Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara multikultural tentunya juga memiliki keragaman
tradisi dan kebiasaan yang berbeda-beda. Setiap daerah di Indonesia, memiliki
cara bertindak serta kebiasaan yang berbeda pula tergantung pada apa yang
mereka anggap baik untuk kelangsungan kebudayaan mereka tersebut. Daerahdaerah ini notabenenya memiliki suatu pranata sosial tertentu dalam mengatur
setiap perilaku mereka dalam masyarakat.
Pranata sosial ini pada umumnya merupakan cara-cara tertentu dalam
mastarakat yang mengatur segala bentuk perilaku dan tindakan setiap individu
sebagai anggota masyarakat tersebut. Artinya bahwa ketika seseorang atau
individu memilih untuk menjadi anggota suatu masyarakat tertentu, berarti ia
secara langsung terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut
serta harus menaatinya.
Pada pengertian lebih lanjut, kebudayaan ataupun tradisi merupakan bagian
daripada pranata sosial. Ada hal-hal tertentu yang merupakan bagian daripada
tradisi masyarakat yang telah menjadi aturan-aturan yang mengikat perilaku dan
tindakan masyarakat. Tradisi ini dapat berupa aktivitas gotong royong masyarakat.
Daerah-daerah tertentu biasanya telah menjadikan gotong royong ini sebagai suatu
aturan dalam menciptakan masyarakat yang teratur dan terkendali. Apabila
aktivitas gotong royong tersebut dilanggar, maka ada sanksi-sanksi khusus yang
diberikan oleh kelompok masyarakat lain kepadanya.

Kemajemukan suku dan budaya yang berada di Indonesia menunjukkan


kepada kita selaku warga negara dan masyarakat dunia bahwa Indonesia memiliki
kekayaan alam dan budaya yang mewarnai kehidupan bangsa ini. Dalam
mengembangkan kebudayaan di Indonesia perlu ditumbuhkan kemampuan untuk
megembangkan kebudayaan yang luhur dan beradab. Oleh karena itu,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial, budaya yang
pesat dalam era reformasi ini, secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Nilainilai yang dianut adalah nilai-nilai hukum adat dalam pelaksanan perkawinan
yang majemuk di wilayah nusantara adalah merupakan bagian dari suatu
kebudayaan.
Kebudayaan menunjuk kepada berbagai aspek kehidupan yang meliputi
cara-cara berlaku, sikap-sikap dan kepercayaan terhadap sesuatu. Dengan kata
lain, bahwa kebudayaan merupakan konfigurasi tingkah laku yang dipelajari.
Kemudian hasil tingkah laku didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat.
Salah satu dari konfigurasi tingkah laku adalah norma dan nilai yang ada dalam
adat istiadat masyarakat. Adat-istiadat ialah suatu norma-norma yang kompleks
oleh penganutnya dianggap penting dalam hidup bersama dimasyarakat. Adat
istiadat tersebut bermanfaat sebagai pedoman tingkah lakunya, dan pedoman
untuk mengontrol setiap perbuatan atau tingkah laku manusia. Oleh karena itu,
pengertian adat-istiadat dan masyarakat itu sendiri merupakan wadah kebudayaan.

Kebudayaan sebagai pengetahuan yang diperoleh manusia digunakan untuk


menafsirkan pengalaman dan menimbulkan perilaku.1
Kebudayan

sendiri biasa dibatasi sebagai usaha masyarakat untuk

menjawab tantangantantangan yang dihadapkan kepadanya (kayam) sedangkan


Koentjarningrat berpendapat bahwa kebudayan adalah keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dengan belajar .kebudayaan tidak
sendirinya terwujut ,sebab keberadan kebudayan melalui proses dinamis yang
terkait antara berbagai sistem (lhromi.Peursen;.Cassirer;).Dengan demikian
kebudayaan tidak perna mencapai kemampuan dan berlangsung dalam waktu
relatif lama .kebudayaan merupakan hasil proses dinamis penghasilan dan
freksibel yang bukan abadi ,dan karena itu tidak mungkin akan abadi ,oleh karena
itu berhubungan dengan manusia (Budhisantoso ,dalam Masinambow.peny
Effendi.dalam Masinambow).2
Kebudayaan merupakan sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian,moral, adat istiadat serta kemampuan-kemampuan lain
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyaraakat. Seiring dengan itu, Koentjaraningrat membagi kebudayaan kedalam
tujuh unsur kebudayaan yaitu: (1) Sistem religi dan upacara keagamaan (2)
Sistem dan organissai kemasyarakatan (3) Sistem pengetahuan (4) Bahasa (5)
Kesenian (6) Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik
1 Koentjaraningrat. 2008. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,.Djambatan: Jakarta.
hal. 14
2 Ibid

itu berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki
penduduknya. tak heran bila Indonesia terkenal akan banyaknya kebudayaan yang
dimiliki, sebab Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri dari
berbagai macam etnis atau lebih dikenal dengan negara multikultural, disamping
itu kekayaan budayanya pun di dorong oleh kondisi fisik negara Indonesia yang
berpulau-pulau, bahkan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Selain terkenal sebagai negara kepulauan, Indonesia pun terkenal dengan jumlah
penduduknya yang cukup padat urutan ketiga didunia.3
Kebudayaan yang terdiri dari pola-pola yang nyata maupun yang
tersembunyi mengarahkan perilaku yang dirumuskan dan dicatat oleh manusia
dan simbol-simbol yang menjadi pengarah yang tegas bagi kelompokkelompoknya. Kebudayaan itu sendiri merupakan kesatuan dari gagasan, simbolsimbol dan nilai yang mendasari hasil karya dan perlaku manusia. Perilaku
manusia yang berkembang pada suatu masyarakat yang dilakukan oleh manusia
secara terus menerus pada akhirnya menjadi sebuah tradisi.4
Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu
berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki
penduduknya. tak heran bila Indonesia terkenal akan banyaknya kebudayaan yang
dimiliki, sebab Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri dari
berbagai macam etnis atau lebih dikenal dengan negara multikultural, disamping
3 Koenjaraningrat dkk. 2014. Manusian Dan Kebudayaan di Indonesia. Penerbit:
Djambatan, Jakarta. hlm 239
4 Lihat Skipsi Jaenab, 2008, Trdisi Perang Ketupat, Sejarah Kebudayaan islam. Fakultas
Adab, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. hal 1

itu kekayaan budayanya pun di dorong oleh kondisi fisik negara Indonesia yang
berpulau-pulau, bahkan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
Selain terkenal sebagai negara kepulauan, Indonesia pun terkenal dengan jumlah
penduduknya yang cukup padat urutan ketiga didunia.
Oleh karena wujud kebudayan melalui suatu proses dinamis yang terkait
antara berbagai istem ,maka khusus di indonesia ,menurut Bachtiar setidak
tidaknya bisa dikenal empat macam sistem budaya yang jelas berbeda satu sama
lain. Salah satu sistem budaya itu ,yakni sistem budaya kelompok etnik prbumi
yang masingmasing beranggapan

bahwa kebudayaan

mereka

diwariskan

kepada mereka secara turun-temurun dan sistem budaya ini yang disebut sistem
adat.
Budaya kelompok etnik itu ,misalnya budaya gorontalo .budaya kelompok
etnik yang disebutkan di atas ,menurut Bosch mengalami pengaruh india yang
kuat sehingga masi terasa akibatnya sampai sekarang.5
Sistem kekerabatan masyarakat Gorontalo yang beraneka ragam profesi
dan tingkat sosial tidak menjadi penghalang untuk tetap hidup dalam suasana
kekeluargaan. Dan itu menjadi salah satu hal utama mengapa masyarakat
Gorontalo selalu hidup rukun dan tidak pernah terjadi bentrok / konflik yang
berskala besar.
Sistem kemasyarakatan yang terus terpelihara dan berjalan dengan baik
hingga saat ini adalah hidup tergotong royong dan menyelesaikan segala
5 Ibid

