PENDAHULUAN
Ruwatan anak gembel di Dataran Tinggi Dieng juga didasarkan pada mitologi
anak gembel yang konon katanya adalah anak titipan Dewa. Pada awalnya, semua
anak berambut gembel terlahir dengan rambut normal. Mereka semua terkena
gejala penyakit yang sama, di suatu waktu yang masing-masing orang dapat
menderita demam tinggi disertai kejang dan mengigau. Setelah sembuh dari sakit,
rambut mereka perlahan-lahan menjadi gembel, jarak antar rambut menjadi rapat
seperti tidak pernah dibersihkan. Jika orang tuanya menyisir atau bahkan
gembel sama saja dengan anak lainnya, hanya saja mereka cenderung lebih aktif,
kuat dan agak nakal. Apabila mereka bermain dengan sesama anak gembel,
percaya bahwa ada makhluk gaib yang "menghuni" dan "menjaga" rambut gembel
1
ini. Gembel bukanlah genetik yang dapat diwariskan secara turun temurun.
Dengan kata lain, tidak ada seorangpun yang tahu kapan dan siapa anak yang akan
Jika dia belum meminta, maka gembel akan terus tumbuh walaupun dipotong
berkali-kali. Ritual ini dipimpin oleh seorang pemangku adat setempat dan
penting yang harus dipenuhi adalah permintaan si anak gembel. Anak gembel
biasanya meminta sesuatu sebagai syarat yang harus dituruti sebelum rambutnya
dipotong. Orang tua juga harus memenuhi apapun permintaan anaknya. Kalau
bekerjasama menggelar upacara ruwatan massal anak gembel yang diberi nama
“Pekan Budaya Dieng”. Pada tahun 2010 “Pekan Budaya Dieng” berubah nama
(Kelompok Sadar Wisata) Dieng Kulon, Banjarnegara. Dalam festival ini digelar
berbagai acara antaralain: seni tradisional, festival lampion, wayang kulit, pesta
kembang api, festival film Dieng, pegelaran Jazz di atas awan dan ruwatan anak
gembel sebagai acara utama. Ruwatan anak gembel yang menjadi ikon Dieng
2
besaran setiap tahunnya untuk menarik minat pariwisata. Campur tangan
sekarang dilakukan rutin dan besar-besaran ini kemudian menjadi sebuah festival
ikon pariwisata Dieng. Penelitian ini ingin melihat bagaimana mitos rambut
gembel diproduksi dan direproduksi dengan kemasan yang berbeda antara yang
“dulu” dan yang “sekarang”. Hipotesis yang penulis ajukan yaitu mitos-mitos
yang ada dan berkembang di Dieng, yang dipelihara dan dilestarikan bahkan “di-
B. Rumusan Masalah
pemerintah melalui dinas pariwisata setiap tahun dalam rangkaian acara Dieng
Culture Festival (DCF). Prosesi ruwatan anak gembel kini dipertontonkan secara
pelaksanaan ritual ini akan memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat Dieng. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam
menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini difokuskan pada tiga persoalan: (1)
Apakah yang dimaksud dengan ritual ruwatan anak gembel dan bagaimana
konteks sosial kultural ritual tersebut? Pertanyaan pertama ini akan menjadi fokus
3
kajian pada bab II, (2) Bagaimana ritual ruwatan anak gembel dilaksanakan dan
dinamikanya? Pertanyaan kedua ini akan menjadi fokus kajian pada bab III, dan
pertanyaan ketiga ini akan menjadi fokus kajian pada bab IV.
atau studi tentang ritual, khususnya tentang ritual-ritual pedesaan. Dalam banyak
Penelitian ini satu langkah lebih jauh karena akan mengupas apa yang ada di balik
membantu para antropolog untuk mengembangkan lebih jauh studi tentang ritual
di pedesaan Jawa.
