Pengertian Kebudayaan
Dalam bahasa Inggris, budaya disebut dengan istilah culture. Kata culture berasal dari
Bahasa Latin yaitu colere yang artinya mengolah atau mengerjakan, dalam konteks ini adalah
mengolah tanah atau bertani. Colere atau culture juga diartikan sebagai usaha manusia untuk
mengolah alam.
Kebudayaan ini dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu, khususnya dari rumpun sosial
humaniora, misalnya antropologi, sosiologi, sejarah, dan arkeologi. Sebenarnya juga ada displin
ilmu yang benar-benar mempelajari kebudayaan, yaitu ilmu budaya (cultural studies).
Pengertian Budaya Menurut Para Ahli, Beberapa ahli mencoba mendefinisikan apa itu
budaya. Berikut adalah definisi budaya dari para ahli:
E. B. Taylor: Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan,
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Selo Soermardjan dan Soelaeman Soemardi: semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
J. Macionis: Kebudayaan adalah cara berpikir, cara bertindak, dan objek material yang
bersama-sama membentuk cara hidup manusia. Kebudaan meliputi apa yang kita
pikirkan, bagaimana kita bertindak, dan apa yang kita miliki.
Koentjaraningrat: kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, dan tindakan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan
belajar.
Melville Herskovits dan Bryan Malinowski: Cultural determinism- segala sesuatu yang
ada di masyarakat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat itu sendiri.
Levi Strauss: budaya merupakan komponen struktur sosial yang berasal dari alam
pemikiran manusia dan dilakukan secara berulang hingga membentuk suatu kebudayaan.
Ralph Linton: budaya adalah segala pengetahuan, pola pikir, perilaku, ataupun sikap yang
menjadi kebiasaan masyarakat dimana hal tersebut dimiliki serta diwariskan oleh para
nenek moyang secara turun-temurun.
2. Jenis Kebudayaan
a. Kebudayaan berdasarkan sifatnya
Kebudayaan Subjektif adalah faktor nilai, idealisme, dan perasaan yang bila
disimpulakan dapat disebut sebagai sebuah faktor batin dalam kebudayaan.
Kebudayaan Objektif adalah faktor lahiriah dari sebuah kebudayaan, yang berupa teknik
pengajaran, lembaga sosial, seni rupa, seni suara, seni sastra, upacara budi bahasa.
Dalam hidup bermasyarakat satu sama lain saling membutuhkan. Manusia sebagai anggota
masyarakat mempunyai berbagai aktivitas dan berinteraksi satu dengan yang lain serta masing-
masing memenuhi kabutuhan hidupnya. Dalam masyarakat manusia juga selalu memperoleh
kecakapan, pengaturan-pengaturan baru. Manusia adalah sumber kebudayaan dan masyarakat
adalah suatu kumpulan manusia yang mempunyai norma atau aturan-aturan dalam menjalankan
kehidupan dan kepentingan bersama, kebudayaan tidak mungkin timbul tanpa adanya
masyarakat dan eksistensi masyarakat itu hanya dapat dimungkinkan oleh adanya kebudayaan.
Kita akan sulit berbicara tentang masyarakat atau kebudayaan tanpa menghubungkan
kedua istilah itu. Dengan kata lain, suatu kebudayaan tidak akan lahir tanpa adanya masyarakat,
demikian pula sebaliknya.
4. Karakteristik Kebudayaan
Artinya, bahwa kebudayaan didapat dari proses pembelajaran untuk berbudaya, karena
secara naluriah saja manusia akan hidup tanpa sebuah kebudayaan. Budaya bukanlah suatu
hal yang naluriah, dimana kita telah terprogram untuk mengetahui fakta-fakta dari budaya
tersebut. Oleh karena itu salah satu dari karakteristik budaya adalah diperoleh dari hasil
pembelajaran. Manusia lahir ke dunia dengan sifat dasar, yaitu ‘lapar’ dan ‘haus’. Akan tetapi
manusia belum memiliki suatu bentuk pola naluriah untuk dapat memuaskan sifat dasar itu.
