Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Budaya dalam suatu masyarakat etnis tertentu merupakan akal budi, pikiran
manusia, cipta karsa, dan hasil karya yang diciptakan oleh kelompok
masyarakat etnis tersebut. Dengan adanya budaya, masyarakat dapat menetukan
hukum-hukum yang berlaku di suatu kelompok yang merupakan nilai moral
suatu entnis tertentu yang akhirnya menjadi kebiasaan-kebiasaan entis atau suku
tertentu, termasuk juga budaya adat istiadat daerah Gorontalo.
Gorontalo adalah ibu kota dari sebuah provinsi di bagian utara Sulawesi
dengan nama yang sama, Provinsi Gorontalo. Ini adalah sebuah kota yang
mewarisi keindahan budaya nenek moyang yang begitu mempesona.
Namun membahas tentang budaya atau kebiasaan-kebiasaan hidup
masyarakat daerah Gorontalo saat ini tentu telah ada banyak perubahan dan
pergeseran mengikuti perkembangan jaman, dibandingkan pada jaman dahulu
dimana masing-masing individu masih mempertahankan nilai-nilai leluhur
yang berlaku didalam masyarakat. Namun demikian saat ini masih ada
kebiasaan-kebiasaan hidup dalam masyarakat yang terus dipelihara dan masih
berlaku dalam kehidupan sehari-hari, termasuk tentang adat perkawinan dan
kesenian derah Gorontalo.
Sistem kekerabatan masyarakat gorontalo yang beraneka ragan profesi dan
tingkat sosial tidak menjadi penghalang untuk tetap hidup dalam suasana
kekeluargaan. Dan itu menjadi salah satu hal utama mengapa masyarakat
gorontalo selalu hidup rukun dan tidak pernah terjadi bentrok atau konflik yang
berskala besar. Sistem kemasyarakatan yang terus terpelihara dan berjalan
dengan baik hingga saat ini adalah hidup bergotong-royong dan menyelesaikan
masalah atau persoalan secara bersama-sama, musyawarah dan mufakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tolobalango ?
2. Apa saja unsur dasar dari tolobalango ?
3. Hal pokok dalam pelaksanaan proses tolobalango ?
4. Bagaimanakah prosesi adat dari tolobalango ?
5. Apa sajakah syair-syair tujai yang pada proses tolobalango ?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat dan mampu mengetahui apa yang dimaksud dengan
tolobalango.
2. Agar mahasiswa dapat dan mampu mengetahui apa saja unsur-unsur dasar
dari tolobalango.
3. Agar mahasiswa dapat dan mampu mengetahui apa saja hal-hal pokok
dalam pelaksanaan proses tolobalango.
4. Agar mahasiswa dapat dan mampu mengetahui prosesi adat dari
tolobalango.
5. Agar mahasiswa dapat dan mampu mengetahui apa saja syair-syair tujai
tolobalango.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Tolobalango adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku
adat Pembesar Negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga pria atau
Lundthu Dulango Layio dan juru bicara utusan keluarga wanita atau Lundthu
Dulango Walato, Penyampaian maksud peminangan dilantunkan melalui
pantun-pantun yang indah. Dalam Peminangan Adat Gorontalo tidak
menyebutkan biaya pernikahan (Tonelo) oleh pihak utusan keluarga calon
pengantin pria, namun yang terpenting mengungkapkan Mahar atau Maharu
dan penyampaian acara yang akan dilaksanakan selanjutnya.

