PENDAHULUAN
Pada waktu yang telah disepakati dalam acara Tolobalango maka prosesi
selanjutnya adalah mengantar harta atau antar mahar, didaerah gorontalo
disebut Depito Dutu yang terdiri dari 1 paket mahar, sebuah paket lengkap
kosmetik tradisional Gorontalo dan kosmetik modern, ditambah seperangkat
busana pengantin wanita, serta bermacam buah-buahan dan bumbu dapur atau
dilonggato.
Semua mahar ini dimuat dalam sebuah kendaraan yang didekorasi
menyerupai perahu yang disebut Kola–Kola. Arak-arakan hantaran ini dibawa
dari rumah Yiladiya (kediaman/ rumah raja) calon pengantin pria menuju
rumah Yiladiya pengantin wanita diringi dengan gendering adat dan kelompok
Tinilo diiringi tabuhan rebana melantunkan lagu tradisional Gorontalo yang
sudah turun temurun, yang berisi sanjungan, himbauan dan doa keselamatan
dalam hidup berumah tangga dunia dan akhirat.
5.2 Unsur Dasar Tolobalango
Upacara modutu yang dilaksanakan dalam tradisi Gorontalo ini pada dasarnya
merupakan sebuah wujud kebudayaan sebuah daerah. Pada umumnya setiap
kebudayaan mempunyai tujuh unsur dasar, yaitu kepercayaan, nilai, norma dan
saksi, simbol, teknologi, bahasa, dan kesenian, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kepercayaan
Termasuk pelaksanaan adat modutu, yang didalamnya ditanamkan unsur
kepercayaan, bagi sebagian besar masyarakat yang melaksanakan adat
unsur kepercayaan ini adalah sesuatu hal yang utama sebab menanamkan
nilai-nilai adat didalam diri manusia harus dengan kepercayaan, kalau tanpa
rasa percaya semua akan sia-sia untuk dijalani.
Kepercayaaan berkaitan dengan pandangan tentang bagaimana dunia ini
berpotensi. Kepercayaan itu bisa berupa pandangan-pandangan atau
interprestasi- interprestasi tentang masa lampau, bisa berupa penjelasan-
penjelasan tentang masa sekarang, bisa berupa prediksi-prediksi tentang
masa depan, dan bisa juga berdasarkan commonsense, akal sehat,
kebijaksanaan yang dimiliki suatu bangsa, agama, ilmu pengetahuan, atau
suatu kombinasi antara semua hal tersebut.
2. Nilai
Kemudian unsur nilai yang juga tidak kalah pentingnya dengan unsur
kepercayaan, kalau rasa percaya sudah ditanamkan dalam diri maka unsur
nilai-nilai yang dikandungnya pun akan mudah untuk diterapkan dalam diri
siapa saja yang menjalaninya.
Jika kepercayaan menjelaskan apa itu sesuatu, nilai menjelaskan apa yang
seharusnya terjadi. Nilai itu luas, abstrak, standar kebenaran yang harus
dimiliki, yang layak diinginkan dan layak dihormati. Meskipun mendapat
pengakuan luas, nilai-nilai punjarang ditaati oleh setiap anggota
masyarakat. Namun nilailah yang menentukan suasana kehidupan
kebudayaan dan masyarakat.
6. Norma dan Sanksi
Kemudian unsur norma dan sanksi, oleh sebagian besar masyarakat yang
melaksanakannya melihat hal ini adalah sebuah aturan adat yang tidak
tertulis maka sudah pasti juga pelaksanaan ritual adat ini juga diyakini ada
unsur sanksi didalamnya, walaupun berupa sanksi yang tidak berwujud.
Jika nilai itu cita-cita abstrak, norma adalah suatu aturan khusus, atau
seperangkat aturan tentang apa yang tidak harus dilakukaan oleh manusia.
Norma mengungkapkan bagaimana manusia seharusnya berprilaku
atau bertindak. Norma adalah standar yang ditetapkan sebagai garis
pedoman bagi setiap aktivitas manusia lahir dan kematian, bercinta,
berperang, apa yang harus dimakan dan apa yang harus dipakai, kapan dan
dimana orang bisa bercanda, melucu, dan sebagainya.
