Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Tradisi Tujuh Bulanan Pada Ibu Hamil


(Mitoni)

Guru Mapel : Ibu Yayik Indriyana, S.Sn

Disusun oleh :

Nama : Siti Fatimah


No : 30
Kelas : X UPW

SMK NEGERI 1 GONDANG


TAHUN AJARAN 2020 - 2021
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................. i


BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN .............................................................................. 3
A. Mitoni ............................................................................................ 3
B. Mitos .............................................................................................. 6
C. Hubungan Mitoni dengan Mitos...................................................... 7
BAB III. KESIMPULAN .............................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara kaya tradisi dan adat istiadat.


Berbagai macam tradisi hadir dari berbagai sudut daerah. Tradisi yang melekat
pada setiap daerah merupakan tradisi yang turun menurun dari nenek moyang,
salah satunya di daerah pulau Jawa. Daerah ini merupakan salah satu daerah
yang masih kaya akan tradisi dan budaya dari nenek moyang. Lahirnya suatu
tradisi biasanya berkaitan erat dengan peristiwa alam atau bencana yang terjadi.
Sebagian besar peristiwa tersebut akan dikaitkan dengan serangkaian ritual
tertentu. Ritual yang dilaksanakan tidak lepas dari berbagai simbol dan arti.
Bentuk kebudayaan sering diwujudkan berupa simbol-simbol, masyarakat Jawa
kaya akan sistem simbol tersebut. Sepanjang sejarah masyarakat Jawa, simbol
telah mewarnai tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan, dan religi. Sistem
simbol digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan. Salah satu tradisi
yang masih bertahan dimasyarakat hingga saat ini adalah tradisi mitoni.
Tradisi ini dilaksanakan pada ibu hamil pertama saat kandungan berusia 7
bulan. Mitoni merupakan ungkapan rasa syukur serta permohonan agar diberi
perlindungan dan keselamatan kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir.
Tradisi ini berkembang di daerah pulau jawa. Tradisi mitoni terdiri dari beberapa
rangkaian acara yang berbeda di setiap daerahnya. Namun sebagian besar daerah
memiliki kesamaan bentuk acara pada pelaksanaan mitoni, antara lain: membuat
rujak, siraman calon ibu, memasukkan telur ayam kampong, pantes-pantes,
membelah kelapa gading, dan selamatan. Waktu pelaksanaan acara mitoni
tergantung dari tuan rumah hajat. Biasannya pagi hari, sore atau malam hari.
Mitoni merupakan tradisi yang sudah cukup mendarah daging di kalangan
masyarakat, maka muncul suatu mitos yang menyatakan bahwa jika tidak
melakukan mitoni, maka dikhawatirka akan terjadi hal-hal buruk pada ibu hamil
dan jabang bayi. Mitos ini lahir karena tradisi mitoni merupakan tradisi yang

1
kental di masyarakat. Sebagian besar masyarakat akan melakukan mitoni saat
kehamilan pertama. Hal ini dapat memunculkan pertanyaan apakah ada
hubungan antara keselamatan ibu hamil dan bayi dalam tradisi mitoni?.
Berdasarkan pola pikir tersebut maka makalah ini akan memaparkan tentang
kebenaran mitos pada mitoni dan hubungannya dengan keselamatan bagi calon
ibu dan bayi dalam kandungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mitoni?
2. Mitos apa yang muncul pada tradisi mitoni?
3. Bagaimana mitos pada tradisi mitoni dapat dibuktikan secara ilmiah?