Pada waktu yang telah disepakati dalam acara Tolobalango maka prosesi
selanjutnya adalah mengantar harta atau antar mahar, didaerah gorontalo
disebut Depito Dutu yang terdiri dari 1 paket mahar, sebuah paket lengkap
kosmetik tradisional Gorontalo dan kosmetik modern, ditambah seperangkat
busana pengantin wanita, serta bermacam buah-buahan dan bumbu dapur atau
dilonggato.
Semua mahar ini dimuat dalam sebuah kendaraan yang didekorasi
menyerupai perahu yang disebut Kola–Kola. Arak-arakan hantaran ini dibawa
dari rumah Yiladiya (kediaman/ rumah raja) calon pengantin pria menuju
rumah Yiladiya pengantin wanita diringi dengan gendering adat dan kelompok
Tinilo diiringi tabuhan rebana melantunkan lagu tradisional Gorontalo yang
sudah turun temurun, yang berisi sanjungan, himbauan dan doa keselamatan
dalam hidup berumah tangga dunia dan akhirat.
5.2 Unsur Dasar Tolobalango
Upacara modutu yang dilaksanakan dalam tradisi Gorontalo ini pada dasarnya
merupakan sebuah wujud kebudayaan sebuah daerah. Pada umumnya setiap
kebudayaan mempunyai tujuh unsur dasar, yaitu kepercayaan, nilai, norma dan
saksi, simbol, teknologi, bahasa, dan kesenian, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kepercayaan
Termasuk pelaksanaan adat modutu, yang didalamnya ditanamkan unsur
kepercayaan, bagi sebagian besar masyarakat yang melaksanakan adat
unsur kepercayaan ini adalah sesuatu hal yang utama sebab menanamkan
nilai-nilai adat didalam diri manusia harus dengan kepercayaan, kalau tanpa
rasa percaya semua akan sia-sia untuk dijalani.
Kepercayaaan berkaitan dengan pandangan tentang bagaimana dunia ini
berpotensi. Kepercayaan itu bisa berupa pandangan-pandangan atau
interprestasi- interprestasi tentang masa lampau, bisa berupa penjelasan-
penjelasan tentang masa sekarang, bisa berupa prediksi-prediksi tentang
masa depan, dan bisa juga berdasarkan commonsense, akal sehat,
kebijaksanaan yang dimiliki suatu bangsa, agama, ilmu pengetahuan, atau
suatu kombinasi antara semua hal tersebut.
2. Nilai
Kemudian unsur nilai yang juga tidak kalah pentingnya dengan unsur
kepercayaan, kalau rasa percaya sudah ditanamkan dalam diri maka unsur
nilai-nilai yang dikandungnya pun akan mudah untuk diterapkan dalam diri
siapa saja yang menjalaninya.
Jika kepercayaan menjelaskan apa itu sesuatu, nilai menjelaskan apa yang
seharusnya terjadi. Nilai itu luas, abstrak, standar kebenaran yang harus
dimiliki, yang layak diinginkan dan layak dihormati. Meskipun mendapat
pengakuan luas, nilai-nilai punjarang ditaati oleh setiap anggota
masyarakat. Namun nilailah yang menentukan suasana kehidupan
kebudayaan dan masyarakat.
6. Norma dan Sanksi
Kemudian unsur norma dan sanksi, oleh sebagian besar masyarakat yang
melaksanakannya melihat hal ini adalah sebuah aturan adat yang tidak
tertulis maka sudah pasti juga pelaksanaan ritual adat ini juga diyakini ada
unsur sanksi didalamnya, walaupun berupa sanksi yang tidak berwujud.
Jika nilai itu cita-cita abstrak, norma adalah suatu aturan khusus, atau
seperangkat aturan tentang apa yang tidak harus dilakukaan oleh manusia.
Norma mengungkapkan bagaimana manusia seharusnya berprilaku
atau bertindak. Norma adalah standar yang ditetapkan sebagai garis
pedoman bagi setiap aktivitas manusia lahir dan kematian, bercinta,
berperang, apa yang harus dimakan dan apa yang harus dipakai, kapan dan
dimana orang bisa bercanda, melucu, dan sebagainya.
7. Teknologi
Kemudian unsur teknologi yang di dalamnya merupakan unsur
pendukung dari pelaksanaan adat, sebab teknologi ini mampu merubah
kondisi dari setiap pelaksanaan adat yang juga harus menyesuaikan dengan
perkembangan teknologi.
Pengetahuan dan teknik-teknik suatu bangsa dipakai untuk membangun
kebudayaan materialnya. Dengan pengetahuan dan teknik-teknik yang
dimilikinya, suatu bangsa membangun lingkungan fisik sosial, dan
psikologi yang khas.
