Anda di halaman 1dari 8

UANG PANAI

 PRO

Uang Panai’ adalah sejumlah uang yang diberikan oleh seorang mempelai laki-laki
kepada seorang mempelai perempuan sebagai uang adat yang dapat digunakan untuk keperluan
pernikahan. Uang Panai’ dapat diartikan sebagai uang adat dan bukan merupakan Mahar, karena
kedudukan uang panai’ bukanlah sebagi rukun dalam pernikahan tetapi merupakan syarat yang
harus dipenuhi oleh setiap calon mempelai lakilaki (dan keluarganya) dalam budaya masyarakat
Bugis-Makassar dan diberlakukan secara turun-temurun.

Terkait dengan budaya uang panai' untuk menikahi wanita Bugis- Makassar, jika jumlah
uang naik yang diminta mampu dipenuhi oleh calon mempelai pria, hal tersebut akan menjadi
prestise (kehormatan) bagi pihak keluarga perempuan. Kehormatan yang dimaksudakan disini
adalah rasa penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada wanita yang
ingin dinikahinya dengan memberikan pesta yang megah untuk pernikahannya melalui uang
panai' tersebut.

Uang panai adalah bukanlah mahar, melainkan sejumlah uang adat yang diberikan oleh
calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang merupakan bentuk penghargaan dan
realitas penghormatan terhadap norma dan strata sosial. Uang panai’ adalah sebagai uang adat
namun sudah dianggap sebagai kewajiban dengan jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak
atau keluarga. Hal ini menjadi sebuah bentuk pertahanan harga diri seorang laki-laki dengan
jumlah nominal uang yang terbilang tidak sedikit yang kemudian dikenal dengan istilah siri’.

Uang panai ini menjadi sebuah tanggung jawab seorang laki-laki untuk dapat meminang
anak gadis seseorang, dan menjadi lebih terhormat kedudukan seorang wanita dimata
masyarakat, dari pada mereka harus melakukan kawin lari yang membuat mereka harus
menanggung malu dan keluar dari keluarga karena tidak mampu memberikan uang panai sesuai
dengan permintaan keluarga pihak calon perempuan. Budaya malu (siri’) bagi masyarakat Bugis-
Makassar menjadi sesuatu yang sangat sakral bagi mereka dalam menjalankan sebuah
kehidupan, ketika siri’ itu sudah tidak ada, maka mereka sudah tidak akan dianggap oleh
masyarakat sekitarnya, bahkan dapat diacuhkan oleh masyakat sekitar. Begitu besar pandangan
seserorang terhadap tradisi pernikahan, sehingga dapat menjauhkan mereka dari budaya siri’
yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis-Makassar.

Jumlah nominal uang panai’ untuk menikahi wanita bugis-makassar ini kemudian
dipersepsikan sebagian orang yang kurang paham sebagai "harga anak perempuan" atau bahkan
dipersepsikan sebagai perilaku "menjual anak perempuan". Bagaimanapun persepsi merupakan
gambaran yang bergantung dari pengalaman sebelumnya.bagi pria daerah lain yang
membutuhkan modal yang tidak begitu banyak untuk pernikahan seperti pria jawa, sangat wajar
jika mempersepsikan uang panaik' sebagai harga seorang anak perempuan Makassar karena pada
daerah asalnya tidak demikian banyakanya. Begitupun dengan individu yang menganggap
kemegahan pernikahan bukanlah jaminan sejahteranya kehidupan rumah tangga kedepan.

 KONTRA
Yang kita ketahui bahwa uang panai bukan termasuk mahar. Pada akhirnya, tradisi uang
panai dalam masyarakat modern kota Makassar akan selalu menjadi sebuah ajang
pengukuhan kedudukan dan gengsi semata. Tuntutan gaya hidup glamor dan modern
menjadi pemicu yang kuat dalam penentuan besarnya jumlah uang panai. Selain itu kita
juga bisa melihat bahwa uang panai tidak menjamin sebuah kebagiaan dari pernikahan itu
sendiri. Jumlah nominal uang panai untuk menikahi wanita bugis-makassar merupakan
sebuah bentuk “harga anak perempuan” atau bahkan harus dipersepsikan sebagai pelaku
menjual anak.
 Sejalan dengan yang dikatakan agung wirawan seorang dosen UMM mengatakan bahwa
“pemberian mahar dlm islam adalah wajib. Namun, tingkat mahar yang paling tinggi
adalah emas, rumah dan tanah. Dari sini kita mengambil kesimpulan bahwa uang panai
walaupun tidak ada pernikahan tetap bisa berlangsung.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah bersabda yang diriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir
Radhiallaahu anhu ,

“Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah. Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan redaksi
“Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah”. Dan oleh Imam Muslim dengan lafazh yang
serupa dan di sahihkan oleh Imam Hakim dengan lafaz tersebut di atas..”