C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian mitoni
2. Mendeskripsikan mitos yang muncul pada tradisi mitoni
3. Menganalisis mitos pada tradisi mitoni dapat dibuktikan secara ilmiah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mitoni
Mitoni berasal dari Bahasa Jawa “pitu” yang artinya tujuh. Angka
tujuh ini dimaksudkan bahwa mitoni adalah ritual yang dilaksanakan pada
saat bayi menginjak usia tujuh bulan dalam kandungan (Adriana, 2011).
Selain mitoni, pada umumnya masyarakat juga menyebutnya sebagai
tingkeban. Tingkeb artinya tutup, sehingga tingkeban merupakan upacara
penutup selama kehamilan sampai bayi dilahirkan. Upacara tingkeban atau
mitoni adalah upacara yang diselenggarakan pada bulan ke tujuh masa
kehamilan dan hanya dilakukan terhadap anak yang dikandung sebagai anak
pertama bagi kedua orang tuanya. Hal ini tidak terlepas dari persepsi dan
keyakinan orang Jawa bahwa tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu yang
berarti pituduh (petunjuk), pitulung (pertolongan). Salah satu dari tujuan
dilakukannya acara tradisi mitoni yakni memohon pertolongan kepada Allah
(Nasir, 2016). Upacara ini diselenggarakan untuk memohon keselamatan,
baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan
(Prabawa, 2012).
Mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang sampai saat
ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Mitoni adalah upacara
yang dilakukan saat usia kandungan seorang ibu hamil berumur tujuh bulan.
Upacara tujuh bulan dalam masyarakat Jawa paling sering dilakukan di
kalangan masyarakat Jawa dibandingkan upacara kehamilan lainnya. Upacara
mitoni pada masa sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa baik
dilingkungan keraton maupun di lingkungan masyarakat biasa. (Yana, 2010).
Prosesi tata cara pelaksanaan mitoni pada setiap daerah berbeda-
beda, tergantung pelaksana dan pemangku adat yang ada di daerah tersebut.
Ada yang hanya menggunakan tradisi Jawa saja, ada yang hanya
mengundang orang agar dibacakan tujuh surat dalam al-Qur’an saja, dan ada
juga yang melaksanakan keduanya. Pada upacara mitoni terdapat beberapa
rangkaian acara seperti siraman, kenduri, pantes-pantes, pembacaan surat-

3
surat al-Qur’an dan lain sebagainya. Pada pelaksanaan acara ini dihadiri
oleh sanak keluarga, tetangga, para sesepuh serta tokoh agama (Nasir,
2016).
Menurut Fitroh (2014) Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini
dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai
tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial, dalam arti
mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan, serangkaian
upacara yang diselengggarakan pada ritual tingkeban secara garis besar
adalah sebagai berikut:
1. Membuat Rujak
Dalam tradisi Jawa membuat rujak dilakukan oleh ibu jabang bayi.
Jika bumbunya rasanya asin, biasanya jabang bayi lahir prempuan. Bila
tidak asin biasanya lahir laki-laki. Akan tetapi karena teknologi medis sudah
ada sedemikian canggih, sampai ditemukan USG empat dimensi. Jenis
kelamin bayi sudah dapat diketahui lebih dini.
2. Siraman calon ibu
Upacara siraman dilakukan oleh sesepuh atau keluarga dari pemilik
hajat sebanyak tujuh orang. Hal ini bertujuan untuk memohon doa restu,
supaya suci lahir dan batin. Calon ibu memakai kain 7 batik yang dililitkan
(kemben) pada tubuhnya. Dalam posisi duduk, calon ibu mula-mula
disirami oleh suaminya, lalu oleh orang tua dan keluarga lainnya. Maksud
upacara ini adalah untuk mencuci semua kotoran dan hal-hal negatif
lainnya.
3. Memasukkan telur ayam kampung
Setelah siraman, telur ayam kampung di masukkan ke dalam kain
si calon ibu oleh sang suami melalui dari atas perut lalu telur dilepas
sehingga pecah. Upacara ini dilakukan di tempat siraman sebagai simbol
harapan agar bayi lahir dengan lancar dan selamat.
4. Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 kali
Upacara pantes-pantes adalah upacara ganti busana yang dilakukan
dengan tujuh jenis kain batik yang berbeda. Motif kain batik dan kemben

4
yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan si bayi kelak
memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain. Fungsi dan
tujuan busana pada mitoni berkaitan dengan pengharapan, dan keselamatan
lahirnya bayi ( Nurcahyanti, 2010). Kain dan kebaya yang pertama sampai
yang ke enam merupakan busana yang menunjukkan kemewahan dan
kebesaran. Ibu-ibu yang hadir saat ditanya apakah si calon ibu pantas
menggunakan busana-busana tersebut memberikan jawaban : “dereng
Pantes” (belum pantas). Setelah dipakaikan busana ke tujuh yang berupa
kain lurik dengan motif sederhana, yaitu Lasem, baru ibu-ibu yang hadir
menjawab : “pantes” (pantas). Ini melambangkan, doa agar si bayi nantinya
menjadi orang yang sederhana. Angka 7 melambangkan 7 lubang tubuh (2
di mata, 2 di telinga, 1 hidung, 1 di mulut, dan 1 di alat kelamin), yang harus
selalu dijaga kesucian dan kebersihannya. Ada pengertian lain dari angka 7
ini disebut keratabasa. Angka 7, dalam bahasa jawa disebut pitu, keratabasa
dari pitu-lungan (pertolongan). Motif kain dan kemben yang akan di pakai
yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-
kebaikan yang tersirat dalam lambung kain:
a. Sidoluhur : Maknanya agar anak menjadi orang yang sopan
dan berbudi pekerti luhur.
b. Sidomukti : Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi
orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena
kewibawaannya.
c. Truntum : Maknanya agar keluhuran budi orangtuanya
menurun (tumaruntum) pada sang bayi.
d. Wahyu tumurun : Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi
orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan selalu mendapat petunjuk dan perlindungan dari-Nya.
e. Udan riris : Maknanya agar anak dapat membuat situasi yang
menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang
bergaul dengannya.

