Anda di halaman 1dari 9

PENGENALAN BUDAYA DARI GOLONGAN ETNIS

DI INDONESIA

NAMA : LOEDWIG GUNTUR NAFTALI SOJUAON HASUGIAN

NIM : 204301132

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG


A. Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai,
norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri
khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk
yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-
lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.

B. Tujuh Unsur Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat


1. Sistem peralatan hidup
Manusia terus berusaha mempertahankan hidup. Oleh karena itu manusia
selalu membuat peralatan. Kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi
dilihat dari benda-benda yang digunakan sebagai peralatan hidup masih
sederhana. Sehingga sistem peralatan hidup merupakan bahasan kebudayaan
fisik.
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana
yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul,
bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa
Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata
tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris
yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur
teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai
banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

2. Mata Pencaharian
Aktivitas ekonomi masyarakat menjadi fokus kajian penting etnografi.
Sistem mata pencaharian mengkaji bagaimana suatu kelompok masyarakat
mencukupi kebutuhan hidupnya.
Orang Batak bercocok tanam padi di sawah dengan irigasi, tetapi masih
banyak juga, terutama diantara orang Karo, Simalungun dan Pakpak yang masih
bercocok tanam di ladang. Yang dibuka di hutan dengan cara di bakar dan
menebang pohon. Pada sistem bercocok tanam di ladang , Huta atau Kutalah
yang memegang hak Ulaya tanah. Sedangkan hanya warga Huta atau Kuta yang
berhak untuk memakai wilayah itu. Mereka menggarap tanah itu seperti
menggarap tanahnya sendiri, tetapi tak dapat menjualnya tanpa persetujuan dari
Huta yang diputuskan dengan musyawarah. Tanah yang dimiliki individu juga
ada. Pada orang batak toba misalnya ada tanah panjaenan, tanah pauseang dan
tanah par bagian.

3. Sistem Kemasyarakatan
Sistem kemasyarakat merupakan hal untuk memahami bagaimana manusia
membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok sosial. Tiap-tiap kelompok
masyarakat diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengena berbagai macam
kesatuan di dalam lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari waktu ke
waktu.
Ada beberapa falsafah hidup yang dipegang dalam sistem kemasyarakatan
masyarakatat batak :
 Hagabeon
Hagabeon bermakna harapan memiliki keturunan yang baik dan
panjang umur. Jika berumur panjang, maka seseorang dapat menikahkan
anak cucu mereka, sehingga bisa menyaksikan langsung anak cucunya
tumbuh dan hidup dengan baik. Bagi Suku Batak memperoleh keturunan
adalah keberhasilan dalam pernikahan.
Anak laki-laki dianggap sangat istimewa. Dalam adat kuno Batak
bahkan ada aturan untuk memiliki anak sebanyak 33 dengan anak laki-laki
berjumlah 17 orang dan anak perempuan sebanyak 16 orang. Namun seiring
dengan perkembangan jaman, aturan ini pun tidak dipergunakan lagi.
 Uhum dan Ugari
Uhum berarti hukum, sementara Ugari berarti kebiasaan. Bagi
masyarakat Batak, hukum harus ditegakkan dengan adil. Keadilan dapat
terwujud jika masyarakat melakukan kebiasaan untuk tetap setia memegang
janji. Jika mengingkari sebuah kesepakatan, sesuai adat Batak di masa lalu
maka orang tersebut akan menerima sanksi adat. Orang yang melanggar
kesepakatan akan dianggap tercela. Oleh karena itu, Uhum dan Ugari sangat
penting dalam kehidupan masyarakat Batak.
 Hamoraon
Hamoraon adalah nilai budaya yang bermakna kehormatan.
Kehormatan yang dimaksud adalah keseimbangan antara materiil dan
spiritual. Seseorang harus memiliki kedua hal tersebut, misalnya kekayaan
dan sikap baik hati terhadap sesama, barulah seseorang dianggap memiliki
kehormatan yang sempurna. Jika hanya salah satu, maka tidak lengkap dan
belum mencapai Hamoraan.
 Pengayoman
Pengayoman mempunyai makna sebagai pelindung atau pengayom.
Falsafah hidup pengayoman mengajarkan agar setiap individu bisa menjadi
pengayom bagi orang di sekitarnya. Oleh sebab itu, masyarakat Batak
diajarkan untuk tidak bergantung pada orang lain. Nilai ini mengajarkan
bahwa orang Batak agar hidup mandiri dan tidak selalu mengandalkan orang
lain.
 Marsisarian
Marsisarian adalah nilai untuk menjaga keseimbangan hubungan
antar manusia. Setiap manusia adalah individu yang berbeda, maka dalam
kehidupan bermasyarakat, nilai Marsisarian sangat diperlukan agar umat
manusia dapat hidup berdampingan secara harmonis, meski terdapat banyak
perbedaan di antara mereka. Nilai Marsisarian mengajarkan masyarakat
Batak untuk saling membantu, mengerti, dan menghargai. Dengan begitu
maka mereka akan menghormati antar sesam, sehingga konflik pun dapat
dihindari.
 Kekerabatan
Nilai yang terakhir adalah salah satu ciri khas Suku Batak yang
sangat penting dalam kehidupan mereka. Saat ini, kita bisa melihat
kekerabatan yang baik antar sub suku masyarakat Batak. Hubungan
kekerabatan yang baik dapat diwujudkan melalui 3 hal, yaitu pertalian
keluarga melalui pernikahan, tutur kata yang baik antar sesama, dan
Martarombo. Martarombo bermakna mencari saudara. Hal tersebut
khususnya berlaku bagi Suku Batak yang sedang merantau. Biasanya
mereka akan mencari sesama Suku Batak atau yang memiliki warga sama di
tempat rantaunya. Tujuannya adalah agar tejalin hubungan antar marga yang
baik walaupun mereka berada di perantauan.