persoalan / permasalahan secara bersama sama, musyawarah dan mufakat. Begitu


juga upacara adat pun tidak akan terlepas dari setiap individu dimanapun berada.
Upacara tersebut berbeda satu sama lain. Di Gorontalo misalnya, upacara
pembeatan masih sangat kental dan masih sering di lakukan . Hal ini
dikarenakan, sudah menjadi tradisi seorang perempuan ketika memasuki masa
remaja melakukan pembeatan atau perjanjian. Pembeatan juga dapat dilakukan
menjelang akad nikah.6
Upacara Pembeatan etnis gorontalo dimana masyarakat Kecamatan
Bualemo terdiri dari berbagai macam suku. Sehubungan dengan hal tersebut
diatas, maka penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan judul
Upacara Pembeatan Etnik Gorontalo (Studi Kasus Di Desa Bualemo Kec.
Bualemo Kab Banggai )
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan suatu
permasalahan yakni, Bagaimana perbedaan pelaksanan upacara pembeatan etnik
Gorontalo di Bualemo kabupaten banggai ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengacu pada perumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan
dari penelitian ini yakni, Untuk mendeskripsikan gambaran tentang pelaksanan
upacara pembeatan etnik Gorontalo di Bualemo kabupaten banggai.
1.4 Manfaat Penelitian
Beranjak dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut diatas maka
diharapkan penelitian ini akan memberi manfaat atau kontribusi sebagai berikut :

6 Prof .Dr.H.Monsoer Patenda ,dkk Gorontalo tahun 2005

1) Akademik, Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada


pemerintah dan masyarakat tentang bagaimana memahami upacara pembeatan
(studi kasus di Desa Bualemo Kec. Bualemo Kab Banggai).
2) Praktis, Bagaimana masyarakat memahami ataupun lebih mengetahui
bagaimana upacara pembeatan (studi kasus di Desa Bualemo Kec Bualemo
Kab. Banggai).
Teoritis, Penelitian memberi manfaat teoritis yang berupa sumbangan bagi
pengembangan Ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan hukum adat
upacara pembeatan.

BAB II

KAJIAN TEORITIS
2.1 .Tradisi
Tradisi adalah suatu kebiasan yang teraplikasikan secara terus-menerus
dengan berbagai simbol dan aturan kepada seluruh. Demikian juga di masyarakat
bengkulu terdapat berbagai tradisi yang teraplikasi di antara tradisi tabot. Upacara
ritual tabot sebagai seluruh produk kebudayaan, penomena budaya berbuka dua
justru menjadikan tabot sebagai lokal genius. Fenomena ini pula di yakini banyak
kalangan membuat ritual tabot mampu bertahan dengan benturan-benturan budaya
yang dihadapinya selama dua abad terakhir.
Apabila dilihat dari perspektif filsafat sejarah,suptansi budaya tabot itu m
eru simbolisasi dari seluru keprihatinan sosial. Dengan demikian, sebagai produk
budaya manusia secara tidak langsung lewat tahapan-tahapan propesi yang ada
itu, iya juga menyusun simbol-simbol solidaritas sosial atau merupakan
simbolisasi kearipan sosial.7
Hal ini dapat terlihat sebelum dan selama hari pelaksanaan upacara,
disejumlah kampung tempat keluarga tabot, mereka saling membantu dalam
mengerjakan bangunan tabot dalam suasana akrab. Bahkan, pada prosesi anakanak berusia 10-12 tahun ikut mengumpulkan dana untuk kepentingan ritual tabot,
orang-orang yang lewat pun menyumbang secara sukarela. Hal ini menunjukkan,
bahwa ritual tabot didukung oleh semua elemen masyarakat Bengkulu yang tidak
membedakan ras masyarakat. Bahkan, mayarakat non muslimpun juga

7 Budhisantoso, dkk. Sinopsis Upacara Tradisional Daerah Bengkulu (Upacara Tabot Di Daera
Bengkulu). Bengkulu.

berpartisipasi, karena mereka menyadari ritual tabot bukan hanya milik orang
muslim Bengkulu saja, melainkan semuanya merasa memiliki. Ritual tabot tabot
2010, etnis China menyumbangkan sebuah pertunjukkan warisan leluhur mereka
Barongsai (Harian Rakyat Bengkulu, Edisi Desember 2010).8
Hal ini dapat terlihat sebelum dan selama hari pelaksanaan upacara,
disejumlah kampung tempat keluarga tabot, mereka saling membantu dalam
mengerjakan bangunan tabot dalam suasana akrab. Bahkan, pada prosesi anakanak berusia 10-12 tahun ikut mengumpulkan dana untuk kepentingan ritual tabot,
orang-orang yang lewat pun menyumbang secara sukarela. Hal ini menunjukkan,
bahwa ritual tabot didukung oleh semua elemen masyarakat Bengkulu yang tidak
membedakan ras masyarakat. Bahkan, mayarakat non muslimpun juga
berpartisipasi, karena mereka menyadari ritual tabot bukan hanya milik orang
muslim Bengkulu saja, melainkan semuanya merasa memiliki. Ritual tabot tabot
2010, etnis China menyumbangkan sebuah pertunjukkan warisan leluhur mereka
Barongsai (Harian Rakyat Bengkulu, Edisi Desember 2010).9
Johanes Mardimin, menyatakan bahwa secara bersama-sama, dan bahkan
tidak jarang tradisi-tradisi itu berakhir menjadi suatu ajaran, jika ditinggalkan
akan mendatangkan bahaya. Teori Johanes Mardimin itu bahwa bagi masyarakat,
terutama generasi sebagai penerus tradisi warisan leluhur supaya dipelihara.
Menurut Tokoh masyarakat Minang H.M Yunus Said peragaan tabot dapat
mempererat kerukunan umat beragama, khususnya antar sesama keluarga tabot,
8 Ibid
9 Ibid

mereka sering berkumpul untuk musyawarah dan mempersiapkan upacara ritual


tabot serta melaksanannya. Para keluarga tabot banyak dating terutama meminta
sumbangan.
Erman Mamud, mengatakan bahwa melalui tabot bias dibangun rasa saling
memahami diantara berbagai elemen masyarakat Bengkulu yang majemuk.
Berbagai komponen masyarakat lintas agama, lintas adat dan lintas budaya bias
secara sinergis menyukseskan tradisi.10
Tradisi dan budaya merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia.
Budaya atau tradisi yang di ciptakan oleh manusia itu ada sejak dulu kala dan
menjadi turun temurun atau bisa di sebut warisan dari nenek moyang. Tradisi atau
budaya bisa di terjemahkan sebagai pewarisan atau penerusan norma-norma,
adat-istiadat. Manusialah yang menentukan tradisi dan budaya itu di terima,
dirubah atapun di tolak. Itulah sebabnya tradisi dan budaya merupakan cerita
tentang pewarisan leluhur. EB Taylor (dalam Soekanto 2005: 172) mendefinisikan
kebudayaan adalah komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hokum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
di dapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Desa Gunung Rancak juga
memiliki adat-istiadat yang masih di lakukan masyarakatnya. Seperti halnya yang
dilakukan oleh masyarakat desa pada umumnya. Adat-istiadat yang masih ada di
Desa Gunung Rancak yaitu adat-istiadat dalam acara Maulid Nabi besar
Muhammad SAW, Perkawinan, dan ketika ada Kematian.11
10 Mardimin, Johanes. Jangan Tangisi Tradisi, Liberty. Yogyakarta
11 Ibid

