PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Heterogenitas tercipta baik suku, agama, ras, dan antar golongan di wilayah Kabupaten
Donggala. Salah satunya adalah upacara adat daur hidup oleh Etnis Kaili di Kabupaten
Donggala. Upacara ini masih dilaksanakan dan masih dipertahankan dalam rangka upacara
kehamilan bagi Etnis Kaili di Kabupaten Donggala. Upacara ini merupakan upacara kehamilan
yang merupakan warisan dari para leluhur (nenek moyang), sehingga sulit untuk dihilangkan dan
dirubah karena telah berakar didalam kehidupan masyarakat. Salah satunya budaya masyarakat
Desa Wombo Kalonggi yang masih tetap mempertahankan upacara Nosemparaka Manu sebagai
upacara kehamilan.
Hakekatnya ialah upacara peralihan sebagai sarana untuk menghilangkan petaka. Jadi
semacam ini yang menunjukan bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur
kepercayaan lama. Pada umumnya upacara kehamilan diadakan selamatan, mulai kandungan
seorang wanita berumur satu bulan sampai sembilan bulan. Dengan harapan agar selama
mengandung mendapat keselamatan dan tidak ada kesulitan. Sama halnya dengan upacara
Ayam, dapat di berikan pengertian bahwa Nosemparaka Manu adalah memisah-misahkan bagian
daging ayam yang digunakan untuk sesajian dalam upacara ritual guna untuk keselamatan sang
calon ibu maupun bayi dalam kandungan. Melalui pandangan ini, maka saya tertarik melakukan
penelitian tentang Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan
Wombo Kalonggo?
2. Bagaima proses Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa Wombo
Kalonggo?
3. Apa Simbol dan Makna dalam Upacara Nosempaeaka Manu pada Ibu Hamil di Desa
Wombo Kalonggo?
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengetahuan Etnis Kaili tentang Upacara Nosemparaka Manu di Desa
Wombo Kalonggo
b. Untuk mengetahui Proses Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa Wombo
Kalonggo.
c. Untuk mengungkap makna dalam simbol Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili
B. Manfaat
Secara akademik hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai peningatan dan
pengembangan ilmu antropologi serta dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi para
peneliti lain yang tertarik untuk memilih atau menyoroti masalah yang terdapat dalam penelitian
ini.
Selain itu, Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai nilai tambah bagi
Etnis Kaili setempat untuk tetap menjaga dan mempertahankan kebudayaan mereka serta
Upacara-upacara daur hidup sebagai salah satu wujud budaya, terjadi pada beberapa
tradisi dari etnis yang masih mempertahankan. Upacara Nokeso, upacara Naik Ayunan
(Nesafiraka Ritoya), upacara kelahiran, upacara Mesangih dan lain-lain, termasuk upacara
kehamilan merupakan contoh upacara daur hidup yang masih terlaksana. Dalam tulisan Crhiset
Victor Migel Laan (2013) menyatakan bahwa masyarakat Desa Tinggede masih melaksanakan
upacara ritual adat nokeso, adat nokeso ini adalah adat di mana anggota keluarga perempuan
yang memasuki usia dewasa (Akil Baligh). Pelaksanaan kegiatan ritual nokeso merupakan salah
satu adat yang wajib dilaksanakan bagi putra-putri yang telah memasuki usia dewasa. Unsur
makna yang terkandung dalam ritual adat Nokeso yakni diharapkan bagi Toniasa untuk dapat
menjaga sikap pergaulan hidupnya memasuki usia dewasa dan juga diharapkan agar anak jauh
dari penyakit, mendapatkan rezeki serta pula mendapatkan jodoh atau calon suami yang baik.
mana usia kehamilan sudah beranjak tujuh bulan agar sang bayi lahir nantinya akan sehat.
Tulisan Hulman Hadikusuma (1993:52) bahwa upacara kelahiran di kalangan orang Rote
Ndao yang terletak di pulau Rote apabila suatu keluarga melahirkan anak, maka upacara yang
pertama dilakukan adalah memperkenalkan bayinya kepada sanak keluarga tetangga. Upacara
demikian bagi orang Biboki dinamakan ‘taponi anah’ atau ‘napou anah’. Di kalangan orang
Rote Ndao bahwasanya ibu yang melahirkan Bayi selama tujuh hari dibantu oleh “dukun
paragi”. Selama tujuh haru itu si ibu belum diperkenankan bekerja di dapur sendiri. Setelah itu
pada hari ketujuh ada acara yang disebut “Netoro Bane” yaitu acara membalikkan periuk untuk
masak air. Dalam arti si ibu sudah boleh masak air sendiri. Kemudian dilakukan upacara ‘babae’
artinya membalas jasa semua bantuan dan pertolongan padanya selama seminggua. Pada upacara
ini bayi diperkenalkan kepada sanak keluarga dan tetangga dan diberi nama menurut nama nenek
moyangnya.
menjunjung budaya atau tradisi yang ada sejak dari para leluhur terdahulu yang mana masih
melaksanakan kegiatan upacara kelahiran yang ada di kalangan orang Rote pelaksanaannya pun
Sedangkan tulisan Ni Wayan Sumita (2014) mengaatakan bahwa masyarakat Bali yang
terletak di Desa Gunung Sari masih melaksanakan upacara ritual Mesangih (potong gigi),
mempunyai makna agar seseorang yang sudak melakukan upacara tersebut akan menjadi lebih
baik dan jauh dari sikap buruk dan serakah. Adapun kaitannya tulisan Ni Wayan Sumita (2014)
dengan kajian saya ini yaitu, pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu pada ibu hamil
mempunyai makna yaitu agar bayi akan lahir kelak memiliki sumber kekuatan dan tenaga serta
murah rezeki
Seperti tulisan Venny Indria Ekowati (2012) bahwa penyelenggara upacara kehamilan
yang disebut dengan upacara Tingkeban. Untuk mengadakan upacara ini dibiasanya dipilih
hari Rabu atau Sabtu, sebelum bulan purnama. Tanggal yang dipilih harus ganjil. Boleh
tanggal 3, 5, 7, 9, 11, 13, atau 15 asalkan belum bulan purnama. Salah satu prosesi upacara
adalah memandikan calon ibu. Biasanya mengambil waktu pada pukul 11,00 WIB siang.
Prosesi upacara dimulai oleh calon nenek dari pihak suami yang menjatuhkan teropong.
Jalannya teropong yang dengan cepat jatuh ke bawah, merupakan lambang permohonan agar
proses kelahiran bayi juga dapat berlangsung dengan lancar dan cepat, seperti jalannya
teropong.
Sesudah itu dijatuhkan pula melalui letrek, cengkir gadhing yang sudah digambari atau
dilukisi tokoh Kamajaya dan Kamaratih, Panji dan Candra Kirana, atau Janaka dan
Sembadra. Prosesi menjatuhakn cengkri gadhing ini agar kelak bayi yang lahir, jika laki-laki
tampan seperti Kamajaya, Janaka, atau Panji, jika perempuan cantik seperti Kamaratih,
Sesudah dua prosesi ini berlangsung, calon ayah digandeng bapak dan mertua berangkat
dari pendhapa menuju tempat dilangsungkannya prosesi. Sesudah itu, ibu si istri
memecahkan atau membanting telur mentah, dan membelah cengkri gadhing yang tadi
dijatuhkan. Prosesi ini melambangkan agar bayi yang dilahirkan sehat, tidak kurang suatu
apapun. Sesudah prosesi ini calon ibu menuju ke rumah. Jalan yang akan dilewati, diberi
alas dengan kain mori. Mori melambangkan niat suci dan kepasrahan calon ibu kepada
Tuhan YME. Sesudah itu, calon ibu berganti-ganti kain sebanyak tujuh kali.
lambang agar proses kelahiran berlangsung dengan mudah, semudah terlepasnya tujuh buah
kain tadi. Malamnyam diadakan pagelaran wayang dengan lakon Lairipun Gathotkaca
Tingkeban, motif kain yang lazim dipakai yaitu Sidamukti, Truntum, Sidaluhur,
Parangkusuma, Semenrama, Udan Riris, Cakar Ayam, Grompol, Lasem, dan Dringin.
Secara umum, motif-motif kain ini mengandung harapan-harapan terhadap sifat dan nasib
1. Sidomukti, makna/harapan dari kain tersebut agar sang bayi kelak menjadi prang
2. Truntum, makna/harapan dari kain tersebut agar anak mewarisi kebaikan akal budi
3. Sidaluhur, makna/harapan dari kain tersebut anak yang akan lahir nanti menjadi
parang (cerdas)
5. Semenrama, makna/harapan dari kain tersebut agar anak yang akan dilahirkan
6. Udan Riris, harapan agar anak menjadi pribadi yang mampu menyejukkan dan
memberi kesegaran.
7. Cakar Ayam, makna/harapan agar anak pandai mencari rezeki seperti halnya ayam.
8. Grompol, agar anak mampu menyatukan seluruh keluarga, sehingga tidak tercerai-
10. Dringin, Kain bermotif garis horizontal, dipakai dengan harapan anak mempunyai
Lebih lanjut Suprinato Lip (2013) dalam tulisannya mengatakan bahwa kebudayaan tujuh
bulan pada suku sunda, secara umum dapat diartikan sebagai tradisi atau ritual di mana ritual
ini dimaksudkan bagi wanita hamil yang kandungannya mencapai usia tujuh bulan
Adapun prosesi ritual tujuh bulanan pada suku sunda adalah sebagai berikut: Bahan-
bahan/alat-alat yang digunakan dalam prosesi upacara tujuh bulanan yaitu: (Gubuk siraman,
termasuk gentongan dua buah, bunga, gayung,) kelapa gading dua buah yang sudah diukir
Rama-Shinta, telur kampong, kain batik tujuh buah, kain putih dua berukuam empat meter,
belut, golok untuk belah kelapa, duit-duitan untuk jual beli rujak dan souvenir untuk yang
nyiram (pensil, handuk, cermin, sisir, benang, jarum, sabun) ada tujuh macam, bisa di kemas
di keranjang dan di bungkud plastik kado. Pelaksanaan upacaranya yaitu di buka dengan
acara pengajian, ayat yang dibaca Surah Ya’asin dan Surah Yusuf, calon ibu ganti baju
siraman didampingi suami tercinta, didahului oleh orang tua acara adat suami memasukkan
ke-2 buah kelapa gading kedalam gentong, lalu di siram oleh orang tua dan keluarga yang di
“Gonta-ganti” kain sambil ditanya ke “penonton”, cocok atau tidak kain yang di kenakan,
sampai pada kain ke tujuh, setelah itu dipakai kain putih (disarungkan) alalu suami
meloloskan telur ke dalam sarung kain putih itu, setelah itu bapak meloloskan belut ke
dalam kain sebanyak tujuh kali acara terakhir digubuk siraman, suami mengaduk gentong isi
kelapa sambil menghadap ke penonton (seperti mengaduk kupon undian) setelah itu
mengambil satu buaj kelapa, jika yang diambil bergambar Shinta maka kelah anaknya
perempuan, dan kalau bergambar Rama maka kelak anaknya laki-laki. Setelah itu kelapanya
di belah, ini melambangkan susah atau gampangnya proses persalinan nanti, dan air
kelapanya boleh di minum istri dan suami ganti baju kebaya dan siap-siap jualan rujak.
Menurut kepercayaan dari rasa rujak ini orang-orang bisa meramalkan jenis kelamin si
pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Upacara ini dilaksanakan di tempat siraman
(kamar mandi) sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa arah
melintang.
2. Memasukkan belut ke dalam kain bertujuan agar pada saat melahirkan sang ibu tidak
mengalami kesulitan.