8. Simbol
Kemudian unsur simbol yang ada dalam setiap pelaksanaan adat
merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sebab adat merupakan simbol
dari suatu daerah.
Simbol adalah sesuatu yang dapat mengeksperesikan atau memberi
makna-sebuah salib atau sesuatu patung Budha, sesuatu konstitusi, suatu
bendera. Banyak simbol berupa obyek-obyek fisik yang telah memperoleh
makna kultural dan dipergunakan untuk tujuan yang bersifat simbolik
ketimbang tujuan-tujuan instrumental.
9. Bahasa
Kemudian unsur bahasa, merupakan unsur terpenting juga dalam
pelaksanaan adat karena ciri khas dari setiap pelaksanaan adat di Gorontalo
itu adalah memasukkan unsur bahasa daerah di dalamnya.
Menurut Haroof (1962 : 43) Bahasa adalah gudang kebudayaan, berbagai
arti yang dibeirkan manusia terhadap obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, dan
perilaku merupakan jantung kebudayaan. Dan bahasa merupakan sarana
utama untuk menangkap, mengkomunikasikan, mendiskusikan,
mendiskualifikasiakan, mengubah, dan mewariskan arti-arti ini kepada
generasi baru.
10. Kesenian
Dan yang terakhir adalah unsur kesenian, keindahan dari setiap
pelaksanaan adat di Gorontalo termasuk pelaksaan upacara modutu tak
lepas dari adanya unsur seni didalamnya, yang menambah keindahan
pelaksanaan sebuah tradisi.
Setiap kebudayaan memiliki ekspresi-ekspresi artristik. Itu tidak berarti,
bahwa semua bentuk seni dikembangkan dalam setiap
kebudayaan. Bagaimanapun kebutuhan akan ekspresi estetis berkaitan
dengan karakteristik- karakteristik dasar masing-masing masyarakat, dan
tidak ada masyarakat-bangsa yang memiliki karakteristik dasar yang sama.
Karena itu, setiap bangsa memiliki ekspresi-ekspresi estisis yang khas.
2.3 Hal Pokok Dalam Pelaksanaan Proses Tolobalango
Dalam upacara adat modutu di Gorontalo yang terjadi saat ini dapat kita lihat
realita dalam masyarakat bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai adat yang
dikandungnya, yang sebenarnya merupakan hal pokok dalam pelaksanaan
prosesi adat, antara lain adalah:
1. Nilai kekeluargaan dan solidaritas
Seluruh rangkaian upacara adat modutu yang dilaksanakan di Gorontalo,
tak lepas dari keterlibatan keluarga secara utuh yang merupakan bentuk
solidaritas yang dibangun. Namun akhir-akhir ini nilai kekeluargaan yang
dibangun sudah mulai terkikis oleh perubahan zaman, terutama bagi
masyarakat yang semakin modern. Dulunya nilai kekeluargaan yang
dibangun dalam penyelenggaraan adat modutu masih sangat terasa, seperti
dalam hal persiapan sampai dengan pelaksanaan, berkumpul bersama
merencanakan serta turut serta dalam mempersiapkan sajian makanan pada
saat pelaksanaan upacara adat modutu. Namun saat ini oleh karena semakin
berkembangnya zaman dan kesibukan masing-masing orang dalam
pekerjaan maka nilai ini rasanya tidak seperti dulu lagi, semua sudah
dipercayakan kepada orang yang bersedia mengurusnya, makanan sudah
ada ketring yang menyiapkan bahkan ada yang sudah menyerahkan kepada
pihak ketiga untuk semua urusan sampai dengan proses pernikahan. Hal ini
jelas sangat berpengaruh pada nilai kekeluargaan yang sejak dulu
ditanamkan dalam prosesi adat yang dilaksanakan di Gorontalo, walaupun
tetap masih ada yang mempertahankan nilai kekeluargaan ini dalam
pelaksanaan adat di Gorontalo.
2. Nilai pendidikan
Dalam prosesi adat pada umumnya mengandung unsur nilai pendidikan
didalamnya, termasuk adat modutu yang banyak mengandung nilai-nilai
pendidikan didalamnya yang biasanya disampaikan lewat tuja’i dan
prosesinya yang unik, namun yang terjadi saat ini apa yang menjadi nilai
pendidikan didalamnya ternyata tidak mampu diserap dan diterapkan dalam
kehidupan setelahnya, baik calon pengantin yang menjalaninya maupun
para tamu undangan yang hadir pada saat itu. Hal ini dipengaruhi oleh
sebagian besar orang Gorontalo terutama anak-anak muda zaman sekarang
