Anda di halaman 1dari 14

RUWATAN RAMBUT GIMBAL DIENG

Tugas Dokumentasi dan Budaya Lokal


Dosen : Dr. Sri Rohyanti

Oleh:
Indri Nur Fati’ah
NIM. 17101040012

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN


FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDYAA
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Makalah ini dimaksudkan guna memenuhi tugas mata kuliah
Teknik Penulisan yang dibuat dengan sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki. Makalah ini berisi tentang Ruwatan Ramnut Gimbal Dieng.

Selanjutnya tidak lupa kita mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Sri
Rohyanti Zulaikha, S.Ag., SS., M.Si. selaku dosen mata kuliah Dokumentasi
Budaya Lokal yang telah memberikan tugas ini kepada kami sehingga kami lebih
tahu mengenai sistematika penulisan..

Semoga makalah ini dapat berguna, menambah pengetahuan dan


memberikan manfaat bagi pembaca atau siapapun yang membutuhkan. Walaupun
kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini terdapat banyak kekurangan,
sehingga kami sangat mengharapkan masukan serta kritikan dari para pembaca.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang penuhdengan aneka ragam
suku bangsa dan kebudayaan, setiap suku bangsa Indonesia menciptakan,
menyebarluaskan, dan mewariskan kebudayaan masing-masing. Di Wonosobo
sendiri memiliki banyak kebudayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi
berikutnya salah satukebudayaan tersebut adalah ”Ruwatan Rambut Gimbal“ di
DataranTinggi Dieng. Manusia berambut gimbal memang sangat unik dan jarang
sekali kita temukan, karena Allah menciptakan manusia itu berbeda-beda.
Manusia sendiri itu berartu sosok makhluk yang paling menakjubkan, makhluk
yang unik multi dimensi, serba meliputi, sangat terbuka, dan mempunyai potensi
yang agung. Berbeda dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Setiap
kebudayaan biasanya terdapat mitos-mitosdidalamnya. Mitos dapat mempunyai
peranan yang mendasar bagi kehidupan masyarakat. Peranan mitospun kadang –
kadang dapat menentukan atau mengubah nasib seseorang. Kepercayaanterhadap
mitos membuat masyarakat taat melakukan kegiatan ritualyang
menyertainya.Ruwatan Rambut Gimbal merupakan ritual pemotonganuntuk
menghentikan tumbuhnya rambut gembel pada anak, pemotngan tidak dilakukan
sembarangan, pemotongan itu ditentukan oleh anak gembel sendiri. Jika dia
belum minta, makagembel itu akan tetap tumbuh walaupun di potong berkali-kali.
Pemotongan di pimpin oleh pemangku adat setempat. Bukan hanya prosesi ritual
yang harus dipenuhi tapi juga permintaan si anak gembel harus di penuhi.
Ruwatan Anak Gembel yang menjadi ikon Dieng yangsejak tahun 2010di namai
“Dieng Culture Festival” (DCF) yang dikelola oleh POKDARWIS (kelompok
sadar wisata)

1.2 Rumusan Masalah


1. Dimana waktu dan tempat prosesi Ngruwat rambut Gimbal di desa Dieng
Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara?
2. Peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam prosesi Ngruwat rambut Gimbal
di desa Dieng Kulon Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara?
3. Bagaimana prosesi Ngruwat rambut Gimbal di desa Dieng Kulon
Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara?
4. Apa fungsi dari prosesi Ngruwat rambut Gimbal di desa Dieng Kulon
Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara?