Selain itu manusia saat lahir juga tidak dibekali pengetahuan tentang budaya
atau cultural knowledge. Tetapi manusia secara genetis terpengaruh untuk
belajar/mempelajari bahasa dan tanda-tanda kebudayaan lainnya (cultural traits). Seorang bayi
akan berada di suatu tempat (disini bisa diakatakan sebuah keluarga), dan mereka tumbuh dan
belajar tentang kebudayaan sebagai sesuatu yang mereka miliki.
C. Cultures change (Berubah)
Artinya, bahwa kebudayaan berkembang sesuai dengan berjalanya waktu dan dinamis
setiap saat, tergantung waktu dan tempat berlangsungnya kebudayaan. Kebudayaan bukan
sesuatu yang terus-menerus tetap dan bertumpuk. Pada waktu yang sama dimana suatu
kebudayaan ada, terdapat tanda-tanda kebudayaan baru. Tanda-tanda dari kebudayaan itu bisa
sebagai tambahan (addition) atau pengurangan (subtraction). Tanda-tanda ini menyebabkan
perubahan kebudayaan. Hal ini disebabkan kebudayaan berubah dan berkembang secara
dinamis setiap saat: kebudayaan tidak statis. Berbagai aspek kebudayaan beserta tanda-
tandanya akan terjalin rapat menjadi suatu pola yang sangat kompleks.
D. People usually are not aware of their culture (Tidak disadari oleh masyarakatnya)
Artinya, bahwa kebudayaan berkembang dan dinamis setiap saat, tergantung waktu dan
tempat berlangsungnya kebudayaan.Cara kita bergaul dan melakukan segala sesuatu dalam
keseharian kita terkesan berjalan dengan alami atau natural.
Kebanyakan dari kita sebagai manusia tidak sadar akan budaya. Hal itu disebabkan oleh
manusia yang pada dasarnya sangat dekat dengan kebudayaan itu dan mengetahuinya dengan
sangat baik. Manusia merasakan bahwa semuanya seolah-olah terjadi begitu saja (mewarisi
secara biologis). Dan biasanya manusia hanya akan sadar bahwa pola kelakuan mereka
bukanlah sesuatu yang individual ketika mereka mulai berinteraksi dengan manusia dari
kebudayaan lain.
E.We do not know all of our own country (Tidak diketahui secara keseluruhan)
Artinya, bahwa semua masyarakat tidak ada yang mengetahui secara keseluruhan suatu
kebudayaan yang ada dalam lingkup daerahnya, hanya saja yang diketahui berupa fakta-fakta
sosial.Tidak ada satupun orang yang bisa mengetahui budaya mereka secara keseluruhan.
Dalam masyarakat, terdapat pengetahuan tentang budaya yang terbatas terhadap fakta-fakta
kelas sosial, pekerjaan, agama, dan perkumpulan-perkumpulan lain. Dari hal ini dapat
disimpulkan bahwa sejatinya kebudayaan tidak dapat diketahui secara keseluruhan.
Artinya, bahwa kebudayaan memberikan jarak dalam interaksi dan membatasi pola
tingkah laku masyarakatnya.Kebudayaan umumnya memberikan jarak dalam cara bagaimana
laki-laki sebagai laki-laki, wanita sebagai wanita.
Kebudayaan juga memberikan gambaran bagaimana perbedaan aktivitas yang
seharusnya ada dan tidak ada, seperti bagaimana seorang suami bertindak sebagai suami,
bagaimana seorang istri bertindak sebagai seorang sebagai istri, dan sebagainya. Aturan ini
biasanya bersifat fleksibel atau tergantung dari masyarakat daerahnya, serta kadar dan
tingkatnya. Di negara Amerika Utara contohnya, kebudayaan mereka mengajarkan bahwa
seorang harus berpakaian sesuai dengan jenis kelamin mereka (gender). Akan tetapi mereka
boleh memakai pakaian dengan cara yang berbeda pada saat siutasi yang berbeda.
