zihadislami16@gmail.com
yuliarosdiana7putri@gmail.com
Abstract
sebelum mencapai usia yang lebih dewasa. sedangkan sang ayah memayungi
Prosesi dilanjutkan dengan tepuk pinang. perjalanan menginjak piring. Prosesi injak
Masyarakat Gorontalo percaya apabila tujuh piring memiliki makna bahwa sang
dalam prosesi tersebut pinang mudah anak harus berjuang untuk menghadapi
pecah, maka sang anak akan mudah dalam berbagai macam bentuk jalan kehidupan,
menempuh hidupnya, sedangkan apaila peran seorang ibu adalah membimbing
tidak mudah pecah, maka sang anak anak sedangkan ayah melindungi. Setelah
dipercaya akan banyak menghadapi injak piring, kemudian beras lima warna
rintangan dalam hidupnya. Selanjutnya (pale yilulo) ditabur ke seluruh ruangan
prosesi pecah telur, penggunaan telur rumah dengan maksud agar tidak
merupakan suatu harapan agar anak memperoleh gangguan dari makhluk halus,
hatinya bulat seperti telur. Dalam prosesi lima warna menggambarkan lima aliran
pecah telur, apabila dalam prosesi kuning yang ada dalam tubuh manusia. Merah
telur pecah, dipercaya maka masa depan merupakan gambaran atas darah merah
sang anak buruk dan tidak dapat menjaga yang mengalir pada tubutuh manusia, putih
kehormatannya karena tidak dapat simbolisasi atas darah putih, ungu
membedakan antara kebaikan dan merepresentasikan warna daging manusia,
keburukan, apabila tidak pecah maka kelak hijau simbol dari urat yang ada di dalam
masa depan sang anak akan baik dan dapat diri manusia, sedangkan warna kuning
menjaga kehormatannya. adalah simbol dari sumsum manusia
Prosesi yang terakhir adalah (Lamusu, 2016).
mopohuta’a to pinggae (injak piring).
Dalam prosesi ini terdapat tujuh buah Nilai Religi
piring yang telah diisi berbagai macam
benda, yaitu segeggam tanah dan tanaman Nilai religius merupakan nilai yang
rumput, biji jagung, padi, uang koin, daun bersumber dari kenyataan yang bersifat
puring, bakohati, dan tangkai mayang mutlak sehingga nilai ini erat kaitannya
pinang. Piring pertama, berisi tanah dan dengan Tuhan. Kepercayaan manusia akan
tumbuhan rumput bermakna kehidupan di nilai keagungan, kesucian, dan keadilan
bumi yang dilambangkan dengan tanah, Tuhan yang bersifat absolut. Tuhan—
perlu memperkuat pendirian, keimanan, sebagai Yang Kudus dan nilainya yang
dan ketakwaan yang dilambangkan dengan disebut sebagai nilai kudus menjelma
tumbuhan rumput. Piring kedua yang dalam nilai religius yang kemudian
berisi jangung bermakna sang anak wajib terkadung dalam aktivitas-aktivitas
mempertahankan kesucian dan kehormatan manusia. Nilai religius berkaitan dengan
dirinya. Piring ketiga berisi padi bermakna bagaimana manusia bersikap dan bertindak
kerendahan hati yang dilambangkan berdasarkan dorongan kepercayaan diri
dengan buah padi yang semakin berisi kepada Sang Pencipta. Nilai religius tidak
maka semakin menunduk. Piring keempat hanya terikat kepada satu pedoman atau
berisi uang koin bermakna rejeki yang ajaran agama, melainkan berkaitan dengan
halal. Piring kelima berisi daun puring sistem kepercayaan terhadap eksistensi
bermakna adat, yaitu menghindarkan diri Tuhan, sebab itu kemudian nilai religius
dari perbuatan yang memalukan diri masih merupakan nilai yang luas
sendiri dan keluarga. Piring keenam berisi cakupannya. Namun, dalam hal ini,
bakohati bermakna penataan diri anak. masyarakat Gorontalo mendasarkan nilai
Piring ketujuh berisi tangkai mayang religius pada ajaran agama Islam untuk
pinang bermakna keharuman nama pribadi menentukan kaidah adat .