1.3 Landasan Teori


1.3.1 Upacara Trdisional
Poerwadarminta (1976: 1132), menyatakan bahwa upacara adalah 1.
Tandatanda kebesaran, 2. Peralatan (menurut adat), hal melakukan sesuatu
perbuatan yang tertentu menurut adat kebiasaan atau menurut agama, 3.
Pelantikan (peringatan; perayaan dsb) resmi dengan upacara, 4. Penghormatan
resmi (untuk menyambut tamu). Sedangkan adat adalah aturan (perbuatan dan
sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala atau berarti
kebiasaan cara (kelakuan dan sebagainya) yang sudah menjadi kebiasaan. Adat
juga dapat diartikan sebagai tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat
(sudah, sedang, akan) diadatkan. Jadi, upacara adat dapat diartikan sebagai
upacara yang berhubungan dengan adat suatu masyarakat berupa kegiatan
manusia dalam hidup bermasyarakat yang didorong oleh hasrat untuk
memperoleh ketentraman batin atau mencari keselamatan dengan memenuhi
tatacara yang ditradisikan dalam masyarakatnya. Upacara adat yang dimaksud
disini adalah upacara adat yang bersifat tradisional. Purwadi (2005: 1),
menyatakan bahwa upacara tradisional merupakan serangkaian perbuatan yang
terkait dengan aturan-aturan tertentu menurut adat yang mengalir dalam kelompok
masyarakat, yang dalam pelaksanaan upacara tradisional ini semua perbuatan
yang dilakukan berdasarkan ketentuan dari adat sebelumnya yang telah dianut
oleh masyarakat setempat. Upacara tradisional tersebut juga merupakan salah satu
wujud peninggalan kebudayaan atau warisan sosial yang hanya dapat dimiliki
oleh masyarakat pendukungnya dengan jalan mempelajarinya.
Menurut Negoro (2001 : 1), ritual (upacara adat) bisa dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu :
1. Ritual pribadi, antara lain (a) slametan sederhana dengan nasi tumpeng,
lauk pauk dan sesaji, yang diselenggarakan oleh seseorang sebagai
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, misalnya karena
kenaikan pangkat dan sebagainya. Acara seperti ini biasanya dihadiri oleh
tetangga, saudara, teman-teman dekat, dan teman-teman sejawat, (b) ritual
sederhana yang diadakan sebagai ungkapan rasa syukur, misalnya
seseorang telah sembuh dari sakit membahayakan, atau terlepas dari beban
penderitaan yang berat. Upacara seperti ini disebut dengan slametan dan
mapan, (c) ritual yang berhubungan dengan siklus kehidupan seseorang,
misalnya mitoni, tedhak siten, sunatan, perkawinan, dan sebagainya.
2. Ritual umum, misalnya ritual yang dilaksanakan untuk penduduk di satu
desa seperti dalam bersih desa.
3. Ritual negeri, misalnya ritual yang dilaksanakan untuk raja, ratu, pimpinan
negeri, dan rakyat seperti upacara Garebeg, upacara Labuhan Kraton
Yogyakarta, dan sebagainya.

1.3.2 Anak Gimbal


Anak Gimbal yang dimiliki sejumlah anak di Dieng Kulon (barat)
kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara ini bukanlah tren yang di ikuti
melainkan terbentuk dengan sendirinya, anak – anak ini konon mempunyai
keistimewaan dibandingkan anak-anak lainnya. Anak-anak ini mempunyai impian
seperti anak seumuran yaitu berambut normal. Rambut Gimbal baru muncul pada
usia balita, umumnya diawali dengan gejala demam tinggi dan mengigau waktu
tidur. Gejala ini tidak bisa diobati, si anak akan sembuh dengan sendirinya,
kemudian rambutmereka perlahan menjadi kusut dan menyatu sehingga
terbentuklah Gimbal dengan sempurna. Mau dikeramas pakai sampo apapun,
tetap saja menjadi Gimbal. Bahkan, sekalipun sudah dipotong, Gimbal akan
kembali muncul. Menurut kepercayaan penduduk lokal, dan memang biasanya
begitu, rambut Gimbal tersebut tidak dapat hilang kecuali diruwat. Dalam ruwatan
tersebut, dilakukan pencukuran rambut dengan didoakan oleh sesepuh atau
pemangku adat. Si anak menjadi raja sesaat, karena permintaanya harus dipenuhi,
sesulit apapun itu. Kalau tidak, rambut Gimbalnya tidak bisa hilang.