3. Brojolan atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari ke
dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini
4. Upacara ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak tujuh kali dengan motih
kain yang berbeda. Motif kain yang kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik
dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat
bulanan dianggap selesai ditandai dengan doa yang dipimpin oleh dukun dengan
mengelilingi selamatan.
Selamtan atau sesajian sebagian di bawah pulang oleh yang menghadiri atau meramaikan
upacara tersebut. Lambang atau makna yang terkandung dalam unsur upacara tujuh bulanan,
yaitu upacara yang di selenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh bulanan, memiliki
simbol atau makna lambang yang dapat ditafsirkan sebagai berikut: sesajen rumpeng,
maknanya adalah penghormatan pada arwah leluhur yang sudah tiada. Kelapa muda yang
diberi gambar Rama dan Shinta, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir laki-laki
akan tampan seperti Rama begitupun sebaliknya kalau bayi lahir perempuan akan cantik
seperti Shinta.
bahwa upacara adat tujuh bulanan pada berbagai etnis banyak memiliki keunikan dalam
proses pelaksanaan upacara tujuh bulanan. Adapun persamaannya yaitu terletak pada tujuan
utama dilaksanakannya upacara tersebut agar sang calon ibu tetap sehat, mudah melahirkan,
dan terhindar dari gangguan makhluk halus serta bayinya lahir dengan selamat.
Adapun perbedaannya penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada
proses pelaksanaannya di saat sepasang suami istri dimandikan (siraman) dalam etnis
lainnya proses siraman dilakukan oleh biang (dukun) proses pelaksanaan yaitu ibu yang
sedang mengandung berada dalam kamar untuk dilakukan proses mongoriuko tiano
(menggerakkan perut dengan kain tujuh macam) yang maksudnya agar anak di dalam perut
posisi seimbang. Tahap dilakukan pertama yaitu seorang biang (dukun beranak) meletakan
selendang di pinggang kepada ibu tersebut posisi terbaring, selendang tersebut di goyang-
goyangkan secara bergantian sebanyak tujuh kali yang dilakukan oleh pemangku adat dan
lembaga adat sesuai dengan jumlah selendang, selanjutnya itu dan suaminya dibawah
seorang dukun di depan pintu dapur, proses ini mengandung makna agar pada saat proses
melahirkan berjalan dengan baik dan anaka beserta ibunya sehat-sehat. Kemudian
disediakan bambu kuning sebanyak tujuh ruas yang dijadikan sebagai tempat mandi suami
istri. Air yang digunakan tersebut di simpan daun yuri (nibong), habis dimandikan oleh
dukun suami istri tersebut berganti pakainan. Baju yang dipakai pada saat mandi di lepas
dari badan kemudian diletakkan di atas kaki suami istri dan bersama-sama melempar keluar
pakaian ke tanah, hal tersebut mengandung makna agar pada saat melahirkan mendapatkan
kemudahan dan kelancaran. Sedangkan upacara tujuh bulanan pada suku Kaili tidak
memakai tujuh lembar kain ataupun di mandikan hanya saja pelaksanaan upacaranya
menggunakan mayang pinang untuk di belak di atas kepala, kemudian menyediakan dua
ekor ayam masing-masing satu ekor ayam betina dan ayam jantan dan beberapa sesajen dan
Hal tersebut berjalan dengan hasil penelitian yang di tulis oleh Zuhri Iwan dalam Hastuti
(2014:28), ketika seorang wanita hamil untuk pertama kalinya, pada bulan ketujuh
kehamilan diadakan ritual motini. Mitoni berasal dari kata pitu artinya tujuah. Ritual mitoni
diadakah dengan maksud untuk memohon berkah Gusti, Tuhan untuk keselamatan calon
orang tua dan anaknya. Bayi lahir pada masanya dengan sehat, selamat, demikian pula
ibunya melahirkan dengan lancar, sehat dan selamat. Selanjutnya diharapkan seluruh
tersedia lengkap.
Upacara siraman, biasanya pelaksanaan siramana diadakan dikamar mandi arau di tempat
khusus tang dibuat untuk siraman, dihalaman belakang atau samping rumah. Siraman dari
kara siram artinya mandi. Pada saat mitoni adalah pemandian untuk sesuci lahir batin bagi
calon ibu/orang tua beserta bayi dalam kandungan ditempat siraman ada bak/tempat air yang
telah diisi air yang berasal dari tujuh sumber air yang dicampur dengan bunga siraman, yang
Didepan tempay siraman yang disusun apik, duduk calon kakek, calon nenek dan ibu-
ibunya yang ikut memandikan. Mereka semua berpakaina tradisional jawa, bugus, rapi,
tanpa mengenakan aksesoris seperti gelang, kalung, dan anting ketempat siraman dengan
diiringi oleh beberapa ibu langsung didudukkan di atas sebuah kursi yang dialasi dan dihias
dengan sebuah tikar tua, maksudnya agar orang wajib bekerja sesuai dengan kemampuannya
dan dedaunan seperti : opok-opok, alang-alang, oro-oro, dadak srep, awar-awar yang
Orang pertama yang mendapatkan kehormatan untuk memandikan adalah calon kakek,
kemudian calon nenek dan disusul oleh beberapa ibu yang sudah mempunyai cucu. Sesuai
kebiasaan, jumlah yang memandikan adlaah tujuh orang. Diambil perlambang positifnya,
yaitu tujuh bahasa jawanya pitu, supaya memberikan pitulungan, pertolongan, selesai
dimandikan dengan diguyur air suci, terakhir dikucuri air suci dari sebuah kendi sampai
airnya habis. Peluncuran teropong adakalanya, sesudah selesai pecak kendi, sebuah tropong,
alat tenun dari kayu diluncurkan ke dalam kain tekstil yang mempunyai tujuh warna ini
Angreman dari kata angrem artinya mengerami telur. Calon orang tua duduk di atas
tumpukan kain yang dipakai, seolah mengerami telur, menunggu waktu bayinya sampai
lahir dengan sehat selamat. Mekera mengambil beberapa macam makanan dari sesaji dan
ditaruh disebuah cobek, mereka makan bersama sampai habis. Cobek itu menggambarkan
ari-ari bayi. Perlu diperhatikan bahwa untuk ritual angreman gaya Yogyakarta, sesajinya
tidak ada yang berupa daging binatang yang dipotong. Ini merupakan doa kedua calon orang
C. Kerangka Konseptual
1. Upacara Ritual
Dalam antropologi, upacara ritual dikenal dengan istilah ritus, di mana ritus ada yang
dilakukan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan. Seperti
upacara sakral ketika turun ke sawah, adar untuk menolah bahaya yang telah diperkirakan
akan datang, ada juga upacara mengobati penyakit (rites of healing); ada upacara karena
perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia, seperti pernikahan, mulai kehamilan, dan
Ritus berhubungan dengan kekuatan supranatural dan kesakralan sesuatu. Oleh karena
itu. Istilah ritus atau ritual dipahami sebagai upacara keagamaan yang berbeda sama sekali
dengan natural, profane dan aktifitas ekonomis, rasional sehari-hari. Karena sesuatu
dipercayai sebagai hal yang sakral, maka perlakuan kepadanya tidak boleh seperti benda-
benda biasa, terhadap profane. Ada tata tertib yang harus dilakukan dan adapula larangan
Melakukan sebuah kegiatan ritual merupakan suatu kegiatan yang bersifat rutin di mana
melakukan upacara ritual Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa Wombo Kalonggo
mempunyai arti dalam setiap kepercayaan dan tempat-tempat pelaksanaannya. Namun yang
menarik dalam antropologi agama adalah mengenai acara dan upacara keagamaan masing-
masing yang banyak macamnya dan berbeda-beda menurut Hilman (1993:27) yaitu:
3. Alat perlengkapan
5. Tata tertib dan tata cara pelaksanaan upacara keagamaan; dan orang-orang yang
Ritual lebih menunjukan kepada perilaku tertentu yang bersifat formal, dilakukan dengan
waktu tertentu secara berkala, bukan rutinitas yang bersifat teknis kekuasaan atau kekuatan-
kekuatan mistis. Dalam hal ini, ada beberapa konsep-konsep yang dasar religi yang terdiri
dari lima (5) kompenen yaitu: 1). Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia
mempunyai sifat serba religi, merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia.
2). Sistem keyakinan dalam suatu religi berwujud pikiran dana gagasan manusia yang
menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud alam
gaib (kosmologi), tentang zaman akhirat, tentang wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh
nenek moyang, roh alam, dewa-dewa, roh jahat, hantu dan makhluk-makhluk halus lainnya.
3). Sistem ritus dan upacara dalam religi yang berwujud aktivitas dan tindakan manusia
dalam melaksanakan kebaktiannya yang merupakan usaha manusia untuk mencari hubungan
dengan Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk halus yang mendiami alam gaib. 4). Dalam ritus
upacara religi biasanya di pergunakan berbagai macam sarana dana peralana atau gedung
pemujaan (masjid, langgar, gereja, pagoda, stupa dan lain-lain), dan (patung dewa, patung
orang suci, alat bunyi-bunyian suci, lonceng dan lain-lain), dan para pelaku upacara
seringkali harus mengenakan pakaian yang juga dianggao mempunyai sifat suci, jubah
pendeta, juba biksu, mukenah dan lain-lain. 5). Sistem religi adalah umatnya atau kesatuan
sosial yang menganut sistem keyakinan dan yang melaksanakan sistem ritus serta upacara
bahwa ada tiga gagasan penting yang menambahkan pengertian kita mengenai azas-azas
doktrin, sistem upacara merupakan suatu perwujudan dan religi atau agama
Nosemparaka Manu
2. Gagasan kedua, bahwa upacara religi atau agama, yang biasanya banya k
dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang
3. Gagasan yang ketiga adalah teorinya mengenai fungsi upacara bersaji. Pada
sendiri sisa daging dan darahnya hal ini dianggap sebagai suatu aktivitas
Kepercayaan kepada makhluk Gaib di Desa Wombo masih ada, misalnya pada roh-roh
halus, kekuatan-kekuatan gaib sehingga sehubungan dengan kepercayaan itu masih ada pula
jenis-jenis upacara religi dalam masyarakat, seperti adanya benda-benda yang dijadikan
simbol-simbol dalam upacara tradisional, pemujaan terhadap arwah para leluhur, makhluk
halus, kekuatan gaib yang berada di bumi ini bagi suku bangsa Kaili yang biasanya disebut
Upacara Nosemparaka Manu bagi Etnis Kaili berbeda kualitas dan kuantitasnya sesuai
dengan kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat. Upacara ini adalah dimaksudkan
agar kelahiran sang bayi dapat berlangsung dengan selamat tanpa cacat jasmani dan rohani,
serta keselamatan ibu yang melahirkan, dan juga agar ibu terhindar dari Rate (makhluk
halus). Dari mantera-mantera Sando (dukun) di ketahui bahwa tujuan upacara ini adalah
agar anak kelak tidak tuli, kudisan, bodoh, nakal, penyakitan, dan sebagainya. Menurut
kepercayaan Etnis Kaili khususnya di Desa Wombo Kalonggo bahwa leluhur mereka yang
disebut rate (makhluk halus) selalu mengganggu dan menjadi sebab berbagai penyakit
sebagai diatas, dan bagi bayi dalam kandungan apabila upacara di abaikan. (Mustaqim
2010:01).