yang tidak mau lagi belajar bahasa Gorontalo yang merupakan bahasa
daerah yang merupakan bahasa pemersatu warganya, padahal semua prosesi
adat di Gorontalo termasuk prosesi adat modutu, semuanya dilaksanakan
dengan menggunakan bahasa daerah Gorontalo, kalau saat ini sudah gengsi
orang menggunakan bahasa Gorontalo maka siapa lagi yang akan
meneruskan upacara-upacara adat Gorontalo di masa yang akan datang.
Sehingga dapat dikatakan bahwa upacara adat modutu yang dilaksanakan
dengan mewah dan meriah saat ini hanya merupakan simbol adat, yang
penting sudah melaksanakan paham atau tidak, diterapkan atau tidak itu
urusan belakangan.
3. Nilai etika
Nilai etika dalam pelaksanaan adat modutu juga merupakan hal yang
tidak kalah pentingnya dengan nilai-nilai yang lain, saat ini telah terjadi
pergeseran nilai dalam etika pelaksanaan adat modutu yang banyak
mengandung makna sosial dan keagamaan. Pergeseran nilai etika yang
terjadi saat ini dapat kita lihat dari begitu banyaknya para calon pengantin
wanita yang sebenarnya dalam makna adat modutu itu diibaratkan seperti
emas atau barang langka yang belum pernah dilihat orang terutama keluarga
calon mempelai laki-laki yang pada saat upacara adat modutu ini menjadi
obyek yang disembunyikan dan membuat orang penasaran untuk
melihatnya, namun saat ini semua itu telah berubah. Calon pengantin wanita
dianggap sudah bukan barang langka lagi atau emas murni lagi, karena
kemurniannya justru telah hilang pada saat proses pacaran, bahkan ada yang
sudah hamil diluar nikah pada saat prosesi adat ini, sehingga hal ini justru
merusak nilai makna yang sesungguhnya dalam pelaksanaan adat yang
modutu. Selain itu kecanggihan teknologi dan perkembangan zaman yang
semakin meningkat mampu merubah makna adat yang sesungguhnya, tidak
sedikit para calon pengantin wanita saat ini yang justru memposting
kecantikannya di media sosial sesaat sebelum pelaksanaan adat modutu
dengan menggunakan balutan pakaian adat pengantin yang banyak
memunculakan komentar dari orang-orang yang melihatnya, lalu apa lagi
yang harus disembunyikan kalau sudah seperti ini, apa gunanya pelaksanaan
adat modutu yang seharusnya dilaksanakan untuk memperkenalkan calon
mempelai wanita kepada pihak calon mempelai laki-laki, padahal semua
orang sudah pernah melihatnya. Hal ini terjadi akibat dari ketidak pahaman
tentang makna adat yang sesungguhnya.
4. Nilai kesakralan
Prosesi adat diberbagai daerah di Indonesia pada umumnya sangat
menjaga kesakralan pelaksanaan adatnya, sehingga tidak ada satupun yang
terlewati dalam proses pelaksanaannya. Namun khusus di Gorontalo dalam
prosesi adat modutu yang dilaksanakan saat ini telah terjadi transformasi
dalam runtut pelaksanaannya, seharusnya yang dilaksanakan sejak dulu itu
adalah antara adat tolobalango dan adat modutu itu dilaksanakan dalam
rentan waktu yang berbeda dan terpisah, namun yang terjadi saat ini adalah
pelaksanaan yang dilaksanakan secara bersamaan antara tolobalango dan
modutu, yang sudah pasti merubah makna modutu yang sebenarnya,
sehingga kesakralan dari adat modutu pun tidak lagi seperti sedia kala. Hal
ini biasanya dilakukan untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya.
2.4 Prosesi Adat Tolobalango
Dutu “Modutu” menghantarkan adat harta perkawinan. Acara ini
adalah tahapan ke enam dari aspek adat perkawinan secara adat gorontalo
pelaksanaannya merupakan forum-formil yang disamping dihadiri oleh
pemangku adatdan keluarga, juga turut dihadiri oleh unsur pemerintah yang
ikut manyaksikan hantaraan adat harta perkawinan besertabiayanya. Dutu
sebagai keharusaan adat,bagi masyarakat suku gorontalo, untuk mengikuti
tahapan-tahapan kegiatan tata cara adat perkawinan berlaku, dan merupakan
hak sebagai anggota masyarakat, untuk memberlakukan adat kebesaran dalam
pelaksanaan perkawinan yang suci dan sakral.