10

2.2 Adat Istiadat


Adat istiadat seringkali diganti dengan adat kebiasaan, namun pada
dasarnya artinya tetap sama, jika mendengar kata adat istiadat biasanya aktivitas
individu dalam suatu masyarakat dan aktivitas selalu berulang dalam jangka
waktu tertentu. Menurut Soleman B. Taneko adat istiadat dalam ilmu hukum ada
perbedaan antara adat istiadat dan hukum adat Suatu adat istiadat yang hidup
(menjadi tradisi) dalam masyarakat dapat berubah dan diakui sebagai peraturan
hukum (hukum adat). Pandangan bahwa agama memberi pengaruh dalam proses
terwujudnya hukum adat, pada dasarnya bertentangan dengan konsepsi yang
diberikan oleh Van den Berg yang dengan teori reception in complex menurut
pandangan adat istiadat suatu tradisi dan kebiasaan nenek moyang kita yang
sampai sekarang masih dipertahankan untuk mengenang nenek moyang kita juga.
Sebagai keanekaragaman budaya. Istilah adat istiadat seringkali diganti
dengan adat kebiasaan, namun pada dasarnya artinya tetap sama. Jika mendengar
kata adat istiadat biasanya aktivitas individu dalam suatu masyarakat dan aktivitas
ini selalu berulang kembali dalam jangka waktu tertentu (bisa harian, mingguan,
bulanan, tahunan dan seterusnya), sehingga membentuk suatu pola tertentu.Adat
istiadat berbeda satu tempat dengan tempat yang lain.12
Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia berarti kebiasaan. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam
12 Bewa Ragawino, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat Indonesia

11

Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah


menganal dan menggunakan istilah tersebut. Adat atau kebiasaan dapat diartikan
sebagai berikut : Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan
cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama.
Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti
oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan
begitu luasnya pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa
dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri, yang satu satu dengan yang
lainnya pasti tidak sama. Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat
atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa.
Tingkat peradaban, cara hidup yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan
tingkah laku atau adat-istiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat. Adat
selalu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kemajuan zaman, sehingga adat itu
tetap kekal, karena adat selalu menyesuaikan diri dengan kemjuan masyarakat dan
kehendak zaman. Adat-istiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali
kaitannya dengan tradisi-tradisi rakyat dan ini merupakan sumber pokok dari pada
hukum adat. Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, mengatakan bahwa adat
adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal dan
ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku
didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum.13
2.3Upacara Adat

13 Ade Putra. Trunojoyo Madura 'Makna, Tradisi dan Simbol Dalam Upacara Roka.

12

Gorontalo merupakan salah satu provinsi di wilayah Republik Indonesia


yang memanjang dari Timur ke Barat dan Bagian Utara Pulau Sulawesi. Sebelah
Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi kemudian di sebelah timur berbatasan
dengan Provinsi Sulawesi Utara, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan
Provinsi Sulawesi Tengah, serta Teluk Tomini di sebelah Selatan. Penduduk
Gorontalo hampir seluruhnya memeluk agama Islam. Adat istiadatnya sangat
dipengaruhi ajaran dan kaidah Islam. Oleh karenanya masyarakat Gorontalo
memegang teguh semboyan adat yaitu, Adati hula hula Sareati, Sareati hula hula
to Kitabullah yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan
Kitabullah.Dengan semboyan diatas, masyarakat Gorontalo sangat memegang
teguh norma kesopanan. Penghormatan kepada seseorang bagi orang Gorontalo
lebih banyak ditentukan oleh kesopanan dan merendahkan diri, sifat ini sangat
dihargai dan dijunjung tinggi.14
2.3.1Mome`ati
Mome`ati (= membe`at ) adalah suatu ke harusan syare`at islam, yang
merupakan

perjanjian/ikrar,

dengan

inti

pengucapan

kalimat

syahadat,

melaksanakan rukun islam dan rukun iman secara utuh, sebagai seorang muslim,
mulai dari timbal kedewasaan. Sebagai kewajiban kaum perempuan muslim,
mulai dari timbul tanda kedewasaannya (HAIT ), untuk menata diri lahir dan
bathin, dengan pengetahuan pembersihan diri, dan penjagan kesucian dirinya
dalam kehidupannya. Jenjang perdatan dalam peristiwa/aspek kelahiran dan
keremajaan yang turun temurun diperlakukan oleh masyarakat suku gorontalo.
14 Farha Daulima dan Salmin Djakaria, 2008. Gerakan Patriotisme di Daerah Gorontalo,
MbuI Bungale, Propinsi Gorontalo. Hlm 22.

13

2.3.2 Acara Adat Mome`ati


Acara adat mome`ati adalah kewajiban setiap keluarga muslim suku
gorontaloyang mengandung unsur pendidikan moral ,mensucikan diri pendalaman
ajaran agama ,agar membudaya dalam kehidupan pribadi sang anak .
Acara adat mome`ati yang didahului dengan tahapan kegiatan,
Molungudu, momonto mopohuta`a to pingge, mome`ati dan mohatamu
merupakan konsekuensi keluarga/orang tua membina anak perempuan agar tahap
menjaga kesucian dirinya lahir dan batin.
Pelaksanaan adat mome`ati dilaksanakan oleh pelaksana-pelaksananya
sebagai berikut:
1. Hulango (bidan kampung)yang telah ditunjuk sebagai pelaksanan acara,dan
dibantu oleh pembimbing (seorang ibu yang berpengalaman dalam tata cara adat
mome`ati), dan telah memahami persyaratan : a) Beragama Islam. b) Mengetahui
urutan tata cara tahapan kegiatan. c) Mengetahui ramuan-ramuan tradisional. d)
Mengetahui lafal-lafal yang telah diturunkan oleh para leluhur dalam
pelaksanaannya dari awal kegiatan, samapai pada acara Mome`ati dan Mohatamu.
e) Diakui masyarakat sebagai bidan kampung.
2. Pemangku adat, yang diberikan tanggung jawab atas kelangsungan acara.
3. Pegawai Syara` (Imam dan Hatibi).\
4. Pekerja-pekerja yang mempersiapkan perlengkapan benda-benda budaya
yang dibutuhkan
5. Penata busana adat.

14

Kegiatan Melungudu (mandi uap dengan ramuan tradisional ) , a) periuk


(belanga) yang terbuat dari tanah bercerobong uap pada penutupnya. b) ramuan
tradisional yang akan direbus terdiri

dari tujuh macam ramuan ini sebagai

berikut:
Timbuwale (sereh) yang biasa dan yang harum, batang dan daunnya dilumat.
Totapo Talanggilala (kulit kayu telur) yang ditumbuk kasar.
Humopoto (kencur), daun serta dagingnya ditumbuk kasar.
Tapulapunga (daun sembung), daun, batang dan akarnya ditumbuk kasar.
Linggopoto (lengkuas), daun serta daginngnya ditumbuk kasar.
Dungomeme yang harum (daun dadap),
Daging buah pala daun cengkih.
c) Kamar kecil/bagunan kecil, yang berukuran 1x2 meter, tanpa jendela,
pintunya tertutup, dan disebut Huwali/Beleya Polungudelo. d) Bada`a atau bedak

1)
2)
3)
4)

lulur tradisional yang terdiri dari ramuan :


Totapo Talanggilala (kulit kayu telur), yang telah dibuang kulit arinya
Antayi (buah kayu yang tumbuh dipinggiran pantai)
Pale Yilahumo, yaitu beras yang direndam dengan air.
Biji buah pala, kunyit dan kencur.
Keempat bahan ini, digosok pada Botu Pongi`ila (batu yang kasar), sehingga
halus untuk menjadi masker muka, dan seluruh badan.
Jamu Mato Lo Umonu, (jamu ramuan dari akar, buah yang harum),
yaitu :
1) Bohu, yaitu sejenis buah kayu, yang berkhsiat mencerahkan wajah dan
kulit.
2) Masoyi, yaitu sejenis kulit kayu yang berkhasiat mengecangkan saraf-saraf
otot dan alat vital dalam tubuh bagian dalam.
3) Dumbaya, yaitu sejenis biji buah semangka yang tumbuh liar di hutan,
berkhasiat mengobati radang pada usus, membuka pori-pori kulit,
sehingga keringat lancar keringat.
4) Bungale atau Bangley, yaitu sejenis tanaman obat yang berkhasiat untuk
memperlancar peredaran darah.

15

5) Humopoto atau kencur, selain sebagai membersihkan kotoran pembulu


darah.
6) Botu Pomunggudu atau Tawas, berkhasiat mensterilkanlendir pada

usus

dan pembulu darah.