Artinya kebudayaan tidak akan bertahan lama dalam suatu wilayah atau daerah
terpencil. Apabila suatu kebudayaan baru memasuki wilayah tersebut, maka secara alamiah
masyarakat disana akan berkembang dan mulai beradaotasi dengan kebudayaan-kebudayaan
baru. Hal ini akan menyebabkan suatu budaya sulit bertahan (asli) di suatu tempat karena
akan dipengaruhi oleh budaya-buadaya dari daerah lain disekitarnya.
H. Culture is shared (Dibagikan)
Artinya, bahwa suatu kebudayaan merupakan kumpulan prinsip dan keyakinan baik,
sehingga manusia tersebut akan berusaha melestarikan dengan cara menyebarkan ke manusia
lain. Suatu kebudayaan dimiliki secara bersama-sama oleh sekelompok orang. Berdasarkan
wilayah, kondisi iklim, dan warisan sejarah, mereka tumbuh dan berkembang di dalamnya.
Setiap masyarakat memiliki suatu nilai dan keyakinan, dimana kumpulan-kumpulan
prinsip/asas/dasar nilai dan keyakinan ini akan membentuk kebudayaan mereka. Kebudayaan
bisa saja menjadi kepunyaan dari komunitas tunggal, tapi tidak akan pernah menjadi
kepunyaan dari seseorang yang tunggal (individu).
5. Hakikat Alam
Alam semesta menjadi sebuah hal nyaa yang dihadapi oleh manusia, yang sampai kini baru
beberapa saja yang dapat diketahui dan diungkapkan oleh manusia. Dengan demikian IPTEK
seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia diciptakan bukanlah untuk menaklukan
seluruh alam semesta, akan tetapi mejadikannya, sebagai fasilitas dan sarana ilmu pengetahuan
yang daoat dikembangkan dari potensi manusia yang sudah ada saat ajali. Kata alam berasal dari
bahasa Arab ‘alam yang seaakar dengan ‘ilmu(pengetahuan) dan alamat (pertanda). Ketiga
istilah tersebut mempunyai korelasi makna.alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan identitas
yang penuh hikmah. Dengan memahami alam, seseorang akan memperoleh pengetahuan.
Dengan pengetahuan itu orang akan mengetahui tanda-tanda atau alamat akan adanya Tuhan.
Dalam bahasa Yunani, alam disebut dengan istilah cosmos yang berarti serasi, harmonis.
Karena alam itu diciptakan dalam keadaan teratur dan idak kacau. Alam atau cosmos disebut
sebagai salah satu bukti keberadaan Tuhan, yang tertuang dalam keterangan Al-qur’an sebagai
sumber pokok dan menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi manusia.
Alam sebagai sumber kebudayaan adalah sangat jelas bagi masyarakat adat. Semua
masyarakat adat memiliki hubungan spritual, budaya, sosial dan ekonomi dengan wilyah
tradisionalnya. Hukum-hukum adat, tradisi dan praktek-praktek yang menggambarkan
keterikatan atas tanah dan tanggung jawab untuk melestarikan wilayah tradisional
untukkebutuhan generasi selanjutnya. Sebagai contoh di Amerika Tengah, di lembah Amazon,
Asia, Amerika Utara, Australia dan Afrika Utara, keberlangsungan hidup dan kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat adat di sana tergantung pada perlindungan wilayah dan sumberdayanya.
Selama berabad-abad, hubungan antara masyarakat adat dan lingkungannya telah terkikis
dengan hilangnya kepemilikan wilayah atau dipaksa pindah dari wilayah tradisional dan lokasi-
lokasi penting mereka. Hak tanah, tata guna lahan dan pengelolaan sumberdaya tetap merupakan
masalah-masalah kritis bagi masyarakat adat di seluruh dunia. Proyek-proyek pembangunan,
penambangan, kegiatan kegiatan kehutanan dan program-program pertanian terus-menerus
menyingkirkan masyarakat adat. Kerusakan lingkungan yang terjadi sangat besar: tumbuh-
tumbuhan dan berbagai jenis satwa menjadi punah atau terancam punah, ekosistem-ekosistem
unik telah hancur, sungai dan tangkapan air lainya telah terpolusi berat. Berbagai varietas
tanaman-tanaman komersil telah menggantikan varietas-varietas lokal yang digunakan dalam
sistem pertanian tradisional, yang mengakibatkan peningkatan metode pertanian industrial.
