DI SUSUN OLEH : NAMA : JESSA PANDEY NIM : 21209067
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSUTAS NEGERI MANADO 2021 “PANDANGAN PANCASILA DALAM HUBUNGAN DENGAN KEBERAGAMAN BUDAYA INDONESIA”
1. Hubungan Pancasila Dengan Keanekaragaman Budaya Di Indonesia
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, didalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.Bahwasannya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan, dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Indonesia hidup di dalam berbagai macam keberagaman, baik itu suku, bangsa, budaya dan agama. Dari ke semuanya itu, Indonesia berdiri dalam suatu keutuhan. Menjadi kesatuan dan bersatu di dalam persatuan yang kokoh di bawah naungan Pancasila dan semboyannya, Bhinneka Tunggal Ika. Tidak jauh dari hal tersebut, Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan bersatu di dalam keberagaman budaya. Dan menjadikan Pancasila sebagai dasar kebudayaan yang menyatukan budaya satu dengan yang lain. Kebudayaan Indonesia ialah kebudayaan yang berdasarkan Pancasila. Ada dua hal yang dikandung dalam Pancasila, yaitu pluralisme dan teosentrisme. Demokrasi terletak dalam partisipasi seluruh warga negara dalam kebudayaan. Hasil perkembangan kebudayaan Pancasila yang paling spektakuler adalah Bahasa Indonesia. Karena melalui bahasa Indonesia, koneksi sosial antar etnis dan kebudayaan dapat terjalin dengan sangat baik. Pluralisme mengatur hubungan luar antar kebudayaan. Prinsip yang mengatur substansi Demokrasi Kebudayaan yang berdasar Pancasila ialah teosentrisme (tauhid, serba- Tuhan dalam etika, ilmu, danestetika). Orang Protestan akan lebih suka theonomy (theos, Tuhan; nomos,hukum). Istilah teonomi berasal dari Paul Tillich (1886-1965),hubungan dinamisantara yang absolut dengan yang relatif, antara agama dengan kebudayaan.Menurut konsep ini Pancasila adalah sebuah teonomi, karena bedasar kepadaKetuhanan Yang Maha Esa --yang absolut.
2. Pandangan Pancasila Dalam Konteks Keberagaman
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila akan mengajarkan cara berfikir dan bertindak yang sesuai dengan ideologi negara. Bangsa Indonesia mempunyai moto atau semboyan yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila yaitu Bhinneka tunggal Ika. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.Setyani (2009) mengemukakan bahwa frasa Bhineka Tunggal Ika berasal dari bahasa Jawa Kuno dan diterjemahkan dengan kalimat“berbeda- beda tetapi tetap satu”. Diterjemahkan per kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam". Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kata ika berarti"itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun beranekaragam tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan (Dewantara & Nurgiansah, 2021). Di dalam UUD 1945 menjelaskan bahwa Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Tujuan dalam semboyan ini adalah mempersatukan bangsa Indonesia, mempertahankan kesatuan bangsa, meminimalisir konflik atas kepentingan pribadi atau kelompok serta mencapai cita-cita negara Indonesia (Dewantara, Nurgiansah, et al., 2021). Sesuai dengan artinya makna Bhinneka Tunggal Ika mampu menjaga Indonesia dalam persatuan dan menjadi inspirasi bagi negara-negara lain di dunia dalam menjaga persatuan. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menggambarkan tentang keadaan Nusantara yang memiliki keberagaman, mulai dari ras, suku, agama dan budaya. Semboyan ini tentu mengingatkan kita bahwa semua negara Indonesia itu adalah satu kesatuan(Nurgiansah, 2021d).Namun apakah masyarakat Indonesia sendiri sudah benar-benar memahami arti kesatuan itu sendiri, dan apakah masyarakat Indonesia sudah benar- benar menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai bangsa Indonesia. Nyatanya konflik antar masyarakat masih banyak terjadi dan sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam masyarakat Indonesia yang multikultural, salah satu konflik antar masyarakat yang sering kita jumpai adalah rasisme dan diskriminasi (Nurgiansah & Widyastuti, 2020).
