Anda di halaman 1dari 7

KEBIJAKAN DAN POLITIK KEBUDAYAAN

MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH MANUSIA DAN
KEBUDAYAAN INDONESIA YANG DIBINA OLEH FUAD FIRMANSYAH, M.A.

OLEH:
NABILA SHAFA S. 185110100111003

FIRYAAL KAAMILIAA Q. 185110100111032


DIRA AFIANI 185110100111020

TRISHA AULIA 185110100111019

PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
NOVEMBER 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa kini, Indonesia adalah sebuah negara dengan susunan masyarakat yang
majemuk. Keanekaragaman masyarakat Indonesia dapat dilihat secara sinkronis
maupun diakronis. Secara sinkronis, masyarakat Indonesia terdiri lebih dari sekitar 500
suku-bangsa dengan budaya, adat dan bahasa sendiri, menganut berbagai agama dan
kepercayaan, baik agama dunia maupun kepercayaan lokal, mewarisi ciri-ciri biologis
dari berbagai ras, dan menetap di berbagai jenis komunitas, dari hutan dan gunung
sampai ke kota, pantai, terus ke pulau pulau kecil. Secara diakronis, khususnya dalam
aspek ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, keseluruhan kelompok-kelompok
masyarakat Indonesia tersebut merentang mulai dari kelompok-kelompok yang hidup
paling sederhana dan primitif.
Pada masa kini hampir tidak ada lagi bangsa di muka bumi ini yang berada di luar
pengaruh Civilization. Namun demikian tingkat Civilization yang dicapai adalah
berbeda antara berbagai bangsa. Ada bangsa yang maju ada pula bangsa yang tertinggal.
Bahkan lebih jauh, pencapaian Civilization tidak merata antara kelompok-kelompok
sosial dalam suatu bangsa. Dalam sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat
berbagai ragam tingkat budaya, dari kelompok pemburu peramu sampai ke masyarakat
kota yang modern.
Budaya “Culture” dan Peradaban “Civilization” adalah dua konsep tinggi yang
melingkupi begitu luas bidang kehidupan material, mental dan spiritual. Persyaratan
untuk mencapai satu Civilization itu adalah bersifat sistemik, saling terkait dan
mendukung satu sama lain, antara aspek lingkungan, teknologi, ilmu pengetahuan,
ekonomi, politik, sosial, keagamaan, kesenian, dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kebijakan kebudayaan?


2. Apa yang dimaksud dengan politik kebudayaan?

1.3 Tujuan

1. Memahami pengertian dari kebijakan kebudayaan.


2. Memahami pengertian dari politik kebudayaan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebijakan Kebudayaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan kebudayaan diartikan sebagai


rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau aktivitas suatu negara
untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya.
Kebijakan adalah suatu keputusan yang dibuat dan dilaksanakan oleh eksekutif
bersifat diskresi untuk menjalankan kewenangannya dalam proses pemerintahan.
Kebijakan Kebudayaan adalah tindakan pemerintah, hukum, dan program yang
menngatur, melindungi, mendorong, dan secara finansial mendukung kegiatan yang
terkait dengan seni dan sektor kreatif dan melibatkan kegiatan yang terkait dengan
bahasa, warisan, dan keragaman.

Dasar dibuatnya suatu kebijakan antara lain:

1. Kebijakan dibuat atas perintah undang-undang.


2. Kebijakan yang dibuat oleh pemimpin negara sebagai hak prerogatif yaitu
hak khusus atau hak istimewa yang ada pada seseorang karena
kedudukannya sebagai kepala negara.
3. Kebijakan yang dibuatkan berdasarkan kondisi obyektif dari hasil jalannya
pemerintahan meskipun belum diatur di dalam suatu undang-undang,
sehingga kemudian harus mendapatkan persetujuan dari lembaga legislatif.

Kebijakan Kebudayaan Masa Pra dan Pasca Kemerdekaan

Di masa kolonial, negara penjajah tidak memberikan kesempatan dan kebebasan


kepada subjek masyarakat asli karena mereka dianggap memiliki kualitas lebih rendah.
Superioritas budaya barat ini menyebabkan munculnya hierarki. Mereka menjadi
subyek kontrol dan menjadi bagian dari proses “perbaikan” budaya liberal.

Pada masa pendudukan Jepang, kebudayaan mereka tentu menempati lapisan atas.
Model yang digunakan di era ini adalah budaya komando. Negara mendefinisikan dan
mengelola perencanaan, menciptakan, mengarahkan dan mengatur kebijakan tentang
praktik budaya. Tujuan budaya komando model Jepang setidaknya memiliki dua tujuan,
membentuk subjek Asia Timur dan memberikan kontribusi terhadap upaya perang.
Perubahan cukup besar terjadi pada masa ini, pemerintah mengangkat harkat penduduk
asli sebagai orang Indonesia dan mempromosikan kebudayaan Indonesia.