7) Alama Bunga, yaitu sejenis kemenyan yang baunya harum jika dibakar,
sebagai pengharum badan yang berkhasiat pemulihan syaraf.
8) Bilobohu, yaitu sejenis kulit kayu yang telah diawetkan berkhasiat
membersihkan kotoran pada pencernaan, saluran kencing dan kantong
indung telur.
9) Palah dan Cengkih berkhasiat mengobati radang yang ada dalam saluran
pencernaan dan pembuluh darah.
10) Piyamputi (bawang putih) berkhasiat mengobati radang yang ada dalam
saluran pencernaan, pembuluh darah, juga mencegah kolesterol, bagi yang
mengidap darah tinggi (penurun darah).
11) Limututu (lemon sewanggi, limau purut), berkhasiat menghilangkan bau
badan.
Hihito atau lulur tradisional, yang dipakai untuk mandi, namanya terdiri
dari :
1) Dungo Wuloto yang ditumbuk kasar.
2) Totapo Talanggilala (kayu telur) yang ditumbuk kasar.
3) Ampas dari pembuatan jamu Mato lo umonu.
Kegiatan Momonto (pemberian tanda suci). Yaitu :
a) Darah balung ayam jantan/betina
b) Alawahu Tilihi (campuran kunyit, kapur dan air).
Pada awalnya, para tua-tua memakai darah balung ayam untuk acara
Momonto, tetapi darah ayam mengakibatkan timbulnya kutil (Bangalo) pada
badan yang ditandai, maka mereka menggantikan darah ayam itu dengan
campuran kuning, kapur dan air, yang digosokkan pada botu Pongi`ilo, warnanya
menjadi merah darah.

16

Kegiatan Momuhuto (siraman air kembang). Yaitu :

a. Taluhu Yilonuwa (air kembang) dengan ramuan sebagai berikut :


Kulit Limutu yang diirisi halus.
Buah Limutu yang dibelah dua, sejumlah 7 biji.
Irisan 7 macam dun piring (Polohungo).
Ramuan Umonu yang ditumbuk halus yang disebut Yilonta.
Daun Onumo, sejenis daun mayana tapi hijau dan harum.
Bungaputi atau bunga melati.
b. Bulewe atau upik pinang, 2 tangkai, setangkai masih tertutup atau
hu`u hu`umo, dan setangkai sudah mekar atau Malongo`olo
mayang. Bulewe yang mekar itu digantungkan diatas tempat duduk
sang puteri saat dimandikan.
c. Tujuh buah perian bamboo kuning, yan ditutupi dengan daun
puring (Polohungo). Didalamnya berisi air, dan kepingan uang
logam yang bernilai Rp. 100,d. Telur ayan kampung 1 butir, yang masih baru.
e. Dudangata (kukuran kelapa) yang dijadikan tempat duduk dari
sang puteri saat dimandikan.

Kegiatan Mopohuta`a to Pingge (meginjakkan kaki diatas piring). Yaitu :


a. Tujuh buah piring yang masing-masing berisi :
1 piring berisisegenggam tanah dan rumput Po`otoheto
1 piring berisi jagung (milu).
1 piring berisi beras.
1 piring berisi Tala`angala`a (uang logam dengan ragam

nilainya).
1 piring berisi daun puring (polohungo).
1 piring berisi Bakohati lo umonu (kotak kecil yang berisi

ramuan yang harum).


1 piring berisi Bulewe (tangkai mayang pinang).
b. Tujuh buah baki berisi :
1 baki berisi cikal bakal kelapa (Tumula).
1 baki berisi Hulante.

17

1 baki berisi lampu tohetutu yang ditancapkan pada gelas yang


berisi beras. Disekitar lampu itu, terletak 5 piring mangkuk
Pale Yilulo (beras 5 warna, putih, hitam, hijau, mrah dan

kuning).
1 baki berisi tangkai Bulewe.
1 baki berisi 7 buah bakohati lo umonu.
1 baki berisi 7 potongan tebu (patodu).

Mome`ati (membuat ikrarperjanjian)


a. Pu`ade lo be`ati (tempat duduk untuk yang dibe`at).
b. Busana adat `` Wolimomo dan Pasanga``
Mohatamu (hatam Qur`an)
a. Seperangkat Polutube (tempat bara api), segelas air baskom dupa.
b. Al-Qur`an.15
2.4 Teori Fungsionalisme Struktural
Fungsinalisme struktural adalah salah satu paham atau perspektif dalam
sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak
dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Kemudian,
perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan ke tidak
seimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada bagian lain.
Perkembangan fungsionalisme di dasarkan atas model perkembangan sistem
organisme yang di dapat dalam biologi (Theodorson, 1969:67). Asumsi dasar
teori ini ialah bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus
berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa

15 Daulima, Farha. 2008. Tata Cara Mome`ati dan Mohatamu. Galeri Budaya Daerah.
Gorontalo.

18

menjalankan fungsinya dengan baik. Seturut teori ini masyarakat terdiri dari
berbagai elemen atau insitusi. Elemen-elemen ini antara lain adalah ekonomi,
politik, hukum, agama, pendidikan, keluarga, budaya, adat istiadat, dan lainlain.16
Fungsinalisme struktural menurut Merton ada 3 asumsi atau postulat yaitu
pertama, ke satuan fungsional masyarakat merupakan suatu keadaan di mana
seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat ke selarasan
atau eksistensi internal yang memadai, tanpa menhasilkan konflik yang
berkepanjangan yang tidak dapat di atasi atau di atur. Ke dua, postulat
fungsionalisme universal postulat ini mengaggap bahwa seluruh bentuk sosial dan
kebudayaan yang sudah baku memilki fungsi-fungsi positif. Ke tiga, postulat
indispensability bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek
material, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memilki sejumlah
tugas yang harus di jalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat di
pisahkan dalam kegiatan sistem sebagai ke seluruhan.
Menurut teori struktural fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem
memiliki struktur yang terdiri atas banyak lembaga. Masing-masing memiliki
fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi dengan kompleksitas yang berbedabeda ada pada setiap masyarakat, baik masyarakat modern maupun primitif.
Misalnya lembaga sekolah mempunyai fungsi mewariskan nilai-nilai yang ada
generasi baru. Lembaga keluarga berfungsi menjaga ke langsungan perkembangan
jumlah penduduk.
16 Theodorson, 1967:67

19

Kemudian fungsional struktural menurut Talcott Parsons yaitu ada tiga fase
yang pertama, terdiri dari tahap-tahap perkembangannya atas teori vountaristik
dari tindakan sosial. Ke dua, yaitu pembebasan dari kekangan teori tindakan sosial
yang mengarah struktural fungsional ke dalam pengembangan suatu teori tindakan
yang lebih umum yang berisikan konsep-konsep sistem dan kebutuhan-kebutuhan
sistem yang sangat penting. Dan yang ke tiga adalah mengenai model sibernetika
dari sistem-sistem sosial (Hamilton, 1990). 17

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
17 Hamilton, 1990

20

Dalam penelitian

ini

metode yang akan dilakukan melalui metode

kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berapa angka-angka, melainkan


data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan. Sehingga yang
menjadi tujuan dari penelitian ini, adalah ingin menggambarkan dan mengungkap,
serta menjelaskan realita empirik dibalik fenomena secara mendalam, rinci dan
tuntas. Penggunaan metode kualitatif ini adalah dengan memcocokkan realita
empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakan pendekatan deskriptif.
Pendekatan kualitatif merupakan suatu metode penelitian yang diarahkan
pada memahmi fenomena sosial dari prespektif partisipan. Penelitian kualititatif
menggunakan strategi multi metode yakni dengan wancara, observasi dn
dokumentasi. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti menyatu dengan situasi yang
diteliti.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode dekriptif
adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Serta mempelajari
masalah-maslah dalam masyarakat dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat,
situasi-situasi tertentu, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, dan proses proses yang
sedang beralngsung dari suatu fenomena.
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Desa Bualemo Kecamatan
Kabupaten

Bualemo

Banggai. Adapun alasan dipilihnya tempat penelitian ini karena

Kecamatan Bualemo merupakan salah satu kecamatan yang dipandang memiliki


suku yang beraneka ragam dari kecamatan-kecamatan yang ada di kabupaten
Banggai dan serta alasan pemilihan lokasi tersebut sebagai tempat penelitian