1.4 Metode Penelitian


1.4.1 Jenis Penelitian
Menurut Nazir (1981:63) menjelaskan bahwa deskriptif merupakan
metode yang menggunakan pencarian fakta dengan interpresentasi yang tepat.
Sedangkan analisis merupakan cara menguraikan sesuatu dengan sangat cermat
dan terarah. Dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan objek penelitian dan
melakukan pengkajian serta analisis secara mendalam mengenai peranan
perpustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Kesultanan Mughal
India. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban atas rumusan masalah yang
ada.

1.4.2 Subjek dan Objek


Subjek pada penelitian merupakan orang, tempat, atau benda yang diamati
dalam rangka pembuntutan sebagai sasaran (Depdiknas, 2005:826). Adapun untuk
subjek penelitian dalam penulisan ini adalah pengembangan ilmu pengetahuan di
Kesultanan Mughal. Sedangkan objek penelitian merupakan hal yang menjadi
sasaran penelitian (Depdiknas, 2005:622). Sedangkan objek penelitian dalam
penelitian ini adalah peranan perpustakaan yang akan menjadi pokok bahasan
penelitian yang akan diteliti oleh peneliti.

1.4.3 Sumber Data


Sumber data didalam metode sejarah juga disebut sebagai sumber sejarah
atau data sejarah (Kuntowijoyo, 1995:94). Jenis sumber data sejarah terbagi
menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data
primer merupakan sumber data yang diperoleh dari kesaksian seorang saksi
dengan pandangan-mata sendiri atau dengan panca indera yang lain, secara
singkat sumber data primer dihasilkan dari seseorang yang sejaman dengan
peristiwa yang sudah dikisahkannya. Sedangkan sumber data sekunder merupakan
sumber data yang diperoleh dari kesaksian seseorang yang bukan dengan
pandangan-mata, yaitu dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang
dikisahkan (Gottschalk, 1985:35).

1.4.4 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian menurut Sugiyono (2009:38) merupakan suatu alat
yang dapat digunakan untuk mengukur fenomena alam ataupun sosial yang
sedang diamati atau diteliti. Sedangkan Komariah (2013:61) menjelaskan bahwa
instrumen dalam penelitian kualitatif adalah seseorang yang melakukan penelitian
itu sendiriyaitu peneliti sebagai human instrument. Peneliti dalam penelitian
kualitatif adalah orang yang menelaah dan mengeksplorasi keseluruhan objek
yang dilakukan secara cermat, tertib, dan leluasa. Oleh karena itu, didalam
penelitian ini tidak menggunakan instrumen yang standar akan tetapi peneliti
bertindak sebagai instrumen, data dikumpulkan secara verbal diperkaya dan
diperdalam dengan hasil pengamatan atau penghayatan peneliti. Hal tersebut
berarti yang membuat dan menetapkan fokus penelitian, memilih sumber sebagai
sumber data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat
kesimpulan ditetapkan oleh peneliti itu sendiri.

1.4.5 Teknik Pengumpulan Data


Sugiyono (2009:224) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data
merupakan langkah strategis dalam melakukan penelitian untuk memperoleh
peneliti tidak akan memperoleh data yang memenuhi standar yang sudah
ditetapkan. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah teknik
dokumentasi. Sugiyono (2009:240) mengungkapkan bahwa dokumen merupakan
catatan peristiwa yang telah berlalu. Adapun dokumen yang digunakan peneliti
meliputi buku, jurnal, dan sumber-sumber dari internet. Dari dokumen yang telah
didapatkan tersebut, selanjutnya peneliti melakukan pencatatan terhadap data-data
yang ada di dalam dokumen dan sesuai dengan topik penelitian. Adapun data-data
lainnya seperti biografi pemimpin di Kesultanan Mughal secara umum dan
pendapat-pendapat lain yang berkaitan dengan perpustakaan Kesultanan Mughal
yang digunakan sebagai bahan pembanding atau pendukung.