D. Studi Pustaka
tradisi ruwatan cukur anak gimbal di Desa Dieng. Dijelaskan juga bagaimana
prosesi ruwatan serta makna upacara ruwatan bagi masyarakat. Dalam penelitian
ini, Cahyono hanya menjelaskan asal-usul dan prosesi dan makna ritual secara
umum. Adapun perbedaan penelitian ini adalah lebih fokus kepada perubahan
4
makna anak gembel sebagai simbol. Makna yang dibahas dalam penelitian ini
(Psikoterapi Budaya Lokal) dalam kasus anak gembel. Dalam artikel ini
gembel) secara hakikat sama dengan pengobatan supranatural atau alternatif, yaitu
dunia fisik saja, melainkan juga berhubungan dengan dunia non fisik yang
Tulisan ini sangat berbeda dimana sudut pandang fokus peneliti adalah pada
Penelitian lain yang juga membahas ruwatan anak gembel adalah skripsi
Septian Eka Fajrin, mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang berjudul “Identitas
penelitian ini adalah fokus peneliti tentang perubahan sosial yang terjadi dalam
5
Penelitian lain adalah Tesis yang ditulis Dhyah Ayu Retno Widyastuti
yang seolah hanya menjadi objek atas pelaksanaan program kebijakan pariwisata.
Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian ini dimana adanya peran
Selain lokasi penelitan dan upacara ritual yang berbeda, fokus penelitian terhadap
penulis,dalam ritual anak gembel tidak hanya terjadi komodifikasi ritual, tetapi
Penelitian yang hampir sama juga telah dilakukan Moh. Soehadha dalam
Gembel dalam Arus Ekspansi Pasar Pariwisata”. Dalam penelitian ini Soehadha
fokus pada agama dan perubahan sosial akibat ekspansi pasar pariwisata di
6
Dataran Tinggi Dieng. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada dua varian respon
sosial terhadap perubahan akibat ekspansi pasar pariwisata, yaitu masyarakat yang
E. Kerangka Teori
jantung dari semua dinamika sosial. Ritual meningkatkan emosi kelompok yang
dan strategi untuk meningkatkan emosi dan interaksi di masa depan. Beattie
simbolik, melalui ritual kekuatan alam dapat dimanipulasi dan dihadapi. Pada
praktik yang terbukti secara ilmiah, oleh karena itu mengatasinya kemudian
secara simbolik dan ekspresif. Kondisi inilah yang terjadi pada masyarakat Dieng.
Masyarakat tidak tahu dan tidak dapat menjelaskan fenomena dan kondisi apa
yang terjadi pada anak gembel secara ilmiah. Satu-satunya pengetahuan yang
mereka terima berasal dari orang tua, kakek, dan sesepuh desa yang diceritakan
7
secara turun temurun. Mengikuti cara dan anjuran orang tua (leluhur), masyarakat
sistem simbol yang teratur, yang didalamnya interaksi sosial berlangsung. Senada
jantungnya sistem budaya dan terkait dengan semua produksi dan reproduksi
kesesuaian dasariah antara sebuah gaya kehidupan tertentu dan sebuah metafisika
khusus (jika, paling sering, implisit) dan dengan melakukan itu mendukung
masing-masing dengan otoritas yang dipinjam dari yang lain (Geertz 1992:4).
Sejak lahir manusia sudah membawa atau terlekat simbol-simbol yang menandai
tekstur rambut, bentuk raut muka dan sebagainya merupakan tanda bawaan atau
8
misalnya gaya pakaian, perhiasan, model rambut, tato, dan sebagainya (Haryanto,
2013: 5). Anak gembel mempunyai natural symbol dan identitas sendiri yang
membedakan dirinya dengan orang lain, yaitu pada rambutnya. Simbol yang
melekat pada anak gembel ini tentu mempunyai makna dan dimaknai orang lain.
simbol merupakan media atau alat bagi sang creator untuk menyampaikan ide-ide
batin agar dapat dipahami atau bahkan dapat menjadi pedoman perilaku (code of
conduct) bagi orang lain (Haryanto, 2013: 7). Menurut Cohen (dalam Haryanto,
daripada sebagai satu ketetapan (stipulation). Artinya, makna suatu simbol sangat
variabilitas makna dan hal itu tidak sepenuhnya dapat ditangkap dalam
“dokumentasi” etnografi. Sama halnya dengan kasus anak gembel di Dieng, setiap
anak gembel, masyarakat sekitar, pemangku adat, dan pemerintah melalui panitia
penyelenggara acara.
sesuatu dalam proposisi tunggal, melainkan lebih pada koleksi makna dan makna-
9
makna tersebut tidaklah statis. Adanya Dieng Culture Festival sebagai acara yang
baik secara prosesi atau makna anak tersebut. Akan tetapi sebuah ritus bukan
hanya sebuah pola makna. Ritus juga merupakan suatu bentuk interaksi sosial.
