Mini Riset
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Desti Widiani,S.Pd.I., M.Pd.I.
Oleh :
Erika Chandra Nuria
NIM. 192111019
Kelas: HES 2A
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat
menyelesaikan karya mini riset ini sesuai waktu yang telah ditentukan. Tanpa
dorongan dan bantuan moral maupun fisik dari semua pihak, mini riset ini tidak bisa
terselesaikan. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Desti Widiani,S.Pd.I., M.Pd.I, selaku dosen mata kuliah Islam dan Budaya
Jawa, yang telah memberikan ilmu yang insyallah bermanfaat kepada peliti.
2. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada peneliti
untuk menyelesaikan mini riset ini.
Peneliti menyadari bahwa ada banyak kekurangan dalam penelitian mini riset ini.
Peneliti senantiasa membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun
sehingga penelitian ini menjadi lebih baik lagi. Semoga mini riset ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................1
I.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
I.3 Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
II.1 Sejarah Tradisi Tingkeban........................................................................................3
II.2 Perlengkapan Tingkeban..........................................................................................4
II.3 Proses atau Tahapan Tingkeban...............................................................................7
BAB III.................................................................................................................................10
III.1 Kesimpulan............................................................................................................10
Daftar Pustaka.....................................................................................................................11
Lampiran................................................................................................................................12
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
terbuang sia-sia. Kebanyakan masyarakat masih banyak yang belum sadar akan hal
itu, bahkan menganggapnya wajar. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan
membahas mengenai seluk beluk tingkeban dan semua yang terkait dengan tradisi
tingkeban.
I.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sumber air. Kemudian berpasrah diri lahir batin dengan dibarengi permohonan
kepada Gusti Allah,apa yang menjadi kehendak mereka, terutama untuk kesehatan
dan kesejahteraan si bayi. Supaya mendapat berkah dari Gusti Allah, dengan
menyertakan sesaji yang diantaranya adalah takir plontang, kembang setaman, serta
kelapa gading yang masih muda.
Setelah serangkaian ritual yang dianjurkan oleh Raja Jayabaya, ternyata Gusti
Kang Murbeng Dumadi yaitu Gusti Allah mengabulkan permohonan mereka. Ki
Sedya dan Niken Satingkeb mendapat momongan yang sehat dan berumur panjang.
Untuk mengingat nama Niken Satingkeb, serangkaian ritual tersebut ditiru oleh para
generasi selanjutnya hingga sekarang dan diberi nama Tingkeban dengan harapan
mendapat kemudahan dan tidak ada halangan selama hamil, melahirkan, hingga si
anak tumbuh dewasa. Atas dasar inilah akhirnya hingga kini ritual Tingkeban tetap
dilaksanakan bahkan menjadi suatu keharusan bagi masyarakat Jawa khususnya di
daerah Solo dan sekitarnya.
Jauh-jauh hari sebelum usia kandungan memasuki tujuh bulan, calon orang
tua bayi harus menentukan hari yang baik sesuai petungan Jawa. Menurut petungan
Jawa hari-hari yang baik itu yang memiliki neptu genap dan jumlahnya 12 atau 16.
4
2 Senin 4 2 Paing 9
3 Selasa 3 3 Pon 7
4 Rabu 7 4 Wage 4
5 Kamis 8 5 Kliwon 8
6 Jum’at 6
7 Sabtu 9
Hari-hari yang baik adalah yang neptunya 12 atau 16 misal Kamis Kliwon,
Senin Kliwon, Ahad Pon, dan sebagainya. Kamis memiliki neptu 8, dan Kliwon
memiliki neptu 8 jadi Kamis Kliwon memiliki neptu 16, begitu juga Senin Kliwon
memiliki neptu 12, dan Ahad Pon memiliki neptu 12.
Selain penentuan hari yang ada aturannya, segala ubo rampe atau piranti juga
sangat rumit pula. Masing-masing ritual ada piranti sendiri-sendiri yang beraneka
ragam. Semua piranti tersebut disediakan bukan tanpa maksud. Dari semuanya
memiliki werdi atau makna sendiri-sendiri.