Upacara ini sendiri menurut Koentjaraningrat (1992:262) terdiri dari beberapa unsur-
unsur diantaranya:
Bersemedi adalah berbagai macam perbuatan serba religi yang bertujuan memusatkan
perhatian si pelaku kepada apa yang ia sembah atau kepada hal-hal yang suci. Untuk hal ini
rupanya ada bermacam-macam cara dan tehnik khususs, yang terutama dalam berbagai sekte
dari agam hindu mendapat perhatian yang amat besar. Terutama kaum yogin merupakan ahli
dalam tehnik-tehnik memusatkan pikiran, dengan berbagai macam sikap duduk, cara
Di antara unsur-unsur upacara keagamaan tersebut ada yang dianggap penting sekali
dalam suatu agama, tetapi tidak dikenal dengan agama lain, dan demikian dengan
sebaliknya. Kecuali itu suatu upacara biasanya mengandung suatu rangkaian yang terdiri
dari sejumlah unsur tersebut. Dengan demikian dalam suatu upacara untuk ibu hamil, di
Bersaji adalah biasanya sebagai perbuatan untuk menyajikan makanan yang disajikan
untuk makhluk gaib, roh-roh nenek moyang atau makhluk halus lainnya. Seperti upacara
Nosemparaka Manu yang mana sebagian sesajian itu diberikan kepada makhluk gaib yang
bitanag yang dibunuh itu disajikan kepada makhluk gaib, dalam hal ini binatang yang
Berdoaadalah salah satu unsur yang tidak pernah dilupakan dalam setiap pelaksanaan
upacara keagamaan seperti Nosemparaka Manu karena melalui doa manusia dapat
berkomunikasi dengan Tuhan untuk menyampaikan semua keinginan mereka dan untuk
menyampaikan segala rasa ungkapan syukur dan rasa terima kasih mereka atas segala hidup
dan kehidupan mereka yang penuh dengan berkat yang berlimpahan. Dengan sikap berdoa
mereka mengungkapkan segala hal yang ada dalam hati mereka atau yang sedang mereka
fikirkan untuk disampaikan kepada Tuhan. Sikap berdoa tersebut dapat diungkapkan dengan
kata-kata secara langsung atau dapat pula hanya diungkapkan dalam hati.
Makan bersama merupakan proses yang paling terakhir dilakukan dalam upacara
Nosemparaka Manu. Ketika pelaksanaan upacara tersebut telah selesai dilakukan maka
saatnya untuk makan bersama karena makanan telah tersedia yang sudah disiapkan oleh
keluarga ibu hamil. Yang diutamakan dalam makan bersama adalah tamu yang datang orang
tua dan anak-anak, dengan selesainya makan bersama maka terakhir pula juga acara
Nosemparaka Manu.
Adanya konsep budaya mengenai kehidupan yang telah saya ungkapkan menyiratkan
peran pentingnya upacara-upacara kehamilan bagi kesehatan jiwa sang calon ibu. Demikian
pula halnya dengan peranan dari kerabat dalam upacara-upacara kehamilan dan kelahiran,
yang tidak saja berfungsi untuk memperkuat hubungan sosial antara keluarga suami dan istri
yang mempunyai bayi, melainkan juga dapat memberikan dukungan moril dan ketenangan
demikian tidak setiap kebudayaan daerah secara otomatis merupakan pendukung budaya
nasional. Kebudayaan daerah biasanya disebut kebudayaan lokal yang dianut secara umum
oleh masyarakat atau golongan sosial, kebudayaan suku bangsa, masyarakat di daerah.
Dari teori kajian kebudayaan tradisional dapatlah nyata, bahwa manusia dan kebudayaan
merupakan suatu kesatuan yang erat sekali, tak mungkin kedua-duanya itu dapat dipisahkan.
Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada kebudayaan jika tidak ada pendukungnya,
ialah manusia. Akan tetapi manusia itu hidupnya tak berapa lama, ia lalu mati. Maka untuk
melangsungkan kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang, bahkan harus lebih
dari satu turunan dengan kata lain harus diteruskan kepada orang-orang disekitarnya.
Kebudayaan kaili adalah salah satu kebudayaan Sulawesi Tengah yang tumbuh dan
berkembang di tanah kaili terutama dilembah palu serta dianut oleh Etnis Kaili. Kebudayaan
ini adalah wujud pemikiran, perilaku dan buah cipta orang kaili, terutama kalangan raja-raja
tempo dulu yang merupakan suatu aset dan kebanggaan serta kecirian adat-istiadat atau
Simbol adalah objek, kejadian, bayi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis yang diberikan
makna oleh manusia. Bentuk primer dari simbolisasi oleh manusia adalah melalui bahasa.
Tetapi, manusia juga berkomunikasi dengan menggunakan tanda dan simbol dalam lukisan,
tarian musik, arsitektur, mimik wajah, wajah, gerak-gerik, postur tubuh, perhiasan, pakaian,
ritus, agama, kekerabatan, nasionalitas, tata ruang, pemilikan barang, dan banyak lagi
lainnya. Manusia dapat memberikan makna kepada setiap kejadian, tindakan, atau objek
yang berkaitan dengan pikiran, gagasan, dan emosi. Persepsi tentang penggunaan simbol
sebagai salah satu cara signifikan manusia menjadi sasaran kajian yang penting dalam
Seperti yang di kemukakan oleh Kuper dalam Achmad Fedyani (2005:289) yaitu simbol-
simbol yang yang menunjukan suatu kebudayaan yang memberikan unsur intelektual dalam
proses sosial. Tetapi, proposisi-proposisi kebudayaan sebagai simbol yang berlaku lebih dari
sekedar mengartikulasikan dunia, proposisi-proposisi ini juga memberikan pedoman bagi
tindakan di dalamnya, karena menyediakan model dari apa yang dipandang sebagai realitas,
dan pola-pola bagi perilaku. Atas dasar alasan ini maka perlu di bedakan secara analistis
antara aspek kebudayaan dan aspek sosial dalam kehidupan manusia dan memperlakukan
setiap aspek tersebut sebagai variable bebas namun sebagai faktor keduanya saling
Simbol dari ritualitas sosial beragama memiliki makna yang sangat multivokal atau
banyak makna. Menurut Turner (2004:40) multivocal makna dalam pengertian simbol dan
ritual ini, berhubungan erat dengan bagaimana simbol tersebut dipersepsikan dan
internalisasi menjadi sistem kepercayaan baik secara individual maupun secara moral.
Secara etimologi simbol berarti tanda atau pertandaan yang digunakan untuk kepentingan
ritualitas tertentu. Secara terminologi simbol diartikan sebagai sesuatu yang dianggap atas
dasar kesepakatan bersama, sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah atau mewakili
untuk mengingatkan kembali dengan memiliki atau mengingatkan kembali dalam memiliki
kualitas yang sama atau dengan membayangkan dalam kenyataan dalam hati dan pikiran.
Memperhatikan definisi di atas simbol merupakan pertandaan yang inmaterial, tetapi juga
menyampaikan fenomena-fenomena material yang ada dalam hati dan pikiran. Dalam kaitan
ini, simbol dapat di pahami sebagai expresi dalam wujud material yang digunaka masyarakat
Simbol menggambarkan bentuk, sifat, dan makna kepercayaan yang di anut oleh
dilakukan oleh masyarakat. Menurut Turner tidak mungkin mengetahui makna ritualitas
masyarakat tanpa memahami makna simbol-simbol yang digunakannya. Ritualitas sendiri
secara etimologis berarti perayaan yang berhubungan dengan kepercayaan tertentu dalam
suatu masyarakat. Secara terminologis ritualitas merupakan ikatan kepercayaan yang antar
orang yang diwujudkan dalam bentuk nilai bahkan dalam bentuk tatanan sosial.
Kepercayaan masyarakat dan prakteknya tampak dalam ritualitas yang diadakan oleh
melakukan dan mentaati nilai dan tatanan sosial yang sudah disepakati bersama. Dengan
bahasa lain, ritual memberikan motivasi dan nilai-nilai mendalam bagi seseorang yang
memahami bentuk, sifat, dan makna ritualitas masyarakat tanpa mengetahui secara
Dalam tradisi atau adat istiadat simbolisme sangat terlihar dalam upacara-upacara adat
yang merupakan warisan turun temurun dari generasi ke generasi. Bentuk macam kegiatan
mempunyai makna dan tujuan yang diwujudkan melalui simbol-simbol yang digunakan
sarana untuk menunjukan semua maksud dan tujuan upacara yang dilakukan oleh
3. Pengetahuan
Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sehingga pengetahuan dalam proses
tahu yang menjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni pengetahuan adalah segata sesuatu
yang diketahui. Pengetahuan disini kata dasarnya tahu. Tahu adalah mengerti sesudah
bagi pengembangan dan menentukan sikap terhadap objek tertentu. Kepercayaan yang
dimaksud disini adalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar, salah satu atas dasar bukti.
Seperti sugesti, otoritas, pengalaman. Selain itu pengetahuan berhubungan dengan jumlah
lingkungan sosial etnis di lingkungannya yang sudah diuji kebenarannya dan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah kepada etnis. Pengetahun itu merupakan segala
bentuk pengkajian analisis terhadap suatu peristiwa yang kemudian dijadikan patokan/acuan
bagi etnis.
ritual, dengan adanya pengetahuan yang dimiliki oleh etnis tersebut diharapkan dapat
mengembangkan potensi dirinya, memberikan pemahaman tentang apa yang terjadi juga
termasuk di dalamnya tentang upacara ritual Nosemparaka Manu pada Etnis Kaili di Desa
Wombo Kalonggo. Pengetahun etnis Kaili tentang upacara Nosemparaka Manu. Oleh
Pengetahuan yang dimiliki oleh etnis Kaili di Desa Woblo Kalonggo tentang upacara
Nosemparaka Manu berorientasi pada informasi secara lisan yang terjadi secara turun
temurun, pengetahuan tersebut pada awalnya berasal dari orang-orang tua di Desa Wombo
Kalonggo itu sendiri. Sehingga pengetahuan tentang upacara Nosemparaka Manu dapat
A. Tipe Penelitian
Metode penelitin yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif deskriptif.
Di mana metode yang sumber datanya merupakn kata-kata. Metode dekriptif ini bertujuan
memaparkan hasil temuan pada proses penelitian berdasarkan tujuan penelitian, dengan data
yang dihimpun dari narasumber. Sehingga dalam penelitian ini diperoleh gambaran yang
lengkap mengenai Upacara Nosemparaka Manu yang selanjutnya disajikan dalam bentuk
deskriptif. Yang bersumber dari lisan maupun tulisan dari setiap individu, yaitu memberikan
B. Lokasi Penelitian
Donggala. Dipilihnya wilayah ini sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa
etnis Kaili di Desa Wombo Kalonggo masih melaksanakan Upacara Nosemparaka Manu
pada Ibu Hamil, di adakannya upacara ini agar terhindar dari ganggungan-gangguan Rate
(makhluk halus).
C. Tahap Kegitan
1. Penelitian Pendahuluan
mewawancarai Kepala Desa, Tokoh Adat serta Tokoh Masyarakat yang mengetahui
keadaan desa secara umum dan memahami adat istiadat kepercayaan masyarakat
2. Penelitian Lanjutan
Untuk memperoleh data dan informasi yang sesuai dengan permasalahan yang telah di
teliti, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Studi pustaka
Dalam studi pustaka ini saya mencari, membaca dan mengumpulkan data-data
bersumber dari buku-buku, jurnal, laporan, skripsi, dan artikel yang berkaitan dengan
lapangan.
b. Pengamatan
Teknik pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diteliti
upacara Nosemparaka Manu, dan mengetahui alat dan bahan yang digunakan dalam
yaitu saya mengumpulkan data dengan cara melakukan pengamatan aktif yaitu untuk
upacara Nosemparaka Manu, dan perlengkapan apa saja yang digunakan pada saat
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai orang luar yang melihat gejala yang
upacara Nosemparaka Manu, cara interaksi pengunjung dengan pihak keluarga dan
cara kerja sama kedua belah pihak keluarga dalam mempersiapkan konsumsi, bahan
pengamatan ditunjukan dalam catatan, hal ini agar dapat memudahkan peneliti untuk
c. Wawancara
Agar permasalahan dalam penelitian dapat terjawab maka perlu penelusuran lebih
tahapan yaitu:
1. Wawancara pendahuluan
merasa akan lebih bebas sehingga diskusi akan merasa lebih terbuka dan nyaman.