Dutu disebut juga adat momu’o ngango, yang merupakan acara


tersendiri, hakekatnya adalah pembahasan terakhir yang menyangkut teknis
pelaksanaan pada hari perkawinan. Adat Momu’o ngango bisa (Modutu), telah
melibatkan unsur pemerintah setempat, dan pegawai syara’ dahulu
diwajibkan buwatulo totolu. Adat Momu’o Ngango pada hakekatnya,
merupakan pengukuhan keluarga dan
disaksikan oleh pemerintah setempat dan pegawai syarah serta seluruh
kerabat,tetangga dan handai taulan. Pemberitahuan secara umum dalam adat
ini diwujudkan dengan bunyi-bunyian, berupa handalo, oleh petugas adat.
Depito Dutu adalah suatu prosesi adat perkawinan suku Gorontalo, di
mana keluarga calon pengantin pria mengantar mahar perkawinan kepada
calon pengantin wanita. Keluarga pengantin pria akan membawa mahar yang
telah disepakati sebelumnya pada saat prosesi adat tolobalango (peminangan).
Bersama mahar itu juga terdapat sejumlah harta lainnya, biasanya segala
kebutuhan pengantin wanita berupa busana, perhiasan, kosmetik hingga
pakaian dalam. Selain itu juga keluarga calon pengantin pria akan membawa
bermacam-macam buah-buahan, bumbu-bumbu, hingga beras.
Arak-arakan harta dari calon pengantin pria itu akan di bawa ke rumah
calon pengantin wanita dengan kendaraan yang telah dihiasi dengan janur
kuning, diiringi pukulan rebana dan lagu-lagu tradisional Gorontalo berisi
pantun, doa dan harapan kebahagian dalam berumah tangga nantinya.
Kendaraan yang membawa hantaran ini diikuti oleh iring-iringan kendaraan
yang mengangkut keluarga besar calon pengantin pria.
Di rumah calon pengantin wanita, telah bersiap menyambut kedatangan
tamu, sejumlah kerabat dan keluarga besar calon pengantin wanita. makanan
yang manis-manis telah disiapkan untuk menjamu tamu yang datang. Calon
mempelai wanita pun telah didandani untuk dipamerkan kepada keluarga besar
calon mempelai pria. Dalam acara ini calon mempelai pria tidak ikut datang ke
rumah calon mempelai wanita.
Dengan persembahan pantun dan kata-kata bijak dalam bahasa Gorontalo,
keluarga calon pengantin pria mempersembahkan hantaran yang sudah
disiapkan. Hantaran harta untuk calon pengantin wanita itu akan memasuki
rumah berurutan mulai dari yang utama dahulu yaitu mahar, kemudian disusul
pernak pernik kebutuhan calon pengantin wanita, dan yang terakhir buah-
buahan. Setelah duduk dan menikmati hidangan dari keluarga calon mempelai
wanita, satu persatu keluarga calon mempelai pria mendatangi kamar yang
telah disiapkan untuk melihat calon mempelai wanita yang sudah didandani
cantik.