3. Pengaruh Budaya Luar Terhadap Budaya Indonesia
Di era globalisasi, yang dimana zaman semakin maju dan teknologi semakin canggih adalah tantangan bagi setiap negara untuk mempertahankan kebudayaannya agar tidak tercampur dengan budaya luar. Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam kebudayaan dan disetiap budaya terdapat nilai seni yang tinggi. Kebudayaan asing yang masuk telah memberikan pengaruh terhadap kebudayaan di Indonesia. Pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Kebudayaan menyangkut seluruh Cara hidup manusia yang dianut masyarakat guna mencapai taraf hidup yang lenih baik . Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Memang benar pada kondisi saat ini kebudayaan Indonesia mulai ditinggalkan bahkan sebagian masyarakat indonesia malu akan kebudayaannya sebagai jati diri sebuah bangsa. Setiap negara pasti mempunyai kebudayaan tersendiri. Negara kita juga punya kebudayaan sendiri yang dimana warga negaranya akan melestarikan budayanya. Warga Negara Indonesia yang dikenal dengan budaya timur dengan segala kesopanan dan adat istiadat yang baik.Dari sekian banyak budaya yang masuk ke Indonesia, diantaranya adalah budaya barat. Barat, sesuai namanya, merupakan produk perkembangan di bagian barat dunia yang menekankan individualitas dan kebebasan. Hal tersebut terlihat dengan seringnya orang-orang terutama remaja Indonesia keluar-masuk pub, diskotik dan tempat hiburan malam lainnya, dengan berbagai perilaku menyimpang yang menyertainya dan sering melahirkan komunitas tersendiri terutama di kota-kota besar dan metropolitan. Dalam hal ini terjadinya berbagai kasus penyimpangan seperti penyalah gunaan zat adiktif, berbagai bentuk pelanggaran susila dan lain sebagainya. Ini salah satu bentuk dampak negatif yang dibawa oleh budaya barat. Ini merupakan ketidakmampuan masyarakat Indonesia dalam beradaptasi dan menyeleksi pengaruh budaya luar. Kenapa seluruh pub,diskotik, dan tempat hiburan malam lainnya masih dibuka. Ya meskipun mungkin jika ditutup hanya dapat meminimalisir saja karena biasanya orang-orang masih bisa berbuat kebebasan di tempat-tempat yang sepi. Itulah mengapa harus adanya patrol disetiap daerah sekalipun harus ke daerah terpencil. Kalau tidak menyalahkan aparat keamanan ya mari kita kembalikan kepada diri masing-masing, karena itu juga termasuk kesadaran diri dari perseorangan. Atau sebagai orang terdekat yang mengingatkan karena itu mungkin cukup membantu. Semua dampak positif dan dampak negatif masuknya budaya luar di Indonesia tergantung bagaimana kita menyeleksi budaya asing tersebut. Kita kembalikan kepada diri kita masing-masing, kita harus intropeksi diri. Seharusnya sebagai generasi penerus bangsa, kita harus memanfaatkan era globalisasi ini dengan sebaik-baiknya. Kita bisa mengembangkan budaya kita sehingga tidak tertinggal oleh zaman dan mengembangkan tanpa mengurangi keaslian dari budaya tersebut.
4. Pengaruh Globalisasi Terhadap Budaya Indonesia
Globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya : hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, gaya hidup yang tidak sesuai dengan adat kita. Oleh sebab itu perlulah bagi kita untuk membatasi lingkup globalisasi yang mana yang harus diterapkan dan yang mana yang harus di tolak. Diperlukan peran pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan kultural atau budaya dari pada semata-mata hannya ekonomi yang merugikan suatu perkembangan kebudayaan dalam kebijakan yang dirumuskan . Maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi nya sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya.
5. Konflik-Konflik Yang Muncul Akibat Keberagaman Budaya Indonesia
Keberagaman masyarakat di Indonesia adalah anugerah luar biasa yang harus kita syukuri dan dijaga dengan baik. Pasalnya, tidak dapat dipungkiri dengan adanya keberagaman suku, agama, ras, maupun golongan pastilah menimbulkan potensi timbulnya masalah ataupun suatu konflik. Adapun konflik yang mungkin terjadi di dalam keberagaman masyarakat Indonesia diantaranya adalah konflik antar suku, konflik antar agama, konflik antar ras, maupun konflik antar golongan. Berikut adalah uraian permasalahan dalam keberagaman masyarakat di Indonesia antara lain : • Konflik Antar Suku Konflik antar suku merupakan pertentangan antara suku yang satu dengan suku yang lain. Perbedaan suku ini sering kali diakibatkan karena adanya perbedaan dari adat istiadatm budaya, sistem kekerabatan, dan norma sosial dalam masyarakat. Pemahaman yang keliru terhadap perbedaan ini dapat menimbulkan masalah, bahkan menyebabkan suatu konflik di dalam masyarakat. • Konflik Antar Agama Konflik antar agama merupakan pertentangan antara kelompok yang memiliki keyakinan atau agama yang berbeda. Konflik ini dapat terjadi antara agama yang satu dengan agama yang lain, atau antara kelompok dalam agama tertentu. • Konflik Antar Ras Konflik antar ras merupakan pertentangan antara ras yang satu dengan ras yang lainnya. Pertentangan ini dapat disebabkan dengan adanya sikap rasialis atau memperlakukan orang berbeda-beda berdasarkan pada ras nya. • Konflik Antar Golongan Konflik antar golongan merupakan pertentangan antara kelompok atau golongan dalam masyarakat. Golongan atau kelompok dalam masyarakat dapat dibedakan atas dasar pekerjaan, partai politik, asal daerah, dan lain sebagainya. Pada umumnya, ada beberapa contoh kasus dari permasalahan keberagaman masyarakat di Indonesia yang sering kali terjadi antara lain : 1.) Tindak kekerasan yang dilakukan suatu ras atau agama kepada ras atau agama lain. 2). Penindasan sengaja atau tidak sengaja dari kelompok kaya terhadap kelompok yang miskin. 3). Keegoisan dalam berpendapat di dalam suatu komunitas. 4). Sikap merendahkan ras dan agama orang lain. Serta, 5). Sikap tidak peduli dan tidak mau bergaul dengan orang yang berbeda agama, ras, dll
