Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KESENIAN MAHAMBA BANTIK

A. Sejarah Keberadaan Masyarakat Etnik Bantik

Mengenai sejarah keberadaan suku Bantik di Minahasa, leluhur suku Bantik

mewariskan cerita kepada keturunan-keturunan selanjutnya bahwa mereka berasal

dari keturunan Toar dan Lumimuut yang disebut Toadabolumimuutu. Masyarakat

Bantik di Sulut yang tersebar di 11 lokasi masing-masing: Tanamon, Molas,

Singkil, Somoiti, Meras, Kalasey, Buha, Malalayang, Bengkol, Bailang, dan

Talawaan.1

Apabila memperhatikan sistem kepercayaan dan adat-istiadat suku Bantik

masa lampau, seperti kepercayaan kepada burung Manguni, kepercayaan terhadap

penguasa alam yang disebut Empung dan cara memberi persembahan yang

dilakukan di kebun pada waktu memetik padi atau di rumah pada waktu naik

rumah baru, cara melakukan berbagai-berbagai pantangan, cara melihat tanda

pada hati babi dan lain-lain sebagainya, maka semuanya ini memberi bukti dan

kenyataan bahwa kepercayaan suku Bantik memiliki persamaan dengan

kepercayaan dan adat-istiadat suku Tombulu, Tonsea, Toulour dan Tontemboan.

Demikian juga dengan adat-istiadat dalam kekeluargaan, kemasyarakatan,

harta kawin, mapalus dan lain-lain boleh dikatakan sama. Juga dengan nama kaum

yang disebut sehari-hari (Vaam) terdapat banyak kesamaaan yang mana semata-

mata merupakan keaslian nama kaum sejak dahulu kala seperti: Mandagi,

1 Wawancara dengan Paulus Beyah, 77 Tahun di Malalayang, tanggal 24 Maret 2012


pukul 10.45 WITA.

28
Dotulung, Pangemanan, Pangau, Tangkilisan, Moniaga, Datulangi, Suawah,

Therok dan banyak yang lain-lain lagi. Demikian juga dengan bahasanya apabila

diselidiki, maka terdapat banyak kesamaan seperti: Maupi = marah; Kuman =

makan; Tumurli = singgah ; Banuya = negeri; Pahigi = pisau; Rleka = pijat-pijat;

Barlei = rumah dan lain-lain yang dipandang memiliki banyak persamaan. Dan

bilamana memperhatikan akan kesenian Mahamba Bantik dan Maengket, maka

dapat dibuktikan bahwa kedua hal tersebut adalah serumpun. Dengan bukti-bukti

dan kenyataan-kenyataan itu, maka dapat diakui bahwa semua anak suku-anak

suku tersebut memang mempunyai hubungan dari para moyangnya pada masa

lampau.2

B. Kebudayaan Masyarakat Etnik Bantik

Budaya secara harfiah berasal dari bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki

arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang. 3 Selain itu budaya atau

kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan

bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan

dengan budi dan akal manusia. Adapun kebudayaan merupakan suatu yang agung

dan mahal, tentu saja karena kebudayaan tercipta dari hasil rasa, karya, karsa, dan

cipta manusia yang semuanya itu merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.

Tak ada mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatu

yang agung dan mahal.

2 Clark Wissler,1923. Man and Culture. New York: Thomas Y. Crowell Company. Pg. 40

3JWM Bakker. 1999. Filsafat Kebudayaan, Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 11

29
Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah keseluruhan sistem gagasan

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.

Adapun wujud kebudayaan menurut White dibedakan menjadi tiga yaitu: 4

a) Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-

ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang

sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini

terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika

masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan,

maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-

buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

b) Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari

manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem

sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling

berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya

menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya

konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan

didokumentasikan.

4 Leslie White,1949. The Science of Culture: A Study of Man and Civilization. New York: Grove
Press. pg. 88.

30
c) Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,

perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda

atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya

paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang

satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh:

wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas)

dan karya (artefak) manusia.

Berdasarkan wujud-wujud kebudayaan tersebut digolongkan pula menjadi

dua komponen utama: 5

a) Kebudayaan material
Kebudayaan material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan

masyarakat yang nyata, konkret. Contoh kebudayaan material ini adalah

temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk

tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga

mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion

olahraga, pakaian, dan sebagainya.


b) Kebudayaan non material
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan

dari generasi ke generasi, misalnya nyanyian, dongeng, cerita rakyat, dan

lagu atau tarian tradisional.