1.4.6 Metode dan Teknik Analisis Data


Sugiyono (2009:244) menjelaskan bahwa teknik analisis data digunakan
untuk menjawab rumusan masalah yang sebelumnya sudah dirumuskan oleh
peneliti. Sedangkan Widi (2010:253) menjelaskan bahwa teknik analisis data
merupakan proses pengumpulan, pemodelan, dan transformasi data dengan tujuan
untuk memperoleh informasi yang bermanfaat, memberikan saran, dan
kesimpulan. Adapun dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan oleh
peneliti adalah teknik analisis data sejarah (content analysis). Hal ini sesuai
dengan penjelasan Bekker dan Zubair (1997:62) bahwa teknik analisis data
sejarah digunakan dalam penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan
menggunakan metode induktif, dimana generalisasi yang menjadi kesimpulan
dalam penelitian ini ditarik dari analisis data berdasarkan karakteristik objek yang
diteliti.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Waktu dan Tempat Prosesi Ngruwat Pemotongan Rambut Gimbal


Upacara Ngruwat Gimbal dilaksanakan di kompleks candi Arjuna. Sebagai
acara tahunan yang dilakakan oleh pemerintah Kabupaten Banjarnegara dan
segenab warga Dieng Kulon dalam suatu acara Dieng Culture Festival untuk
melakukan Upacara Selamatan Ngruwat Gimbal. Upcara yang dipercaya sebagai
sebuah doa atau permohonan agar anak-anak yang berambut gimbal selamat dari
bala atau malapetaka. Upacara adat ngruwat gimbal dilaksanakan di Desa Dieng
Kulon pada hari Minggu, tepatnya taggal 30 Juni 2013. Upacara tersebut selalu
dilaksanakan satu kali setiap tahun dan sudah menjadi agenda tahunan di Desa
Dieng Kulon. Desa Dieng Kulon Merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah.

2.2 Persiapan
Perencaan dan perpsiapan yang matang menjelang pelaksanaan upacara
Ngruwat Pemotogan Rambut Gimbal ini supaya dapat mempermudah dan
memperlancar jalannya upcara. Perpisapan – persiapan yang dilakukan sebelum
upacara Ngruwat Pemotogan Rambut Gimbal dipimpin oleh para sesepuh Desa
Dieng Kulon. Masyarakat Dieng mepercayai bahwa jika persiapan kurang
sempurna maka akan berakibat fatal pada pelaksanaan Ngruwat Pemotogan
Rambut Gimbal. Bentuk persiapannya yaitu sesaji, sesaji merupakan aktualisasi
dari fikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan (Endraswara, 2003:195). Sesaji yang digunakan antara lain dapat berupa
makanan, bunga-bungaan dan kelengkapan hasil palawija. Sesaji berdasarkan
(KBBI 2005 :979) diartikan sebagai makanan atau bunga-bungaan yang disajikan
untuk makhluk halus. Makhluk halus yang berdiam di tempat-tempat tertentu
biasanya aktualisasi pemujaan dengan sarana bunga atau dupa.
Sesaji merupakan salah satu bentuk perantara penyampaian doa yang
disampaikan oleh masyarakat Dieng Kulon. Sesaji dibuat oleh sejumlah warga
masyarakat dengan cara bersama-sama karena tidak semua warga mengetahui
tentang rangkaian dari sesaji Ngruwat Gimbal. Dari sesaji itu kepercayaan
masyarakat masih kuat bahwa sesaji, yaitu menyajikan kepada sesuatu yang
dianggap memberikan rizki dalam hidupnya. Sesaji dalam upacara Ngruwat
Gimbal ini antara lain buju abang,buju putih, buju ireng, buju kuning, , buju
kelung, rakan jajan pasar, rakan buah, degan hijau, pisang raja emas, kinang, alat
rias, dan berbagai cangkir dengan 14 macam minuman. Sesaji yang disiapkan
untuk upacara adat ngruwat Gimbal Dieng kulon Kecamatan Batur Kabupaten
Banjarnagara mempunyai makna supaya manusia berlindung terhadap tuhan yang
maha kuasa.