2. Wawancara mendalam
peroleh di lapangan akan di analisi secara deskriptif kialitatif, yaitu memperoleh data dan
informasu yang berlandaskan dari pokok permasalahan. Analisis digunaka untuk dapat
memberikan gambaran secara terperinci mengenai Upacara Nosemparaka Manu pada Etnis
Adapun teknik analisis data yang akan di gunakan melalui 4 (empat) langkah yaitu:
1. Editing data hasil wawancara, yaitu kegiatan mengoreksi data yang telah terkumpul
dengan memilih dan memilah data berdasarkan permasalahan serta urgensi dan relevasi
data tersebut. Pada tahap ini melakukan perbaikan-perbaikan terhadap kekeliruan dan
melengkapi data yang belum lengkap dalam pedoman wawancara di bawah arahan
konsultan.
3. Penafsiran data yaitu dalam penelitian ini akan dilakukan pada saat wawancara
korektif berkenaan dengan pertanyaan penelitian yang diajukan. Setelah penafsiran yang
akan dilakukan juga akan akan diverifikasi dengan teori-teori dan hasil-hasil penelitian
4. Perumusan kesimpulan dan saran, yaitu langkah terakhir dari analisi data yaitu
Penarikan kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan dan tujuan penelitian ini dan
menyampaikan saran-saran baik teoritis maupun praktis yang diharapkan akan menjadi
1. Kondisi Wilayah
Desa Wombo Kalonggo adalah merupakan salah satu dari 8 (delapan) Desa yang ada di
kecamatan Tanantovea, dengan luas 190 Ha. atau 1,9 Km2. terdiri dari 3 (tiga) dusun.
Dalam sejarahnya Desa Wombo Kalonggo telah ada sejak tahun 2007, dengan cikal bakal
berdirinya Sintuvu Roso bersama tokoh-tokoh masyarakat pada masa itu. Desa Wombo
Kalonggo sebelum bergabung dengan kecamatan Taweli merupakan Desa dalam wilayah
tiga wilayah kecaman, maka setelah Kecematan Tanantovea menjadi Kecematan yang
dinitif pada tahun 2004 Desa Wombo Kalonggo menjadi bagian wilayah Kecamatan
Tanantovea.
Nama Kalonggo di ambil dari bahasa Kaili yang berasal dari kata “longgo” yang berarti
“Pemenggalan Leher” oleh karena itulah Desa di beri nama Desa Wombo Kalonggo.
pemerintahan Desa Wombo Kalonggo dikenakan dengan sebutan kampong dengan sistem
pemerintahan dipimpin oleh Kepala Jaga, setelah tahun 2007 dusun Kalonggo resmi menjadi
desa definif dan berdiri sendiri di bawah pimpinan Mukhtar D.Mudhohali. menjadi kepala
desa pertama (PTH) kemudian Desa Wombo Kalonggo melaksanakan pemilihan secara
langsung dari terpilihnya bapak “Djalamin Djakalana” sebagai kepala Desa Definitif di
a. Keadaan Geografis
Desa Wombo Kalonggo adalah salah satu Desa yang berada di wilayah Kecamatan
Pantoloan, Jarak dari Desa Wombo Kalonggo ke Ibu Kota Kabupaten Donggala ±75
Kilometer, sedangkan jarak Desa Wombo Provinsi Sulawesi Tengah ±25 Kilometer,
Desa Wombo Kalonggo di bawah wilayah Kecamatan Tanantovea dengan Ibu Kota
Hektar. Berdasarkan pembagian wilayah Desa Wombo Kalonggo tersebar di 3 dusun dan
b. Kondisi Demografis
Besarnya Penduduk yang mendiami suatu wilayah merupakan salah satu potensi
Kalonggo pada Tahun 2014 berjumlah 1.493 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 250
KK yang terdiri dari berbagai macam suku, ras dan agama. Komposisi jumlah penduduk
yang berada di desa tersebut yaitu 1.493 jiwa dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah
pada dasarnya jenis mata pencahariannya mereka tidak jauh dengan keadaan alam
sekitarnya. Jila alam yang mereka tempati adalah lebih banyak areal perkotaan maka
wiraswasta. Sebaliknya jika alam yang mereka tempati itu adalah daerah pegunungan,
atau pesisir pantai, maka mata pencahariannya adalah petani atau perkebunan dan
nelayan. Hal ini dilakukan untuk dapat bertahan hidup demi meningkatkan kesejahteraan
hidupnya.
sebagian besar memiliki mata pencaharian di sektor pertanian yaitu sebagai petani sawah
dan lading kebun. Namun disamping sebagai petani, ada juga sebagiannya bermata
bahwa penduduk Desa Wombo Kalonggo menekuni berbagai profesi yang dilakukan dan
tingkat pengangguran yang kurang. Jika mereka sedang pada musim tanam padi, maka
mereka akan bekerja dengan sungguh-sunggu di sawah mereka agar kelak nantinya
mendapatkan hasil yang memuaskan juga, namun bila musim tanam padi selesai maka
mereka beralih kerja menjadi petani kebun dengan menanam berbagai macam tanaman
yang mereka Tanami. Hal ini sesuai dengan keadaan Desa Wombo Kalonggo di mana
5.750 kilometer adalah wilayah perkebunan dan di Desa Wombo Kalonggo ini juga
pencaharian yang dimiliki, maka dapat dilihat pada uraian tabel berikut ini:
Tabel 1
Dari tabel tersebut dapat menggambarkan bahwa jumlah penduduk memiliki mata
pencaharian berjumlah 999 jiwa, atau dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Desa
Wombo Kalonggo memiliki mata pencaharian sebagai petani dan pedagang yaitu tani berjumlah
500, pedanag/pengusaha 45 orang, buruh tani 263 jiwa, pertukangan 45 orang, peternak 63
orang, PNS 30 orang, Polri 1 orang, TNI 6 orang, karyawan swasta 32 orang, karyawan BUMN
9 orang, dan pengemudi/tukang ojek 5 orang. Sedangkan penduduk yang berjumlah 494 orang
masih dikategorikan belum produktif seperti masih anak-anak, melanjutkab pendidikan di SLTA,
SMA, dan Perguruan Tinggi. Selain itu terdapat juga penduduk yang belum mempunyai
pekerjaan (pengangguran).
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat salah satu faktor tertentu dan sangat menentukan maju
mundurnya peradaban masyarakat tersebut, apabila untuk zaman sekarang yang serba ditentukan
tersebut, apabila untuk zaman sekarang yang serba di tentukan oleh penguasaan atas teknologi
informasi dan komunikasi. Karena pentingnya hal tersebut, pembangunan sektor pendidikan oleh
pemerintah berasa dalam sasaran utama pembangunan nasional, yaitu peningkatan kualitas
perilaku kehidupan masyarakat dalam menyongsong masa depan yang lebih baik, bukan saja
sangat penting bagi pembentukan jiwa pribadi tetapi lebih dari itu pendidikan merupakan hal
Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Wombo Kalonggo di uraikan dalam
Tabel 2
Dari tabel tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk di Desa
Wombo Kalonggo telah menikmati pendidikan. Bahwa terdapat 85 orang tidak pernah sekolah,
123 orang belum sekolah, Taman kanak-kanak 60 orang, tamat Sekolah Dasar 350 orang, tidak
tamat Sekolah Dasar 250 orang, tamat SLPT 500 orang, tamat SMU atau sederajat 90 orang,
sedangkan yang menamatkan Akademik Perguruan Tinggi S1-S2 berjumlah 20 orang dan tamat
dipahami dari aspek pergaulan hidup oleh karena itu sekumpulan masyarakat tersebut
senantiasa hidup bersama. Dengan demikian, berarti masyarakat tidak bisa dipisahkan dari
kebudayaan, karena terdapat sekelompok masyarakat sudah pasti juga ada kebudayaan di
mana kebudayaan tersebut merupakan suatu hasil kerja, cipta, rasa dan karsa masyarakat.
daerah tersebut adalah Etnik Kaili, dalam kehidupan sosial budayanya sangat di dominisasi
oleh aspek-aspek budaya Kaili namun di Desa Wombo Kalonggo sudah terdapat suku
bangsa lain seperti Bugis, Manado, Jawa, Gorontalo, dan Mori tetapi mereka selalu
Dengan melihat tingkat pendidikan masyarakat Desa Wombo Kalonggo yang masih
rendah sangat memperhatikan dengan adanya pengaruh dari budaya-budaya luar yang
mempengaruhi budahya setempat karena mengingat transformasi budaya luar yang masuk di
daerah kita tidak dapat diantisipasi maka kondisi ini semakin rumit tnpa kesadaran dari
Aktifitas kehidupan sosial dalam lingkungan keluarga masyarakat petani yang ada di
Desa Wombo Kalongga dapat terlihat dalam kegiatan kerja sama, tolong-menolong hormat
menghormati antara satu dengan yang lainnya serta kebiasaan saling menegur sapa jika
saling bertemu di suatu tempat atau di tempat lain di mana mereka bertemu.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menjalin hubungan kekerabatan antara sesama anggota
keluarga maupun dengan anggota lainnya, dalam kehidupan sehari-hari menurut masyarakat
Desa Wombo Kalonggo mereka membina pola-pola hubungan sosial secara baik dan
harmonis yang akan dapat memudahkan pemecahan masalah-masalah yang dialami setiap
anggota masyarakat pada umumnya dan khususnya diantara sesama anggota keluarga petani
2. Kesehatan
Secara umum dapat dikatakan bahwa kesehatan pribadi setiap orang mencerminkan
kesehatan lingkungan masyarakat disekitar tempat tinggalnya. Oleh karenanya maka untuk
membentuk individu atau masyarakat yang berkualitas sangat diperlukan adanya kesehatan,
Bagi setiap orang upaya untuk memelihara kesehatan, bukanlah hal mudah untuk
dilakukan. Hal ini disebabkan karena upaya tersebut sangat memerlukan pengalaman, ilmu
yang bersih dan sehat. Oleh karena itu untuk mewujudkan derajat masyarakat secara
optimal, maka sangat penting ditingkatkan penyediaan sarana dan prasarana kesehatan
Adapun jumlah fasilitas kesehatan yang ada di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan
Tanantovea sebagaimana dengan hasil pengamatan yang saya lakukan menunjukan bahwa
sarana kesehatan seperti yang ada di Desa Wombo Kalonggo yaitu terdapat sarana yang di
antaranya adalah 1 Unit Poskesdes, 1 oeang tenaga medis yang selalu siap 1 x 24 jam bila
ada warga masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Namun sebagian kecil warga ada
juga yang sering ke dukun atau orang pintar untuk memeriksakan kandungannya dengan
alasan bahwa memeriksakan kandungan ke dukun lebih baik ketimbang ke bidan, tetapi
dengan adanya peraturan dari pihak rumah sakit bahwa bidan dan dukun kerjasama apabila
3. Agama
Agama merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam pembentukan watak
dan moral yang baik, khususnya pendidikan akhlak bagi setiap individu dalam suatu
masyarakat dan juga pada suatu bangsa. Di samping itu, agama juga berfungsi sebagai
pengatur dan pengendali sendi-sendi kehidupan manusia dalam suatu masyarakat baik dalam
Untuk mengetahui kondisi kehidupan bersama pada Etnis Kaili di Desa Wombo
Kalonggo kecamatan Tanantovea dapat dilihat dari masyarakatnya yang memiliki tradisi
keagamaan yang cukup kuat, di mana pengalaman ajaran agama islam tercermin pada ramai
dan tingginya penghayatan terhadap ajaran agama islam pada nilai keagamaan dapat dilihat
pula pada upacara-upacara adat seperti acara syukuran hakikat, khitanan, perkawinan dan
agama islam.