C. Kesenian Mahamba Bantik

5 Leslie White,1949. The Science of Culture: A Study of Man and Civilization. New
York: Grove Press. pg. 26

31
Masyarakat etnik Bantik adalah masyarakat yang berkesenian. Masyarakat

yang berkesenian dipahami sebagai masyarakat yang berbudaya sehingga melalui

kebudayaan masyarakat dimaksud, maka dihasilkanlah kesenian sebagai salah

satu wujud kebudayaan. Kesenian selalu ada di tengah-tengah kehidupan manusia,

karena kesenian merupakan kebutuhan yang pokok dan mendasar untuk

memenuhi kepuasannya akan keindahan. Gambar-gambar dan catatan-catatan

etnografis menunjukkan bahwa di dunia ini tidak ada satu masyarakatpun yang

tidak menyisihkan waktunya untuk kesenian.6

Perkembangan kesenian Mahamba Bantik sejak awal sampai sekarang ini

tidaklah terlepas dari kebutuhan masyarakat yang senantiasa berlangsung secara

terus menerus. Pada awalnya, kesenian Mahamba ini dikenal dalam kalangan

masyarakat etnik Bantik dengan sebutan Mahamba Imbasan. Mahamba Imbasan

ini merupakan nyanyian asli yang tumbuh dan berkembang dari kalangan

masyarakat etnik Bantik.

Mahamba adalah seni tari dan menyanyi yang terdiri dari sejumlah orang.

Kesenian Mahamba ini diperankan oleh kaum tua, muda, lelaki, wanita, rakyat

dan kepala rakyat. Semua bebas mengangkat kata-kata nyanyian secara bergantian

dan berbalas-balasan. Syair dan pantun yang dinyanyikan adalah hal-hal mengenai

kebangsaan, tanah air, kejadian dahulu kala, permohonan kepada Tuhan, pujian

pada sesuatu yang baik, kandungan kalbu, segala kejadian dan keadaan dalam

masyarakat yang diumpamakan dengan burung, gunung, air, pohon, matahari,

6Rohidi, 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STSI Bandung. hal. 93.

32
bulan, bintang dan sebagainya, sehingga dengan cara berbalas-balasan pada

akhirnya mempengaruhi perasaan.

Nyanyian Mahamba Imbasan masyarakat etnik Bantik memiliki persamaan

dengan Maengket dikalangan masyarakat etnik Minahasa. Bagi masyarakat etnik

Minahasa, Maengket memiliki pengertian bernyanyi yang dilakukan secara

bersama-sama. Demikian halnya dengan Mahamba, di mana kedua bentuk

kesenian ini lahir dari budaya masyarakat etnik masing-masing. Sebagai contoh,

Maengket pada awalnya adalah nyanyian pada saat kelompok pekerja berjalan

menuju lahan atau ladang secara berbaris berbanjar, pada saat itu, seseorang yang

dituakan atau pemimpin kelompok memulai suatu nyanyian atau pantun dan

kemudian dibalas oleh anggota yang lain dan dinyanyikan serempak sampai tiba

ditempat pekerjaan atau ladang, bahkan sambil bekerja, mereka pun tetap

melantunkan nyanyian-nyanyian secara berbalas-balasan. Demikian pula dengan

kesenian Mahamba secara khusus Mahamba Imbasan, yang mana lahir dan

berkembang dari bentuk-bentuk tradisi sosial budaya masyarakat etnik Bantik itu

sendiri seperti halnya Maengket dalam masyarakat etnik Minahasa.

Asal usul kesenian Mahamba sebagai satu seni tradisional suku Bantik,

tidaklah terlepas dari keberadaan sejarah suku Bantik. Kesenian Mahamba

digunakan sebagai sarana pengungkapan perasaan komunal masyarakat suku

Bantik.

Pada awalnya, masyarakat suku Bantik terpencar ke sejumlah daerah

pemukiman. Dalam keadaan ini, mereka yang terpisah memendam perasaan saling

merindukan satu sama lain untuk kembali berkumpul bersama. Mereka

33
merindukan perjumpaan, pertemuan dan persatuan kembali suku Bantik yang

terpisah-pisah di pemukiman yang berbeda. Oleh masyarakat suku Bantik,

perjumpaan, persatuan dan kerukunan menjadi nilai-nilai yang sangat dirayakan

dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Bantik dari generasi ke generasi.

Di sisi lain, Mahamba memiliki pengertian bergembira dan bersukacita.

Kegembiraan yang dimaksudkan adalah untuk menyambut perjumpaan dan

persatuan. Dengan adanya persatuan dan perjumpaan masyarakat suku Bantik

yang terpisah maka dirayakan secara bersama dalam bentuk seni tradisi yang

disebut Mahamba. Selanjutnya, kesenian Mahamba menjadi bagian dari setiap

upacara atau perayaan yang membahagiakan, termasuk naik rumah baru, panen

hasil bumi yang melimpah, dan lain-lain.