5
Daun andong
Janur
Mayang
Jenang abang
Jenang putih
Jenang kuning
Jenang ireng
Jenang waras
Jenang sengkolo
3 Procotan Delapan bulan dari Jenang abang
masa kehamilan Jenang putih
Jenang kuning
Jenang ireng
Jenang waras
Jenang sengkolo
Jenang inthil-inthil
Jenang sewu (dawet)
Jenang sempuro
Jenang kembo
Jenang procot
Jenang arang-arang kambang
Ketupat lepet
No Jenis Kain Batik Maknanya
1 Sidomukti Kebahagiaan
2 Sidoluhur Kemuliaan
3 Truntun Nilai-nilai yang selalu dipegang teguh
4 Parang Kusuma Perjuangan untuk hidup
5 Semen Rama Akan lahir anak yang cinta kasih kepada orang tua yang
sebentar lagi akan menjadi bapak dan ibu tetap bertahan
selama-lamanya.
6 Udan Riris Anak yang akan lahir akan menyenagkan dalam
kehadirannya di masyarakat
7 Cakar Ayam Anak yang lahir dapat mandiri dan memenuhi
kebutuhannya sendiri.
6
II.3 Proses atau Tahapan Tingkeban
Sungkeman ini dilakukan oleh istri kepada suami dan dilanjutkan oleh
suam– istri pada orangtuanya
3. Siraman.
7
Dalam acara pantes-pantes ini calon ibu dipakaikan kain dan kebaya 7
macam. Kain dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan
busana yang menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Ibu-ibu yang hadir
saat ditanya apakah si calon ibu pantas menggunakan busana-busana tersebut
memberikan jawaban : “dereng Pantes” (belum pantas). Setelah dipakaikan
busana ke tujuh yang berupa kain lurik dengan motif sederhana baru ibu-ibu
yang hadir menjawab : “pantes” (pantas). Di sini merupakan perlambang
bahwa ibu yang sedang mengandung sebiknya tidak memikirkan hal yang
sifatnya keduniawian dan berpenampilan bersahaja.
5. Tigas Kendit
6. Brojolan
Dalam acara brojolan ini, dua buah Cengkir gading (kelapa gading
muda) yang telah diberi gambar wayang (biasanya gambar Betara
Kamajaya-Kamaratih atau Harjuna – Sembadra) dengan harapan supaya
sang anak jika laki-laki sangat tampan seperti Kamajaya dan jika perempuan
amat cantik seperti Kamaratih,baik wajahnya maupun perilakunya yang
baik. Cengkir gading tersebut dimasukkan oleh calon ayah melalui perut
calon ibu dan diterima oleh nenek jabang bayi. Harapan dari acara ini adalah
supaya si jabang bayi yang lahir memiliki fisik dan sifat seperti tokoh
wayang tersebut.
7. Angrem
Di sini Calon Ibu duduk di tumpukan kain yang tadi digunakan dalam
acara Pantes-pantes seperti ayam betina yang sedang mengerami telurnya.
8
Harapannya adalah agar si jabang bayi dapat lahir cukup bulan. Pada saat
pelaksanaan acara ini dikumandangkannya bacaan-bacaan “Shalawat Nabi”
yang diiringi alunan musik rebana.
Di sini calon ayah duduk mendampingi calon ibu di tumpukan kain dan
berdua mengambil makanan yang disediakan dengan alas makan cowek
(cobek) dan mereka berdua memakannya sampai habis. Harapannya adalah
supaya plasenta bayi menjadi sehat sehingga si jabang bayi dapat bertumbuh
dengan sehat. Calon ayah si bayi kemudian menjatuhkan tropong (alat tenun
tradisional ) di sela kain 7 warna yang melambangkan proses kelahiran si
bayi kelak yang berjalan lancar dan sempurna.
9
pendidikan kepada Janin yang dikandung oleh sang ibu sejak “Si Jabang
Bayi” masih dalam kandungan seiring dengan ditiupkannya “RUH” kepada
“Si Jabang Bayi”.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
10
Daftar Pustaka
Mahadewa, 2009
Mahadewa, 1880.
11
Lampiran
12
13