5
f. Sido asih : Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi
orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai
sifat belas kasih.
g. Lasem : Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak
senantiasa bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa.
5. Membelah kelapa gading
Selanjutnya dua butir kelapa gading yang masing-masing telah
digambari Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, gambar tokoh wayang
melambangkan doa, agar nantinya si bayi jika laki-laki akan setampan Dewa
kamajaya dan jika wanita secantik Dewi Ratih. Kedua dewa dan dewi ini
merupakan lambang kasih sayang sejati. Oleh si calon ibu, kedua butir kelapa
diserahkan pada suaminya (calon bapak), yang akan membelah kedua butir
kelapa gading menjadi dua bagian dengan bendo. Ini melambangkan, bahwa
jenis kelamin apapun, nantinya, terserah pada kekuasaan Allah.
6. Selamatan
Selamatan dilaksanakan pada malam hari setelah melalui beberapa
ritual yang disebutkan diatas. Terkadang sebagian masyarakat
menggabungkan acara selama Bentuk selamatan disini tuan rumah
mengundang para warga khususnya para Bapak Kyai atau Ustadz untuk
datang kerumah pada jam yang telah ditentukan. Beberapa surat yang
sering dipilih dalam pembacaan Al-Qur’an pada acara mitoni antara lain
surat Yusuf, Luqman, Maryam, Yasin, Al-Wa’qiah, Ar-Rahman, Al-Mulk,
Toha dan An-Nur. Surat-surat yang dipilih tidak terlepas dari makna dan
harapan-harapan kepada bayi yang akan dilahirkan kelak. Misalnya surat
Yusuf, pembacaan surat ini diharapkan bahwa anak yang kelak lahir adalah
anak yang tampan dan memiliki sifat-sifat baik seperti Nabi Yusuf,
pembacaan Surat Maryam bertujuan agar bayi yang dilahirkan jika
perempuan akan menjadi wanita suci dan solihah, begitu juga dengan surat-
surat lainnya.

6
B. Mitos
Menurut Murniatmo (2000), tingkeban adalah upacara yang diadakan
untuk keselamatan seorang perempuan yang pertama kali mengandung beserta
anak yang dikanduungnya. Upacara ini diadakan pada saat kandungan berumur
tujuh bulan sehingga disebut juga sebagai upacara mitoni. Sementara bagi orang
Jawa, upacara tingkeban atau mitoni merupakan upacara terpenting di antara
upacara lain yang berhubungan dengan kehamilan. Mereka beranggapan jika tidak
melakukan upacara ini akan timbul akibat yang tidak diharapkan bagi keselamatan
ibu dan anak yang akan dilahirkannya. Untuk melaksanakan upacara tingkeban
atau mitoni telah ada ketentuannya. Adapun ketentuan tanggal untuk
melaksanakan upacara mitoni yaitu tanggal ganjil menurut perhitungan Jawa dan
tanggal-tanggal sebelum bulan purnama.
Upacara mitoni merupkan upacara peralihan yang dipercaya sebagai
sarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi yang menunjukkan
bahwa upacara-upacara itu merupakan penghayatan unsur-unsur kepercayaan
lama. Selain sebagai penghayatan unsur-unsur kepercayaan lama, dalam upacara
mitoni juga terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat
istiadat yang secara turun temurun dan dilestarikan oleh kelompok sosialnya.
Mengabaikan adat istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi
keluarga yang bersangkutan di mata kelompok sosial masyarakatnya ( Yana,
2010).

C. Hubungan Mitoni dengan Mitos


Pada tradisi mitoni muncul mitos bahwa jika tradisi nenek moyang ini
tidak dilaksanakan maka dikhawatirkan akan timbul akibat yang tidak diharapkan
terhadap keselamatan bayi dan ibunya. Kepercayaan yang cukup kuat tentang
mitos ini mendorong masyarakat Jawa tetap melestarikan tradisi mitoni demi
menghindari akibat buruk yang akan terjadi. Sebenarnya mitos mengenai
keselamatan bayi dalam kandungan yang tersebar dalam tradisi mitoni ini ada
kaitannya dengan salah satu rangkaian acara mitoni yaitu membaca atau
mendengarkan ayat suci al-Qur’an. Masuknya bacaan al-Qur’an dalam tradisi