kedalam sebuah konteks kota juga menimbulkan konflik sosial, justru karena
macam integrasi sosial yang ditunjukan oleh pola itu tidak sesuai dengan pola-
pola integrasi utama dalam masyarakat pada umumnya (Geertz 1992: 103)
praktik dan simbol kultural, mulai dari selera artistik, gaya busana, gaya makan,
ritual agama, ilmu pengetahuan dan filsafat, bahkan bahasa itu sendiri, memiliki
mengatakan bahwa perubahan sosial itu adalah proses perubahan yang terjadi
dalam sistem sosial masyarakat dalam jangka waktu yang berbeda yang kemudian
Sztompka menaruh penekanan pada peran agen manusia, entah aktor individual
dan agen kolektif, dengan bentuk perubahan sosial evolusi (proses yang berjalan
lambat), revolusi (proses yang berjalan cepat), dan sumber perubahan exogenous
10
Gumilar (2006) dalam Bahan Ajar Sosiologi juga mengatakan bahwa
perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi
suatu sistem sosial. Struktur suatu sistem terdiri dari berbagai status individu dan
tertentu. Status dan peranan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam kasus
ini, kita dapat menganggap ritual ruwatan rambut gembel sebagai sebuah sistem
menghubungkan antar individu. Relasi yang terjadi dalam ritual rambut gembel
memaknai rambut gembel. Struktur yang membentuk sistem sosial disini adalah
invidu dan kelompok antaralain, orang tua anak gembel, pemangku adat, dan
sebuah festival membuat struktur sistem dalam ritual berubah. Dalam kasus ini
pemerintah oleh dinas pariwisata masuk ke dalam struktur berperan sebagai aktor
Dalam sistem sosial ini ada perubahan relasi-relasi, yaitu antara anak
dengan orang tua, anak dengan masyarakat, dan anak dengan pemangku adat yang
mempunyai kuasa penuh untuk menentukan kapan dia akan diruwat, dimana, dan
oleh siapa menjadi dibatasi dan menyesuaikan dengan jadwal acara yang
oleh orangtua bahkan terkadang oleh tetangganya, kini harus meminta kepada
11
pemerintah. Orang tua yang harus berusaha menuruti permintaan anaknya kini tak
Pemangku adat yang biasanya berasal dari desa setempat kini dipilih oleh
masyarakat dieng. Sistem relasi makna yang ada dalam sistem akan berubah
ini dapat dikatakan komodifikasi. Nilai guna anak yaitu “keistimewaan” yang
orang banyak. Aktor aktor yang terkait dalam acara ini memanfaatkan
12
F. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
dua desa yaitu, Desa Dieng Kulon yang berada di wilayah Kabupaten
2014.
13
dan pengalaman yang didapat tentang informasi riset. Untuk itulah,
dalam ritual rambut gembel. Dengan metode ini, diharapkan para peneliti
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan skripsi ini dibagi dalam lima bab yang saling berkaitan dan
disusun secara kronoligis. Secara keseluruhan hasil penelitian ini dibagi dalam
beberapa bab sebagai berikut: Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan
kerangka teori, serta metode penelitian yang dijalankan dan juga sistematika
pembahasan. Isi pokok ini merupakan gambaran seluruh penelitian secara garis
besar, sedangkan untuk uraian lebih rinci akan diuraikan dalam bab-bab
selanjutnya.
anak gembel. Pada bab ini terdiri dari sub-sub bab yang meliputi gambaran umum
Dataran Tinggi Dieng, konsepsi lokal terhadap anak gembel, definisi gembel dari
sisi medis, fenomena gembel: pemaknaan secara kulutural dan medis, dan
14
dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai konteks sosial-kultural
dalam bab ini juga terdiri dari sub-sub bab yang meliputi ruwatan pribadi
festival, dan permintaan yang harus dituruti. Pada bab ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran tentang ruwatan rambut gimbal yaitu ruwatan pribadi dan
Pada bab ini terdiri dai sub-sub bab yang meliputi ritual dan perubahan sosial,
dan perubahan sosial. Pada bab ini ingin menggambarkan bagaimana terjadinya
Bab kelima merupakan bab penutup, yang berisi kesimpulan dari seluruh
15