Adapun nilai-nilai persatuan dan kerukunan tercermin sangat jelas dalam

bait-bait syair yang dinyanyikan dalam kesenianMahamba. Syair-syair ini pada

awalnya digubah oleh para leluhur suku Bantik. Oleh karena pada zaman dahulu

masih sangat terbatas sarana perhubungan dan telekomunikasi, sehingga mereka

sangat menghayati keterpencaran komunitas mereka sebagai masalah yang sangat

besar, mencemaskan, membahayakan, dan amat menyedihkan. Melalui lirik atau

syair dalam kesenian Mahamba, unsur-unsur tersebut dapat ditemukan.

Sekarang ini, berdasarkan perkembangannya, kesenian Mahamba Bantik

dapat dikategorikan atau dikelompokan menjadi 3 jenis yaitu:

1. Mahamba Imbasan
Mahamba Imbasan adalah kesenian Mahamba yang dipandang sebagai asal

usul Mahamba yang sekarang ini digunakan. Kata Imbasan memiliki

pengertian berbalas-balasan, dalam hal ini berbalas pantun. Mahamba

34
Imbasan adalah nyanyian asli masyarakat etnik Bantik. Nyanyian asli yang

dimaksud adalah sekalipun masyarakat etnik Bantik tersebar dalam wilayah

pemukiman yang berbeda-beda, akan tetapi nyanyian Mahamba Imbasan ini

dapat ditemukan ditempat-tempat lain dalam kaitannya dengan domisili

masyarakat etnik Bantik tersebut, sehingga di mana saja lokasi pemukiman

masyarakat etnik Bantik dalam menyanyikan nyanyian kesenian Mahamba

Imbasan ini maka lirik dan syair, melodi, tema serta beberapa gerakan tarian

(formasi) pada umumnya sama.Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa

nyanyian kesenian Mahamba Imbasan ini adalah diturunkan atau diwariskan

melalui pendahulu-pendahulu atau tetua masyarakat etnik Bantik kepada

turunannya.
2. Mahamba MURI
Mahamba MURI adalah nyanyian kesenian Mahamba yang dibuat pada

tahun 2010 dalam rangka dokumentasi MURI (Museum Rekor Indonesia).

Pada dasarnya nyanyian kesenian Mahamba MURI ini telah dimodifikasi

sedemikian rupa namun, tidak meninggalkan nilai-nilai estetika original,

filosofi dan budaya yang tersirat dalam nyanyian Mahamba Imbasan sebagai

nyanyian asli pada awalnya. Nyanyian Mahamba MURI ini berbeda dengan

Mahamba Imbasan di mana Mahamba MURI ini lebih berbentuk modifikasi

atau pengolahan dalam bentuk lain berbasis Mahamba Imbasan. terlihat

pada masing-masing grup atau tumpukan yang membawakan termasuk pada

aspek formasinya. Akan tetapi bukan berarti keutuhan nyanyian kesenian

Mahamba Imbasan telah diganti seluruhnya, melainkan Mahamba MURI ini

lebih berbentuk perluasan atau pengembangan Mahamba Imbasan dalam

35
maksud memenuhi kebutuhan tertentu (MURI), sehingga pada

kesimpulannya Mahamba MURI ini memiliki bentuk yang sama apabila

dinyanyikan dan disajikan oleh masing-masing tumpukan yang berbeda,

seperti halnya dalam Mahamba Imbasan. Penyajian Mahamba MURI ini

terdiri dari sejumlah penyanyi berpasangan (pria dan wanita) dan seorang

pemimpin yang disebut Kapel. Secara umum, kesenian Mahamba Bantik ini

mulai digunakan di sekolah-sekolah, baik tingkat SD, SMP dan SMA

sebagai salah satu content kelompok mata pelajaran estetika (Kesenian dan

Keterampilan untuk SD, dan Seni Budaya untuk SMP dan SMA) dengan

mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).


3. Mahamba Kreasi Baru
Faktor utama diciptakan Mahamba Kreasi Baru tidaklah jauh berbeda

dengan kebutuhan diciptakannya Mahamba MURI. Mahamba Kreasi Baru

adalah kesenian Mahamba yang diperluas atau dikembangkan dari sisi tema

(syair) dan formasinya sehingga terkesan lebih modern. Ditinjau

berdasarkan sebutannya yaitu Kreasi Baru, dapat disimpulkan bahwa

Mahamba Kreasi Baru akan senantiasa mengalami perluasan dan

perkembangan dan tidak bersifat statis terhadap perubahan, pengaruh dan

kemungkinan-kemungkinan lainnya yang bercampur dengan kesenian

tersebut.Berbeda dengan Mahamba MURI yang mana diciptakan khusus

untuk kebutuhan pada suatu waktu tertentu saja, sehingga kemungkinan-

kemungkinan untuk perluasan dan pengembangan selanjutnya sangat kecil

namun dapat saja terjadi. Dalam penyajiannya, masing-masing tumpukan

atau kelompok penyaji Mahamba Kreasi Baru adalah berbeda antara satu

36
dengan yang lain sedangkan penyajian dalam Mahamba Imbasan dan

Mahamba MURI adalah sama.