7. Teknologi
Kemudian unsur teknologi yang di dalamnya merupakan unsur
pendukung dari pelaksanaan adat, sebab teknologi ini mampu merubah
kondisi dari setiap pelaksanaan adat yang juga harus menyesuaikan dengan
perkembangan teknologi.
Pengetahuan dan teknik-teknik suatu bangsa dipakai untuk membangun
kebudayaan materialnya. Dengan pengetahuan dan teknik-teknik yang
dimilikinya, suatu bangsa membangun lingkungan fisik sosial, dan
psikologi yang khas.
8. Simbol
Kemudian unsur simbol yang ada dalam setiap pelaksanaan adat
merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sebab adat merupakan simbol
dari suatu daerah.
Simbol adalah sesuatu yang dapat mengeksperesikan atau memberi
makna-sebuah salib atau sesuatu patung Budha, sesuatu konstitusi, suatu
bendera. Banyak simbol berupa obyek-obyek fisik yang telah memperoleh
makna kultural dan dipergunakan untuk tujuan yang bersifat simbolik
ketimbang tujuan-tujuan instrumental.
9. Bahasa
Kemudian unsur bahasa, merupakan unsur terpenting juga dalam
pelaksanaan adat karena ciri khas dari setiap pelaksanaan adat di Gorontalo
itu adalah memasukkan unsur bahasa daerah di dalamnya.
Menurut Haroof (1962 : 43) Bahasa adalah gudang kebudayaan, berbagai
arti yang dibeirkan manusia terhadap obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, dan
perilaku merupakan jantung kebudayaan. Dan bahasa merupakan sarana
utama untuk menangkap, mengkomunikasikan, mendiskusikan,
mendiskualifikasiakan, mengubah, dan mewariskan arti-arti ini kepada
generasi baru.
10. Kesenian
Dan yang terakhir adalah unsur kesenian, keindahan dari setiap
pelaksanaan adat di Gorontalo termasuk pelaksaan upacara modutu tak
lepas dari adanya unsur seni didalamnya, yang menambah keindahan
pelaksanaan sebuah tradisi.
Setiap kebudayaan memiliki ekspresi-ekspresi artristik. Itu tidak berarti,
bahwa semua bentuk seni dikembangkan dalam setiap
kebudayaan. Bagaimanapun kebutuhan akan ekspresi estetis berkaitan
dengan karakteristik- karakteristik dasar masing-masing masyarakat, dan
tidak ada masyarakat-bangsa yang memiliki karakteristik dasar yang sama.
Karena itu, setiap bangsa memiliki ekspresi-ekspresi estisis yang khas.
2.3 Hal Pokok Dalam Pelaksanaan Proses Tolobalango
Dalam upacara adat modutu di Gorontalo yang terjadi saat ini dapat kita lihat
realita dalam masyarakat bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai adat yang
dikandungnya, yang sebenarnya merupakan hal pokok dalam pelaksanaan
prosesi adat, antara lain adalah:
1. Nilai kekeluargaan dan solidaritas
Seluruh rangkaian upacara adat modutu yang dilaksanakan di Gorontalo,
tak lepas dari keterlibatan keluarga secara utuh yang merupakan bentuk
solidaritas yang dibangun. Namun akhir-akhir ini nilai kekeluargaan yang
dibangun sudah mulai terkikis oleh perubahan zaman, terutama bagi
masyarakat yang semakin modern. Dulunya nilai kekeluargaan yang
dibangun dalam penyelenggaraan adat modutu masih sangat terasa, seperti
dalam hal persiapan sampai dengan pelaksanaan, berkumpul bersama
merencanakan serta turut serta dalam mempersiapkan sajian makanan pada
saat pelaksanaan upacara adat modutu. Namun saat ini oleh karena semakin
berkembangnya zaman dan kesibukan masing-masing orang dalam
pekerjaan maka nilai ini rasanya tidak seperti dulu lagi, semua sudah
dipercayakan kepada orang yang bersedia mengurusnya, makanan sudah
ada ketring yang menyiapkan bahkan ada yang sudah menyerahkan kepada
pihak ketiga untuk semua urusan sampai dengan proses pernikahan. Hal ini
jelas sangat berpengaruh pada nilai kekeluargaan yang sejak dulu
ditanamkan dalam prosesi adat yang dilaksanakan di Gorontalo, walaupun
tetap masih ada yang mempertahankan nilai kekeluargaan ini dalam
pelaksanaan adat di Gorontalo.