21

karena di Kecamatan Bualemo banyak terjadi pembiatan khususnya suku


Gorontalo.
3.3. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen
utama atau alat penelitian untuk mengumpulkan data adalah peneliti itu sendiri
atau human instrumen yang berfungsi menetapakan fokus penelitian , memilih
informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas
data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya.
Dalam penelitian ini, yng menjadi instrumen utama yakni peneliti sendiri
yang berperan dalam pengumpulan data, yang mengacu pada: (1) pedoman
wawancara yang dibuat, (2) alat perekam dan kamera, (3) buku catatan lapangan
untuk menulis hal-hal penting yang di temui di lapangan.
3.4 Penentuan Sampel Penelitian
Dalam penelitian dengan pendekatan kulalitatif, teknik sampling yang
digunakan adalah purposive sampling, dan snowball sampling. Purposive
sampling adalah tehnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu. Pertimbangan tertentu misalnya, akan melakukan penelitian tentang
pembeatan (studi kasus di desa bualemo kecamatan bualemo kabupaten banggai),
maka sampel sumber datanya adalah orang-orang yang telah mengalami
pembeatan (studi kasus di desa bualemo kecamatan bualemo kabupaten banggai).
Sampel ini lebih banyak digunakan dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian
dalam penelitian kualitatif tidak memggunakan sampling acak, tetapi sampel yang

22

dipilih berdasarkan kebutuhan dalam penelitian. Maka berdasarkan uruaian diatas,


sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Sampel dalam kajian penelitian kualitatif jumlahnya lebih sedikit dan
biasanya bersifat purposive , dalam penelitian kualitatif rata-rata para peneliti
menggunakan sampel purposive.
3.5. Sumber Data
Pada penelitian ini, peneliti menetapkan sumber data, yaitu :
3.5.1. Data Primer
Data primer merupakan data yang langsung memberikan data pada
pengumpul data. Dalam hal ini data diperoleh secara langsung dari informan
melalui wawancara secara mendalam dengan menggunakan pedoman wawacara
dan dibantu dengan alat wawancara, yakni tepe recorder.
3.5.2. Data sekunder
Yang dimaksud dengan data sekunder adalah Sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Sumber yang membantu dalam
penelitian ini yakni meliputi buku-buku atau literatur yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti.
3.6 Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah ,mendapatkan data. Tanpa
mengetahui tehnik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang akurat yang ditetapkan.

23

Pengumpulan data dengan berbagai cara, yakni dengan observasi, wawancara,


dukumentasi.
3.6.1

Observasi
Observasi

atau

pengamatan

merupakan

suatu

tehnik

atau

cara

mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan


yang berlangsung.
3.6.2

Wawancara
Wawancara merupakan salah satu bentuk tehnik pengumpulan data yang
banyak digunakan dalam penelitian kualitatif deskriptif.

3.6.3

Dokumenter
Dokumenter

merupakan

suatu

tehnik

pengumpulan

data

dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,


gambar maupun elektronik.
3.7 Analisis Data
Analisis data merupakan metode penting dalam penelitian, karena dengan
analisa data maka data yang diperoleh dapat diartikan dan dideskripsikan.
Menurut Bogdan (dalam Sugiyono. 2013:244) analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain. Selanjutnya Sugiyono (2013 : 245)
Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang
diperoleh selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis.

24

Menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono.2013 : 246) aktivitas


dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas. Aktifitas dalam analisis data yaitu :
1. Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilh hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data
yang telah direduksi

akan memeberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data.


2. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Penyajian data
adalah hal yang akan memudahkan untuk merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.
3. Verifikasi/Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan yang dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang belum jelas setelah diteliti akan menjadi jelas.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1

Sejarah Desa Bualemo

25

Kabupaten banggai Sulawesi tengah, terdapat kecamatan yang terletak


paling timur yang di kenal dengan nama kecamatan bualemo. Bualemo ini adalah
sebuah kecamatan yang di mekarkan pada tahun 2003. Di Kecamatan Bualemo
terdapat salah satu desa yang dikenal dengan nama desa bualemo B. Seiring
dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman maka jumlah penduduk di
desa ini semakin meningkat dan dengan bertambahnya penduduk maka desa
Bualemo B semakin padat
Desa Bualemo B mempunyai tiga dusun terdiri dari dusun I, dusun II dan
dusun III. Desa ini mulai dikenal pada zaman pemerintah pak Mopangga Rahman.
Pada zaman pemerintah Mopangga Rahman, pemakai bahasa pengantar yaitu
bahasa daerah Gorontalo semakin banyak. Berdasarkan hal tersebut penduduk
Bualemo merupakan salah satu kesatuan yang erat. Penduduk Bualemo
merupakan masyarakat memakai bahasa Gorontalo dan bahasa Indonesia sebagai
pengantar sampai sekarang. Penduduk Bualemo menggunakan bahasa Gorontalo
karena hampir sebagian besar bersuku Gorontalo yang berasal dari Tilamuta.
Penduduk desa bualemo b ini adalah penduduk dengan suku gorontalo
asli. Seiring dengan berjalannya waktu penduduk di desa ini semakin bertambah
dengan adanya suku-suku lain. Adapun jumlah penduduk sekarang ini berjumlah
total 1.319 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki berjumlah 650 jiwa sedangkan
penduduk perempuan berjumlah 669 jiwa.
4.1.2 Keadaan Geografis
4.1.2.1 Kondisi Geografis

26

Bualemo merupakan salah satu dari 16 desa yang ada di kecamatan


Bualemo kabuapaten Banggai. Secara admistratif Kecamatan Bualemo memiliki
batas wilaya sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan teluk tomini
- Sebelah timur berbatasan dengan Desa pangkalasean.
- Sebelah selatan barbatasan dengan sampaka
- Sebelah barat berbatasan dengan desa salodik.
Kecamatan memiliki luas wilayah lebih kurang 862,00 km dan jarak
antara ibu kota kabupaten 115 km .di kiahat dari segi letak geografis Kecamatan
Bualemo terdiri dari tanah dataran rendah yang subuh yang paling menonjol di
tanami kelapa dan tanaman musiman lainnya.
4.1.3
Keadaan Demografis
4.1.3.1 Keadaan Penduduk
Wilayah Desa Bualemo terdiri dari 3 Dusun yaitu : Dusun I, Dusun II dan
Dusun III yang di pimpin oleh masing-masing kepala dusun. Pemerinta desa
mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan pemerintah umum dan
pemerintahan daerah di wilayahnya .Dan beberapa fungsi dari pemerintah Desa
Bualemo yaitu melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintah desa
pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan ,melakukan usaha
dalam

rangka

peningkatan

partisipasi

atas

swadaya

masyarakat

untuk

meningkatkan kesejahteraan ,melakukan kegiatan dalam rangka Pembina


ketentraman dan ketertiban masyarakat , dan melakukan fungsi-fungsi lain yang
dilimpahkan ke Desa Hal ini dapat dilihat bagan berikut ini.
Tabel 1
Keadaan Penduduk Desa Bualemo berdasarkan Dusun
Jumlah Penduduk
No
Dusun
KK
Laki-Laki
Perempuan
1
Dusun I
165 KK
245 Orang
265 Orang
27