Adapun kesenian Mahamba ini terdiri dari 3 bagian utama yaitu :

1) Pembukaan
Bagian ini merupakan bagian pembuka atau penghormatan kepada hadirin

atau tamu dalam penyajian kesenian Mahamba. Bagian ini lebih berbentuk

doa kepada Tuhan sebagai bentuk syukur atas pertemuan yang terjadi pad

saat itu. Bagi masyarakat suku Bantik masa lalu, bagian ini lebih berbentuk

ungkapan syukur kepada Tuhan karena suku Bantik yang terpisah di

pemukiman yang berbeda-beda dapat dipertemukan kembali.


2) Inti
Bagian inti ini sering bervariasi. Oleh masyarakat suku Bantik, bagian ini

disesuaikan dengan kondisi atau keadaan, dalam arti suasana kesenian

Mahamba ini disajikan untuk kepentingan apa seperti naik rumah baru,

penyambutan tamu, pertemuan-pertemuan masyarakat dan sebagainya.


3) Penutup
Bagian penutup dalam kesenian Mahamba merupakan penghormatan

kepada hadirin atau tamu atas terselenggaranya pertemuan yang dimaksud.

Pada bagian ini, penyaji kesenian Mahamba mulai meninggalkan pentas.

Selanjutnya, kesenian Mahamba Bantik akan dikaji berdasarkan bentuk

syair dan formasi/pola lantai dalam uraian sebagai berikut.

1. Bentuk-bentuk Kesenian Mahamba Bantik


Pada dasarnya, kesenian Mahamba bukanlah menitikberatkan pada nyanyian

ataupun tarian, melainkan kedua-duanya tergabung dalam satu bentuk. Terkadang

untuk sebagian orang menyebut dengan istilah tarian Mahamba ataupun nyanyian

Mahamba, akan tetapi kedua unsur ini terkandung dalam kesenian Mahamba dan

37
masing-masing unsur ini tergabung menjadi satu, ataupun dapat ditampilkan salah

satu, dan tetap dalam makna Mahamba itu sendiri. Secara umum, kesenian

Mahamba mengandung unsur nyanyian dan gerakan, yang mana berdasarkan tema

dan jenisnya bentuk kesenian Mahamba dapat dipilah dalam pengelompokkan

sebagai berikut.
a) Mamondou
Mamondou, oleh masyarakat Bantik dipandang sebagai salah satu bentuk

kesenian Mahamba yang hanya dinyanyikan oleh satu orang tanpa tarian.

Tema syair yang diangkat berupa kerinduan yang terpendam dalam kalbu,

penderitaan batin atau sesuatu yang bermaksud mulia dan luhur.


b) Tumaha
Tumaha lebih berbentuk tarian yang ditampilkan oleh orang, dan hanya

diperuntukkan untuk orang yang telah mempelajarinya secara mendalam.

Demikian pendapat dari beberapa informan yang diwawancarai. Jenis ini

dalam penyajiannya menggunakan pakaian yang khusus, atau berbeda

dengan jenis-jenis yang lain. Bagi masyarakat Bantik masa lalu, tipikal

riasan rambut untuk wanita dibuat bercabang menyamping, menggunakan

perhiasan emas, manik-manik dan gelang yang terbuat dari gading. Dalam

penyajiannya, kedua tangan penari menggenggam ujung dari sejenis tali

yang terurai dan diayun-ayunkan berirama. Tarian ini diperuntukkan untuk

penari remaja wanita atau pria dengan menggunakan iringan tambur.


c) Manguu
Manguu adalah bentuk nyanyian yang dilantunkan oleh ibu atau ayah untuk

menidurkan buah hatinya. Syair yang diangkat terkadang melukiskan

suasana alam, atau berupa ungkapan kasih sayang dari orang tua kepada

anaknya.
d) Dandi Tirorou

38
Nyanyian ini umumnya dilantunkan pada saat berkebun atau berladang.

Nyanyian ini dapat dinyanyikan secara perorangan atau berkelompok

manakala mereka sedang bekerja ditengah hutan rimba. Nyanyian ini harus

dinyanyikan dengan suara yang nyaring. Beberapa informan berpendapat

bahwa suara nyaring terkadang untuk mengusir rasa takut karena bekerja

sendirian di tengah hutan, mengusir binatang buas yang mungkin

mengganggu, sebagai pertanda untuk orang lain yang berdekatan

posisinya, ataupun untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu

pekerjaan.

e) Papurungan
Papurungan lebih berbentuk musik instrumental perkusif, di mana dalam

penyajiannya menggunakan tambur, sejenis kulintang, kulit siput, dan lain

sebagainya.
f) Mberei-mberei
Mberei-mberei adalah nyanyian peperangan yang bertema kepahlawanan.

