Anda di halaman 1dari 7

Prakarya 1

(Suku Jawa Tengah)


HENI DINA ABIGAEL MARPAUNG
X IPS-2/21
Di Indonesia sendiri banyak sekali kebudayaan yang menarik untuk diulas, salah satunya yaitu kebudayaan Jawa
Tengah.

Jawa Tengah menjadi sebuah provinsi yang terletak di tengah pulau Jawa. Pulau ini berbatasan langsung dengan
provinsi Jawa Barat untuk sebelah barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Jawa Timur serta Laut Jawa di sebelah utara.

Mempunyai luas wilayah sekitar 32.548 km persegi atau sekitar 25 persen dari luas Pulau Jawa. Provinsi ini juga
meliputi Pulau Nusa Kambangan serta Kepulauan Karimun Jawa yang berada di Laut Jawa.
Kebudayaan Jawa Tengah:
Suku di Jawa Tengah:
Jawa, Sunda, Tionghoa, Madura, Batak, Arab, Minangkabau, Betawi, Melayu, Bugis, Banjar.
Sebagian besar penduduk Jawa Tengah merupakan suku Jawa. Kebudayaan Jawa Tengah ini dikenal sebagai pusat
budaya dimana terdapat kota Yogyakarta dan Surakarta terdapat pusat istana kerajaan Jawa yang masih ada hingga
kini. Untuk suku minoritasnya juga cukup signifikan, contohnya saja Tionghoa terutama yang berada di kawasan
perkotaan yang pad aumumnya begerak dibidang jasa dan perdagangan.

Komunitas Tionghoa ini sudah berbaur dengan suku Jawa, sehingga banyak diantara mereka yang sudah mahir
menggunakan bahasa Jawa dengan logat yang sangat kental. Tidak hanya itu saja, Anda juga akan menjumpai juga
komunitas Arab Indonesia. Mirip dengan etnis Tionghoa, mereka juga bergerak di bidang jasa.

Bahasa:
Indonesia, Jawa.
Walaupun bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi, namun sebagian besar masih menggunakan bahasa Jawa sebagai
bahasa keseharian mereka. Untuk kebudayaan Jawa Tengah dalam hal bahasa masih menggunakan bahasa Jawa
Dialek Solo Jogja yang dianggap sebagai Bahasa Jawa Standar. Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa
akan tetapi secara umum terdiri dari dua bagian yakni kulonan dan timuran.
Rumah adat Provinsi Jawa Tengah:
• Joglo atau Tikelan.
• Tajug atau Tarub.
• Limasan.
• Kampung.
• Panggang Pe.
Mempunyai nama rumah adat yang biasa disebut dengan Joglo, bahkan Joglo ini tidak hanya dipunyai oleh Jawa
Tengah saja melainkan juga rumah adat Yogyakarta dan Jawa Timur. Mmepunyai tiga bagian utama di dalam
rumah adat tersebut yaitu pendopo, pringgitan dan juga omah ndalem.

Pendopo merupakan bagian utama yang digunakan untuk menerima tamu. Untuk bagian pringgitan digunakan
sebagai tempat pertunjukan wayang, meskipun sekarang ini pertunjukan wayang tersebut tidak selalu di ruang
pringgitan. Sedangkan bagian omah ndalem merupakan ruang untuk ruang keluarga.
Baju adat Jawa Tengah:
• Jawi Jangkep.
• Kebaya.
• Kanigaran.
• Batik.
• Pangsi.
• Surjan dan Beskap.
• Basahan.
kebudayaan Jawa Tengah untuk pakaian adat laki-laki disebut dengan beskap. Sebagai pelengkap di bagian kepala
baisnaya terdapat blangkon atau kuluk. Sementara untuk bagian bawahnya menggunakan jarik yang diikat dengan
menggunakan stagen. Di bagian belakang juga akan diselipkan senjata tradisional yang bernama keris.