Untuk mendukung kegiatan beribadah bagi setiap pemeluk agama, di Desa Wombo
Kalonggo Kecamatan Tanantovea, sudah tersedia sarana dan prasarana peribadatan umatnya
bagi umat islam. Terdapat satu buah masjid dan satu buah taman pengajian yang bisa
dipergunakan untuk melakukan ibadah, baik untuk kegiatan yang bernuansa islam seperti
Karena sifatnya religius tersbut sangat mempengaruhi perilaku dalam membina hubungan
sosial diantara sesama anggota masyarakt petani maupun hubungan petani dengan alam
sekitarnya: kenyataan ini dapat dilihat dari kehidupan beragama pada masyarakat yang ada
di Desa Wombo Kalonggo. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah berikut
ini:
Tabel 3
Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa penduduk yang beragam Islam di
Desa Wombo Kalonggo berjumlah 2490 jiwa dan jumlah pemeluk agama Kristen sejumlah 3
orang, dengan demikian pula dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Wombo Kalinggo
sebahagian besar memeluk agama islam dan sedikitnya memeluk agama Kristen. Adapun jumlah
fasilitas rumah peribadatan yang ada di Desa Wombo Kalonggo meliputi Masjid 1 (satu) buah,
dan gereja rumah ibadahnya tidak ada di Desa tersebut kecuali Desa/Kelurahan tetannga yaitu
4. Potensi Ekonomi
Potensi Ekonomi merupakan basis pembangunan yang sudah diprioritaskan saat ini lebih
menitik beratkan pada ladang ekonomi, yang pada dasarnya bidang ekonomi merupakan
kunci terlaksananya pembangunan serta dapat menjamin kemajuan dan kestabilan dibidang
ekonomi. Sedangkan sumber daya alam merupakan sarana bagi manusia untuk
melaksanakan berbagi macam kegaiatan Ekonomi sebagai jalan atau usaha untuk mencapai
kesejahteraan hidup. Sehubungan dengan hal tersebut, bahwa di Desa Wombo Kalonggo hal
yang dapat di kembangkan pada sector ekonomi adalah potensi tanaman padi, jagung,
bawang, dan rica. Selain itu juga sebagian warga ada yang memilih sebagai pedagang,
buruh, swasta, dan lain-lain. Hal tersebut merupakan merupakan jenis tanaman palawija
lainnya, sebahagian mata pencaharian pokok mereka sehingga tidak heran kalau petani
Dengan adanya potensi ekonomi yang sangat menunjang bagi kebutuhan petani, maka
petani tersebut harus mempunyai tekad untuk lebih maju. Hal ini sejalan dengan
perkembangan yang terjadi di Desa Wombo Kalonggo, akan tetapi lingkungan alam
demikian daerah ini tetapi diandalkan sebagai lumbung tanaman padi dan tanaman lainnya
5. Adat istiadat
Pada dasarnya adat istiadat berasal dari kepercayaan yang dilakukan secara terulang
sehingga menjadi satu tradisi . hal tersebut bakal melahirkan kebudayaan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa budaya adalah refleksi dari perilaku yang tercermin dari pola tingkah
laku masyarakat dari kebiasaan budaya yang ada akan menimbulkan kepercayaan yang
Tradisi berupa upacara adat yang tetap dilakukan hingga saat ini adalah sifatnya ritual
dan mewarnai kehidupan etnis di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea adalah
berupa upacara pasca kelahiran, kematian, dan perkawinan yang dilakukan dalam bentuk
B. Pengetahuan Etnis Kaili tentang Upacara Nosemparaka Manu di Desa Wombo Kalonggo
Etnis Kaili yang bermukim di Desa Wombo Kalonggo Kecamatan Tanantovea sebagian
besar meyakini akan keberadaan makhluk halus atau jin, yang menurut pengetahuan mereka
merupakan bagian dalam kehidupan manusia sehari-hari. Etnis Kaili merupakan salah satu
etnis yang terbesar yang bermukim di kota Palu. hanya saja dalam pembahasan ini saya
lebih berfokus akan komunitas etnis Kaili yang berada di Desa Wombo Kalonggo
Kecamatan Tanantovea. Saya menganggap bahwa penentuan lokasi disebabkan oleh bebrapa
faktor yaitu kebudayaan masyarakat etnis Kaili di Desa Wombo Kalonggo melakukan
upacara-upacara ritual salah satu di antaranya ialah upacara “Nosemparaka Manu”. Upacara
adat “Nosemparaka Manu” merupakan salah satu upacara tradisional Suku Kaili, upacara ini
Adapun maksud dan tujuan dari upacara ritual “Nosemparaka Manu” adalah agar
kelahiran sang bayi dapat berlangsung dengan selamat tanpa cacat jasmani dan rohani, serta
keselamatan ibu yang akan melahirkan, agar ibu terhindar dari rate. Sejarah upacara ritual
“Nosemparaka Maju” sendiri sudah ada sejak dahulu dari nenek moyang terdahulu. Dan
dalam pelaksanaannya melibatkan kedua belah pihak keluarga laki-laki dan keluarga dari
pihak perempuan dan seorang dukun yang memandu upacara “Nosemparaka Manu”
tersebut. Berikut adalah keterangan yang berhasil saya dapatkan dari (Ketua adat Desa
“Dari nggaulunapa kami ri vombo hei novia ada togurana nggoulu, apa togurana
nggoulu nepatuduki berifa cara-carana novia ada, evamo ada Nosemparaka Manu hei
contona”
“Kami warba wombo ini sudah sejak dulu membuat upacara adat, dari sejak nenek
moyang kami dulu. Sebab orang tua dulu mengajarkan kami dan memberikan
pemahaman tentang cara membuat adat, seperti upacara Nosemparaka Manu ini
Pernyataan di atas, di dukung oleh ibu bunga (70 tahun) sebagai berikut:
“kami ri vombo nasaemo novia ada, dakopa tagurana nggaulu nariamo ada nipovia hei,
apa panto mami tagurana nggolu ane rai rapoviaka ada Nasemparaka Monu
tompobovotai, ngana nesuvu rai naseha, sampe pangane hei kami da nomparcaya novia
ada hei”
Artinya:
Kami warga masyarakat desa wombo ini sudah lama melaksanakan upacara adat, sejak
orang tua kami dulu (nenek moyang), sehingga kami melaksanakan acara upacara
tersebut sampai saat ini kami seluruh masyarakat wombo melaksanakan upacara
tersebut karna kami yakin dan percaya akan tantangan jika tidak dilaksanakan upacara
tersebut maka upacara tujuh bulan pada ibu hamil bayi yang akan dilahirkan tidak akan
upacara yang harus dilaksanakan, karena upacara tersebut sudah diajarkan sama orang tua
terdahulu, sehingga merupakan tradisi yang tidak boleh ditinggalkan karena sudah
dilaksanakan secara turun temurun apabila tidak di laksanakan akan berakibat dengan
pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu. Sesuai pernyataan ibu Rena (40 tahun) sebagai
berikut:
“ane novia upacara Noseparaka Manu hei aga nilaksanaka ante ana partama, raimo
nilaksanaka ante anan kadua antau ana katiga, sebab manurut kami ane anak kadua
raimo rapofiaka ada Nosemparaka Manu apa anak partama nowakili rumai toaina”.
Artinya :
anak pertama tidak lagi dilaksanakan pada anak kedua dan seterusnya, karena menurut
kami bagi anak kedua tidak perlu lagi dilakukan upacara Nosumparaka Manu, karna
anak pertama sudah mewakili dari anak berikutnya”. (hasil wawancara tanggal 22 Mei
2016)
Hal yang sama di ungkapkan oleh ibu Sunartin (48 tahun) bahwa :
“Upacara Nosemparaka Manu hei nialksanakan ante anak partama aga, rifa usia
kandungan papitu mbulana, apa napenting bagi kami, ane nombovotai harus rapofiaka
ada hei”.
Artinya :
“Upacara Nosemparaka Manu ini menurut kami disini, hanya dilaksanakan pada anak
pertama saja, di mana kandungan berusia tujuh bulan, upacara ini sangat penting bagi
kami di laksanakan untuk ibu hamil”. (hasil wawancar tanggal 23 Mei 2016)
Dari penjelasan kedua informan di atas dapat disimpulakan bahwa upacara Nosemparaka
Manu sangat penting dilaksanakan pada ibu yang hamil anak pertama, dan tidak lagi
dilaksanakan pada anak kedua karena anak pertama sudah mewakili anak berikutnya. Dan
sangat penting diadakan upacara Nosemparaka Manu pada kandungan ibu hamil yang
“ane pantoo mami upacara Nosemparaka Manu napenting ntoto rapovia ri Desa mami
hei, apa nadea pengaruhna ante topombovotai, apa pantoo totua nggolu ane upacara hei
Artinya :
“menurut saya, upacara Nosemparaka Manu sangatlah penting dilakukan di Desa kami,
karena upacara tersebut sangatlah berpengaruhnya terhadap ibu hamil. Menurut orang
tua kami dulu, kalau upacara tersebut tidak dilaksanakan maka saat ibu melahirkan
anaknya akan cacat atau meninggal. Maka dari itu upacara tersebut dari dulu sampai
hei ante anak partama, apa nesapuka aku anu novia-via vei, pasi-pasi noana aku
pangane, jamo umuru tolimbula nompamulamo rai naseha ngana pangane, nikeniku
poromo ri rumah saki rairia perubahanna, naputus asamo aku bara berifanjau pangane
nikeniku ante sando nipekitul, tano rai niposeparaka manu ngana hei pangane”
Artinya :
“jadi pengalaman saya, pernah tidak melaksanakan upacara Nosemparaka Manu pada
anak pertama, karena awalnya saya tidak percaya dengan hal tersebut. Setelah anak
saya berusia 3 bulan anak saya mulai kurang sehat (sakit), berkali-kali saya
membawanya ke rumah sakit akan tetapi tidak ada perubahan. Lalu saya putus asa dan
mencoba ke dukun untuk memeriksakan anak saya dan hasilnya dukun tersebut
mengatakan bahwa anak saya tidak dilaksanakan upacara Nosemparaka Manu”. (hasil
Berdasarkan hasil dari kedua informan di atas adalah bahwa upacara Nosemparaka Manu
ini sangat penting dilakukan bagi ibu hamil sebab kalau tidak dilaksanakan anak yang lahir
akan cacat atau meninggal. Sebab kepercayaan melakukan upacara Nosemparaka Manu
tersebut sudah ada dari zaman nenek moyang dan selali dilakukan secara turun temurun.