7
mitoni mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya. Budaya lama merupakan
budaya Jawa yang dimasuki oleh budaya baru yakni Islam. Unsur-unsur Islam
yang masuk dalam tradisi mitoni berupa pembacaan surat-surat tertentu pada saat
upacara mitoni. Sedangkan unsur budaya Jawa masih tetap dilaksanakan.
Udara dan air berdifusi bebas menembus plasenta, tetapi bagaimana
mekanismenya belum diketahui. Pada fase prenatal terjadi pertumbuhan yang
penting di dalam rahim ibu. Suasana kesehatan dan kejiwaan ibu sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam rahimnya.
Rangsangan yang diberikan ibu kepada anaknya dalam rahim sangat penting bagi
perkembangan selanjutnya. Ibu sebaiknya mengaktifkan komunikasi dengan anak
sejak dalam rahim. Memasuki bulan keenam dan ketujuh masa kehamilan, bayi
mulai mendengar suara-suara seperti detak jantung ibu, suara usus dan paru-paru,
dan juga suara lain di luar rahim. Semua itu didengarkan melalui getaran ketuban
yang ada dalam rahim.
Menurut penelitian Surilena menyatakan bahwa stimulus bunyi dari
lingkungan yang tersedia melalui pendengaran mempunyai presentase cukup
tinggi, dan buktinya jelas bahwa dari kira-kira 18 minggu masa perkembangan
dalam Rahim, musik memainkan peran sangat penting dalam proses pembentukan
sinaps di otak seorang anak. Begitu anak lahir dan tumbuh menjadi besar, musik
akan terus menyempurnakan fisiologisnya, kecerdasannya, juga perilakunya.
Selain musik, Al-Qur’an juga memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan
kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam
seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut
penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat
al-Qur’an menunjukkan respon tersenyum dan menjadi lebih tenang. Ada banyak
kemuliaan dan kebaikan yang ada dalam al-Qur’an. Salah satunya adalah al-
Qur’an dapat merangsang perkembangan otak anak dan meningkatkan
intelegensinya.
Setiap suara atau sumber bunyi memiliki frekuensi dan panjang
gelombang tertentu. Nah, ternyata, bacaan al-Qur’an yang dibaca dengan tartil
yang bagus dan sesuai dengan tajwid memiliki frekuensi dan panjang gelombang

8
yang mampu mempengaruhi otak secara positif dan mengembalikan
keseimbangan dalam tubuh. Al-Qur’an memiliki efek yang sangat baik untuk
tubuh, seperti: memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas,
meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi,
menyembuhkan berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan
ketegangan saraf otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat
kepribadian, meningkatkan kemampuan berbahasa dan sebagainya. Hal ini
dikarenakan frekuensi gelombang bacaan al-Qur`an memiliki kemampuan untuk
memprogram ulang sel-sel otak, meningkatkan kemampuan, serta
menyeimbangkannya (Kusrinah, 2013).
Otak telah tumbuh jauh sebelum bayi lahir. la telah mulai bekerja yang
hasilnya merupakan benih penginderaan berdasarkan prioritas. Umumnya
pendengaran lebih dulu. Jadi, selama masa itu penting sekali untuk selalu
menghadirkan lingkungan kondusif dan baik bagi perkembangan otaknya. Dalam
musik terkandung komposisi not balok secara kompleks dan harmonis, yang
secara psikologis merupakan jembatan otak kiri dan otak kanan, yang output-nya
berupa peningkatan daya tangkap/konsentrasi. Ternyata al-Qur’an pun demikian,
malah lebih baik. Ketika diperdengarkan dengan tepat dan benar, dalam artian
sesuai tajwid dan makhraj, al-Qur’an mampu merangsang syaraf-syaraf otak pada
anak. Kita semua tahu, neuron pada otak bayi yang baru lahir itu umumnya seperti
“disket kosong siap pakai”. Artinya, siap dianyam menjadi jalinan akal melalui
masukan berbagai fenomena dari kehidupannya. Kemudian akan terciptalah
sirkuit dengan wawasan tertentu. Istilah populernya “intelektual”. Sedangkan
anyaman tersebut akan semakin mudah terbentuk pada waktu dini. Neuron yang
telah teranyam di antaranya untuk mengatur faktor yang menunjang kehidupan
dasar seperti detak jantung dan bernapas. Sementara neuron lain menanti untuk
dianyam, sehingga bisa membantu anak menerjemahkan dan bereaksi terhadap
dunia luar.
Menurut penelitian Yasmin dalam Fatmawati (2013) tentang kehamilan di
atas 30 minggu yaitu bayi dalam kandungan telah dapat mendengar suara dari luar
dirinya. Bayi yang sedang berkembang mendengar bunyi saluran pencernaan yang

