Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“HUKUM ADAT PERKAWINAN”

DI SUSUN OLEH :

AGUS

HIAI 10 241

UNIVERSITAS HALUOLEO

FAKULTAS HUKUM

KENDARI

2010/2011

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. pendahuluan

A.LATAR BELAKANG……………………………………………

B.RUMUSAN MASALAH………………………………………..

BAB II. PEMBAHASAN

A.PERKAWINAN ADAT TOLAKI……………………………………………

B.PERKAWINAN ADAT BUGIS………………………………………….

BAB III. PENUTUP

A.KESIMPULAN…………………………………………………………………

B.SARAN……………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam
makalah ini kami membahas “HUKUM ADAT PERKAWINAN”, suatu permasalahan yang
selalu dialami bagi masyarakat dalam melaksanakan prosesi perkawinan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah adat perkawinan
yang sangat diperlukan dalam suatu harapan mempertahankan adat nenek moyang.

Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan.

Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat,

kendari, maret 2011

Penyusun’

AGUS

H1A1 10 241

BAB I

PENDAHULUAN.
A.Latar belakang

Hukum adat karena sifatnya yang tidak tertulis, majemuk antara lingkungan
masyarakat satu dengan lainnya, maka perlu dikaji perkembangannya.
Pemahaman ini akan diketahui apakah hukum adat masih hidup , apakah
sudah berubah, dan ke arah mana perubahan itu.

Ada banyak istilah yang dipakai untuk menamai hukum lokal: hukum
tradisional, hukum adat, hukum asli, hukum rakyat, dan khusus di Indonesia –
hukum “adat“ Bagaimana tempat dan bagaimana perkembangannya hukum
adat dalam masyarakat tergantung kesadaran, paradigma hukum, politik
hukum dan pemahaman para pengembannya- politisi, hakim, pengacara,
birokrat dan masyarakat itu sendiri. Hukum ada dan berlakunya tergantung
kepada dan berada dalam masyarakat.

Alasan Kami memilih kedua adat ini yakni sebagai berikut;

1. karena penulis hidup atau berhimpun di daerah yang mayoritas adat


bugis.

2. penulis memilih kedua adat ini karena orang tua penulis berasal dari
kedua etnis atau suku ini.

B.Rumusan Masalah
-  Bagaimanakah  cara mempertahankan tradisi atau adat perkawinan nenek moyang
mereka?

-  bagaimana pelaksanaan adat atau tradisi tersebut ? 

-Apa perbedaan dan persamaan hukum adat tersebut ? 

BAB II

PEMBAHASAN
A.Perkawinan adat tolaki

kota Kendari terdiri dari beberapa suku bangsa, salah satunya adalah suku bangsa
Tolaki. Suku ini merupakan suku asli di daratan Sulawesi Tenggara selain suku Muna dari
Pulau Muna dan Suku Buton yang berasal dari pulau Buton. Sekitar abad ke-10 daratan
Sulawesi Tenggara memiliki dua kerajaan besar yaitu kerajaan Konawe (wilayah Kabupaten
Konawe) dan Kerajaan Mekongga (Wilayah Kabupaten Kolaka) secara umum kedua Kerajaan
ini serumpun dan dikenal sebagai suku Tolaki. Dalam artikel ini saya akan membahas secara
singkat tentang Kebudayaan masyarakat Tolaki.

Dalam perjalanan sejarah Kerajaan Konawe yang berkedudukan di Unaaha pernah


menerapkan perangkat pemerintahan yang dikenal dengan SIWOLE MBATOHU sekitar tahun
1602/1666 yaitu :

1) Tambo I ´Losoano Oleo

2) Tambo I´ Tepuliano Oleo

3) Bharata I´Hana;

4) Bharata I´ Moeri

Ditengah-tengah kehidupan sosial kemasyarakatan mereka terdapat satu simbol peradaban


yang mampu mempersatukan dari berbagai masalah atau persoalan yang mampu
mengangkat martabat dan kehormatan mereka disebut: “KALO SARA” serta kebudayaan
Tolaki ini yang lahir dari budi, tercermin sebagai cipta rasa dan karsa akan melandasi
ketentraman, kesejahteraan kebersamaan dan kehalusan pergaulan dalam bermasyarakat.