dan keluarga perlu dijaga. Injak piring Masyarakat Gorontalo menjalankan
dilakukan dengan bantuan sang ibu syariat agama Islam salah satunya melalui
194 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
adat yang berlaku, yaitu adat yang Gorontalo. Dari hasil wawancara yang
berlandaskan syariat agama Islam. Hal dilakukan terhadap 15 orang tua yang
tersebut tercermin pada falsafah pernah menyelenggarakan upacara adat
masyarakat suku Gorontalo “Adat Mongubingo, sebanyak 93% menjawab
bersendikan syara’, syara’ bersendikan bahwa upacara adat merupakan syariat
kitabullah” (adat berlandaskan syariat, agama Islam yang wajib dilakukan,
syariat berlandaskan kitabullah). Sebab sedangkan sisanya menjawab hanya bagian
itulah, kemudian melalui adat, pemahaman dari adat masyarakat suku Gorontalo
religius masyarakat Gorontalo berpusat. terlepas dari syariat agama Islam. Dari data
Ketika masyarakat Gorontalo memperoleh tersebut, penyelenggaraan upacara adat
pengetahuan mengenai nilai-nilai religius Mongubingo dipahami oleh masyarakat
melalui pengetahuan yang telah suku Gorontalo sebagai sesuatu yang
ditanamkan dalam sistem adat, mereka sakral dan kewajiban beragama ketika
akan lebih mudah menemukan dimensi memiliki anak perempuan. Selain itu,
praktis dalam sistem religi. Melalui adat penerimaan upacara adat Mongubingo
yang berlandaskan nilai-nilai religius, sebagai bagian syariat Islam juga
masyarakat Gorontalo memberikan status mempengaruhi pola pikir masyarakat
adat sebagai hal yang sakral, dan memiliki Gorontalo, terutama orang tua senantiasa
nilai kesucian. memiliki kesadaran pribadi untuk
Bagi masyarakat Gorontalo, menyelenggarakan upacara adat
upacara adat Mongubingo merupakan adat Mongubingo ketika memiliki anak
yang menjadi permulaan anak perempuan perempuan.
memasuki agama Islam. Sang anak mulai Eksistensi nilai religius dalam adat
diikatkan perjanjian pada ajaran agama Mongubingo tersebut merupakan nilai
Islam melalui upacara adat Mongubingo. terdasar yang menjadikan tradisi khitan
Hal tersebut nampak dalam makna filosofis perempuan tetap berlaku secara lestari
prosesi momonto (pemberian gelar suci pada masyarakat suku Gorontalo meskipun
kepada anak perempuan) yaitu untuk tidak banyak mendapatkan kritik dari segi
menyembah selain kepada Allah, tidak kesehatan, pemberdayaan perempuan, dan
memasukkan makanan yang haram di perlindungan anak. Namun sesungguhnya
dalam tubuhnya, nafas yang senantiasa masyarakat suku Gorontalo bukanlah
diiringi dengan dzikir, kesiapan memikul masyarakat yang tertutup, melainkan
tanggung jawab atas amanah yang mereka dapat menerima pengaruh dari
diberikan oleh Allah, serta senantiasa luar. Pengaruh-pengaruh dari luar yang
melakukan perbuatan yang sesuai dengan dating diseleksi dan disesuaikan dengan
ajaran dan menghindarkan dari perbuatan perangkat adat dan agama yang ada berkat
tercela. Dalam artian yang lebih ringkas, kuatnya pengaruh agama dan adat pada
bahwa bayi perempuan secara simbolik msayarakat Gorontalo. Penyesuaian yang
mulai diikatkan dengan ajaran dasar sejak dahulu hingga sekarang adalah
agama Islam melalui upacara adat penyesuaian yang tidak bertentangan
Mongubingo. dengan ajaran agama Islam, serta tidak
Dorongan religius dalam mengucilkan nilai dan makna yang
penyelenggaraan upacara adat Mongubingo terdapat dalam budaya masyarakat
merupakan dorongan terkuat yang Gorontalo (Sinaga, 2005).