2
3

Dusun II
131 KK
215 Orang
210 Orang
Dusun III
106 KK
190 Orang
194 Orang
Jumlah
402 KK
650 Orang
669 Orang
Jumlah Total
1.319 Orang
Sumber Data : Profil Desa tahun 2014
Dari tabel di atas dapat diketahui keadaan penduduk desa Bualemo
berdasarkan jumlah penduduk menurut jumlah kepala keluarga (KK), dan jumlah
penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu jumlah penduduk laki-laki dan jumlah
penduduk perempuan. Selain itu data pada table di atas selain untuk mengetahui
jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui juga jumlah dusun
yang ada di desa bualemo yaitu Dusun I. Dusun II dan Dusun III dengan jumlah
KK terbanyak terdapat di Dusun I dan yang memilki jumlah penduduk terendah
terdapat di Dusun III.
4.1.3.2 Keadaan Pendidikan
Keadaan pendidikan di Bualemo di Kabupaten Banggai hingga saat ini
menujukan kemajuan meskipun tidak sama halnya dengan desa-desa lain, yakni
trobosan pendidikan yang sudah merata. Setelah di lakukan pendataan keadaan
pendidikan oleh pemerintah setempat, masyarakat bualemo dari sekolah dasar,
SMA/Sederajat dan sampai perguruan tinggi, telah terlaksana.
Tabel 2
Keadaan Pendidikan Desa Bualemo
TINGKAT PENDIDIKAN
Usia 3-6 tahun yang belum masuk TK
Usia 3-6 tahun yang Sedang TK/Play group
Usia 7-18 tahun yang tidak pernah sekolah
Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah
Usia 18-56 tahun tidak pernah sekolah
Usia 18-56 tahun pernah SD tetapi tidak tamat
Tamat SD/Sederajat
Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTP
Jumlah usia 12-56 tahun tidak tamat SLTA
28

LAKI-LAKI
- Orang
16 Orang
- Orang
122 Orang
- Orang
- Orang
- Orang
- Orang
- Orang

PEREMPUA
N
- Orang
36 Orang
- Orang
115 Orang
- Orang
- Orang
- Orang
- Orang
- Orang

Tamat SMP /Sederajat


92 Orang
106 Orang
Tamat SMA/Sederajat
76 Orang
86 Orang
Tamat D-1/Sederajat
- Orang
- Orang
Tamat D-2/Sederajat
- Orang
3 Orang
Tamat D-3/Sederajat
- Orang
3 Orang
Tamat S-1/Sederajat
36 Orang
27 Orang
Tamat S-2/Sederajat
1 Orang
2 Orang
Tamat S-3 /Sederajat
- Orang
- Orang
Jumlah
343 Orang
378 Orang
Jumlah Total
721 Orang
Sumber Data :profil Desa Bualemo Kecamatan Bualemo Tahun 2014
Dari data pada tabel 2 di atas dapat diketahui bahwah masyarakat di
Desa Bualemo saat ini sudah mengenal pendidikan .Hal ini dapat diketahui bahwa
anak-anak pada usia dini telah di perkenalkan dengan pendidikan mulai sekolah
TK.Sehingga masyarakat desa bualemo tidak akan tertinggal oleh pendidikan
yang semakin moderen .
Pendidikan merupakan satu hal penting dalam mencerdaskan
kehudupan bangsa .Dengan adanya pendidikan ,maka akan timbul dalam diri
seseorang untuk berlomba-lomba dan

memotivasi dari kita untuk lebih baik

dalam segala aspek kehidupan .


Dari data pada tabel diatas menunjukan bahwah mayoritas penduduk
desa bualemo hanya mampu menyelesaikan sekolah ke jenjang pendidikan dasar
(SD)dan masih banyak juga penduduk yang buta huruf . Rendahnya kulitas
tingkat pendidikan d desa Bualemo tidak telepas dari terbatasnya sarana dan
prasarana pendidikan yang ada ,di samping itu juga tentu masalah ekonomi dan
pandangan hidup masyarakat .
4.1.3.3 Keadaan Pekerjaan

29

Sumber kehidupan petani di desa Bualemo adalah bercocok tanam di


ladang. Selain pencaharian tersebut masyarakat bualemo juga melakukan
beberapa sumber penghidupan di antaranya sebagai nelayan dan beternak. Dalam
pelaksanaan

kegiatan

bercocok

tanam

misalanya

masayakat

bualemo

memperhatikan perbintanggan. Sistem ekonomi di lakukan dengan cara kerja


sama (huyula). Keadaan perekonomian di Bualemo sampai saat ini masih di
dominasi oleh kelapa, hal ini di karenakan oleh struktur tanah yang cocok untuk
tanaman tersebut. Dalam pertanian ada juga tanaman-tanaman sampingan yang
menopang pendapatan masyakat misalnya coklat, padi, dan lain-lain.
Tabel 3
Keadaan Penduduk Desa Bualemo Berdasarkan Pekerjaan
JENIS PEKERJAAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
Petani
121 Orang
-Orang
Pegawai Negeri Sipil
58 Orang
48 Orang
Pengrajin Industri Rumah Tangga
3 Orang
4 Orang
Pedagang Keliling
1 Orang
-Orang
Peternak
372 Orang
1 Orang
Nelayan
87 Orang
-Orang
Montir
4 Orang
-Orang
Bidan Swasta
1 Orang
-Orang
Perawat Swasta
1 Orang
-Orang
TNI
1 Orang
-Orang
POLRI
2 Orang
-Orang
Pensiun PNS/TNI/POLRI
11 Orang
3 Orang
Pengusaha Kecil dan menengah
27 Orang
-Orang
Karyawan Perusahaan Swasta
3 Orang
1 Orang
Dukun Kampung terlatih
- Orang
1 Orang
Jumlah Total Penduduk
750 Orang
Sumber Data : profil Desa Bualemo Kecamatan Bualemo Tahun 2014
Berdasarkan pada tabel 3 diatas dapat di ketahui jumlah penduduk Desa
Bualemo berdasarkan jenis pekerjaannya pada tahun 20214 yaitu pada sector
prtanian ,perikanan,jasa/perdagangan dan industry. Jumlah penduduk Desa

30

Bualemo yang bekerja di sektor pertanian memiliki jumlah terbanyak dan yang
bekerja sebagai sektaor perikanan terdapat tingkatan kedua sedangkan yang
bekerja di pedagang terdapat pada urutan ketiga.
4.1.3.4 Keadaan Penduduk Menurut Agama
Di Desa Bualemo kecamatan Bualemo kabupaten Banggai.
memiliki dua agama yaitu agama Islam dan agama Kristen. Di Desa
Bualemo juga memiliki tempat ibadah (mesjid), namun tempat ibadah
untuk yang beragama Kristen belum tersedia. Sehingga mereka penganut
agama Kristen masih melaksanakan ibadah di desa lain yang tidak jauh
dari desa Bualemo yaitu desa Transmalik.
Tabel 4
Keadaan Penduduk Menurut Agama
AGAMA
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
Islam
646 Orang
663 Orang
Kristen
4 Orang
6 Orang
Jumlah
650 Orang
669 Orang
Jumlah Total
1.319 Orang
Sumber Data : profil Desa Bualemo Kecamatan Bualemo Tahun 2014
Dari data tabel 5 di atas dapat di ketahui bahwa di Desa Bualemo
memiliki dua agama yaitu agama Islam dan agama Kristen. Di Desa
Bualemo juga memiliki tempat ibadah (mesjid), namun tempat ibadah
untuk yang beragama Kristen belum tersedia. Sehingga mereka penganut
agama Kristen masih melaksanakan ibadah di desa lain yang tidak jauh
dari desa Bualemo yaitu desa Transmalik.
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

31

Untuk mengetahui perbedaan pelaksaan upacara pembeatan etnik


Gorontalo di Bualemo kabupaten banggai dapat dilihat dari beberapa indikator
sebagai berikut.
4.2.1 Kebiasaan Turun Temurun
4.2.1.1 Acara
Kebiasan merupakan suatu tradisi yang teraplikasikan secara terus
menerus dengan

berbagai symbol dan aturan kepada seluruh masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa Bualemo Kecamatan Bualemo,


sehubungan dengan pembeatan etnik Gorontalo di Bualemo, bahwa kebiasaan
masyarakat etnik Gorontalo ketika melakukan pembeatan di Bualemo yaitu putra
putrinya diadakan pembeatan pada saat mereka sudah menginjak masa remaja.
Seperti yang dikemukakan oleh ketua adat yang berada di desa Bualemu
Kecamatan Bualemo.
Kalau torang masyarakat Bualemo ini kebiasaan turun-temurun memang
masih ada dp acara pembeatan. Kebiasaan ini memang so ada sejak masyarakat
etnik Gorontalo tinggal di Bualemo. Cuma depe beda upacara pembeatan so
tidak lengkap lagi. Seperti mandi lemon, injak piring. Soalnya bagitu kalau
dorang anak-anak disini so nifas pertama dorang so di kase mandi lo dukun
beranak (hulango). Baru disaat itu juga langsung dorang somo beken dp acara
pembeatan, tapi depe acara pembeatan cuman sederhana kurang dorang mo
suruh ambe aer sembahyang baru so di kase pake baju adat saja. Ada juga
masyarakat Bualemo so te melakukan kebiasaan ini karena dorang pe alasan
masalah biaya.