Nyanyian ini dinyanyikan untuk menggugah semangat prajurit yang sedang

berperang. Nyanyian ini dapat digunakan pula pada saat menuju medan

pertempuran ataupun setelah berperang. Syairnya mengandung kata-kata

pemberi semangat, nasihat-nasihat leluhur. Nyanyian ini oleh masyarakat

suku Bantik dipandang memiliki daya tarik yang kuat untuk mendorong

prajurit bertempur, menjadi gagah berani dan memperoleh kemenangan.


Dalam penyajian kesenian Mahamba, jenis-jenis ini dapat disajikan

keseluruhan, akan tetapi pada perkembangannya sampai sekarang ini, terkadang

hanya jenis-jenis tertentu saja yang ditampilkan.


2. Tema Syair Dalam Kesenian Mahamba Bantik

39
Adapun bentuk syair kesenian Mahamba Bantik didasarkan pada sejarah

dan kehidupan sehari-hari masyarakat suku Bantik itu sendiri, terkait dengan adat

istiadat yang mereka miliki. Sebagaimana dalam pemaparan sebelumnya, bahwa

masyarakat suku Bantik sangat menjunjung tinggi persatuan, perjumpaan dan

kerukunan. Ketiga hal ini menjadi inti dari ungkapan atau ekspresi melalui syair

dalam kesenian Mahamba.

Oleh karena masyarakat suku Bantik hidup terpisah pemukiman antara

kelompok yang satu dengan yang lain, maka tema kerinduan, persatuan,

kebersamaan, dan perjumpaan menjadi dasar dalam syair-syair yang dilantunkan

dalam kesenian Mahamba.


Adapun tema-tema yang umumnya diangkat sebagai syair dalam penyajian

kesenian Mahamba antara lain :


a) Kerinduan
Tema kerinduan merupakan tema yang paling umum diangkat sebagai syair

dalam kesenian Mahamba Bantik. Tema kerinduan dapat bersifat kerinduan

sepasang kekasih, kerinduan seseorang yang terpisah dari keluarganya,

kerinduan akan kampung halaman ataupun kerinduan sesama suku Bantik

untuk berkumpul dan bersatu. Tema kerinduan yang sering digunakan

sebagai syair dalam kesenian Mahamba adalah kerinduan sesama suku

Bantik untuk berkumpul. Selain itu tema kerinduan sepasang kekasih dapat

juga ditemukan dalam syair-syair kesenian Mahamba.


b) Pergaulan
Tema pergaulan yang diangkat sebagai syair dalam kesenian Mahamba

adalah menyangkut hubungan antara pria dan wanita. Sebagai contoh,

wanita tidak boleh bersenda gurau dengan kaum pria, demikian sebaliknya

dan dibatasi oleh perkataan yang sopan dan hanya seperlunya saja.

40
Sedangkan orang yang lebih tua, tidak diperkenankan bergurau secara kasar

dengan orang muda, melainkan orang tua harus memegang derajatnya

dengan lemah lembut dan sopan.


c) Perkawinan
Tema perkawinan yang diangkat sebagai syair dalam kesenian Mahamba

pada umumnya menceritakan mengenai hubungan pemuda dan pemudi.

Pemuda atau pemudi bebas memilih pasangannya. Sekalipun terdapat

perkawinan yang disepakati oleh orang tua kedua belah pihak, akan tetapi

apabila tidak disetujui oleh sang pemuda atau pemudi maka perkawinan

tersebut tidak boleh dilaksanakan. Selain itu, tema perkawinan yang

diangkat sebagai syair antara lain peminangan. Peminangan dilakukan oleh

orang suruhan (wanita yang sudah lanjut umur) yang disebut Rarampan

untuk mengadakan pembicaraan antara kedua belah pihak keluarga.


d) Kerukunan dan Kekeluargaan
Tema kerukunan dan kekeluargaan sangat umum ditemukan sebagai syair

dalam kesenian Mahamba. Tema kekeluargaan dan kerukunan kadangkala

bersifat nasihat orang tua kepada anak, nasihat orang tua terhadap rumah

tangga anak-anaknya, dan sebagainya.


e) Perilaku Sehari-hari
Kehidupan dan perilaku sehari-hari dijadikan pula sebagai tema dalam syair

kesenian Mahamba antara lain sebagai contoh, apabila hendak berjalan di

depan orang tua, maka harus membungkuk hormat pertanda permisi atau

memohon diberikan jalan untuk lewat. Selain itu, saling tegur sapa antara

satu dengan yang lain, diangkat pula sebagai tema dalam syair kesenian

Mahamba.