Setelah merdeka, Soekarno awalnya menerapkan model liberal dimana orang


Indonesia dinilai memiliki kapasitas kewarganegaraan yang otonom. Namun, Soekarno
kemudian mengubahnya setelah ia mengkritik model liberalisme Barat dengan
mempromosikan mobilisasi masa, meski kapasitas rakyat tetap menjadi fokus utama.

Di era Demokrasi Konstitusional, pemerintah berusaha memfasilitasi


pengembangan budaya dengan mendukung kegiatan non-pemerintah dan individu,
pengembangan lembaga-lembaga pendidikan, dan pemberian komitmen untuk
mempertahankan kebebasan artistik, kebijakan budaya di era Demokrasi Terpimpin
lebih preskriptif dalam hal gaya dan muatannya. Pada masa demokrasi konstitusional
kebijakan budaya dialasi oleh premis bahwa sintesis kebudayaan nasional Indonesia
yang baru akan berkembang untuk negara yang baru ini yang akan menggantikan kultur
etnik yang ada. Cara pandang ini kemudian ditantang oleh kekuatan etnik yang
kemudian semakin menjadi fokus dari kebijakan budaya. Selama demokrasi terpimpin,
kebudayaan etnik dikukuhkan sebagai budaya nasional, dengan syarat, kebudayan
tersebut mengandung esensi nasional.

Pemerintah orde baru memiliki karakter yang kurang lebih sama dengan
pemerintahan zaman kolonial. Di bawah Soeharto, pemerintah menekankan
pembangunan ekonomi dan sosial dalam kebijakan program-programnya sementara
melawankan manfaat spiritual dan moral dari nilai-nilai budaya Indonesia dengan nilai
Barat yang dianggap “dekaden.” Konsep “pembangunan” digelontorkan sebagai
jembatan “perbaikan” kepada masyarakat. Kebijakan kebudayaan di era ini
membendung tema-tema politik dan lebih mendorong kualitas spiritual dari kebudayaan
Indonesia

Karakteristik budaya orde baru lainnya adalah bahwa ia merupakan konstruksi


yang didasarkan pada budaya Jawa kelas atas. Wacana pembangunan dikembangkan
dengan tujuan untuk membentuk subjek-subjek Indonesia modern dan membuat
kebudayaan asli atau pribumi sesuai untuk masyarakat modern itu. Misalnya ini terlihat
dari pesan pembangunan yang ada dalam tradisi wayang, sebagai simbol utama
masyarakat Jawa.

Di era reformasi, kebijakan kebudayaan sesungguhnya tidak bermaksud


menghapus kebijakan di era orde baru. Ada beberapa perubahan struktural, meski
kemudian diikuti oleh perubahan-perubahan berikutnya. Departemen Kebudayaan yang
sempat ada dalam Departemen Pariwisata, kini kembali menyatu dengan Departemen
Pendidikan. Meski kebijakan orde baru masih banyak membekas, tetapi inisiatif-
inisiatif lokal mulai banyak bermunculan dan mencoba membangun perspektif baru
tentang kebudayaan.

B. Politik Kebudayaan

Kebudayaan adalah hasil karya cipta manusia dalam tatanan kehidupan baik
secara individu maupun dalam kelompok masyarakat. Kebudayaan adalah suatu karya
manusia untuk kehidupan yang lebih baik. Kebudayaan dimiliki oleh manusia karena
manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang memiliki akal pikiran serta cipta, rasa dan
karsa. Dengan kelebihan itu, manusia ingin hidup lebih baik, lebih aman, dan lebih
sejahtera dalam memenuhi kebutuhannya.

Manusia memiliki kebudayaan untuk beberapa tujuan, yaitu:

1. Karena manusia diciptakan oleh Tuhan memiliki akal pikiran, memiliki cipta,
rasa, dan karsa.
2. Manusia menghendaki kehidupan yang lebih baik dan memerlukan keamanan,
3. Manusia memiliki kebutuhan (Teori Maslow).

Definisi politik adalah kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang
menyangkut penentuan tujuan dari sistem tersebut dan bagaimana cara mencapai tujuan.

Menurut Hans Kelsen, ada dua definisi politik, yaitu:

1. Politik sebagai etik, berkenaan dengan tujuan manusia atau individu agar tetap
hidup secara sempurna.
2. Politik sebagai teknik, berkenaan dengan cara (metode) manusia atau individu
untuk mencapai tujuan.