6. Solusi Yang Diberikan Pancasila Dalam Mengatasi Konflik
Untuk mengantisipasi konflik-konflik di masa yang akan datang, masyarakat yang berpotensi tunggal seperti itu harus didorong untuk ikut beradaptasi dengan masyarakat dinamis. Jadi, penyelesaian konflik-konflik perlu cara yang spesifik bukan dengan cara kekerasan. Pendekatan yang mungkin dilakukan adalah pendekatan budaya- politik. Pendekatan budaya dapat dilakukan dengan menyerap dan memahami sari-sari budaya kelomok-kelompok masyarakat yang berupa nilai-nilai yang mereka yakini, pelihara dan pertahakan, termasuk keinginan-keinginan yang paling dasar.Untuk menanamkan nilai-nilai budaya nasional pada generasi penerus bangsa, instansi-instansi hendaknya menyusun kurikulum tentang Pendidikan karakter dan budi pekerti bangsa di sekolah-sekolah. Tujuannya, untuk menjaga nilai-nilai budaya nasional dan penangkal masuknya arus globalisasi. Pendidikan budi pekerti juga diharapkan mampu mencegah timbulnya konflik antar suku bangsa di Indonesia melalui ketahanan budaya.
7. Keadaan Budaya Indonesia
Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan Indonesia yang telah ada sebelum terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945.Seluruh kebudayaan tempat yang berasal dari pada kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam suku-suku. Kebudayaan tersebut telah mengikat dan mempersatukan setiap kelompok suku bangsa Indonesia. Budaya kelompok akan tercermin dalam sikap atau kepribadian kelompok itu. Hal ini dapat dilihat saat kebudayaan kelompok pertama kali membentuk kita sebagai manusia yang menganut dan menghargai nilai- nilai bersama. Dengan demikian kelompok sukubangsa akan tumbuh menjadi manusia berbudaya dengan “kondisioning” terhadap nilai-nilai masyarakat sekitar, melalui orang tua dan keluarga.Di samping itu, perlu kita ketahui bahwa alam pun ikut menentukan serta memberi ciri yang khas terhadap corak kebudayaan. Namun tidak sepenuhnya pengaruh lingkungan akan menimbulkan akibat yang seragam terhadap kebudayaan. Manusia sebagai makhluk budaya tidak menggantungkan semata-mata kepada alam, tetapi manusia bertindak sebagai gaya perombak alam untuk digunakan bagi kepentingan hidupnya. Oleh karena itu, antara lingkungan danmanusia saling bergantung. Demi seluruh kebutuhan langsung dan kepentingan-kepentingan praktis, manusia tergantung dari lingkungan fisiknya. Manusia tidak dapat hidup kalau tidak menyesuaikan diri dengan dunia sekitarnya. Begitu pun juga jika lingkungan itu melekat kuat pada setiap suku bangsa,maka kebudayaan asing tidak akan berpengaruh pada kebudayaan mereka.Sehingga masing-masing suku bangsa itu mengembangkan corak kebudayaannya sendiri. Dalam proses pertumbuhannya, kebudayaan daerah ini mengalami perkembangan baru, sebagai akibat hubungan yang makin luas antar suku- suku, disamping sebagai akibat makin kendurnya ikatan-ikatan kesukuan.Hingga saat ini bangsa Indonesia belum memiliki identitas kebudyaan yang jelas. Selama ini, Indonesia hanya memiliki identitas semu yang belum mantap tetapi dipaksakan seolah-seolah menjadi ciri khas kebudayaan bangsa. Menurut James Danandjaja menyebutkan, Indonesia memiliki dua unsur kebudayaan,yaitu kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Menurutnya, unsur kebudayaan daerah yang dimiliki masing-masing daerah dan suku bangsa diIndonesia sudah mantap, tetapi kebudayaan nasional yang mewakili seluruh bangsamasih belum mantap.Kebudayaan nasional sendiri hanya memiliki dua unsur kebudayaan yangdapat dikatakan sudah mantap, yaitu bahasa Indonesia dan Pancasila sebagai filosofi atau pandangan hidup bangsa. Bahkan, Pancasila pun lanjutnya hingga kini masih terus dipermasalahkan sebagai pandangan hidup bangsa oleh beberapa pihak. Padahal, hanya filosofi Pancasila sajalah yang bisa membuat seluruh bangsa bisa bersatu. Begitu juga menurut Yunus Melalatoa identitas bangsa Indonesiayang disebutkan dalam UUD 1945 adalah identitas tiap-tiap etnik di seluruh Indonesia. Jadi, identitasnya bersifat plural atau jamak. Yang menjadi masalah sekarang ini adalah identitas dan nilai-nilai kebudayaan masing-masing suku-suku bangsa di tiap daerah di seluruh Indonesia sudah mulai luntur, bahakan menghilang. Padahal, nilai-nilai kebudayaan itu berfungsi untuk mempertahankan harga diri kita, nilai-nilai yang mulai luntur itu akan menggerogoti harga diri kita dan harga diri bangsa sendiri.