Berikut sesaji yang harus dipersiapkan :

1. Buju robyong
Buju merupakan nasi yang dibuat nengerucut atasnya atau disebut juga
sebagai tumpeng. Pembuatan Bucu robyong merupakan Bucu yang dibuat
menggunakan bahan baku beras dan terdapat bahan hiasan seperti cabe,
wortel, dan kacang panjang. Bucu yang dibuat pertama kali ini berfungsi
sebagai salah lambang Gimbal pada anak bajang. Bucu robyong dibuat
dengan cara beras dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air
kemudian ditanak dengan menggunakan dandang atau penanak nasi. Di
dalam dandang diletakan kukusan yang bertujuan untuk membentuk
seperti bucu. Setelah masak, bucu tersebut dilepas dan diletakan dalam
suatu wadah yaitu “ceting”. Bucu didinginkan dengan cara diangin-
anginkan. Selanjutnya sebagian warga memberikan hiasan-hiasan di
samping bucu tersebut. Bucu ini diberi nama Bucu robyong karena pada
samping Bucu terdapat hiasan yang merobyong di atas Bucu sehingga
Bucu ini disebut Bucu Robyong.
2. Buju ijo.
Pembuatan Buju ijo merupakan Buju yang dibuat menggunakan bahan
baku beras dibuat dengan cara beras dibersihkan terlebih dahulu dengan
menggunakan air kemudian ditanak bersama daun dadap serep,
menggunakan dandang atau penanak nasi. Di dalam dandang diletakan
kukusan yang bertujuan untuk membentuk seperti buju. Setelah masak,
buju tersebut dilepas dan diletakan dalam suatu wadah yaitu “ceting”. Buju
didinginkan dengan cara diangin-anginkan. Buju ini diberi nama Buju ijo
karena hijau.
3. Buju Abang
Pembuatan Buju Kalung merupakan Buju yang dibuat menggunakan
bahan baku beras merah, buju abang dibuat dengan cara beras merah
dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air kemudian ditanak
dengan menggunakan dandang atau penanak nasi. Di dalam dandang
diletakan kukusan yang bertujuan untuk membentuk seperti buju. Setelah
masak, buju tersebut dilepas dan diletakan dalam suatu wadah yaitu
“ceting”. Buju didinginkan dengan cara dianginanginkan. Sehingga Buju
ini disebut Buju Abang.
4. Buju ireng
Pembuatan Buju ireng merupakan Buju yang dibuat menggunakan bahan
baku beras hitam. Buju ireng ini dibuat dengan cara beras dibersihkan
terlebih dahulu dengan menggunakan air kemudian ditanak dengan
menggunakan dandang atau penanak nasi. Di dalam dandang diletakan
kukusan yang bertujuan untuk membentuk seperti buju. Setelah masak,
buju tersebut dilepas dan diletakan dalam suatu wadah yaitu “ceting”..
Buju ini diberi nama Buju ireng karena berwarna hitam.
5. Buju kuning
Pembuatan Buju kuning merupakan Buju yang dibuat menggunakan bahan
baku beras dan kunyit dicampur dengan santan. Buju Kuning dibuat
dengan cara beras dibersihkan dan dicampur parutan kunyit beserta santan
terlebih dahulu dengan menggunakan air kemudian ditanak dengan
menggunakan dandang. Di dalam dandang diletakan kukusan yang
bertujuan untuk membentuk seperti buju. Setelah masak, buju tersebut
dilepas dan diletakan dalam suatu wadah yaitu “ceting”. Buju didinginkan
dengan cara diangin anginkan. Buju ini diberi nama Buju kuning karena
berwarna kuning. Buju kuning adalah simbol kebersihan. Makna Buju
kuning adalah membersihkan sesuatu yang tidak baik.
6. Rakan jajan pasar.
Jajan pasar adalah semua yang dibeli dari pasar. Semua manusia pasti
membutuhkan segala sesuatu yang dijual-belikan di pasar. Jajan pasar
mempunyai makna agar masyarakat senantiasa diberikan barokah, rejeki
yang banyak oleh Tuhan. Juga bermakna untuk menghormati arwah para
leluhur Desa Dieng Kulon. Arwah leluhur tersebut dipercaya masyarakat
berada di perempatan jalan, sumber air, dan pohon-pohon besar yang
berada di Desa Dieng Kulon. Apabila ada yang kurang dari jajan pasar
pasti berdampak tidak baik. Hal tersebut dipercaya oleh masyarakat
merupakan perbuatan dari arwah leluhur yang marah. Oleh karena itu jajan
pasar sangat penting dalam upacara ngruwat Gimbal di Desa Dieng Kulon,
yaitu untuk memberi makan kepada arwah leluhur agar tidak mengganggu
warga Desa Dieng Kulon. Jadi jajan pasar mempunyai makna agar
masyarakat Desa Dieng Kulon selalu diberikan barokah dan rejeki yang
banyak oleh Tuhan YME. Selain itu juga bermakna untuk menghormati
arwah leluhur yang ada di Desa Dieng Kulon. Jajan pasar yaitu makanan
kecil yang biasa dijual dipasar, yang beraneka ragam jenis dan bentuk serta
bahan baku maupun cita rasa.
7. Beras Kapirata
Beras kapirata merupakan sesaji yang dibuat menggunakan beras putih
yang di campur dengan kunyit, uang logam, dan kemenyan. Beras kapirata
ini dibuat dengan cara beras putih yang sudah di campur kunyit diletakkan
di dalam plastik kecil dan sertakan uang logam.
8. Minuman lengkap
Minuman lengkap biasanya dibuat minuman seperti teh,kopi,air putih dll,
minuman lengkap ini melambangkan baktinya anak cucu kepada pepunden
sari yang menjadi utusan pangeran dalam menguasai jagad raya dan
senantiasa memayu hayuning bawana agung.