f) Kematian

41
Perilaku masyarakat Mahamba Bantik dalam kaitannya dengan peristiwa

kematian (duka) umumnya diangkat pula sebagai tema dalam syair kesenian

Mahamba. Dalam peristiwa duka, seluruh masyarakat diwajibkan berkabung

dan tidak diperkenankan untuk melangsungkan kegiatan lain. Dalam

keadaan seperti ini sangat jelas bahwa seluruh masyarakat mengambil

bagian untuk hadir melayat dan memberikan dukungan kepada keluarga

yang berdukacita.
g) Kegembiraan
Tema kegembiraan tampak pula dalam syair kesenian Mahamba. Tema

kegembiraan yang diangkat sebagai syair, kadang kala menceritakan tentang

ucapan syukur atas hasil panen, kelahiran anak, pernikahan, naik rumah

baru, dan sebagainya. Secara umum, dalam penyajian kesenian Mahamba,

tema kegembiraan menceritakan mengenai pertemuan antara masyarakat

suku Bantik yang terpisah dan hidup di daerah pemukiman yang berbeda.

Hal ini sangat identik dan menjadi ciri khas utama dalam syair-syair

kesenian Mahamba Bantik yang berawal dari sejarah suku Bantik,

sebagaimana dipaparkan sebelumnya.


h) Gotong Royong
Gotong royong merupakan hal yang sangat dijunjung tinggi dalam

kehidupan masyarakat suku Bantik. Pekerjaan dilakukan secara gotong

royong seperti berkebun, mendirikan rumah, pesta suka, acara duka dan

sebagainya. Tema gotong royong yang diangkat sebagai syair dalam

kesenian Mahamba mengungkapkan bagaimana masyarakat suku Bantik

berlomba dalam hal yang sifatnya rajin dan disiplin, tidak menghiraukan

bahwa si A lebih kuat dari si B, melainkan tidak memandang status,

42
kedudukan dan sebagainya dan bekerja dengan rajin dan ramai. Tema

gotong royong ini yang umumnya diangkat sebagai syair dalam kesenian

Mahamba Bantik antara lain Poposaden yaitu gotong royong dalam

berkebun.
i) Kepahlawanan
Tema kepahlawanan diangkat pula sebagai syair dalam kesenian Mahamba.

Dalam kesenian Mahamba, kepahlawanan diceritakan mengenai peristiwa-

peristiwa lampau yang sifatnya gagah berani yang dilakukan leluhur di

medan perang. Selain itu, mengandung nasihat-nasihat leluhur agar

bersemangat dan berjiwa ksatria dalam membela dan mempertahankan hak

milik suku Bantik.


j) Pengangkatan Anak

Tema mengenai pengangkatan anak merupakan tema yang jarang diangkat

sebagai syair dalam kesenian Mahamba. Tema pengangkatan anak lebih

menceritakan tentang bagaimana kedua orang tua yang tidak memiliki anak

kandung, kemudian mengumumkannya kepada masyarakat luas dan

selanjutnya dilangsungkan upacara adat pengangkatan anak.

3. Bentuk Formasi/Pola Lantai DalamKesenian Mahamba Bantik


Dalam penyajiannya, kesenian Mahamba Bantik dibawakan oleh pria dan

wanita dengan jumlah 7 sampai 12 pasang, dengan 1 orang berfungsi sebagai

pemimpin (kapel) dan pemukul tambur (1 atau 2 orang), terkadang tidak

menggunakan tambur. Pasangan-pasangan ini melakukan gerakan-gerakan sambil

menyanyi dan membentuk posisi-posisi tertentu secara berpasangan (formasi).


Bentuk formasi kesenian Mahamba Bantik pada umumnya dibagi menjadi 3

bentuk yaitu formasi untuk bagian Pembukaan, Inti dan Penutup. Terkadang pada

masing-masing bagian ini, divariasikan sedemikian rupa sehingga misalkan pada

43
bagian pembuka, dapat tercipta 1 bentuk dasar formasi dan beberapa bentuk yang

telah dikembangkan. Demikian pula dengan bagian Inti dan Penutup.


Bentuk formasi kesenian Mahamba sebagaimana dalam uraian berikut ini

hanya merupakan salah satu bentuk formasi di antara sekian banyak formasi yang

dikreasikan oleh masing-masing tumpukan peyaji kesenian Mahamba, baik untuk

jenis Mahamba Imbasan, Mahamba MURI, maupun Mahamba Kreasi Baru.


a. Pembukaan
Bagian pembukaan ini adalah bagian di mana kelompok penyaji dan kapel

memasuki pentas dan memberikan salam kepada penonton. Bagian pembukaan ini

ditunjukkan seperti berikut.

Diagram II.1
Keterangan Diagram II.1
Formasi ini adalah bagian di mana para penyaji memasuki pentas dan

melakukan penghormatan. Para penyaji masuk dari samping, diikuti oleh kapel.