2. Nilai pendidikan
Dalam prosesi adat pada umumnya mengandung unsur nilai pendidikan
didalamnya, termasuk adat modutu yang banyak mengandung nilai-nilai
pendidikan didalamnya yang biasanya disampaikan lewat tuja’i dan
prosesinya yang unik, namun yang terjadi saat ini apa yang menjadi nilai
pendidikan didalamnya ternyata tidak mampu diserap dan diterapkan dalam
kehidupan setelahnya, baik calon pengantin yang menjalaninya maupun
para tamu undangan yang hadir pada saat itu. Hal ini dipengaruhi oleh
sebagian besar orang Gorontalo terutama anak-anak muda zaman sekarang
yang tidak mau lagi belajar bahasa Gorontalo yang merupakan bahasa
daerah yang merupakan bahasa pemersatu warganya, padahal semua prosesi
adat di Gorontalo termasuk prosesi adat modutu, semuanya dilaksanakan
dengan menggunakan bahasa daerah Gorontalo, kalau saat ini sudah gengsi
orang menggunakan bahasa Gorontalo maka siapa lagi yang akan
meneruskan upacara-upacara adat Gorontalo di masa yang akan datang.
Sehingga dapat dikatakan bahwa upacara adat modutu yang dilaksanakan
dengan mewah dan meriah saat ini hanya merupakan simbol adat, yang
penting sudah melaksanakan paham atau tidak, diterapkan atau tidak itu
urusan belakangan.
3. Nilai etika
Nilai etika dalam pelaksanaan adat modutu juga merupakan hal yang
tidak kalah pentingnya dengan nilai-nilai yang lain, saat ini telah terjadi
pergeseran nilai dalam etika pelaksanaan adat modutu yang banyak
mengandung makna sosial dan keagamaan. Pergeseran nilai etika yang
terjadi saat ini dapat kita lihat dari begitu banyaknya para calon pengantin
wanita yang sebenarnya dalam makna adat modutu itu diibaratkan seperti
emas atau barang langka yang belum pernah dilihat orang terutama keluarga
calon mempelai laki-laki yang pada saat upacara adat modutu ini menjadi
obyek yang disembunyikan dan membuat orang penasaran untuk
melihatnya, namun saat ini semua itu telah berubah. Calon pengantin wanita
dianggap sudah bukan barang langka lagi atau emas murni lagi, karena
kemurniannya justru telah hilang pada saat proses pacaran, bahkan ada yang
sudah hamil diluar nikah pada saat prosesi adat ini, sehingga hal ini justru
merusak nilai makna yang sesungguhnya dalam pelaksanaan adat yang
modutu. Selain itu kecanggihan teknologi dan perkembangan zaman yang
semakin meningkat mampu merubah makna adat yang sesungguhnya, tidak
sedikit para calon pengantin wanita saat ini yang justru memposting
kecantikannya di media sosial sesaat sebelum pelaksanaan adat modutu
dengan menggunakan balutan pakaian adat pengantin yang banyak
memunculakan komentar dari orang-orang yang melihatnya, lalu apa lagi
yang harus disembunyikan kalau sudah seperti ini, apa gunanya pelaksanaan
adat modutu yang seharusnya dilaksanakan untuk memperkenalkan calon
mempelai wanita kepada pihak calon mempelai laki-laki, padahal semua
orang sudah pernah melihatnya. Hal ini terjadi akibat dari ketidak pahaman
tentang makna adat yang sesungguhnya.