Ada empat alasan mengembangkan politik kebudayaan (L Bonet, 2007).

1. nilai strategis budaya sebagai penyebar standar simbolis dan komunikatif


2. perlunya menempa identitas kolektif.
3. politik kebudayaan berdampak positif pada ekonomi dan sosial karena
mengembangkan kreativitas.
4. perlu memelihara kekayaan kolektif (budaya, sejarah, tradisi, dan seni).
Dalam strategi politik kebudayaan, Indonesia menerapkan Multikulturalisme.
Arah politik multikultural ialah “pengakuan keberagaman budaya yang menumbuhkan
kepedulian agar berbagai kelompok yang termarjinalisasi dapat terintegrasi, dan
masyarakat mengakomodasi perbedaan budaya agar kekhasan identitas mereka diakui”.
(W Kymlicka, 2000).
Rumusan ini mengandung tiga unsur, yaitu identitas, partisipasi, dan keadilan.
Identitas terukir dalam menerima keberagaman budaya dan agama. Kekhasan
mengafirmasi dalam perbedaan. Dengan menjawab kebutuhan identitas, lahir
penghargaan diri sehingga memperkuat komitmen terhadap kolektivitas. Politik
multikultural mau memastikan jaminan itu terwujud dalam kebijakan publik dan sistem
hukum sehingga cita-cita etika politik terwujud ”semakin memperluas lingkup
kebebasan dan membangun institusiinstitusi yang adil”.

Empat sasaran politik multikultural:

1. Membentuk habitus toleransi, keterbukaan, dan solidaritas. Pertaruhannya


bukan hanya mengelola warisan budaya, seni, dan bahasa, tetapi juga masalah
konservasi, pendidikan, dan kreasi.
2. Membangun artikulasi politik dan multikulturalisme guna menciptakan ruang
publik agar beragam komunitas berinteraksi untuk memperkaya budaya.
3. Mengembangkan kapital sosial untuk membuat politik lebih peduli solidaritas
dan kesejahteraan bersama.
4. Penataan ruang publik menyangkut tiga aspek, yaitu fisik-sosial, budaya, dan
politik. Dari fisik-sosial, perlu dikembangkan bentuk baru permukiman, tata
kota, atau perencanaan teritorial agar menghindari segregasi sosial atas dasar
etnik atau agama (T Bennett, 2008:23). Dari budaya, pemerintah harus
menjamin dimensi multikultural dalam ekspresi di ruang publik, seperti seni,
teater, musik, film, sastra, dan olahraga. Dari politik, kebijakan publik perlu
memasukkan program representasi minoritas dalam politik, pendidikan, dan
lapangan kerja.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebijakan Kebudayaan adalah tindakan pemerintah, hukum, dan program yang


menngatur, melindungi, mendorong, dan secara finansial mendukung kegiatan yang
terkait dengan seni dan sektor kreatif dan melibatkan kegiatan yang terkait dengan
bahasa, warisan, dan keragaman. Kita membutuhkan Kebijakan dan Politik
Kebudayaan untuk memberikan kualitas pada proses demokratisasi dari demokrasi
yang “kekanak-anakan” menuju demokrasi yang lebih dewasa serta agar upaya
penegakkan hukum juga didukung oleh kekuatan-kekuatan etika yang ada di dalam
kebudayaan. Kita membutuhkan politik kebudayaan di bidang hukum agar watak
kolonial di dalam hukum kita bisa dihapuskan. Dalam strategi politik kebudayaan,
Indonesia menerapkan politik Multikulturalisme yaitu mengakui adanya perbedaan dan
menggunakan perbedaan itu sebagai kekuatan untuk integrasi bangsa dengan didukung
oleh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

B. Saran

Kebijakan multikulturalisme sebagai sebuah strategi kebijakan politik nasional


hanya mungkin terlaksana bila warga masyarakat Indonesia pada umumnya, dan
komunitas komunitas serta individu-individu merasakan bahwa kebijakan tersebut
menguntungkan mereka. Untuk itu, maka sebuah strategi kampanye harus dilakukan,
sehingga dapat diterima dan masuk akal bagi semua. Kampanye yang bertujuan untuk
memperkenalkan
multikultutralisme harus dibarengi dengan program-program yang nyata yang hasilnya
dapat dipetik dalam jangka waktu pendek maupun dalam jangka waktu panjang.
Program program ini harus mampu mendorong terciptanya pranata-pranata dan tradisi-
tradisi dalam kehidupan sosial, baik pada tingkat komunitas maupun pada tingkat
umum dan nasional yang bercorak multikultural.

Anda mungkin juga menyukai