Setelah para penyaji dalam posisi menyamping dihadapan penonton, kapel

bergerak ke depan penonton dan penyaji pria dan wanita berbalik menyamping

menghadap penonton. Pada saat kapel berada pada posisi mengantar penyaji

memasuki pentas, kapel melakukan gerakan-gerakan improvisasi sebagaimana

ditunjukkan anak panah.

44
Diagram II.2
Keterangan Diagram II.2
Pada bagian ini, kapel mulai bergerak menuju ke depan pentas berhadapan

dengan penonton, sedangkan kelompok penyaji pria dan wanita membalikkan

badan menyamping menghadap penonton dengan posisi wanita di depan, dan pria

berada di belakang.

b. Inti

Bentuk-bentuk formasi atau pola lantai berikut ini adalah bagian inti dalam

penyajian kesenian Mahamba Bantik versi MURI. Uraian-uraian berikut ini dibagi

pada 11 pola lantai (formasi) yang digunakan dalam penyajian kesenian Mahamba

Bantik versi MURI.

45
Diagram II.3

Keterangan Diagram II.3

Pada bentuk pola lantai ini, kapel berada di bagian tengah depan menghadap

kelompok penyaji pria dan wanita. Kelompok pria berada di belakang kelompok

wanita, dan masing-masing kedua kelompok ini membentuk posisi agak

membujur (hampir membentuk setengah lingkaran) menyamping sambil

bergandengan tangan. Kedua kelompok ini bergerak berlawanan arah dalam posisi

bergandengan tangan, sedangkan kapel memberi aba-aba dalam bentuk gerakan-

gerakan improvisasi.

Diagram II.4

Keterangan Diagram II.4

Masih tetap dengan mempertahankan formasi pada Diagram II.3, kelompok

pria dan wanita tidak bergandengan tangan lagi, dan selanjutnya bersama-sama

dengan kapel, kedua kelompok ini menghadap ke arah penonton.

46
Diagram II.5

Keterangan Diagram II.5

Selanjutnya, pada posisi ini, kedua kelompok ini secara berpasangan sambil

bergandengan tangan menghadap ke depan dengan dipandu oleh kapel melalui

gerakan-gerakan improvisatif.

Diagram II.6

47
Keterangan Diagram II.6

Pada formasi ini, pasangan-pasangan penyaji yang terbentuk sebelumnya,

kemudian berhadapan satu sama lain, sedangkan kapel melakukan gerakan

improvisatif, bergerak dari arah depan menuju bagian tengah ruang kosong di

antara kelompok pasangan penyaji pria dan wanita.

Diagram II.7

Keterangan Diagram II.7

Selanjutnya secara serentak kelompok penyaji ini memisahkan diri dari

pasangan-pasangannya kemudian membentuk lingkaran. Lingkaran sebelah dalam

oleh kelompok wanita, sedangkan lingkaran sebelah luar oleh kelompok pria.

Pada posisi ini, kapel berada di tengah-tengah lingkaran sebelah dalam oleh

kelompok wanita. Kedua kelompok ini, yakni pria dan wanita yang membentuk

lingkaran, melakukan gerakan tarian sambil menghadap ke arah kapel sebagai titik

fokus formasi ini yang berada di tengah-tengah lingkaran kelompok wanita.

48
Diagram II.8

Keterangan Diagram II.8

Pada formasi ini, bentuk pola lantai tidak berubah, akan tetapi posisi penyaji

pria menghadap ke arah luar, di mana sebelumnya menghadap ke arah kapel yang

berada di tengah lingkaran dalam penyaji wanita. Dalam posisi ini, penyaji pria

melakukan gerakan melingkar, sebagaimana pula penyaji wanita akan tetapi

dalam gerakan melingkar berlawanan arah. Dalam posisi ini, kapel masi tetap

berada di tengah lingkaran dalam kelompok penyaji wanita.

49
Diagram II.9

Keterangan Diagram II.9

Pada posisi ini, penyaji pria kembali berbalik arah menghadap lingkaran

dalam penyaji wanita. Masing-masing kelompok penyaji pria dan wanita tetap

mempertahankan gerakan melingkar berlawanan arah, dengan posisi kapel berada

di tengah lingkaran dalam kelompok penyaji wanita.

Diagram II.10

50
Keterangan Diagram II.10

Pola lantai yang ditunjukkan pada Diagram II.10 merupakan bentuk

perubahan posisi, di mana kapel berada di tengah depan kelompok penyaji.

Kelompok penyaji pria dan wanita yang sebelumnya membuat lingkaran,

selanjutnya berpasangan dengan posisi penyaji pria menghadap ke sebelah luar

sedangkan penyaji wanita menghadap ke sebelah dalam.