9
bising dan denyut jantung ibu. Janin mendengar suara ibunya juga, tetapi tidak
dapat mendengar suara dengan intonasi tinggi. Dia juga mengemukakan bahwa
denyut jantung janin meningkat dalam berespon terhadap intonasi suara yang
didengar melalui abdomen ibunya, sehingga bayi baru lahir ditemukan lebih
menyukai suara ibunya daripada suara orang asing. Fatmawati (2013) menyatakan
bahwa denyut jantung janin akan sangat terpengaruhi oleh intonasi suara yang
lembut atau mirip dengan suara ibu ini akan membuat suasana menjadi tenang dan
denyut jantung janin relatif stabil. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
peningkatan denyut jantung janin saat diberi stimulasi musik klasik lebih besar
dibandingkan dengan murotal. Stimulasi murotal akan mempengaruhi denyut
jantung menjadi lebih stabil dibandingkan dengan musik klasik.
Dr. Al Qadhi melalui penelitiannya di Klinik Besar Florida Amerika
Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan murotal, dengan
ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan
darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik.
Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan bahwa bacaan murotal berpengaruh besar
hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.

10
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan pembahasan kebenaran mitos
dalam tradisi mitoni adalah sebagai berikut:
1. Mitoni berasal dari Bahasa Jawa “pitu” yang artinya tujuh. Angka tujuh ini
dimaksudkan bahwa mitoni adalah ritual yang dilaksanakan pada saat bayi
menginjak usia tujuh bulan dalam kandungan. Kata bilangan itu kemudian dipakai
oleh orang Jawa sebagai simbol yang mewakili kata kerja. Pitu menjadi
pitulungan, bermakna mohon berkat pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Upacara
ini diselenggarakan untuk memohon keselamatan, baik bagi ibu yang
mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan
2. Mitos yang tersebar di masyarakat dalam tradisi mitoni yaitu masyarakat
beranggapan bahwa jika tidak melakukan upacara mitoni akan timbul akibat yang
tidak diharapkan bagi keselamatan ibu dan anak yang akan dilahirkannya. Selain
itu, jika masyarakat mengabaikan adat istiadat setempat maka akan
mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan di mata
kelompok sosial masyarakatnya
3. Upaya menjaga keselamatan calon ibu dan bayi dalam kandungan yang
diwujudkan melalui tradisi mitoni ini dapat dibuktikan secara ilmiah. Salah satu
rangkaian acara pada mitoni yaitu selametan, merupakan upaya menjaga
keselamatan calon ibu dan bayi. Acara selametan merupakan kegiatan membaca
atau mendengarkan ayat suci Al-Qur’an. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi bayi
dalam kandungan, mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an dengan tartil dan
makhroj huruf yang benar memiliki efek yang sangat baik untuk tubuh, seperti:
memberikan efek menenangkan, meningkatkan kreativitas, meningkatkan
kekebalan tubuh, meningkatkan kemampuan konsentrasi, menyembuhkan
berbagai penyakit, menciptakan suasana damai dan meredakan ketegangan saraf
otak, meredakan kegelisahan, mengatasi rasa takut, memperkuat kepribadian,
meningkatkan kemampuan berbahasa dan sebagainya. Stimulasi lantunan ayat Al-
Qur’an juga mempengaruhi denyut jantung bayi menjadi lebih stabil dan

11
berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan
penyembuhan penyakit.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Tingkeban. Diakses pada 25 Juli 2021

Adriana, Iswah.(2011). Neloni, Mitoni atau Tingkeban. Jurnal Karsa 19(2):239-


247.

Murniatmo, gatot. 2000. Khazanah Budaya Lokal. Yogyakarta: Adicita Karya


Nusa

Nurcahyanti, Desy. (2010). Tafsir Tanda Penggunaan Busana dalam Upacara


Adat Mitoni Di Puro Mangkunagaran Surakarta. Jurnal Komunikasi
Massa 3 (2): 1-20

Surilena.-. Pengaruh Musik Klasik Pada Kecerdasan Anak. Online: Re-published


by www.klinikmedis.com. Diakses pada 25 Juli 2021

Yana, M. H. 2010. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta:


Absolut

https://www.merdeka.com/jateng/mengenal-tingkeban-upacara-adat-jawa-
rayakan-kehamilan-anak-pertama.html. Diakses pada 25 Juli 2021

13

Anda mungkin juga menyukai