Penghargaan Masyarakat Terhadap Adat dan Lingkungan; secara jelas bahwa pemerintah
harus mengakui hak-hak warisan leluhur masyarakat adat untuk menempati, memiliki dan
mengelola wilayah tradisional dan teritorinya semakin bertambah banyak. Banyak negara juga
telah membentuk Kementerian Lingkungan dan menyusun Pernyataan dan Strategi Strategi
Kebijakan Lingkungan Skala Nasional. Meskipun beberapa pemerintah saat ini telah melakukan
konsultasi dengan masyarakat adat menyangkut masalah kepemilikan tanah dan lingkungan,
banyak juga pemerintah yang belum membuat peraturan hukum dan kebijakan yang
memungkinkan masyarakat adat mengklaim tanah-tanah adat atau mempromosikan partisipasi
masyarakat adat.
Pada tatanan masyarakat kita (khususnya di Masyarakat Dayak), hubungan erat antara
lingkungan dan budaya menyngkut masyarakat adat sangat jelas terlihat, seperti misalnya
pengargaan masyarakat terhadap tradisi berkaitan dengan berladang. Pada tahapan berladang ini
sangat jelas terlihat bahwa adat dan tradisi begitu sangat dijunjung tinggi. Setiap memulai dan
mengahkiri kegiatan selalu memakai simbol-simbol adat dan tradisi adat sebagai patokan
penghargaan terhadap budaya (adat dan tradisi) dan lingkungan.
Masyarakat adat sangat menghargai lingkungan dan budaya dalam kehidupan mereka
sehari-hari berkaitan kebiasaan dan rutinitas. Penghargaan terhadap lingkungan (alam atau
hutan) dan tentunya sangat berkaitan. Kedua, Lingkungan dan budaya tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat Dayak. Mengapa dikatakan demikian, salah satu alasan sudah barang tentu
adalah peran lingkungan dan budaya sangat besar dalam kehidupan dan keberlangsungan hidup
masyarakat. Ketiga, Penghargaan terhadaplingkungan dan budaya terlihat dari antusias
masyarakat adat yang selalu mengadakan tradisi tahunan seperti Gawai Adat Dayak, Naik
Dango, Nyapat Taun’t, Babantant (membersihkan kampung laman benua dari segala sakit dan
penyakit) dan banyak lagi kegiatan lainnya.
Hal ini sebagai simbol penghargaan terhadap lingkungkan (alam atau hutan) dan budaya
sebagai napas dan hidup tempat berpijak. Saat ini kondisi lingkungan semakin memprihatinkan.
Alam dan lingkungan semakin rusak, budaya semakin terkikis oleh perkembangan jaman.
Harapan satu-satunya adalah tinggal bagaimana kita semua, kaum muda untuk selalu menjunjung
tinggi nilai budaya dan selalu tanggap. Sebelum terlambat berbuatlah sekecil apapun itu,
lingkungan dan budaya akan menghargai kita apabila kita juga menghormati mereka.
7. Hakikat Budaya Alam Minangkabau
Pada awalnya Budaya alam Minangkabau bercirikan budaya animisme dan Hindu-Budha
namun setelah kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat
dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam dihapuskan. Para ulama yang
dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mengajak Kaum Adat untuk
mengubah budaya Minang yang sebelumnya banyak menerapkan budaya animisme dan Hindu-
Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam. Budaya atau kebiasaan menyabung ayam, mengadu
kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.
Penerapan syariat islam dalam budaya alam Minangkabau terjadi setelah Perang Padri
yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam
antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk
mendasarkan adat budaya Minang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam
sebuah adagium yang berbunyi: Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato
adat mamakai. (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran). Sejak
reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di
Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau
jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga.
Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain
belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.