Didalam berinteraksi sosial kehidupan bermasyarakat terdapat nilai-nilai luhur lainnya yang
merupakan Filosofi kehidupan yang menjadi pegangan , adapun filosofi kebudayaan
masyarakat tolaki dituangkan dalam sebuah istilah atau perumpamaan, antara lain sebagai
berikut :

- Budaya O’sara (Budaya patuh dan setia dengan terhadap putusan lembaga adat),
masyarakat Tolaki merupakan masyarakat lebih memilih menyelesaikan secara adat
sebelum dilimpahkan/diserahkan ke pemerintah dalam hal sengketa maupun
pelanggaran sosial yang timbul dalam masyarakat tolaki, misalnya dalam masalah
sengketa tanah, ataupun pelecehan. Masyarakat tolaki akan menghormati dan
mematuhi setiap putusan lembaga adat. Artinya masyarakat tolaki merupakan
masyarakat yang cinta damai dan selalu memilih jalan damai dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi.

- Budaya Kohanu (budaya malu), Budaya Malu sejak dulu merupakan inti dari
pertahanan diri dari setiap pribadi masyarakat tolaki yang setiap saat, dimanapun
berada dan bertindak selalu dijaga, dipelihara dan dipertahankan. Ini bisa dibuktikan
dengan sikap masyarakat Tolaki yang akan tersinggung dengan mudah jika dikatakan
, pemalas, penipu, pemabuk, penjudi dan miskin, dihina, ditindas dan sebagainya.
Budaya Malu dapat dikatakan sebagai motivator untuk setiap pribadi masyarakat
tolaki untuk selalu menjadi lebih kreatif, inovatif dan terdorong untuk selalu
meningkatkan sumber dayanya masing-masing untuk menjadi yang terdepan.

- Budaya Merou (Paham sopan santun dan tata pergaulan), budaya ini merupakan
budaya untuk selalu bersikap dan berperilaku yang sopan dan santun, saling hormat-
menghormati sesama manusia. Hal ini sesuai dengan filosofi kehidupan masyarakat
tolaki dalam bentuk perumpamaan antara lain sebagai berikut:

Ø “Inae Merou, Nggoieto Ano Dadio Toono Merou Ihanuno”

Artinya :

Barang siapa yang bersikap sopan kepada orang lain, maka pasti orang lain
akan banyak sopan kepadanya.

Ø “Inae Ko Sara Nggoie Pinesara, Mano Inae Lia Sara Nggoie Pinekasara”

Artinya :

Barang siapa yang patuh pada hukum adat maka ia pasti dilindungi dan
dibela oleh hukum, namun barang siapa yang tidak patuh kepada hukum
adat maka ia akan dikenakan sanksi / hukuman

Ø “Inae Kona Wawe Ie Nggo Modupa Oambo”

Artinya :
Barang siapa yang baik budi pekertinya dia yang akan mendapatkan
kebaikan

- Budaya “samaturu” “medulu ronga mepokoo’aso” (budaya bersatu, suka tolong


menolong dan saling membantu), Masyarakat tolaki dalam menghadapi setiap
permasalahan sosial dan pemerintahan baik itu berupa upacara adat,pesta
pernikahan, kematian maupun dalam melaksanakan peran dan fungsinya sebagai
warga negara, selalu bersatu, bekerjasama, saling tolong menolong dan bantu-
membantu .

- Budaya “taa ehe tinua-tuay” (Budaya Bangga terhadap martabat dan jati diri sebagai
orang tolaki), budaya ini sebenarnya masuk kedalam “budaya kohanu” (budaya
malu) namun ada perbedaan mendasar karena pada budaya ini tersirat sifat
mandiri,kebanggaan, percaya diri dan rendah hati sebagai orang tolaki .

Mudah-mudahan dari sekian banyak nilai-nilai budaya masyarakat Tolaki yang ada,
apa yang saya berikan pada artikel ini bisa lebih membuka mata dan memberi sedikit
gambaran tentang kebudayaan Masyarakat Tolaki.

Khasanah kehidupan masyarakat di Kota Kendari Khususnya dan Sulawesi Tenggara


Umumnya bukan hanya dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur suku bangsa Tolaki tetapi juga oleh
masyarakat suku lainnya yang berada di “bumi anoa”, kesemuanya menjadi daya perekat
dalam kehidupan bemasyarakat di daerah ini .kerukunan antar ummat beragama juga
memberi warna tersendiri ditengah- tengah kepercayaan dan keyakinan untuk menyerahkan
diri kepada Tuhannya masing-masing.