Diagram II.11

Keterangan Diagram II.11

Pada posisi ini, terjadi perubahan yang cukup signifikan dalam pola lantai

yang terbentuk. Semua penyaji baik pria, wanita dan kapel menghadap ke arah

penonton sebagaimana ditunjukkan anak panah. Kelompok penyaji pria berada di

sebelah luar, sedangkan kelompok penyaji wanita berada di sebelah dalam. Kapel

pada posisi ini berada di bagian tengah depan kelompok penyaji memberikan aba-

51
aba gerakan-gerakan berikutnya. Secara serempak, semua penyaji dan kapel

melakukan gerakan maju dan mundur sebagaimana ditunjukkan oleh arah panah.

Diagram II.12

Keterangan Diagram II.12

Posisi yang ditunjukkan pada Diagram II.12, penyaji pria dan wanita

kembali pada posisi awal di mana penyaji pria berada di belakang sedangkan

penyaji wanita berada di depan. Posisi kapel berada di depan kelompok penyaji

pria dan wanita.

Diagram II.13

52
Keterangan Diagram II.13

Pada posisi ini, kelompok penyaji pria dan wanita membentuk posisi agak

melengkung sedangkan kapel berada di tengah depan. Posisi ini merupakan akhir

dari bagian inti penyajian kesenian Mahamba, sebagai persiapan menuju bagian

penutup atau akhir dari penyajian kesenian Mahamba.

c. Penutup

Diagram II.14

Keterangan Diagram II.14

Pada posisi ini, kapel bergerak dari arah tengah depan menuju ke samping

sambil memberikan aba-aba kepada kelompok penyaji pria dan wanita untuk

meninggalkan pentas. Posisi penyaji pria dan wanita masih menghadap kearah

depan penonton. Setelah kapel berada pada bagian samping, secara serempak

kelompok penyaji pria dan wanita menghadap ke samping, searah dengan kapel.

53
Diagram II.15

Keterangan Diagram II.15

Selanjutnya, kapel bergerak ke arah belakang memberi aba-aba kepada

kelompok penyaji untuk meninggalkan pentas. Kelompok penyaji pria dan wanita

mengikuti kapel meninggalkan pentas.

Diagram II.16

54
Keterangan Diagram II.16

Bagian yang ditunjukkan pada diagram II.16 merupakan posisi akhir semua

kelompok penyaji baik pria dan wanita beserta kapel. Pada posisi ini, kelompok

penyaji dan kapel telah meninggalkan pentas.

4. Fungsi Kesenian Mahamba Dalam Kehidupan Masyarakat Suku

Bantik

Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa kesenian Mahamba ini dalam

penyajiannya memiliki fungsi bagi kehidupan masyarakat suku Bantik, yang

mana dapat diuraikan sebagai berikut.

a) Fungsi Religi/Keagamaan
Karya seni sebagi pesan religi atau keagamaan. Sebagai contoh, kesenian

Mahamba ini digunakan untuk upacara yang berhubungan dengan upacara

kelahiran, kematian, ataupun pernikahan.


b) Fungsi Pendidikan
Kesenian Mahamba dalam fungsinya sebagai media pendidikan,antara lain

didalamnya terdapat unsur kerjasama, mengandung nilai sosial, dan disiplin.

Selain itu, sebagaimana dipaparkan sebelumnya, dalam syair-syair kesenian

Mahamba umumnya mengandung nasehat dan wejangan baik dari leluhur

kepada anak-anak keturunannya, ataupun dari orang tua kepada anak-

anaknya.

c) Fungsi Komunikasi
Seni dapat digunakan sebagai alat komunikasi seperti pesan, kritik sosial,

kebijakan, gagasan, dan memperkenalkan produk kepada masyarakat.

Demikian pula dengan kesenian Mahamba yang mana digunakan sebagai

55
media komunikasi, penyampaian pesan-pesan sosial, tradisi dan sebagainya.

Sebagai contoh, untuk mengungkapkan kerinduan pertemuan antara suku

Bantik yang terpisah satu sama lain di pemukiman yang berbeda.


d) Fungsi Rekreasi/Hiburan
Seni yang berfungsi sebagai sarana melepas kejenuhan atau mengurangi

kesedihan, sebuah pertunjukan khusus untuk berekspresi atau mengandung

hiburan, kesenian yang tanpa dikaitkan dengan sebuah upacara ataupun

dengan kesenian lain. Kesenian Mahamba dalam hal ini misalnya, pada saat

pertemuan, pesta suka, ataupun pada saat bekerja, berkebun dan sebagainya.
Demikian pembahasan mengenai kesenian Mahamba Bantik, yang mana

dimaksudkan sebagai dasar dan titik tolak untuk memahami karakteristik kesenian

Mahamba ini dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran kesenian Mahamba Bantik

di SD GMIM 92 Bailang Kecamatan Bunaken Kota Manado pada Bab berikutnya.

56

Anda mungkin juga menyukai