1. Sejalan dengan yang dikatakan immanuel Kant (1724-1804), seorang filosof


berkebangsaan Jerman, manusia bukan sarana, melainkan tujuan an sich (pada dirinya
sendiri). Bahwa manusia bukan objek, ia adalah subjek berpikir dan berotonomi atas
dirinya sendiri.

 LANGKAH SOLUTIF
Permasalahan yang disebabkan oleh tradisi uang panai suku Bugis-Masyarakat bukanlah
masalah kecil. Tradisi tersebut bahkan dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan
antar masyarakat daerah setempat bahkan dengan masyarakat luar. Maka dari itu,
pemecahan masalah bagi permasalahan ini sangat dibutuhkan. Permasalahan budaya
sangat erat kaitannya dengan hukum relativisme budaya. Relativisme budaya adalah
sebuah aliran pemikiran dalam kebudayaan yang menolak adanya suatu klaim legitimatif
yang menentukan cita rasa, aktivitas, ketertarikan dan norma-norma yang berlaku secara
universal. Dalam kata lain, tidak selamanya budaya yang dianggap buruk itu adalah
buruk, dan budaya yang dianggap benar itu adalah benar. Tidak satupun komunitas
masyarakat yang berhak mengklaim budayanya lebih unggul dibanding yang lain. Abdala
(2008) menyatakan bahwa relativisme budaya adalah paham bahwa semua budaya baik;
tidak ada budaya yang dianggap superior, sementara yang lain inferior; budaya adalah
hasil dari kesepakatan sosial (social construction).
Berdasarkan uraian di atas, solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan atas tradisi tersebut dapat dilakukan sesuai perspektif relativisme
kultural(budaya). Setiap individu tidak boleh memandang sebelah mata budaya lain
meskipun budaya lain tersebut tidak sesuai dengan budaya yang kita anut. Masyarakat
Bugis-Makassar sendiri mengatasi permasalahan yang terkait dengan uang panai tersebut
juga dengan menggunakan konsep relativisme budaya, mencoba menghargai kebudayaan
masing-masing dengan cara mengurangi tuntutan masing-masing sehingga menemukan
satu kesepakatakn bersama. Cara yang dilakukan biasanya melibatkan orang ketiga yang
dapat memaparkan tradisi uang panai itu yang sebenarnya. Setelah memperoleh
penjelasan yang akurat mengenia tradisi uang panai, atas persetujuan kedua belah pihak
calon mempelai, pihak lelaki biasanya diperbolehkan menikahi gadis Bugis-Makassar
tersebut dengan cara tetap membayar uang panai namun dengan tingkat harga yang lebih
rendah dari yang ditetapkan di awal. Selain itu, pesta pernikahan juga tetap akan harus
dilangsungkan menurut tradisi Bugis-Makassar namun diselenggarakan dengan lebih
sederhana.

 PERAN PEREMPUAN DITENGAH PANDEMI COVID-19


Perempuan pada umumya dikenal dengan sosok yang lemah lembut, mengutamakan
perasaan, pandai bersolek, atau yang lebih familiar dengan istilah 3M yakni masak,
macak, dan manak atau dapur, kasur, dan sumur. Namun dewasa ini istilah-istilah
tersebut haruslah lebih dicermati dan bahkan dihapus dari muka bumi. Mengapa
demikian? perlu kiranya kita memahami perempuan dari segi biologis, dan segi ideologi.
Perempuan memiliki kodrat untuk menstruasi, melahirkan, dan menyusui itulah beberapa
contoh riil perempuan dari segi biologisnya.

Tidak bisa dimungkiri bahwa melahirkan adalah tugas seorang perempuan yakni ibu.
Tugas tersebut tidak bisa dilimpahkan kepada laki-laki karena itu sudah menjadi suratan
illahi, hukum alam, pokok’e wis takdir. Namun, di samping sisi biologisnya perempuan
memiliki peran dalam sisi ideologisnya. Perempuan harus memiliki andil terhadap dunia
dan sosialnya. Tidak hanya pandai bersolek saja namun perempuan harus melek sosial,
artinya perempuan tidak boleh hanya terkungkung dalam dunianya saja hingga tak dapat
menyuarakan realita di sekitarnya.