B.Perkawinan Adat bugis


Prosesi pernikahan yang dipakai oleh masyarakat Bugis-Makassar. Prosesi
pernikahan ini dipertunjukkan di halaman Benteng Fort Rotterdam dan disaksikan
oleh puluhan warga asing yang ikut Dalam acara Pasar Wisata TIME. Prosesinya
antara lain Mappacci, Mappettu Ada, Pabbaji, dan sebagainya. Selain itu para
peserta TIME juga disuguhi aneka makanan tradisional dari Makassar.

1.Pabbajikang

Ini adalah gambar dimana mempelai pria dan wanita disatukan dalam satu sarung.
prosesi ini diberi nama pabbajikang. Yaitu prosesi yang mempertemukan kedua
mempelai untuk pertama kalinya sebelum bersanding di pelaminan. Pabbajikang
melambangkan status antara mempelai wanita dan pria yang sudah halal untuk satu
sama lain. Biasanya salah satu orang yang dituakan seperti dalam gambar [yang
memakai baju putih-red] membimbing kedua mempelai untuk menyentuh bagian
tertentu seperti ubun-ubun, pipi dan bahu. dalam adat bugis, prosesi ini dinamakan
Mappasikarawa.

2.Rombongan Erang-erang

Iring-iringan pengantin dalam baju bodo kuning yang bersiap menuju kediaman
mempelai wanita. Masing-masing membawa hadiah yang akan diberikan sebagai
persembahan atau erang-erang untuk pengantin wanita. Biasanya erang-erang
tersebut berisi seperangkat alat sholat, sepatu, emas, kosmetik dan sebagainya.
Rombongan gadis pembawa erang-erang umumnya terdiri dari 12 orang gadis
remaja dan dikawal oleh keluarga pengantin pria.

3.Warren&Joyce

mereka adalah Warren Whittaker dan Joycelyn Hill yang ikut menyaksikan pagelaran
adat perkawinan Makassar. Menurut mereka acara pernikahan di Makassar sangat
unik dengan berbagai macam warna pakaian yang cerah. Berbeda dengan yang
sering dilihatnya di lingkungannya di Sydney Australia. Joy baru empat bulan berada
di Indonesia dan tidak merasa takut dengan berbagai macam pemberitaan yang
sering ditemuinya di media massa. "yang salah adalah orang yang berbuat bukan
Indonesianya" demikian kata Joyce ketika ditanya soal beberapa peristiwa peledakan
yang menewaskan warga Australia.

4.Passompoa
Passompa adalah salah satu bagian penting dalam prosesi perkawinan. Passompa
berarti dipanggulnya salah seorang anggota keluarga mempelai wanita yang
termuda.

Persamaan dan perbedaan antara adat jawa dan adat bugis

Perbedaan diantara kedua adat ini terletak pada upacara adatnya yakni adat
pernikahan tolaki sangat rumit atau banyak upacara di lakukan sebelum akad
nikahnya sedangkan adat perkawinan bugis tidak terlalu rumit atau tidak banyak
memakai waktu untuk mencapai akad nikahnya.

Persamaan kedua adat perkawinan ini yakni memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
mempertahan kan adat tradisi dari nenek moyang dalam melangsungkan
perkawinan,baik itu dalam adat tolakli maupun adat bugis.

BAB III
PENUTUP

A.kesimpulan

1. Perbedaan diantara kedua adat ini terletak pada upacara adatnya yakni adat
pernikahan tolaki sangat rumit atau banyak upacara di lakukan sebelum akad
nikahnya sedangkan adat perkawinan bugis tidak terlalu rumit atau tidak banyak
memakai waktu untuk mencapai akad nikahnya.

2. Persamaan kedua adat perkawinan ini yakni memiliki tujuan yang sama yaitu
untuk mempertahankan adat tradisi dari nenek moyang dalam melangsungkan
perkawinan,baik itu dalam adat tolaki maupun adat bugis.

B.saran

1. Sebaiknya suatu adat di daerah tertentu harus di pertahankan karena


menciptakan jiwa kekeluargaan yang kuat.

2. sebaiknya suatu pernikahan atau perkawinan lebih di utamakan adatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Sumaini. adat tolaki konawe, unaaha. lambuya 2008

Hasan saini z, s, H.hukum adat Indonesia. (alumni bandung)1974

Anda mungkin juga menyukai