32

Artinya:
Kami masyarakat Bualemo kebiasaan turun-temurun memang masih ada
acara pembeatannya. Kebiasaan ini memang sudah ada sejak masyarakat etnik
Gorontalo berada di Bualemo, hanya saja upacara pembeatan sudah tidak
lengkap lagi. seperti mandi lemon, menginjakkan piring diatas piring. Alasannya
pada saat anak-anak mereka disini sudah nifas pertama mereka akan dimandikan
oleh dukun beranak. Dan pada saat itu juga mereka langsung diadakan acara
pembeatan. Tapi acara pembeatan hanya sederhana, mereka hanya diperintah
untuk mengambil air wudhukemudian dipakaikan baju adat saja. Adapun
masyarakat Bualemo sudah tidak melaksanakan kebiasaan ini alasannya masalah
biaya.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Bualemo kebiasaan ini sudah dilakukan oleh masyarakat Bualemo sejak
masyarakat etnik Gorontalo berada di Bualemo. Kebiasaan atau tradisi ini sudah
berlangsung secara terus menerus sampai sekarang. Namun, sebagian masyarakat
masih ada yang tidak melakukan pembeatan, dikarenakan kurangnya biaya.
4.2.2 Adat Istiadat
Adat istiadat yang hidup dalam masyarakat ada hubungannya dengan
tradisi rakyat yang merupakan pokok dari pada hukum adat. Berbicara tentang
adat istiadat. Adapun beberapa adat istiadat yang dikemukakan oleh ketua adat
berikut ini.

33

Adat istiadat pembeatan yang di Bualemo diadakan acara pesta baru di


pesta itu harus ada tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat. Depe proses
pertama mo ambel air sembahyang, kedua baru langsung di kase pake adat,
ketiga dibina langsung sama pak Imam tentang nasehat-nasehat agama rukun
iman dan rukun islam.
Kalau diluar etnik Gorontalo di Bualemo dorang tidak melakukan
pembeatan cuma bagitu dorang p anak-anak nifas pertama dorang cuma mandi
bersih saja. Torang samua menyesuaikan saja dengan torang pe adat masingmasing. Jadi sangat menonjol perbedaanya sementara Gorontalo melakukan
pembeatan kalau suku lain tidak melakukan pembeatan.
Artinya:
Adat istiadat pembeatan yang berada di Bualemo diadakan acara pesta,
kemudian acara tersebut dihadiri oleh tokoh Agama, tokoh Adat dan tokoh. Dan
prosesnya ada beberapa tahap. Tahap pertama, mengambil air wudhu. Kedua,
mamakai baju adat. Ketiga, dibina oleh pak Imam tentang nasehat-nasehat
agama mengenai rukun iman dan rukun islam.
Kemudian diluar etnik Gorontalo yang berada di Bualemo mereka tidak
melakukan pembeatan, begitu anak-anak mereka nifas pertama mereka hanya
mandi bersih saja dan kami semua hanya menyesuaikan saja dengan adat kami
masing-masing. Jadi sangat terlihat perbedaannya dengan suku lain etnik
Gorontalo melakukan pembeatan sementara suku lain tidak melakkan kebiasaan
itu.

34

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi atau adat
istiadat berupa pembeatan di Bualemo dilakukan dengan mengadakan acara yakni
pesta yang melibatkan beberapa tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat
yang ada di desa Bualemo. Proses pembeatan etnik gorontalo di bualemo yaitu
melibatkan ketua adat. Dalam hal ini, anak yang akan di beat pertama-tama
melakukan mandi bersih, yang airnya sudah di campur berbagai macam bunga
yang wangi, tujuh bambu yg berisi uang logam, dan bunga. Setelah melakukan
mandi bersih anak yang akan di beat diharuskan berwudhu untuk proses
selanjutnya.
Setelah melakukan mandi bersih dan berwudu, anak yang akan di beat di
persiapkan untuk menggunakan pakaian adat yang telah disediakan oleh tokoh
adat, dan selanjutnya anak yang akan di beat di tuntun ke tempat yang telah
dipersiapkan untuk pembeatan. Dalam proses ini, imam atau tokoh agama yang
telah bertugas untuk melakukan pembeatan pada anak sudah bersiap diri di tempat
pembeatan untuk membimbing atau membina anak yang akan di beat.
Adat istiadat etnik Gorontalo yakni pembeatan ini, diadakan oleh setiap
keluarga, jika anak-anaknya sudah remaja dan akil baliqh (haid untuk
perempuan), dan bagi laki-laki telah di khitan. Pelaksanaan pembeatan ini, hanya
dilakukan oleh masyarakat etnik Gorontalo yang berada di Bualemo. Sedangkan
untuk masyarakat etnik lain tidak melakukan acara pembeatan seperti yang telah
dilakukan oleh masyarakat etnik Gorontalo.
4.2.3 Sistem Kepercayaan

35

Sistem kepercayaan masyarakat etnik Gorontalo telah disesuaikan dengan


agama islam sesuai agama yang dianut oleh masyakat Gorontalo. Ketika
melakukan pembeatan. Sistem kepercayaan masyarakat Gorontalo di Bualemo
yang di ungkapkan oleh ketua adat dapat kita lihat pada wancarara berikut.
Kepercayaan orangtua kalau dorang pe anak-anak belum nifas berarti
masih tanggung jawabnya orangtua, nanti kalau darang so nifas kewajiban
orangtua harus melaksanakan pembeatan. Kalau samua itu so terlaksana berarti
orantua sudah melepas tanggung jawab. Memang proses pembeatan hanya ada
pa torang masyarakat etnik Gorontalo yang tinggal di Bualemo karena torang
masih melakukan kebiasaan ini secara turun-temurun. Kalau dorang yang di luar
etnik Gorontalo so tidak melakukan kebiasaan ini dorang pe anak-anak Cuma
dorang kase mandi bersih biasa saja baru so tidak di beat.

Artinya:
Kepercayaan orangtua jika anak-anak mereka belum nifas maka masih
tanggung jawab orangtua, setelah mereka nifas kewajiban orangtua harus
melaksanakan pembeatan. Jika semua itu terlaksana maka orangtua sudah bisa
melepas tanggung jawabnya. Pada dasarnya proses pembeatan hanya ada pada
masyarakat etnik Gorontalo yang berada di Bualemo karena kami masih
melakkan kebiasaan ini secara turun-temurun. Mereka yang di luar etnik
Gorontalo sudah tidak melakukan kebiasaan ini, anak-anak mereka hanya di
mandi bersihkan saja kemudian sudah tidak dilaksanakn pembeatan.