2.5 Syair-syair Tujai Tolobalango


Pada acara ini orang tua sang jejaka mengutus beberapa orang pemangku
adat (utolia layio) dengan berpakaian adat didampingi oleh keluarga terbatas
yang berpakaian baju lengan panjang dan songkok, sedang ibu-ibu memakai
kebaya dan sarung/batik. Demikian pula orang tua sang gadis mewakilkan
kepada kompisisi yang sama dengan personil yang berbeda.

Rombongan pihak laki-laki yang dipimpin oleh utolia (utusan) mendatangi


rumah pihak orang tua perempuan. Utolia dari pihak laki-laki disebut utolia
lundu dulungo lai'o (huhuluta) dan di pihak perempuan ti utolialundu dulungo
wolato. Pihak laki-laki membawa pinang, gambir, sirih dan tembakau yang
diisi di tapahula dan dibungkus dengan kain warna adat yang selanjutnya
diterima oleh keluarga perempuan. Kedua belah pihak duduk beralaskan
tikar/permadani sambil duduk berhadap-hadapan.

Pada pelaksanaan musyawarah tolobalango ini berlangsung percakapan


antar juru bicara pihak keluarga laki-laki dan perempuan berkaitan dengan
keberadaan jati diri sang gadis dan kesepakatan-kesepakatan waktu
pelaksanaan pernikahan sekaligus pembiayaan pernikahan. Percakapan ini
berbalas pantun yang panjang dalam syair tujai-tujai.

Pada akhir kesepakatan pembicaraan, juru bicara keluarga pria


mengungkapkan : "Ito wau watotiya, huhuluta utoliya, malodaadaatiya,
topiduduto loiya, lo taa kohuuwaliya, humaya delo hutiya, buta'o didu
motiya, tonulalo uyilo'iya, diila bolo mukiriya meyambula mohuliya.

Maksudnya : Saudara dan saya, keduanya sebagai juru bicara, kini berjabatan
tangan, apa yang telah dituturkan, kedua belah pihak, andai kata laksana
rotan, dibelah tak akan terpisah, apa yang telah dibicarakan, jaga jangan
sampai putus atau terbelah.

Juru bicara keluarga Perempuan membalas percakapan : Watotiya wao


ito, ode tola ngobotu layito, made pilutu lo pito, lalango de molonito,
tonulalo uyilulito, diila pomukiri ito. Maksudnya : Saya dan saudara
laksana seekor ikan yang utuh, dipotong dengan pisau, dibakar berbau sedap,
apa yang diungkapkan Insya Allah tidak dipungkiri.

Pembicaraan dalam acara peminangan telah usai, para tamu dari kedua
belah pihak keluarga disuguhi minum dengan mendahulukan Taa Tobuluwo
dan tamu dari phak keluarga pria. Setelah minum, kaum ibu yang menyertai
rombongan keluarga pria melalui juru bicara memohon izin untuk menengok
calon pengantin wanita (dalam bahasa adat "molile") yang disampaikan
kepada juru bicara keluarga wanita dengan ungkapan :"Owuluwo lo
mongotilandlo wolo monguwutatondlo wolamiyatiya mayi botiya, ohila
molile to banda molehile molile molilo'o alihu didulu taa molulo'o -
donggo tilaoolo potala maa tiyo tiyolo donggo bilohelo potala maa taa
boti- botiyelo. Maksudnya : Para kaum Ibu yang menyertai rombongan, kami
ingin menengok calon mempelai wanita. Menengok dan melihat agar jangan
ada yang menukar akan dilihat dengan teliti untuk meyakinkan akan
diperhatikan dengan seksama untuk memastikan orangnya. Juru bicara kaum
wanita menjawab : Toduwolo ito moliloo ti yalaondlo mayito hulo huloo
wawu amiyatiya mohe molulo'o bolopoobilohelo debo maa taa tobotiyelo
bolo pootiloalo debo maa taa tabotiyalo. Maksudnya : Silahkan saudara
menengok, calon mempelai duduk dan siap, kamipun tak berani mengganti.
Perhatikanlah dengan seksama untuk meyakinkan serta pandanglah dengan
teliti sudah dialah orangnya.

