Anda di halaman 1dari 3

Sepintas Lalu (Masyarakat dan Kebudayaan)

Masyarakat dan kebudayaan merupakan dua isitlah yang tidak dapat untuk dipisahkan.
Sederhananya adalah, di mana ada masyarakat di situ ada kebudayaan. Begitu pula sebaliknya,
kebudayaan ada karena masyarakat ada. Untuk penjelasan yang lebih terperinci lagi, hubungan
antara masyarakat dan kebudayaan adalah di mana masyarakat terbentuk oleh sekelompok
manusia dalam suatu wilayah tertentu, sementara kebudayaan melekat pada diri manusia.
Artinya, bahwa manusia sebagai pembentuk masyarakat juga secara bersamaan membentuk
kebudayaan. Secara esensialnya, kelompok manusia ini berinteraksi menurut sistem adat istiadat
yang terikat oleh suatu tradisi/kebiasaan dan merupakan identitas bersama (Sulasman & Gumilar,
2013:28). Dari sini dapat dilihat bagaimana masyarakat membentuk suatu kebudayaan.

Pertama, karena masyarakat dilihat dari interaksinya. Masyarakat tidak akan terbentuk
tanpa adanya interaksi di dalamnya. Syarat pembentuk masyarakat adalah ketika ada sekelompok
manusia sebagai satu kesatuan yang ingin hidup bersama dalam waktu lama, serta setiap
individunya merasa terikat secara bersama-sama. Nah, untuk mencapai kesemua proses tersebut
tentu mebutuhkan adanya suatu interaksi untuk menandai bahwa masyarakat yang individu-
individunya merasa terikat dan memang ingin hidup bersama.

Kedua, dari interaksi ini kemudian melahirkan adanya suatu kebiasaan/tradisi. Tindakan
yang dilakukan oleh setiap individu dan berulang-ulang (terus-menerus) dalam hubungan
sosialnya, mulai dari awal kesepakatan individu-individu tersebut membentuk masyarakat
(community) sampai dengan keseluruhan proses sosialnya. Inilah yang disebut sebagai
kebiasaan/tradisi. Tradisi tentunya juga dapat dilihat ketika anggota masyarakat tadi sepakat
untuk menjadikan tindakan itu sebagai aturan yang mengatur segala aktivitas kehidupan mereka.

Ketiga, ketika suatu tradisi dijadikan sebagai aturan dan dimaksudkan memang untuk
mengatur tindakan; perilaku; serta aktivitas manusia dalam masyarakat itulah kemudian
dikatakan dengan adat istiadat. Secara harafiah adat istiadat diartikan sebagai aturan yang telah
dilakukan dari dulu sampai sekarang. Adat istiadat sendiri berisi norma-norma dan nilai-nilai
nilai-nilai yang adiluhung.
Terakhir, adalah pembentukan kebudayaan oleh masyarakat. Secara etimologis, istilah
kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta (budhayah) jamak dari kata buddhi yang berarti
budi atau akal. Jadi kebudayaan berarti hal-hal yang berkaitan dengan akal, yang berupa
hasil, cipta, rasa, dan karsa manusia (Koentjaraningrat, dalam Maran, 2007:24, dan Soemardjan
& Soemardi, dalam Sulasman & Gumilar, 2013:19). Masyarakat dengan adat istiadatnya beroleh
kebudayaan dari hasil perenungan panjang (pengalaman, kepercayaan, keyakinan, moral dan
pengetahuan) setiap anggota masyarakatnya. Produk daripada kebudayaan masyarakat ini berupa
kesenian (rupa, musik, gerak, dan drama), sastra, bahasa, ideologi (cara pandang), gagasan, dan
sebagainya.

Melihat perkembangan yang dihadapi oleh masyarakat, kebudayaan juga seringkali


mengalami perkembangan maupun pergeseran dari bentuk aslinya. Bahkan ada kebudayaan
masyarakat yang diserap, diadopsi, diklaim, dicampur-aduk, berganti, dan paling ekstrim hilang
dari permukaan. Perubahan yang paling jelas dalam kehidupan masyarakat adalah perubahan
kebudayaan. Akan tetapi, sering kali kita selalu mengabaikan hal ini. Penting untuk lebih
dipahami secara jelas bahwa ketika masyarakat mengalami perubahan maka perubahan
kebudayaan juga akan selalu mengkutinya. Sebagai misal, dalam suatu industri atau perusahaan
produksi bahan makanan (tarulah mi instan). Analogi sederhanya adalah masyarakat
diumpamakan sebagai produsen, sedangkan kebudayaan diumpamakan dengan mi instan.

Ada berbagai macam produsen mi instan yang lebih khusus kita kenal di Indonesia, akan
tetapi di sini akan diambil dua produsen mi instan sebagai sampel yaitu Indofood dan Wingsfood.
Produksi mi instan dari perusahaan ternama Indofood sering kali kita kenal dengan Sarimi dan
Indomie. Namun, Sarimi pada masa-masa awal produksinya belum begitu berhasil dalam proses
pemasarannya. Kemudian Indofood memberikan terobosan baru dalam produksi mi instan
melalui produksi Indomie. Hal ini memang membuahkan hasil yang sangat besar. Dengan
kehadiran Indomie dalam produksi mi instan mampu menembus pangsa pasar hingga mencapai
90%.

Selanjutnya, dengan melihat perkembangan dalam produksi mi instan membawa


keuntungan yang besar dalam bisnis produksi makanan cepat saji membuat perusahaan-
perusahaan lain untuk ambil bagian.Wingsfood salah satunya. Keberadaan perusahaan ini
mampu menggeser posisi Indofood sebagai produsen mi instan terbesar di Indonesia. Wingsfood
hadir dengan brand Mie Sedaap-nya. Produksi Mie Sedaap dapat meningkatkan pangsa pasar
hanya dalam kurun waktu dua tahun. Kehadiran Mie Sedaap sebagai produksi makanan cepat
saji hadir dengan rasa yang berpariatif.

Persaingan untuk memperebutkan pangsa pasar dalam produksi bahan makan cepat saji
(mi instan) perusahaan Indomie juga tidak hanya duduk berpangku tangan. Banyak inovasi yang
dilakukan oleh perusahaan mi instan tersebut, mulai dari memproduksi merek mi instan yang
hampir sama dengan milik Wingsfood, yakni SuperMie Sedaaap. Akan tetapi hal ini tidak
membuahkan hasil, justru semakin menaikkan pangsa pasar Mie Sedaap. Tidak hanya sampai di
situ, perushaan yang didirikan oleh Sudono Salim tersebut melakukan promosi dengan
pemberian hadiah berupa gelas atau mangkuk untuk pembelian Indomie dalam satuan per
kardus.

Ada perbedaan paling mendasar mengapa masyarakat lebih memilih Mie Sedaap sebagai
produksi bahan makanan cepat saji dalam hal ini mi instan. Pertama, volume Mie Sedaap lebih
banyak dibandingkan dengan Indomie ataupun Sarimi. Kita ketahui bersama bahwa pada
umumnya sebagian besar masyarakat Indonesia adalah para pekerja dengan menguras tenaga
sangat besar. Sehingga kebiasaan masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan mengkonsumsi
bahan makanan dalam porsi yang banyak. Dari perspektif sosiologis, kebiasaan masyarakat ini

Anda mungkin juga menyukai