4. Nilai kesakralan
Prosesi adat diberbagai daerah di Indonesia pada umumnya sangat
menjaga kesakralan pelaksanaan adatnya, sehingga tidak ada satupun yang
terlewati dalam proses pelaksanaannya. Namun khusus di Gorontalo dalam
prosesi adat modutu yang dilaksanakan saat ini telah terjadi transformasi
dalam runtut pelaksanaannya, seharusnya yang dilaksanakan sejak dulu itu
adalah antara adat tolobalango dan adat modutu itu dilaksanakan dalam
rentan waktu yang berbeda dan terpisah, namun yang terjadi saat ini adalah
pelaksanaan yang dilaksanakan secara bersamaan antara tolobalango dan
modutu, yang sudah pasti merubah makna modutu yang sebenarnya,
sehingga kesakralan dari adat modutu pun tidak lagi seperti sedia kala. Hal
ini biasanya dilakukan untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya.
2.4 Prosesi Adat Tolobalango
Dutu “Modutu” menghantarkan adat harta perkawinan. Acara ini
adalah tahapan ke enam dari aspek adat perkawinan secara adat gorontalo
pelaksanaannya merupakan forum-formil yang disamping dihadiri oleh
pemangku adatdan keluarga, juga turut dihadiri oleh unsur pemerintah yang
ikut manyaksikan hantaraan adat harta perkawinan besertabiayanya. Dutu
sebagai keharusaan adat,bagi masyarakat suku gorontalo, untuk mengikuti
tahapan-tahapan kegiatan tata cara adat perkawinan berlaku, dan merupakan
hak sebagai anggota masyarakat, untuk memberlakukan adat kebesaran dalam
pelaksanaan perkawinan yang suci dan sakral.
Maksudnya : Saudara dan saya, keduanya sebagai juru bicara, kini berjabatan
tangan, apa yang telah dituturkan, kedua belah pihak, andai kata laksana
rotan, dibelah tak akan terpisah, apa yang telah dibicarakan, jaga jangan
sampai putus atau terbelah.
Pembicaraan dalam acara peminangan telah usai, para tamu dari kedua
belah pihak keluarga disuguhi minum dengan mendahulukan Taa Tobuluwo
dan tamu dari phak keluarga pria. Setelah minum, kaum ibu yang menyertai
rombongan keluarga pria melalui juru bicara memohon izin untuk menengok
calon pengantin wanita (dalam bahasa adat "molile") yang disampaikan
kepada juru bicara keluarga wanita dengan ungkapan :"Owuluwo lo
mongotilandlo wolo monguwutatondlo wolamiyatiya mayi botiya, ohila
molile to banda molehile molile molilo'o alihu didulu taa molulo'o -
donggo tilaoolo potala maa tiyo tiyolo donggo bilohelo potala maa taa
boti- botiyelo. Maksudnya : Para kaum Ibu yang menyertai rombongan, kami
ingin menengok calon mempelai wanita. Menengok dan melihat agar jangan
ada yang menukar akan dilihat dengan teliti untuk meyakinkan akan
diperhatikan dengan seksama untuk memastikan orangnya. Juru bicara kaum
wanita menjawab : Toduwolo ito moliloo ti yalaondlo mayito hulo huloo
wawu amiyatiya mohe molulo'o bolopoobilohelo debo maa taa tobotiyelo
bolo pootiloalo debo maa taa tabotiyalo. Maksudnya : Silahkan saudara
menengok, calon mempelai duduk dan siap, kamipun tak berani mengganti.
Perhatikanlah dengan seksama untuk meyakinkan serta pandanglah dengan
teliti sudah dialah orangnya.
3.2 Saran
Medi Botutihe. Tata Upacara Adat Gorontalo. (Gorontalo: 2003). Hal 142
Rafael.Manusia Dan Kebudayaan Dalam Prespektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta,
Rineka Cipta, 2007. Hal 16
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.1990), hal 303-306
Harsojo.Sejarah Anthropologi. (Bandung: PT Putra A Bardin, 1999). Hal : 154-
155