Seperti saat ini, masyarakat sedang dihadapkan dengan musibah virus covid-19, dengan
ditetapkannya oleh WHO (World Health Organization) sebagai pandemi semenjak
tanggal 11 Maret 2020. Hal ini sangat berpengaruh pada perekonomian, sosial budaya,
keagamaan, dan lain sebagainya. Di Indonesia, kasus covid-19 menembus hampir 6.000
lebih pasien positif covid-19 yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Tidak dapat
dipungkiri jika hal ini meresahkan masyarakat dan berdampak pada aktifitas kehidupan
masyarakat, salah satuya pada perempuan.

Berbagai kebijakan pemerintah mengenai pembatasan fisik sebagai upaya untuk


menanggulangi kasus pandemi virus covid-19 di masyarakat, menetapkan berbagai
kebijakan seperti Work From Home (WFH), Study From Home (SWH), sampai dengan
Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB). Salah satu yang terjangkit dampak physical
distancing adalah perempuan. Segala aktifitas keseharian yang semula dilaksanakan
dengan leluasa kini harus dibatasi bahkan tidak dilaksanakan sama sekali. Kini, masalah
yang paling kursial saat ini berasal dari perut, segala usaha dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan perut manusia, bahkan tidak jarang perempuan pun mengupayakan untuk
membantu beban laki-laki. Belum lagi bagi perempuan yang memiliki beban kerja ganda
(double bourden). Satu, perempuan harus menyelesaikan pekerjaan utamanya, kedua
mendampingi anak belajar, ketiga mengurus pekerjaan rumah dan sebagainya.

Dalam hal perekonomian, tentunya memiliki dampak seperti krisis bahan pangan yang
sangat signifikan, karena physical distancing akan mengurangi produksi pangan. Bagi
perusahaan mikro maupun makro akan mengalami penurunan yang disebabkan oleh in
come dan out come yang sedikit. Tidak hanya perekonomian saja yang terjangkit dampak
dari physical distancing, sosial budaya di masyarakat juga mengalami kekacauan seperti,
tidak diperbolehkannya kegiatan yang mengundang banyak massa atau kerumunan.
Dilihat dari kultur masyarakat Indonesia yang heterogen dan berbudaya, sangat sulit
untuk tidak melakukan hal tersebut seperti budaya Nyadran, Jaipongan, Merti dusun,
Jaranan, dan lain sebagainya, kini harus ditinggalkan sementara karena pandemi virus
covid-19. Dalam urusan keagamaan seperti tidak diadakannya sholat jumat, tarawih,
tahlilan, pengajian umum dan sebagainya, tentunya mengurangi esensi dari kegiatan
beragama. Itu semua dilaksanakan untuk menanggulangi wabah pandemi covid-19.

Apa yang Bisa Dilakukan Perempuan?

Angka penyebaran kasus positif covid-19 yang semakin tinggi, perempuan harus
mengambil peran untuk mengurangi serta mencegah adanya korban. Banyak kegiatan
positif, produktif, dan bernilai ekonomis yang dapat dilakukan. Seperti yang dituturkan
oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi bahwa, “perempuan punya peran penting
dalam pandemi virus covid-19”. Peran perempuan menjadi signifikan dengan adanya
kebijakan pemerintah yakni Work From Home (WFH) dan Study From Home (SWH),
perempuan menjadi peran utama dalam mendidik serta mengambil langkah preventif
untuk menekan penyebaran virus covid-19 di lingkungan keluarga. Dalam kondisi
pandemi seperti sekarang ini, menguatkan, saling mendukung dan memberdayakan
penting dilakukan. Hal ini menjadi penting bagi dunia internasional untuk mendukung
dan memberdayakan perempuan untuk menjadi bagian dari solusi melawan pandemi
covid-19.