“kami ri ane nolaksanaka ada hei nianggamo kabiasa mami rii, apa nohargai togurana
“bahwa kami disini melaksanakan upacara ini sudah dianggap kebiasaan masyarakat
setempat, dan untuk menghormati para leluhur yang telah menitipkan bahwa upacara
masyarakat Desa Wombo Kalonggo sudah ada bahkan telah menjadi kegiatan yang
kepercayaan inilah yang mendorong dilaksanakannya upacara religi tidak lain untuk
menghormati mereka hidup di alam lain dan di yakini mereka dapat menyakiti siapapun bila
Berkaitan dengan hal di atas, selanjutnya ibu Nasaria (50 tahun) mengatakan :
“pantomami ri setiap ada Nosemparaka Manu hei najadimo suatu pengalama mami rii,
apa kami to Kaili rai hei nipertahanka mpu mami nitoka ada hei”
Artinya :
“bagi kami ri setiap upacara Nosemparaka Manu ini sudah jadi suatu pengalaman kami
disini, kami sebagai orang Kaili ini sangat mempertahankan upacara ini”
“ane menurut aku tentang Nosemparaka Manu hei harus ra laksanakan, apa ada rumai
ante togurana nggolu dan mosyukuruja kita ante pue, apa melalui ada hei kami selalu ra
“pemahaman saya tenatang upacara Nosemparaka Manu bagi kami disini tidak lain
adalah untuk melaksanakan tradisi dari nenek moyang kami sekaligus mengungkapkan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. selain itu melalui upacara ini kami terus
akan mempertahankan dan melestarikan budaya ini karena merupakan salah satu adat
yang masih bertahan sampe sekarang”. (hasil wawancara tanggal 26 Mei 2016)
Dari penjelasan dua orang informan di atas dapat disimpulkan bahwa, upacara
pelaksanakan upacara ini dapat di lihat dari segi religi, di mana masyarakat sadar akan adanya
suatu alam dunia yang tampak yang ada di luar panca indranya dan di luar bebas akalnya.
Yang dimaksud dengan dunia lain atau alam dunia gaib, atau supranatural. Sistem
kepercayaan dalam suatu religi itu mengandung orang akan wujudnya dunia gaib ialah
tentang makhluk gaib, makhluk halus, roh-roh leluhur, dewa-dewa, dan kekuatan sakti tentang
apakah yang terjadi dengan manusia sesudah mati, dan sering kali juga terjadi wujud bumi
“Novia ada nosemparaka manu hei puumpuuna nombabekaka panoto ante todea ri
vombo hei, etumohe ante panoto nulara tempona hei nadeamo tau nesapuka raimo ria
neparsaya ada ntogurana nggaulu fanapa nadea kajadia, jua nasonda rilingkunga hie
rumaimonjue sampe ada hei rapovia, rumai ante togurana nggolu kana ralaksana ante
Artinya :
“upacara Nosemparaka Manu ini sangat memberikan pemahaman terhadap seluruh
masyarakat yang ada di Desa Wombo Kalonggo karena dengan kesadaran masyarakat
leluhur sehingga berbagai macam timbul peristiwa penyakit, yang muncul di lingkungan
kita. Hal itulah yang mendorong kami semua untuk melaksanakan tradii-tradisi dari
leluhur dan nenek moyang serta meyakini adanya alam dunia lain”. (hasil wawancara
Dari ungkapan informan di atas dapat di simpulkan bahwa upacara religi memang
merupakan suatu unsur dalam kehidupan masyarakat. Sistem upacara dalam suatu religi
berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan
dan kepercayaannya terhadap leluhurnya, dan dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan
C. Proses Pelaksanaan Upacara Nosemparaka Manu Pada Etnis Kaili di Desa Wombo Kalonggo
Dalam kegiatan upacaara sakral ini, bentuk proses upacara Nosemparaka Manu yang
harus dilaksanakan dalam upacara tradisional tersebut tergantung dari hasil wawancara
(nolibu) dari kedua belah pihak keluarga. Karena upacara Nosemparaka Manutersebut
pelaksanaannya seperti yang dijelaskan di bawah ini tentang upacara Nosemparaka Manu
1. Nolibu (Musyawarah)
Nolibu (musyawarah) adalah suatu rangkaian upacara Nosemparaka Manu yang
Seperti penjelasan dari informan Ibu Martafian (46 tahun) mengatakan bahwa :
“Ane menurut aku mengenai ada Nosemparaka Manu hei, kami nosiromu ulu rumai
keluarga langgai ante manggubine urusa novia ada Nosemparaka Manu hei, novia
koputusa rumai nirancakana sampe pompovia upacara hei ralaksanaka, apa ane rai
ria sintuvu ntodea movia ada hei rai menjadi ada hei ralaksanaka”. (hasil wawancara
bahan-bahan yang akan dijadikan sebagai bahan sesajen dan ayam dua ekor masing-
masing sumbang dari orang tua mereka untuk upacara Nosemparaka Manu.
“Pamula novia ada Nosemparaka Manu hei rumai ante keluarga langgai mompaka
membawa seekor Ayam Jantan untuk dibawa ke rumah pihak perempuan. Dan pihak
keluarga perempaun menyiapkan juga seekor Ayam Betina. Setelah sudah siap semua,
barulah pihak perempuan atau pihak dari laki-laki pergi menemui orang tua adat
yang bisa menghitung bulan di langit untuk menentukan kapan hari bagus
kedua belah pihak menyiapkan satu ekor ayam, yaitu masing-masing ayam betina dan
ayam jantan satu ekor, kemudian barulah salah satu keluarga mendatangi orang tua
yang bisa menghitung hari yang baik untuk pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu.
Berikut ini penjelasan dari informan dari salah satu dukun (sando) Imanasia (65
tahun) :
“ane kami ri novia ada njau niutamaka ulu nikereke eo nadoli, apa ane raija nadoli
eo ni paviakan ada hei raija naseha kita nanggenika jua, etumo kana lokumo ulu
Artinya :
“kalau kami di sini sebelum di mulainya pelaksanaan adat upacara, kami pergi dulu
ke rumahnya ketua adat untuk menanyakan kapan hari yang bagus untuk
dilaksanakan upacara adat tersebut. Apa kalau tidak hari yang baik untuk
pelaksanaan upacara adat akan mengakibatkan kurang sehat kepada orang yang
Seperti yang dijelaskan dari ketua adat Umli (80 tahun) bahwa :
“bagi kami rivombo hei setiap novia ada, nipentingka mami ulu nekireke eo atau vula
ri langi, cara noreke eo atau vula ri langi rumai vula papitu, sampulu,
madoli, jamo pompelisi rumai keluarga manggubine atau langgai fana bagi nusira
Artinya :
“bahwa setiap pelaksanaan upacara yang di adakan di Desa Wombo Kalonggo ini
sangat penting dengan penetapan waktu yang sudah kami tetapkan dengan cara
menghitung hari atau bulan di langit yang di anggap sebagai hari yang baik dan
sudah di sepakati oleh kedua belah pihak orang tua suami istri maupun dukun,
misalnya hari atau bulan di langit yang baik itu bulan ke 7, 10, 13, 19, 20, 25 kali
Dari apa yang di ungkapkan informan yang di atas bahwa menentukan waktu
orang tua adany kapan hari yang bagus untuk dilaksanakan upacara tersebut, karena
bagi mereka sangat penting untuk penetapan waktu, adapun hari atau bulan yang
bagus yaitu bulan ketujuh kali dilangit, kesepuluh, tiga belas, sembilan belas, dua
“upacara Nosemparaka Manu hei biasana nipovia bunondona rumai jam 8.00 sampe
jam 11.00 tampa novia ada hei ri sapo keluarga manggubine tumai hasil posintomu
keluarga”.
Artinya :
“upacara Nosemparaka Manu biasanya dilaksanakan pada pagi hari di mulai pukul
8.00 hingga jam 11.00 sementara tempat pelaksanaan di rumah pihak keluarga
2016)
“ane aku upacara Nosemparaka Manu hei nakuya nilaksanakan bunondona ala
maseha ngana nesuvu dan juga namudah rezeki untuk keluarga dan bayi”.
Artinya :
“menurut saya pelaksanaan upacara Noseparaka Manu dilaksanakan pada pagi hari
agar memberikan kesehatan pada bayi dan juga memudahkan rejeki untuk keluarga
dan bayi yang akan lahir nanti”. (hasil wawancara tanggal 24 Juni 2016)
Dari apa yag di ungkapkan kedua informan di atas bahwa upacara Nosemparaka
Manu di laksanakan pada pagi hari menurut kepercayaan Etnis Kaili pelaksanaan
Nosemparaka Manu pada waktu pagi hari tersebut agar memudahkan rezeki bagi bayi
yang akan lahir nanti dan juga kesehatan bagi bayi dan ibu yang akan melahirkan.
kuasai oleh kekuatan roh halus dan di huni oleh rate di dalam dan di luar rumah. Di
dalam rumah upacara ini dilaksanakan diberanda depan, yaitu di depan pintu
(tambale), sedangkan kalau di luar rumah di siapkan tempat tertentu sebagai tempat
“Ane menurut kami rivombo Kalonggo hei, ane novia ada Nosemparaka Manu
Artinya :
Nosemparaka Manu itu dilaksanakan dalam rumah saja, tidak perlu di adakan di
luar rumah atau tempat-tempat yang dianggap keramat”. (hasil wawancar tanggal
27 Mei 2016)
“kabiasa momi ane novia ada Nosemparaka Manu hei cukup nipovia ri laranjapomo
Artinya :
“kebiasaan kami disini paling sering mengadakan upacara Nosemparaka Manu ini
hanya diadakan dalam rumah diruang tamu yang berhadapan dengan pintu depan”.
Dari penuturan dua orang informan di atas bahwa diadakan upacara Nosemparaka
Manu dilaksanakan dalam rumah atau di ruangan tamu yang berhadapan dengan pintu
depan, tidak perlu di luar rumah tempat yang dianggap keramat. Penurutan di atas
“panto togurana nggaulu etuka novia ada Nosemparaka Manu hei ringayo nubobo
ala malaeka atau rate rai mesaisai moje langsung ritampa novia ada njau sira
Artinya :
“menurut cerita orang tua dulu kenapa upacara Nosemparaka Manu ini harus
dilaksanakan depan pintu, ceritanya agar supaya makhluk halus/rate yang datang ke
tempat acara tersebut tidak lagi singga-singga langsung ke tempat upacara tersebut
untuk melihat sesajian yang sudah dibaca untuk mereka agar tidak mengganggu
Dalam pelaksanaan upacara ini dipimpin oleh seorang dukun wanita (sando) yang
dapat berkomunikasi dengan amkhluk halus yang telah berusia lanjut. Tidak kurang
peranannya ialah orang tua kedua belah pihak yang menyediakan korba upacara
seperti kambing atau domba bagi keluarga bangsawan dan ayam bagi keluarga biasa.
mereka berasal dari keluarha biasa dan merekan beranggapan jika menggunakan
kambing atau domba itu dilaksanakan pada anak yang berusia tujuh tahun atau
disebut (Nolama). Seperti penuturan di bawah ini oleh ibu Rena (40 tahun) salah satu
informasi bahwa:
“ane nofia ada papitumbulana kami hei nompake manu aga ulu, jamo mofia ada
nolama pade nomapke Kambi atau Bimba, apa ane nolama mo acarana ni pofia paka
Artinya :
“Kalau tujuah bulanan masih menggunakan ayam, apabila anak itu sudah umur
tujuh tahun baru kita adakan pesta besar-besaran atau disebut (nolama). Kalau
nolama sudah kambing atau domba yang dipakai upacara apa mengundang warga
diadakan pesta kecil-kecilan, kecuali sudah berumur anak tujuh tahun baru
upacara ini sudah mengundang keluarga besar dan menyembelih kambing atau domba
Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini ialah para keluarga dari kedua belah
pihak, terutama ibu-ibu yang sudah berusia lanjut. Selain itu juga yang turut hadir
mengikuti jalannya upacara tersebut ialah sanak keluarga dan tetangga yang bekerja
di sini ada perta makan dengan menyembelik dua ekor kambing sebagai sumbangan
dari kedua orang tua suami istri. Bagi pihak suami wajim menyumbang
betina. Di kalangan keluarga yang biasa pelaksanaan upacara sangat sederhana, dalam
upacara ini mereka hanya menyembelih dua ekor ayam masing-masing satu ekor dari
terlibat dalam upacara ini yang terutama adalah dukun/sando kemudian pihak
keluarga dari laki-laki dan pihak perempuan, yaitu ibu-ibu yang sudah pernah
mengalami kehamilan/melahirkan dan wanita yang sudah lanjut serta tetangga untuk
2014)
Berdasarkan informan di atas bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam upacara ini
ialah para keluarga dari kedua belah pihak, terutama ibu-ibu yang sudah berusia
lanjut. Selain itu juga yang turut hadir untuk mengikuti jalannya upacara tersebut
ialah sanak keluarga dan tetangga yang akan mensukseskan pesta upacara tersebut.
pesta, makan dari kelurga kedua belah pihak dan para tetangga, bagi keluarga biasa,
upacaranya sangat sederhana masing-masing seekor ayam jantan dari pihak laki-laki
lainnya.
