Anda di halaman 1dari 6

4

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,


yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.


Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun


dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-
struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang


kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.

Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah


sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai


kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
5

perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia


sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen


atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,


yaitu:
o alat-alat teknologi,

o sistem ekonomi,

o keluarga,

o kekuasaan politik.

2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para


anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya,

o organisasi ekonomi,

o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk


pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama),

o organisasi kekuatan (politik).


6

2.2 Kebudayaan Indonesia

Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan


lokal yang telah ada sebelum bentuknya nasional Indonesia pada tahun 1945.
Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-
suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.

Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya


terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan
Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama
masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum
Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan
Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan
berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, yaitu Kutai sampai pada penghujung abad
ke-15 Masehi.

Kebudayaan Indonesia yang telah berkembang sepanjang sejarah bangsa


merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional. Dalam jangka waktu
Repelita II akan terus diusahakan untuk meningkatkan pernbinaan dan pemeliharaan
kebudayaan nasional untuk memperkuat kepribadian bangsa, kebangsaan nasional
dan kesatuan nasional.
Dasar kebijaksanaan tersebut juga dilandasi oleh Wawasan Nusantara yang
mencakup antara lain perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial
budaya. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Indonesia pada hakekatnya adalah satu,
sedangkan corak ragam kebudayaan yang ada menggambarkan kekayaan
kebudayaan bangsa Indonesia yang menjadi modal dan landasan pengembangan
budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa.

Oleh karena itu dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan kebudayaan


nasional termasuk pula penggalian dan pemupukan kebudayaan daerah sebagai unsur
penting yang memperkaya dan memberi corak kepada kebudayaan nasional.

Tradisi serta peninggalan sejarah yang mempunyai nilai perjuangan dan


kebanggaan serta kemanfaatan nasional juga dibina dan dipelihara untuk dapat
7

diwariskan kepada generasi muda.

Pembinaan kebudayaan nasional harus sesuai dengan norma-norma


Pancasila. Di samping itu harus dicegah timbulnya nilainilai sosial budaya yang
bersifat feodal dan untuk menanggulangi pengaruh kebudayaan asing yang negatif.

2.3 Kebudayaan Lokal

Secara sosiologis, sebuah subkultur adalah sekelompok orang yang


memiliki perilaku dan kepercayaan yang berbeda dengan kebudayaan induk
mereka. Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggotanya, ras, etnisitas,
kelas sosial, dan/atau gender, dan dapat pula terjadi karena perbedaan aesthetik,
religi, politik, dan seksual; atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut sehimgga
menghasilkan sebuah kebudayaan lokal yang mencerminkan kekhasan daerah
tersebut.

Anggota dari suatu subkultur biasanya menunjukan keanggotaan mereka


dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu. Karenanya, studi subkultur
seringkali memasukan studi tentang simbolisme (pakaian, musik dan perilaku
anggota sub kebudayaan) dan bagaimana simbol tersebut diinterpretasikan oleh
kebudayaan induknya dalam pembelajarannya.

Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan


imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih
masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan
kebudayaan minoritas, seberapa banyak imigran yang datang, watak dari
penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe
pemerintahan yang berkuasa.

 Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi


kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu
dan saling bekerja sama.
8

 Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh


Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat
menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan
dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.

 Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan


kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.

 Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan


kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing
dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.

2.3 Adat Istiadat

Istilah adat berasal dari bahasa Arab, yang apabila diterjemahkan dalam
Bahasa Indonesia berarti “kebiasaan”. Adat atau kebiasaan telah meresap kedalam
Bahasa Indonesia, sehingga hampir semua bahasa daerah di Indonesia telah
menganal dan menggunakan istilah tersebut. Adat atau kebiasaan dapat diartikan
sebagai berikut : “Tingkah laku seseoarang yang terus-menerus dilakukan dengan
cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”.
Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti
oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan
begitu luasnya pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa
dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri, yang satu satu dengan yang
lainnya pasti tidak sama. Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat
atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa.
Tingkat peradaban, cara hidup yang modern seseorang tidak dapat menghilangkan
tingkah laku atau adat-istiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat. Adat
selalu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kemajuan zaman, sehingga adat itu
tetap kekal, karena adat selalu menyesuaikan diri dengan kemjuan masyarakat dan
kehendak zaman. Adat-istiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali
kaitannya dengan tradisi-tradisi rakyat dan ini merupakan sumber pokok dari pada
9

hukum adat. Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, mengatakan bahwa adat


adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal dan
ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku
didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum.

Anda mungkin juga menyukai