Banyak aktivitas positif, produktif, dan bernilai ekonomis yang sebenarnya dapat
dilakukan perempuan. Di era yang semakin berkembang ini, pemanfaatan teknologi juga
dapat menjadi salah satu solusi melawan pandemi covid-19. Menjadikan meida sosial
(baca: aplikasi WhatsApp, Instagram, Twitter, Youtube, dan lain sebagainya) untuk
menambah produktifitas serta pendapatan seperti layanan belanja online. Bagi para
aktivis perempuan, dalam masa physical distancing dapat mengurangi gerak dan menjadi
tantangan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Namun, perempuan harus mampu
menjadikan pandemi ini sebagai kesempatan dan peluang yang dapat dikerjakan
meskipun harus “di rumah saja”, seperti menulis jurnal, artikel, berita, cerpen, puisi, dan
sebagainya. Produktivitas harus selalu dilaksanakan apapun jenisnya. Saatnya kini
perempuan berdaya harus bangkit dan menjemput peluang walaupun di tengah pandemi
covid-19.

Perempuan memiliki peran dalam part of solutions sebagai upaya memerangi pandemi
covid-19. Selain upaya preventif yang dilaksanakan, tidak seidikit perempuan yang
melaksanakan langkah represif. Seperti data dari UNFPA (Organisasi Kependudukan
PBB), dan UN Women tentang peran perempuan dalam melawan covid-19 sangat
signfikan. 70 persen tenaga medis global adalah perempuan. Artinya, perempuan berada
di garda terdepan dalam penanaganan virus covid-19. Selain itu, jumlah pelaku UMKM
perempuan di Indonesia mencapai angka 37 juta, sekitar 64 persen dari total UMKM di
Indonesia dan 60 persen UMKM Indonesia yang memproduksi fasilitas kesehatan seperti
hand sanitizer, baju hazmat (APD), dan masker dimiliki oleh pengusaha perempuan. Hal
ini menjadi bukti bahwa perempuan memiliki peran yang penting dalam melawan
pandemi virus covid-19.

Peringatan Hari Kartini tahun ini menjadi tantangan bagi setiap perempuan untuk
bergerak secara luas. Tidak memenjarakan pikiran dan kreatifitasnya untuk dirinya
sendiri. Perempuan harus berperan dalam segala situasi dan kondisi tidak terkecuali
dalam masa pandemi covid-19 seperti sekarang ini. Produktifitas harus selalu
dikembangkan apapun jenisnya. Saatnya kini perempuan berdaya harus bangkit dan
menjemput peluang walaupun di tengah pandemi covid-19. Selamat Hari Karini Bagi
Semua Perempuan Hebat di Indonesia.

 PEREMPUAN DIBIDANG PENDIDIKAN


Pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan pembangunan karena keberhasilan
pembangunan merupakan kontribusi pendidikan yang berkualitas termasuk didalamnya
kesetaraan gender dalam
pendidikan. Ketidaksetaraan pada sector pendidikan telah menjadi faktor utama yang
paling berpengaruh terhadap ketidaksetaraan gender secara menyeluruh. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan Suryadi & Idris (2004) latar belakang pendidikan yang belum
setara antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor penyebab ketidaksetaraan gender
dalam semua sektor seperti lapangan pekerjaan, jabatan, peran di masyarakat, sampai
pada masalah menyuarakan pendapat.
UUD 1945 mengamanatkan, bahwa lakilaki dan perempuan mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dalam pembangunan, termasuk pembangunan di bidang
pendidikan.
Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
yang memuat pasal-pasal yang mendukung kesetaraan pendidikan yang menjamin hak
perempuan untuk memperoleh pendidikan, dalam pasal 48: “wanita berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan”. Pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa sistem pendidikan harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pendidikan yang rendah pada perempuan
sangat berpengaruh pada akses terhadap sumber-sumber produksi di mana mereka lebih
banyak terkonsentrasi pada pekerjaan informal yang berupah rendah. Selain itu pengaruh
pendidikan memperlihatkan kecenderungan semakin rendah tingkat pendidikan semakin
besar ketidaksetaraan gender dalam sistem pengupahan (Suryadi & Idris, 2004).
Selanjutnya menurut Suryadi (2001) rendahnya tingkat pendidikan penduduk perempuan
akan menyebabkan perempuan belum bisa berperan lebih besar dalam pembangunan.
Peningkatan taraf pendidikan dan hilangnya diskriminasi gender dapat
memberikan ruang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan dan ikut
menentukan kebijakan dibidang ekonomi, sosial dan politik (Suryadi, 2001). Semakin
tinggi tingkat pendidikan perempuan diharapkan akan semakin tinggi pula kualitas
sumber daya manusia. Perempuan yang berpendidikan tinggi mampu membuat
keluarganya lebih sehat dan memberikan pendidikan yang lebih bermutu pada anaknya.
Selain itu perempuan berpendidikan tinggi.
Dari empat bab yang ada dalam buku ”Pendidikan Kaum Tertindas” dapat
disimpulkan bahwa pemikiran Paulo Freire mengenai pendidikan yang terjadi menurut
pengamatannya adalah pendidikan yang menindas, dimana pendidik dalam hal ini guru
bertindak layaknya seorang penindas. Murid pun secara sadar menjadikan dirinya sebagai
orang yang tertindas. Semua itu tidak lepas dari lingkaran sesat yang awalnya telah
dimulai dan agaknya sulit untuk diputus, dimana orang-orang yang dulunya tertindas
akan berbalik menjadi penindas, bukannya mengubah kontradiksi yang terjadi, tetapi
malah melestarikannya.
 PEREMPUAN DALAM BIDANG POLITIK