dipegang teguh oleh masyarakat
Gorontalo. Melalui dorongan religius, Nilai Etis
upacara adat Mongubingo berstatus
sebagai sebuah kewajiban yang tidak bisa Nilai etis adalah nilai-nilai dan
ditawar dengan apapun bagi masyarakat norma-norma yang menjadi pegangan bagi
195 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294
seseorang atau suatu kelompok dalam (prosesi khitan) menyiratkan nilai kebaikan
mengatur tingkah lakunya (Bertens, 2013). agar sang anak kelak mampu menjaga
Dalam pengertian ini, nilai etis berkaitan kemaluannya, prosesi momonto
dengan bagaimana sebuah masyarakat (pemberian tanda suci) mengharapkan agar
menetapkan pedoman tindakan sang anak mampu mengamalkan ajaran
berdasarkan kesepakatan moral, sehingga agama Islam, prosesi lihu lo limu (mandi
menyebabkan adanya penilaian baik dan lemon) mengharapkan kelak sang anak
buruk. Nilai etis juga dapat diartikan dapat menjadi pribadi yang bermanfaat
sebagai kualitas tindakan tertentu yang bagi keluarga dan orang lain.
diharapkan oleh manusia. Penyelenggaraan upacara adat
Posisi Gorontalo sebagai salah satu Mongubingo bagi masyarakat Gorontalo
daerah adat di Indonesia menempatkan adalah sesuatu yang wajib dilakukan.
berbagai tradisi yang sudah berkembang Kewajiban tersebut tidak hanya dalam
sebagai kebiasaan masyarakat yang prosesi khitan bagi anak perempuan
mengandung nilai kebaikan. Sistem adat sebagai inti dari tradisi, melainkan secara
yang dibangun didasarkan pada keseluruhan dari prosesi khitan hingga
pemahaman agar manusia memiliki injak piring. Dari hasil temuan di lapangan,
kualitas tingah laku atau adab yang baik. penyelenggaraan upacara adat Mongubingo
Nilai etis dalam penyelenggaraan adat adalah wajib bagi semua kalangan
yang kuat merupakan sebuah kualitas yang masyarakat suku Gorontalo yang memiliki
diharapkan agar manusia dapat anak perempuan, termasuk semua kalangan
memperoleh penerimaan dari komunitas dalam berbagai kelas ekonomi. Namun
masyarakat. Dengan diberlakukannya adat biasanya masyarakat dengan tingkat
secara turun-temurun, masyarakat suku ekonomi rendah, menengah, dan atas
Gorontalo akan memiliki rasa kepemilikan memiliki perbedaan dalam segi perayaan,
(sense of belonging) terhadap adat, dimana masyarakat dengan tingkat
sehingga akan tetap melestarikannya dari ekonomi rendah dan menengah biasanya
waktu ke waktu. mengadakan upacara adat secara sederhana
Upacara adat Mongubingo adalah dengan hanya melibatkan sanak saudara
tradisi siklus kehidupan yang tidak dapat atau tetangga dan pemangku adat setempat,
dilepaskan dari kehidupan seorang sedangkan apabila penyelenggara dalam
perempuan suku Gorontalo, pasalnya kategori ekonomi atas biasanya mereka
masyarakat suku Gorontalo memiliki adat mengundang pejabat daerah dan beberapa
yang mengatur awal kehidupan hingga baate (pemangku adat daerah).
akhir kehidupan manusia, yang setiap Kendala secara ekonomi dalam
bagiannya memiliki makna filosofis yang penyelenggaraan upacara adat Mongubingo
berbeda. Upacara adat Mongubingo yang tidak menjadi penghambat bagi masyarakat
diperuntukkan bagi bayi perempuan usia suku Gorontalo untuk tetap melakukan
satu hingga tiga tahun tentu dibedakan adat yang dianggap sebagai kewajiban ini,
dengan upacara bagi bayi suku Gorontalo bahkan apabila ada sebuah keluarga tidak
seperti kelahiran atau aqiqah. mampu secara total menyelenggarakan
Dalam adat Mongubingo, anak upacara adat Mongubingo, biasanya
perempuan mulai diajarkan bagaimana ia kerabat dekat atau tetangga secara gotong-
dapat tumbuh kembang menjadi royong membantu proses penyelenggaraan
perempuan yang beradab sesuai dengan adat tersebut.
konsep suku Gorontalo. Hal ini tercermin Konsep kebaikan dalam upacara
dari makna filosofis yang terkandung dari adat Mongubingo tidak hanya dipegang
masin-masing tahapan prosesi adat oleh masyarakat secara individu,
Mongubingo. Dari prosesi lihu lo limu melainkan juga menjadi tanggung jawab
196 | JURNAL ILMU BUDAYA
Volume 8, Nomor 2, 2020 E-ISSN: 2621-5101 P-ISSN:2354-7294