Bahan-bahan yang dipersiapkan disini ialah Ayam dua ekor, pisang rebus (punti
jaka), kaloku nikou (kelapa parut), marisa nete (rica kecil), udang (lamale), nasi
masak (konisa ngongo), ketupat (katupa), mayang pinang (banja pangana), uang
(doi), dan darah ayam (ra numamu) yang di sembelih, benda-benda adat lainnya ialah
sabala mesa (satu lembar sarung tenun zaman dulu), samata doke (satu mata
tombak), samata tinggora (satu mata tombak yang berakit), talalu tubu (tiga piring
pelaksanaannya karena apa bila tisak ada nanti salah satu perlengkapan pada upacara
tersebut ternyata akan mengakibatkan kesehatan bayi yang akan lahir nanti
banyaknya penyakit yang timbul pada bayi tersebut. Berikut adalah keterangan yang
berhasil penulis dapatkan dari informan yaitu Ibu Bunga (70 tahun) yaitu:
“menurut aku ane rai ria salah satu perlengkapan untuk upacara Nosemparaka
Manu hei, mamala raindaka anu sampe suvu ulu untuk rapake sementara tapi
Artinya :
“menurut saya kalau tidak ada salah satu perlengkapan untuk upacara Nosemparaka
Manu ini, bisa di pinjamkan punyanya keluarga dulu untuk di pake sementara
dengan istilah kita membayar dengan keluarga itu dulu tidak bisa dipinjam to saja”
Pertanyaan di atas juga didukung oleh ibu Munawarni (45 tahun) yaitu :
“ane salah satu perlengkapan eva suraya ada njau mamala ulu kita moinda sampe
suvu ulu atau nolovali sangana ulu, maksudna suraya nuada hei raibayarita ulu
nikenika ose nicampuru kuni tolulite deana, arau namalaja nikenika doi sampulu
ante roko, apa ane rai rianjau pangane nariaja pengaruhna ante bayi nesuvu”.
Artinya :
“kalau salah satu perlengkapan dalam upacara tersebut tidak ada misalkan piring
adat, maka kita bisa meminjam orang punya dulu dengan cara membayar atau
menggantikan dengan beras yang dicampur dengan kunyit bisa juga uang sepuluh
ribu dan roko satu bungkus, apa kalau tidak ada itu lagi akan mengakibatkan pada
Dari hasil kedua informan yang di atas mengatakan perlengkapan yang dipakai
untuk pelaksanaan upacara ternyata harus lengkap dan apa bila tidak ada salah satu
maka bisa dipinjamkan dulu pada keluarga yang ada misalnya piring adat dengan cara
meminjam digantikan dengan uang sebanyak sebanyak sepuluh ribu dan roko dan
juga digantikan dengan beras sebanyak tiga liter yang sudah diberi kunyit, dari
dilaksanakan akan mengakibatkan terganggunya kesehatan pada bayi yang akan lahir
nanti sehingga dalam upacara ini harus dilaksanakan menurut keyakinan dan
kepercayaan pada masyarakat yang ada di Desa Wombo kalonggi. Seperti yang
”ane menurut aku, pantangan novia upacara Nosemparaka Manu hei naria, apa ane rai
ralaksanakan biasa pas noana nasusah nesuvu ngana dan juga biasana bayi nesuvu rai
Artinya :
“setahu saya, pantangan pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu itu ada, apabila
dilaksanakan maka ibu yang akan melahirkan nanti akan susah pada waktu melahirkan
dan juga biasanya bayi yang lahir itu tidak sehat banyak penyakit-penyakit yang timbul
“Ane rai ralaksanakan upacara Nosemparaka Manu hek nadea jua netaka ante ngana
Artinya :
“kalau tidak dilaksanakan upacara Nosemparaka Manu ini banyak penyakit yang
terdapt pada bayi yang akan lahir nanti, ada bayi baru lahir banyak tai matanya,
tuli/keluar cabiu, gatal-gatal, dan juga bayi yang lahir mengkerut-kerut tidak sehat
Dari hasil penyataan kedua informan yang di atas tersebut bahwa pantangan
dalam pelaksanaan upacara kehamilan itu sangat penting dilaksanakan karena apabila
tidak dilaksanakan akan mengkibatkan timbulnya penyakit yang tidak diinginkan oleh
6. Jalannya upacara
Dalam upacara Nosemparaka Manu bagi keluarga pihak perempuan pertama ialah
dari rumah ke rumah sebelum upacara diadakan. Bila telah tiba hari yang ditentukan,
disebut peonggetaka (suatu penghormatan dari keluarga yang berpesta) kepada orang
tua adat.
Pada hari pertama diadakanlah penyembelihan ayam yang di sembelih tersebut
yang biasa disebut Nompesule (mengambil hati) dan langsung ditusuk dan dibakar
potong, paha kanan dari ayam tersebut digantung di depan pintu untuk bagian dukun.
nantalenjaka (upacara sesajian) di depan pintu rumah sebelum para undangan hadir.
Bahwa pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu ini dipimpin oleh dukun wanita
yang dilakukan dengan cara mendatangkan roh halus untuk bisa berkomunikasi
langsung dengan dukun kemudian roh itu akan masuk ke badan dukun tersebut untuk
seperti yang di jelaskan oleh salah satu dukun Imanadia (65 tahun) yaitu :
“ane aku nompokio tau salapina nesua rikoroku, carana nintutuiku lenjeku apa ane
rai ratutui sampesuvu mangganasi aku beleka menggea, pas nariamo anu rikoroku
nesua pade nibukaku salenda ri lenjeku pade njau nompambulamo nogena kaka
topombovotai”.
Artinya :
“kalau saya memanggil roh halus masuk ke badanku, saya menutup mukaku, apa
kalau tidak saya tutup mukaku siapa tau keluarga takut nanti pada saat saya
memanggil roh haluss, setelah selesai itu barulah saya buka selendang untuk
memulai membaca-baca mantra untuk ibu hamil”. (hasil wawancara tanggal 26 Mei
2016)
Ternyata penjelasan dari informan di atas jelas, kenapa menutup muka pada saat
memanggil roh halus, agar supaya tamu yang menghadiri upacara Nosemparaka
Manu tidak takut untuk melihat dukun tersebut, karena biasanya dukun yang manggil
roh halus biasa mukanya berubah jadi jelek maka dari itu dukun tersebut menutup
muka.
Selutuh perlengkapan sesajian yang disebutkan di atas telah siap tersaji, maka
upacara dimulai dan para tamu undangan dari pihak laki-laki maupun perempuan dan
ibu-ibu yang sudah lanjut usia duduk dan menyaksikan pelaksanaan sebagai peserta
upacara ini tersebut, dukun mulai nogane (mengucapkan mantra/sastra suci) dan
duduk berhadapan dengan ibu hamil yang di upacarakan. Isi mantra antara lain
meninggal disebut rate njae dan yang baru meninggal disebut rate vou. Maksudnya
Adapun mantra-mantra yang diucapkan oleh dukun Imanasia (65 tahun) yaitu :
(pucuk kelapa muda) kepada ibu hamil dengan isyarat melemparkan keluar jendela
atau pintu. Maksudnya agar penyakit yang mengganggu dari sebab pengaruh rate
tersebut dapat hilang atau keluar. Ada pula adat yang menggunakan banja pangana
dilaksanakan oleh seorang dukun yang ahli. Cara pelaksananya ialah ibu hamil tadi
tidur terlentang di atas tujuh lapis sarung/kain, lalu dukun mengangkat kain tersebut
satu per satu bagian belakangnya, sehingga perut terangkat dan digoyangkan selama
tujuh kali. Maksudnya ialah agar posisi anak dalam kandungan menjadi baik, dan ibu
tidak merasakan sakit pada bagian belakangnya. Di kalangan keluarga biasa hal ini
kurang di laksanakan.
Selesai acara tersebut dukun dan peserta upacara tersebut makan sebagian dari
makanan sesajian tersebut, dan sebagian lagi dari makanan tersebut di bawah keluar
rumah untuk sesajian di temat tertentu baik yang sengakja dibuat dan atau di alam
bebas seperti di pohon-pohon kayu besar, di tepi sungai, dan sebagainya yang di
ini berarti hidup berkembang biak dalam satu rumpun. Suatu simbol kehidupan yang
ideal, yaitu dalam suasana dingin dan berketurunan banak Tuvu artinya hidup
Tuvu Mbuli tersebut tidak lain sebagai gelas/mangkuk yang diisi air dan dedaunan
yang melambangkan 2 hal tersebut. Yaitu daun siranindi (setawar dingin) sebagi
lambang ketenangan dan ketahanan hidup dari tantangan hidup, serta tava
berkembang biak, dan akarnya lama usianya. Selesai upacara tersebut dan setelah
D. Makna dan Simbol Dalam Upacara Nosemparaka Manu Pada Ibu Hamil di Desa Wombo
Kalonggo
Simbol merupakan sebuah objek yang berfungsi sebagai sarana untuk mempresentasikan
sesuatu hal yang bersifat abstrak, misalnya burung merpati sebagai simbol kedamaian. Simbol
adalah suatu tanda atau gambar yang mengingatkan kepada penyerupaan benda yang kompleks
yang diatikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang lebih jelas atau lebih
khusus.
Simbol sendiri mempunyai makna atau arti sendiri. Pada kehidupan masyarakat to Kaili
istiadat yang mempunyai makna misalnya penyediaan Punti jaka (Pisang rebus). Kaluku nokou
(Kelapa parut , marisa nete (Rica kecil , nasi masak, dan darah ayam yang disembelih. Benda-
benda adat lainnya ialah Sabasa mesa ( 1 lembar sarung tenunan zaman dulu), samata doke (satu
mata tombak), samata tinggora (satu mata tombak yang berakit), tatalu tubu (tiga piring adat),
menandakan apabila di dalam isi perut ayam tersebut terdapat seperti ada benang yang
terdapat dialat kelamin ayam maka menandakan bahwa anak yang dikandung adalah anak
perempuan begitupun juga pada ayam jantan/manu langgaina apabila terdapat benang
c. Doke dan kanjai atau tombak maknanya sebagai alat untuk berburu
d. Mesa sebagai pelengkap adat yang melambangkan kesabaran dan kebanggaan rakyat
h. Pritng adat/suraya tava kelo sebagai wadah penyimpanan makanan dan sesajian.
i. Daun kelapa/ira nggaluku, hanyalah sebagai alat dekot yang dianggap paling indah pada
k. Dupa/kamanya bermakna sebagai alat yang digunakan untuk berhubungan dengan para
l. Telur rebus/ntolu ngongo yang telah dikupas dalam bantaya, telur-telur tersebut sudah
ada yang dibelah, dicampur dengan nasi masak (konisa ngongo), udang (lamale), kepala
(kaluku), rica kecil (marisa nele), daging ayam (dagi manu), yang sudah di masak.