Untuk perempuannya menggunakan kebaya. Bagian bawah menggunakan jarik yang juga diikat dengan memakai
stagen. Umumnya, rambut juga akan ditata dengan cara disanggul dan dihiasi dengan aksesoris. Beberapa
peninggalan kebudayaan Jawa Tengah yang masih ada hingga kini.
Peninggalan Kebudayaan Jawa Tengah:
• Kesenian wayang
Pada bentuk aslinya yang muncul sebelum kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia dan mulai berkembang di zaman Hindu
Jawa. Pertunjukan wayang menjadi sisa-sisa acara keagamaan orang-orang Jawa yaitu sisa-sia kepercayaan animisnme dan
dynamisme. Menurut kitab centini yang berisi tentang asal muasal wayang purwa disebutkan bahwa kesenian satu ini
diciptakan oleh Raja jaya baya dari kerajaan menang atau Kediri.
Kira-kira di abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gembaran melalui roh leluhur dan diterapkan pada daun lontar.
Bentuk gambar tersebut ditiru dari relief cerita Ramayana pada candi penataran Blitar. Cerita Ramayana ini sangat menarik
perhatian mengingat Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia. Bahkan masyarakatnya menganggap sebagai
titisan Batara Wisnu. Dna figure yang digambarkan oleh pertama kalinya yakni Batara Guru yang merupakan perwujudan
dari Dewa Wisnu.

• Keris
Di kalangan masyarakat Jawa dilambangkan sebagai symbol kejantanan. Bahkan terkadang ada pula karena disebabkan oleh
suatu hal apabila pengantin pria berhalangan hadir dalam acara temu pengantin maka dapat diwakilkan dengan sebilah
keris.
Keris ini merupakan kebudayaan Jawa Tengah yang menjadi lambing pusaka. Pada kalender masyarakat jawa mengirabkan
pusaka Keraton merupakan kepercayaan terbesar dihari satu sura. Dikatakan bahwa keris ini menjadi tombak pusaka
unggulan karena terbuat dari unsur basa, besi. Nikel bahkan dicampur dengan unsur batu meteoroid yang jatuh dari
angkasa. Sehingga kekuatan spiritual dari sang maha pencipta pun dipercaya orang sebagai kekuatan magis yang dapat
mempengaruhi pihak lawan sehingga merasa takutt kepada si pemakai senjata tersebut.
• Ukiran Jepara
Para pengukir jepara ternyata pAndai menyesuaikan diri dengan gaya ukiran baru. Tak hanya membuat gaya ukiran yang
khas Jepara saja, bahkan ukiran lain tidak kalah menarik. Meskipun beragam, sebaiknya ketika membuat ukiran tidak
melupakan khas khas Jepara yang biasanya disebut dengan ukiran Jepara. Banyak yang mengatakan bahwa kebudayaan
Jawa Tengah ini mengambil bentuk dedaunan dan daun tersebut disebut dengan wuni. Dan wuni tersebut merupakan jenis
rerumputan liar yang banyak tumbuh di Jepara.

• Kirab Apem Sewu


kebudayaan Jawa Tengah yang merupakan acara ritual syukuran oleh masyarakat kampong Sewu yang biasanya digelar
pada acara bulan Haji. Ritual ini diadakan guna mengenalkan kampong sewu sebagai sentra produksi apem pada seluruh
masyarakat yang sekaligus dijadikan untuk menghargai para pembuat apem. Tak hanya itu saja, ritual ini juga sebagai
ungkapan syukur terhadap Tuhan karena desa dan tempat tinggal mereka jau dari bencana.

• Tidhek Siten.
Menjadi bagian dari kebudayaan Jawa Tengah yang masih berjalan hingga sekarang. Upacara ini diadakan untuk para bayi
yang baru pertama kali belajar berjalan. Upacara ini diadakan ketika bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dna
berjalan ditanah. Dan secara keseluruhan upacara ini diselenggarakan supaya kelak nantinya dirinya dapat mandiri di masa
depan.

Anda mungkin juga menyukai