36

Dari hasil wawancara diatas peneliti menyimpulkan bahwa kepercayaan


masyarakat Gorontalo di Bualemo mendekati kewajiban orang tua yang
mempunyai anak gadis dengan laki-laki. Mereka percaya bahwa anak-anak masih
dalam tanggung jawab orang tua, dan percaya bahwa anak-anaknya sudah masuk
ajaran agama islam. Proses pembeatan seperti ini hanya terdapat pada masyarakat
etnik Gorontalo saja. Sedangkan Etnik lainnya tidak melakukan kepercayaan ini,
karena mereka memiliki kepercayaan lain atau cara tersendiri dalam melakukan
bimbingan pada anak-anak mereka yang sudah akil baliq.
4.2.4 Tingkah Laku
Tingkah laku seseorang berhubungan dengan adat istiadat yang
mencerminkan jiwa suatu masyarakat etnik Gorontalo di Bualemo. Tingkah laku
merupakan suatu kepribadian dari masyarakat Gorontalo yang ada di Bualemo.
Seperti yang diungkapkan oleh ketua adat melalui wawancara sebagai berikut.
Torang masyarakat Bualemo sangat bahagia dan bersyukur kepada
Allah SWT karena torang pe anak-anak so masuk masa remaja dengan bagitu
dorang bisa melakukan hal-hal yang baik karena dorang so diajar pada saat
upacara pembeatan. Torang punya sikap ini memang so jadi kebiasaan dalam
hidup sehari-hari soalnya sampai dengan sekarang torang pe hubungan dengan
masyarakat etnik lain tidak ada masalah. Biar torang beda kepercayaan tapi
torang saling menghargai.
Artinya:
Kami masyarakat Bualemo sangat bahagia dan bersyukur kepada Allah
SWT karena anak-anak kami telah memasuki masa remaja dengan begitu mereka
37

sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk karena mereka
sudah diajarkan melalui upacara pembeatan. Tingkah laku kami memang sudah
menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari hal ini dibuktikan sampai saat
ini hubungan kami dengan masyarakat etnik lain masih baik-baik saja tanpa ada
masalah. Walaupun berbeda kepercayaan namun kami saling menghargai.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa saat melakukan
proses pembeatan, tingkah laku masyarakat Bualemo yaitu bahagia, bersyukur
pada Allah SWT, dan menata hidup karena sudah remaja atau akil baliq. Tingkah
laku ini sudah menjadi kebiasaan sehari-hari oleh masyarakat etnik Gorontalo di
Bualemo. Karena telah terbukti bahwa hubungan masyarakat etnik Gorontalo dan
etnik lain yang ada di Bualemo selalu akur dan saling menghargai segala adat
istiadat di Bualemo.
4.2.5 Norma-Norma
Dalam setiap upacara pasti memiliki norma-norma yang sudah ditetapkan.
Adapun norma-norma yang terkandung pada proses pembeatan etnik Gorontalo di
Bualemo akan diungkapkan oleh ketua adat di Bualemo lewat wawancara berikut.
Dalam proses pembeatan memang so ada depe norma-norma, normanorma disini ada norma kesopanan, norma agama, dan norma adat-istiadat.
Kalau norma-norma itu di langgar torang percaya torang mo dapat dosa dan
torang akan dikucilkan oleh masyarakat setempat. Memang norma-norma ini so
jadi torang pe landasan hidup. Masyarakat etnik lain juga biar beda dengan
torang tapi dorang tetap ada depe norma-norma masing-masing.
Artinya:
38

Dalam proses pembeatan memang sudah ada norma-norma, normanorma tersebut ada norma kesopanan, norma agama, dan norma adat-istiadat.
Jika norma-norma itu tidak dilaksanakan kami percaya kami akan mendapatkan
dosa dan akan dikucilkan oleh masyarakat setempat. Memang norma-norma ini
sudah menjadi landasan hidup kami. Masyarakat etnik lain meskipun mempunyai
perbedaan dengan kehidupan kami tapi mereka memilki norma-norma yang
masing-masing.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkam bahwa norma norma
yang terkandung dalam proses pembeatan etnik Gorontalo di Bualemo terdapat
beberapa norma yaitu norma agama, norma kesopanan, norma adat. Masyarakat
Bualemo masih melakukan norma tersebut. Apabila norma-norma tersebut
dilanggar akan mendapat bencana atau hukuman dari allah, akibatnya akan di
kucilkan oleh masyarakat banyak.
4.2.6 Sikap dan Kepercayaan
Sikap dan kepercayaan dalam setiap etnik memang berbeda namun itu
tidak menjadi masalah untuk kita saling bersosialisasi antar etnik, seperti yang
diungkapkan oleh ketua adat etnik Gorontalo di Bualemo dalam wawancara
berikut.
Torang pe sikap masyarakat Bualemo pada umumnya so di tanamkan
sikap saling menghargai antar sesama, bagitu juga dengan masyarakat etnik lain
sikap saling menghargai sangat menonjol pa dorang pe diri masing-masing biar
torang itu beda etnik tapi torang tidak saling baku jatuh atau mo bahina
kepercayaan masing-masing.

39

Artinya:
Sikap kami selaku masyarakat Bualemo pada umumnya sudah
diterapkan sikap saling menghargai antar sesama, begitu juga dengan
masyarakat etnik lain sikap untuk saling menghargai sangat terlihat dalam diri
mereka masing-masing walaupun memiliki perbedaan tapi kami tidak saling
menjatuhkan atau menghina kepercayaan masing-masing.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya
sikap masyarakat etnik Gorontalo di Bualemo sikap untuk saling menghargai
antar sesama memang sudah menjadi kebiasaan mereka, meskipun kepercayaan
mereka berbeda dengan etnik lain namun tetap saling menghargai tanpa harus
saling menjatuhkan satu sama lain. Begitupun dengan etnik lain, mereka tidak
menghina atau menjathkan apa yang sudah menjadi kepercayaan etnik Gorontalo
yang ada di Bualemo.
4.2.7 Waktu upacara
Waktu upacara dalam proses upacara pembeatan memang sangat penting
dalam menentukan bik buruknya acara tersebut, dan wakru upacara harus pada
hari, tanggal dann bulan yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh ketua adat
etnik Gorontalo di Bualemo dalam wawancara berikut.
Biasanya torang pe waktu upacara beat itu di beken pada siang hari,
memang kalau acara beat itu tidak sembarangan mo di bikin depe hari. Disitu
torang harus musyawarah dengan orang-orang tua karna dorang yang lebe tau
hari-hari apa yang gaga mo ba beken akan.

40

Artinya:
Biasanya waktu upacara pembeatan disini dilaksanakan pada siang
hari, benar adanya jika melaksanakan acara pembeatan tidak sembarangan
untuk menentukan hari pelaksanaanya. Kami harus musyawarah dengan orangorang tua karena mereka yang lebih tau hari apa yang baik untuk melaksanakan
upacara pembeatan.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa waktu upacara
pembeatan masyarakat etnik Gorontalo di Bualemo dilaksanakan pada waktu
siang hari. Pelaksanaan upacara pembeatan harus dilaksanakan pada waktu-waktu
yang khusus yang memang hanya bagus untuk dilakukan upacara pembeatan di
rencanakan. Orang tua yang mempunyai anak gadis, mereka percaya bahwa anakanak masih dalam tanggung jawab orang tua, dan percaya bahwa anak-anaknya
sudah masuk ajaran agama islam. Proses pembeatan seperti ini hanya terdapat
pada masyarakat etnik Gorontalo saja.

41

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran
tentang pelaksanan upacara pembeatan etnik Gorontalo di Bualemo kabupaten
Banggai.
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data diatas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Perbedaan pelaksanan upacara pembeatan etnik Gorontalo di Bualemo
kabupaten Banggai dilihat dari beberapa indikator. Bahwa pada dasarnya
masyarakat etnik Gorontalo yang berada di Bualemo masih melakukan

42

kebiasaan turun-temurun yaitu upacara pembeatan. Namun acara yang


2.

dilaksanakan sudah tidak terlalu lengkap.


Masyarakat etnik Gorontalo dan masyarakat etnik diluar Gorontalo saling
menghargai antar sesama, begitu juga dengan masyarakat etnik lain sikap
untuk saling menghargai sangat terlihat dalam diri mereka masing-masing
walaupun memiliki perbedaan tapi kami tidak saling menjatuhkan atau
menghina kepercayaan masing-masing.akur

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penetian dan keterbatasan peneletian yang telah
diuraikan diatas, maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Kepada masyarakat etnik Gorontalo yang berada di Bualemo diharapkan
agar tetap mempertahankan yang sudah menjadi kebiasaan yaitu tetap
melaksanakan upacara pembeatan.
2. Kepada masyarakat etnik Gorontalo dan diluar etnik Gorontalo sikap
untuk saling menghargai antar sesama manusia meskipun berbeda
kepercayaan diharapkan agar tetap selalu terjaga dengan baik.

43

Anda mungkin juga menyukai