Barang-barang tersebut disiapkan sebagai sesajian. Adapun makna dari telur yaitu bahwa
setiap manusia dapat mengalami perubahan atau lahir kembali, nasi maknanya dapat
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, udang maknanya adat dari air yang mana
maksudnya ibu hamil tidak akan merasa dingin, kelapa parut maknanya agar kotoran
tidak ada di kepala si bayi, pisang rebus maknaya agar pada saat bayi keluar tubuhnya
tidak mengkerut seperti bentuk pisang rebut, rica kecil maknanya agar bayi tidak
m. Uang/doi maknanya benda yang digunakan sebagai satuan jumlah nilai beli
Adapun makna baik dan buruknya pada pelaksanaan upacara Nosemparaka manu pada saat
menentukan hari yang baik yaitu penjelasan dari bapak umli (80 tahun) yaitu :
1. Bulan pertama dilangit artinya baik, dalam kehidupan sangat baik apa yang diinginkan
2. Bulan kedua dilangit itu artinya juga baik, hidup dengan kecukupan
Pengetahuan manusia akan simbol dan makna tidak lepas dari keingintahuan dari manusia
sendiri, akal yang telah di berikan oleh Tuhan memberikan manusia kemampuan untuk berpikir
dan berimajinasi, simbol dan makna selalu muncul bersamaan di mana setiap simbol akan
mempunyai makna. Jika kita telusuri pada zaman pra-sejarah banyak ilmuwan-ilmuwan
tersebut tertera simbol-simbol yang mempunyai arti dan makna jadi jika sidimpulkan simbol dan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap objek penelitian terutama melakukan
wawancara dengan para informan maka diperoleh beberapa arti dari simbol dan makna upacara
Nosemparaka Manu bagi to Kaili yang ada di Desa Wombo Kalonggo yaitu sebagai berikut :
Simbol makna dari upacara Nosemparaka Manu seperti yang diungkapkan oleh ibu indotiga
1. Dua ekor ayam, masing-masing satu ekor ayam betina dan satu ekor ayam jantan
menandakan apabila terdapat dijenis kelamin ayam betina seperti benang bahwa anak
yang akan lahir nanti diprediksikan itu bayi perempuan begitu pula sebaliknya pada ayam
jantan, selesai proses memisahkan sebagian daging Ayam yang dianggap sebagai sesajen
yang dipersembahkan kepada para dewa, arwah orang sakti, roh-roh makhluk gaib dan
2. Guma atau parang panjang maknanya sebagai alat untuk berkebun dan bermakna juga
sebagai kedudukan penyelenggara upacara sebagai orang yang berstatus sosial tinggi
ditengah masyarakat.
3. Doke dan tinggora atau tombak besi panjang yang jug sebagai simbol dari
kekuatan/keberanian sebagai sifat dari sebuah besi dan senjata tombak melambangkan
rakyat.
6. Cucur/sisuru yaitu yang terbuat dari tepung beras ketan biasa yang di campur dengan
gula merah kemudian digoreng dengan bentuk bundar dan bergerigi dengan makna
sebagai payung yang di tempatkan dalam sesajian untuk melindungi ibu yang hamil.
8. Piring adat/suraya tava kelo sebagai simbol sejahtera dan kecukupan pangan bermakna
9. Daun kelapa, hanyalah sebagai alat dekor yang dianggap paling indah pada zaman
11. Dupa, bermakna sebagai alat yang digunakan untuk berhubungan dengan para dewa
12. Telur rebus yang telah dikupas dalam bantaya, telur-telur tersebut sudah ada yang
dibelah, dicampur dengan nasi masak, udang, kelapa, rica kecil, dan daging ayam yang
13. Dula palangga (dulang berkaki) adalah salah satu perlengkapan upacara di mana benda-
benda dan bahan-bahan tersebut diatas diletakkan adalah lambang dari simbol status
bangsawan
14. Siranindi/setawar dingin sebagai simbol agar anak yang bakal lahir tetap tenang dan
berkembang biak melalui akar, suatu simbol perkembangbiakan begitu cepat tanpa
mengalami kesulitan.
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa simbol dan makna dalam upacara Nosemparaka
Manu itu sangat penting bagi ibu hamil yang telah melaksanakannya dan menjadi kegiatan
mereka pada saat ibu hamil, usia kandungannya berumur tujuh bulan. Adapun penjelasan lain
tentang simbol dan makna pada upacara tersebut sebagai mana diungkapkan oleh salah satu
“saya sebagai orang tua adat di sini simbol makna alat dan bahan dari pelaksanaan
upacara adat Nosemparaka Manu itu utamanya piring adat karena piring adat tersebut
sebagai simbol adat yang dilaksanakan apabila piring tersebut tidak ada maka
berpengaruh dengan ibu yang sedang hamil dan bayi yang akan dilahirkan nanti. Adapun
bahan-bahan sesajen yaitu, tujuh keping cucur, tujuh buang pisang, tujuh keping sagu,
tujuh biji rica kecil, dan nasi pulut, itu sebagai bahan sesajian yang akan dibacakan
Peernyataan diatas ditambahkan oleh Ibu Munawarni (45 tahun) sebagai berikut :
“saya mengetahui tentang upacara adat tersebut apabila pelaksanaan adat tersebut
dilaksanakan, sebelumnya upacara adat dimulai maka terlebih dahulu sebahagian sesajian
digantung di pintu, misalnya Pisang Raja satu sisir, Ketupat tujuh buah, daging ayam
yang sudah di bagi oleh dukun (sando). Bahwa menurut saya dirumah tersebut
menandakan melaksanakan upacara adat Nosemparaka Manu”. (wawancara tanggal 24
Juni 2014).
Seperti yang telah diungkapkan oleh dua informan diatas, bahwa dalam pelaksanaan
upacara “Nosemparaka Manu” terdapat berbagai macam peralatan dan kebutuhan yang
digunakan tentunya hal tersebut mempunyai masing-masing arti dalam pelaksanaannya. Adapun
bahan-bahan yang harus digunakan dalam pelaksanaan upacara Nosemparaka Manu harus
berangka ganjil tidak boleh berangka genap. Seperti penjelasan dari ibu Rena (40 tahun) yaitu.
“menurut aku ane bahan-bahan nigunakan novia upacara Nosemparaka Manu hei salah
satu ruamai ada nggauluna yang haru ralaksanakan dan bahan hei nigunakan harus
berangka naganjil rai mamalah genap, sadangka upcara topombovotai harus berjumlah
Artinya :
Manu merupakan salah satu adat terdahulu yang harus dipenuhi dan bahan berangka
ganjil tidak boleh genap, sedangkan untuk upacara kehamilan harus berjumlah tujuh
karena sesuai dengan usia kandungan ibu hamil”. (hasil wawancara tanggal 22 April
2016)
Dari penjelasan diatas dapat saya simpulkan bahwa upacara kehamilan mengenai bahan-bahan
yang digunakan setiap proses pelaksanaan harus berjumlah ganjil, tidak boleh berjumlah genap
karena berdampak negatif pada ibu hamil dan anaknya yang akan lahir nanti. Sedangkan untuk
upacara-upacara lain selain upacara kehamilan bahan-bahan yang digunakanpun harus berjumlah
angka ganjil.
V. PENUTUP
Untuk mengetahui seluruh rangkaian pembahasan dan uraian laporan ini, maka penting
untuk dikemukakan beberapa pokok pirikan yang merupakan kesimpulan dan saran yang
sekaligus merupakan rekomendasi untuk para pendukung kebudayaan lokal dan kepada berbagai
pihak yang berkompoten. Adapun kesimpulan dan saran yang di maksud adalah:
A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dan penelitian ini yaitu sebagai berikut :
merupakan salah satu tradisi adat yang harus dilaksanakan pada ibu hamil anak
pertama, apabila tidak dilaksanakan akan berakibat buruk kepada bayi yang akan
dilahirkan.
2. Bahwa dalam bentuk dan proses pelaksanaan upacara adat “Nosemparaka Manu”
yaitu diawali dengan pertemuan antara keluarga belah pihak laki-laki maupun pihak
keluarga dari pihak laki-laki maupun pihak perempaun untuk ikut pelaksanaan adat
Nosemparaka Manu.
3. Adapun simbol makna ssesajian serta alat-alat dan benda-benda yang digunakan
dalam pelaksanaan upacara ritual “Nosemparaka Manu” yang ada di Desa Womba
c. Doke dan kanjai atau tombak besi maknanya sebagai alat untuk berburu
rakyat.
rumah
h. Piring adat/suraya tava kelo sebagai wadah penyimpanan makanan dan sesajian.
i. Daun kepala hanyalah sebagai alat dekor yang dianggap paling indah pada zaman
k. Dupa, bermakna sebagai alat yang digunakan untuk berhubungan dengan para
l. Telur rebus yang sudah dikupas dalam bantaya, telur-telurt tersebut sudah dibelah,
dicampur dengan nasik masak, udang, kelapa, rica kecil, dan daging ayam yang
B. Rekomendasi
Sebagai implikasi dari kesimpulan diatas, disarankan beberapa hal sebagai berikut :
Penelitian ini merupakan salah satu upaya pengangkatan budaya tradisional etnis Kaili yang
berada di Provinsi Sulawesi Tengah, Upacara ritual “Nosemparaka Manu” adalah merpakan
sebuah kekayaan akan budaya yang dimiliki oleh warga Sulawesi Tengah khususnya dalam
bidang pariwisata. Untuk itu kiranya hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan acuan bagi
Kepada pemerintah daerah khususnya dinas kebudayaan dan pariwisata agar lebih
Sulawesi Tengah, besar harapan yang penulis sampaikan karena mengingat kebudayaan-
kebudayaan tradisional yang berada di wilayah kita masih sangat tertinggal oleh daerah-daelah
lain.
DAFTAR PUSATA
A. BUKU – BUKU
Achmad Fedyani. 2005, Antropologi Konteporer. Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma.
Edisi Peratama Cetakan I.
Agus, Bustanuddin, 2006. Agama dalam kehidupan manusia. Jakarta PT. Raja Grafindo.
Barth Fredrik. 1998, Kelompok Etnik dan batasannya, Penerbit Universitas Indonesia, UI
Makassar
Koentjaraningrat 1992, Beberapa Pokok Antropologi sosial, Jakarta PT. Dian Rakyat.
Meutia, F. Swasono, 1997, Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi Dalam Kontes
Budaya
Mustaqiem 2010, Jenis Upacara Adat Kaili Sulawesi Tengan, Tadulako University
Robert Chamber. 1987, Pembangunan Desa mulai dari belakang. Jakarta, Lp3es.
Soekidjo Soekanto. 2004, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta Jakarta.
BUKU DOKUMEN-DOKUMEN
1977, Adat Istiadat Daerah Sulawesi Tengah Proyek Penelitian dan Pencatatan Budaya
Daerah
Crhiset Victor, 2013, Peran Totua Nuada Dalam Ritual Adat Nokeso di Desa Tinggede
Kecamatan Marawola Kabupaten Sigi
Hastuti U. A. Nggio, 2014, Makna dan Simbol Dalam Upacara Monuni di Desa Batu
Rata. Kecamatan Paleleh Kabupaten Buol.
Lestariwati. 2012, Tradisi Lisan Karia Pada Masyarakat Muna di Sulawei Tenggara.
Ni Wayan Sumita, 2014, Mesangih dan Makna Ritual Bagi Orang Bali, di Desa Gunung
Sari Kecamatan Pasang Kayu.
B.
7.