnya melakukan penyerangan terhadap umat Hindu. Di tengah-tengah
masyarakat Dompu dan Bima pun beredar kabar yang mengatakan bahwa Pura Tambora akan
dibangun menjadi Pura terbesar di Asia. Lebih lanjut, pura itu akan dijadikan salah satu
destinasi wisata dalam rangka Peringatan 2 abad meletusnya G. Tambora di tahun 2015.
Ternyata di beberapa media Bali pun didapati informasi bahwa Pura Agung Tambora
menempati wilayah seluas 12 hektar. Maka pura ini akan menjadi Pura terbesar se-Asia.
Penyematan “pura terbesar se-Asia” menimbulkan kecurigaan dari masyarakat Dompu bahwa
ada maksud tersebunyi dari kaum Hindu untuk membuat Hindu menjadi agama mayoritas di
Dompu.
Kemudian jarak sosial semakin meruncing karena adanya upaya pemugaran pura dan
kekhawatiran warga desa pancasila bahwa rembesan air sisa pembersihan sesajen mengalir
masuk ke sungai mencemari kesucian air sungai yang di manfaatkan warga desa pancasila
untuk keperluan sehari-hari bahkan untuk berwudhu. Akibat muncul kedua kasus tersebut
keengganan umat agama hindu untuk membuka diri, berbaur, dan berinteraksi dengan warga
lainnya berbeda agama semakin mengeras. Partisipasi kelompok Hindu dalam berbagai
kegiatan di tingkat desa nyaris tidak terjadi.
Kondisi ini menyadarkan sejumlah pihak ada sesuatu yang salah dalam konteks relasi
umat Hindu dan Muslim di Oi Bura. Ketidak inginan praktik deskriminasi agama berjalan
terus menerus dan semakin membesar, maka kami setuju bahwa inklusi sosial menjadi kata
kunci yang diperlukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Seperti kitaketahui akhirnya
warga dusun Tambora merespon konflik ini dengan membangun sekolah kepemimpinan
sebagai bentuk pencegahan konflik berbasis masyarakat. Aparat desa, tokoh agama, tokoh
masyarakat, perwakilan disabilitas, dan kader perempuan berdiskusi untuk mennetukan
indikator desa inklusi. Berbagai pihak berbaur dan berdialog bersama sebagai langkah awal
mewujudkan desa tanpa deskriminasi. Interaksi sosial dalam wadah sekolah kepemimpinan
ada demi mewujudkan kerukunan umat beragama.
Inklusi sosial secara sederhana merupakan sebuah kondisi yang mencerminkan tidak
adanya pembatasan akses seseorang maupun kelompok terhadap sumber daya, informasi,
pelayanan, dan lain-lain termasuk keleluasaan bekeyakinan beragama. Konsep inklusi sosial
dapat mencakup toleransi dan pluralisme. Langkah awal yang dilakukan dengan adanya
sekolah kepemimpinan untuk mempertemukan kelompok-kelompok yang selama ini tepisah
dan berhadapan saling curiga. Kegiatan ini diikuti lima belas orang pemuda belajar tentang
pengelolaan pariwisata agar dapat menjadi pengelola dan menjadi pemandu wisata
profesionl.
Langkah berikutnya yang sangat baik diambil oleh program peduli adalah
menjadikan pemuda kader desa Oi Bura Tambora sebagai barisan paling depan untuk
menjaga desa mereka. Maka diadakanlah pelatihan teknik pencegahan dan mediasi konflik
bagi pemuda—pemuda kader perdamaian dari desa Oi Bura dan desa Pancasila. Pelatihan ini
dimaksudkan agar membina pemuda kedua desa memiliki kempuan dalam pembentukan
komunitas pemuda pro-perdamaian yang bertugas mneyuarakan perdamaian sosial. Mereka
juga diharapkan dapat menjadi kelompok yang dapat mencegah dan mediasi mkonflik.
Inklusi sosial juga dilakukan melaui pendekatan budaya dan mengadakan Festival
Budaya Lereng Tambora. Dalam acara ini masyarakat benar-benar menikmati suasana
kebersamaan, dimana semua kelompok sosial yang ada di desa Oi Bura menampilkan budaya
masing-masing dengan penuh kemeriahan, peragaan busana, tari-tarisan, drama, hingga seni
tradisional seperti Gantao dan priseaan. Dinas pariwisata pun memutuskan
menyelanggarakan kegiatan ini setiap tahun lanatran mampu mengukuhkan persatuan
masyarakat.
Adapun pesan kami semoga dengan menonton video ini masyarkat beragama di
Indonesia dapat meningkatkan toleransi atanr agama serta meningkatkan kerukunan antar
umat beragama tanpa terprvokasi oleh oknum berkepentingan yang ingin menghancurkan
persatuan Negara Republik Indonesia terlebih mengatasnamakan agama.
Praktik Inklusi sosial yang berhasil diwujudkan warga Tambora Nusa Tenggara Barat
menyadarkan kita bahwa persatuan dapat diwujudkan dengan adanya kepedulian dan
toleransi. Secara sederhana kepedulian dapat kita aplikasikan dalam setiap hari yang kita
lalui. Misalnya, terbuka menghormati dan menghargai semua tindakan orang lain selama
tindakan tersebut sesuai norma masyarakat. Selain menghargai agamanya kita juga harus
menghargai penganutnya sebagai manusia, memanusiakan manusia.