Kaum Ibu rombongan kaum pria beranjak ke kamar calon mempelai


wanita sambil membawa sebuah wadah yang berisi uang satu real dan
diserahkan kepada nenek atau bibi yang mendampingi calon mmpelai wanita
di dalam kamar.

Kemudian juru bicara keluarga calon mempelai laki-laki mohon diri


untuk pamit kembali kerumah bersama rombongan, dengan kata-kata tujai,
sebagai berikut :"Taheliyo pilututo-pitolo upilolihuto amiyatiya
moliyodupo-meyambola mohindupo-bolo dahayi wadupo-topitolo
biluhuto- dedutu oumomiduduto. Dila bo mei polondulo-bo uhuyi maa
dudulo-wanu ma polondulolo-debo maa odi oditolo tu'udu donggo
mola wungguliyolo-to taa lei binggolo". Maksudnya : semua penuturan
telah disepakati, jabatan tangan untuk kembali, jagalah pihak yang
mengacaukan pada pembicaran yang telah disepakati penghantaran harta
pernikahan yang memastikan, bukanlah minta disuruh pulang tapi waktu
malam makin dekat, apabila disuruh pulang tindakan itu sudah tepat karena
masih akan menyampaikan pada keluarga yang mengutus. Juru bicara
keluarga wanita menjawab : Utoliya lo bunggudu monguli motinguudu
dila bou polondulolo bo olamiyatiya olo debo donggo woluo
uwungguliyolo ode mongodulaa lo taa maa bilinggolo polo utiya wawu
hayao lo pitolo bo maapuwolo tanu tombulu donggo popotolimoolo.
Maksudnya : Utusan yang datang sudah bisa kembali, bukanlah menyuruh
pulang, bagi kamipun masih akan menyampaikan kepada keluarga yang
diwakili hal-hal yang telah disepakati dan besarnya biaya yang akan
diadakan, tapi maaf sebelumnya kami akan menyampaikan dulu sedeqah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tolobalango adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh pemangku
adat Pembesar Negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga pria
(Lundthu Dulango Layio) dan juru bicara pihak keluarga wanita (Lundthu
Dulango Walato) dengan maksud menyampaikan peminangan dengan
dilantunkan melalui pantun-pantun yang indah.

3.2 Saran

Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya teman-teman agar dapat


lebih memahami kebudyaan-kebudayaan gorontalo. Karena mempelajari
budaya daerah lain akan membuat kita memperoleh tambahan ilmu baik dari
sisi sosiologis maupun segi budaya.
DAFTAR PUSTAKA

Harto Juwono dan Yosephine Hutagalung, Pemrakarsa : H. Aleks Sato Biya,


Limo Lo Pohalaa : Sejarah Kerajaan Gorontalo, Yogyakarta, Ombak,
2005.

Pemda Kabupaten Gorontalo; Forum Pengkajian Isam Al-Kautsar ; Tokoh Adat


Duluwo limo lopohalaa: Tim Akademis Gorontalo,: Pohutu Aadati Lo
Hulondalo, Tata Upacara Adat Gorontalo (Hasil Seminar Adat):
Gorontalo, 2007.

Medi Botutihe. Tata Upacara Adat Gorontalo. (Gorontalo: 2003). Hal 142
Rafael.Manusia Dan Kebudayaan Dalam Prespektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta,
Rineka Cipta, 2007. Hal 16
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.1990), hal 303-306
Harsojo.Sejarah Anthropologi. (Bandung: PT Putra A Bardin, 1999). Hal : 154-
155

Anda mungkin juga menyukai