Perempuan berpolitik praktis dan mencalonkan diri menjadi bagian dari anggota legislative.
Kuota 30% bagi perempuan menjadi awal yang baik dan ini memberikan ruang bagi
perempuan untuk ikut berproses dalam kepolitikan Indonesia dan tentu saja perempuan
mampu memperjuangkan isu-isu keperempuanan. Hadirnya perempuan dalam perlemen
diharapkan dapat menghasilkan undang-undang yang berpihak pada perempuan dan anak.
Selain untuk kepentingan perempuan sendiri kontribusi apa yang diberikan perempuan ke
masyarakat lewat perlemen?. Kita yakin sesungguhnya perempuan lebih memahami aspirasi
perempuan tapi kuota 30% ini baru langkah awal ada beberapa tantangan dan pekerjaan besar
yang harus diperjuangkan. Harus mrningkatkan kualitas, kapasitas memperluas jaringan
dengan membangun kedudukan dengan masyarakat.

Di negara Indonesia budaya patriarki masih tetap berjalan meskipun sedikit demi sedikit
budaya tersebut terkikis karena perkembangan zaman yang semakin modern (modernisasi).
Banyak kaum perempuan yang berani mengekspresikan pendapatnya di ruang publik. Dalam
undang-undang secara jelas dituliskan bahwa setiap warga negara berhak dalam
menyampaikan pendapatnya, baik laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dalam Undang-
Undang Dasar 1945, Pasal 281 (2) menyebutkan “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan
yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.” Untuk mewujudkan hal ini, pemerintah
membreakdown-nya kedalam undang-undang, sebagaimana dalam mandat Undang Undang
No. 7 Tahum 1984, bahwa pemerintah berkewajiban memenuhi serta melindungi hak-hak
yang melekat pada peremppuan baik sebagai individu maupun kelompok. Tidak hanya dalam
pendidikan saja, akan tetapi perempuan juga berperan penting dalam membangun Negara
melalui politik praktis, sebagaimana diatur dalam undangundang maupun peraturan
perundang-undangan. Misal, dalam keterwalikan perempuan yang diatur dalam UU no. 2
tahun 2008, dalam UU tersebut dituliskan bahwa partai politik harus menyertakan perempuan
minimal 30% dalam pengurusan ataupun pendiriannya. Akan tetapi, praktek yang terjadi di
lapangan keterlibatan perempuan dalam politik bukanlah hal yang mudah. Pada kenyataan
kuota 30% yang tertulis dalam undangundang tidak dapat terpenuhi, pemenuhan-pemenuhan
kuota dalam partai politik hanya sebatas formalisasi, karena jika kuota tersebut tidak
terpenuhi maka KPU akan menyatakan partai politik tidak memenuhi syarat, sehingga partai
politik tersebut tidak dapat berkompetisi dalam pemilihan umum. Ini membuktikan adanya
tidak kesesuaian ntara legalitas dan realitas, banyak faktor yang menjadi penghambat dan
menyebabkan peran perempuan tidak maksimal. Keterbatasan akses merupakan salah satu
kesulitan bagi perempuan untuk menunjukkan bahwasannya kepentingan perempuan tidak
sepenuhnya dapat terakomodir dalam sistem politik. Dalam anggota dewan, tidak hanya
dalam hal kuota dan kualitas, akan tetapi dalam hal tanggung jawab, perempuan tidak diberi
tanggung jawab yang signifikan. Kondisi tersebut adalah kendala untuk mengembangkan
organisasi perempuan dalam memformulasikan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan
kaum perempuan. Oleh karena itu perempuan perlu diberikan ruang untuk dapat
mengembangkan dirinya.

Anda mungkin juga menyukai