2.3 Prosesi Acara Ngruwat Pemotongan Rambut Gimbal

Prosesi ruwatan dimulai dari rumah tetua adat setempat di Dieng, Batur,
Banjarnegara. Anak-anak berambut gimbal yang hendak diruwat dikumpulkan. Di
tempat itu, juga telah disiapkan segala sesuatu yang diminta oleh anak-anak
tersebut. Dari rumah tetua adat, mereka mengikutiarak-arakan keliling kampung
di dataran dengan ketinggian di atas 2.000 meter di atas permukaan laut.
Kemudian, ke-11 anak dibawa ke Kompleks Dharmasala untuk mengikuti
jamasan rambut. Air jamasan diambilkan dari Sendang Sedayu. Anak-anak lalu
dibawa ke Kompleks Candi Arjuna, Dieng, untuk dipotong rambutnya. Setelah
tembang Dandang Gula dilantunkan, prosesi pemotongan rambut pun dimulai.
Yang memotong rambut adalah para sesepuh dan pejabat sekitar. Sesepuh di
dataran tinggi Dieng yang juga memimpin prosesi ruwatan rambut gimbal,
Naryono, mengatakan bahwa prosesi pemotongan rambut gimbal merupakan
tradisi yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Jadi yang dulunya juga
merupakan anak berambut gimbal, rambut gimbal umumnya dialami sebagian
penduduk di kawasan lereng empat gunung, yakni Gunung Sindoro, Gunung
Sumbing, Gunung Prahu dan Gunung Rogojembangan. Dari cerita turun temurun
di wilayah empat gunung itu, fenomena rambut gimbal pasti bakal terjadi.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, anak-anak yang rambutnya gimbal
merupakan titipan Anak Bajang dari Samudra Kidul. Mereka merupakan titisan
dari Eyang Agung Kolotede bagi anak laki-laki dan perempuan merupakan titisan
dari Nini Dewi Roro Ronce. Dulu, warga menganggap bahwa anak yang
berambut gimbal adalah sukerta yang berarti sial atau kesedihan. Namun dalam
perjalannya, ruwatan pemotongan rambut gimbal ternyata telah menjadi agenda
wisata kultural Dieng yang setiap tahunnya digelar dan masuk dalam agenda
Dieng Culture Festival.
2.4 Fungsi dari Prosesi Ngruwat Rambut Gimbal

Anda mungkin juga menyukai