4. Bahasa
Unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat selanjutnya adalah bahasa.
Manusia memenuhi kebutuhan sosialnya salah satunya dengan berinteraksi atau
berhubungan dengan sesama. Bahasa menjadi salah satu sarana untuk
memperlancar interaksi tersebut. Kemampuan manusia dalam membangun
tradisi budaya diungkapkan secara simbolik dan diwariskan kepada generasi
penerusnya. Hal ini bergantung dengan bahasa dalam penyampaiannya.
Masyarakat Batak menggunakan beberapa bahasa, yaitu Karo dipakai oleh
orang Karo, Pakpak dipakai Pakpak, Simalungun dipakai Simalungun, Toba
dipakai orang Toba, Angkola dan Mandailing.

5. Kesenian
Penulisan etnografi awal tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih
mengarah pada teknik-teknik dan proses pembuatan benda seni. Selain itu,
deskripsi etnografi awal tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni
tari, dan seni drama dalam suatu masyarakat. Sehingga banyak benda atau
artefak yang ditemukan seperti patung, ukiran, dan hiasan.
Masyarakat Batak dikenal dengan sebagai masyarakat pecinta seni dan
musik. Hampir semua sub suku memiliki jenis kesenian yang unik dan berbeda
dari sub suku lainnya. Kesenian orang Batak Toba sendiri cukup beragam mulai
dari tarian, alat musik dan jenis-jenis nyanian. Tarian yang menjadi ciri khas
orang Batak Toba adalah tari Tor-tor dengan berbagai jenis nama tari untuk
berbagai jenis kegiatan yang berbeda-beda. Tor-tor atau tari-menari merupakan
salah satu kebudayaan Batak yang tertua. Dahulu kala seni tari-menari
duhubungkan dengan kepercayaan animisme yang dapat mendatangkan kuasa-
kuasa magis. Acara tari-menari diadakan untuk memohon kemenangan,
kesehatan, dan kehidupan sejahtera kepada dewa-dewa. Acara tari-menari juga
diadakan bilamana ada orang yang lahir, akil balig dan diterima sebagai anggota
suku, pada saat menikah, dan pada waktu sudah mati. Namun sekarang tarian
tersebut tidak lagi bersifat animisme, tetapi lebih dimaksudkan untuk
mempererat hubungan kekerabatan dalam Dalihan Na Tolu.

6. Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan dalam unsur kebudayaan berkaitan dengan peralatan
hidup dan teknologi, karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud
di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan tidak ada batasnya, karena mencakup
pengetahuan manusia tentang berbagai unsur kehidupan. Manusia tidak bisa
membuat alat jika tidak mengetahui ciri-ciri bahan mentah yang digunakan.
Atau tidak bisa membuat bertahan hidup jika tidak mengetahui sumber daya
alam apa saja yang bisa dikonsumsi atau wilayah yang aman untuk ditinggali.
Setiap kebudayaan memiliki suatu himpunan pengetahuan alam, binatang,
tumbuhan, benda, dan manusia disekitarnya.
Selain pengetahuan tentang perubahan musim, masyarakat suku Batak juga
menguasai konsep pengetahuan yang berkaitan dengan jenis tumbuh-tumbuhan
di sekitar mereka. Pengetahuan tersebut sangat penting artinya dalam membantu
memudahkan hidup mereka sehari-hari, seperti makan, minum, tidur,
pengobatan, dan sebagainya. Jenis tumbuhan bambu misalnya dimanfaatkan
suku masyarakat Batak untuk membuat tabung air, ranting-ranting kayu menjadi
kayu bakar, sejenis batang kayu dimanfaatkan untuk membuat lesung dan alu,
yang kegunaannya untuk menumbuk padi.
Pengetahuan tentang beberapa pohon, kulit kayu (lak-lak), serta batu, yang
dimanfaatkan masyarakat Batak untuk keperluan makam raja-raja. Sedangkan
dari kulit kayu biasanya masyarakat Batak memanfaatkannya untuk menulis
ilmu kedukunan, surat menyurat dan ratapan. Kulit kayu (lak-lak) tidak
ditonjolkan tetapi secara tersirat ada, karena yang menggunakan lak-lak tersebut
hanya seorang Datu.

7. Religi/Kepercayaan
Fungsi religi dalam masyarakat adalah adanya pertanyaan mengapa manusia
percaya kepada kekuatan gaib atau supranatural yang dianggap lebih tinggi
dibandingkan manusia dan mengapa melakukan berbagai cara komunikasi
dengan kekuatan supranatural. Para ilmuwan berasumsi bahwa religi suku
terdahulu menjadi kepercayaan dan dianut oleh seluruh umat manusia.
Batak telah dipengaruhi oleh beberapa agama, yaitu agama Islam dan
Kristen Protestan yang masuk sejak permulaan abad ke-19. Agama Islam masuk
di Minangkabau sejak tahun 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar dari
orang Batak selatan (Mandailing dan Angkola). Sedangkan agama Kristen
disiarkan ke daerah Toba dan Simalungun oleh organisasi penyiar agama dari
Jerman sejak tahun 1863 dan ke daerah Karo oleh organisasi Belanda pada masa
yang sama.
Saat ini, mayoritas Suku Batak memeluk agama Kristen Protestan. Namun
jauh sebelum mereka mengenal agama ini, orang-orang Batak menganut sistem
kepercayaan tradisional. Mereka memiliki sosok yang dianggap sebagai dewa
tertinggi, bernama Mulajadi na Bolon. Dari kepercayaan tersebut, kemudian
dikenal 3 konsep, yaitu:
a. Tendi
Tendi atau disebut dengan Tondi adalah roh atau jiwa seseorang bermakna
kekuatan. Tendi memberi kekuatan pada manusia dan telah dimiliki seseorang
sejak di dalam kandungan sang ibu. Jika Tendi meninggalkan tubuh seseorang,
maka orang tersebut akan meninggal. Saat itulah harus diadakan upacara untuk
menjemput Tendi atau upacara adat menjemput jiwa.
b. Sahala
Sahala adalah bentuk kekuatan yang dimiliki oleh seseorang, akan tetapi
tidak semua orang bisa memiliki Sahala. Sahal juga disebut dengan nama lain
Sumanta. Sumanta merupakan kesaktian yang biasanya dimiliki oleh raja.

c. Begu
Begu adalah jiwa atau Tendi orang yang telah meninggal. Masyarakat Batak
percaya bahwa Begu mempunyai tingkah laku dan kebiasaan seperti manusia,
tetapi hanya muncul di malam hari.

Anda mungkin juga menyukai