8. Keniscayaan Keragaman Budaya Indonesia Dan Pancasila
Kebhinekaan ialah wajah senyatanya Indonesia. Bahkan barangkali sudah sejak zaman antah- berantah, Nusantara telah dihuni oleh berbagai bangsa dan kelompok etnik. Sudah tentu percampuran di antara kelompok-kelompok sosial yang beragam melalui kawin-mawin bukanlah kemustahilan. Hasil riset Eikjman membuktikan hal itu. Riset biologi molekuler Eikjman mengungkap fenomena campur baur genetik manusia di Nusantara. Fenomena ini telah terjadi selama puluhan ribu tahun lewat empat periode migrasi. Melalui riset genetika, kita bisa mengetahui nenek moyang orang Indonesia. Menurut Eikjman, secara genetik orang Indonesia ialah produk sejarah pembauran puluhan ribu tahun sejarah manusia di Nusantara. Apa yang penting dicatat, ialah sama sekali tak ditemukan adanya satu pun orang pemilik gen murni yang bisa mengklaim diri sebagai pribumi Indonesia. Catatan perihal keragaman Indonesia juga menjadi perhatian para Indonesianis. Denys Lombard patut disebut sebagai rujukan. Dalam “Nusa Jawa: Silang Budaya” misalnya, buku yang halamannya mencapai lebih dari 1.000 halaman dengan 2.500 catatan kaki, plus daftar pustaka yang panjangnya 65 halaman dan 45 halaman daftar kata, Lombard menulis dalam ‘Prakata’ buku tersebut: "Sungguh tak ada suatu tempat di dunia ini kecuali mungkin Asia Tengah yang, seperti halnya Nusantara, menjadi tempat kehadiran hampir semua kebudayaan besar dunia, berdampingan, atau lebur menjadi satu."Denys Lombard lebih jauh memaparkan, sekitar seribu tahun lamanya, dari abad ke-5 sampai ke-15, kebudayaan-kebudayaan India mempengaruhi Sumatra, Jawa, dan Bali. Namun sejak abad ke-13, dan terutama sejak abad ke-15, dua pengaruh lain mulai terasa menguat yaitu kebudayaan Islam dan China. Peradaban Eropa mulai menorehkan pengaruh kuatnya sejak abad ke-16. Selanjutnya Lombard menggaris bawahi, kawasan Nusantara bukan “kasus khusus” sejarah dunia. Tetapi letak geografisnya secara khusus menekankan fungsinya sebagai persilangan, dalam arti titik pertemuan. Di sinilah terdapat laboratorium yang hebat untuk mengkaji konsep tradisi, akulturasi, dan etnisitas yang dewasa ini menjadi tren dalam ilmu-ilmu humaniora. Thesis Lombard ini jelas menyiratkan adanya nilai-nilai pluralisme sebagai konsekuensi dari kekhususan letak geografis Nusantara.Tak kecuali, sejarawan regional Asia Tenggara, Anthony Reid. Reid (2012) setuju bahwa pluralisme agama ialah sebagai tradisi di Asia, termasuk Indonesia. Reid mencontohkan Pulau Jawa sebagai bentuk pluralisme konkret melalui pembangunan dua candi besar yaitu Borobudur (Budha) dan Roro Jonggrang (Hindu). Para founding parent tentu menyadari fakta sosiokultural ini. Ideologi Pancasila ialah buah kesepakatan luhur mereka dalam kerangka menjawab problem dan tantangan kemajemukan. Indonesia ialah masyarakat multietnis, multibahasa, multibudaya, dan bahkan juga multiagama atau kepercayaan. Walhasil, visi tentang pendirian Indonesia bukanlah sebagai negara agama (theocracy state) maupun negara sekuler (secular state). Indonesia dibangun dengan visi sebagai “religious nation state” (negara kebangsaan yang berketuhanan), negara gotong royong, bersatu dalam keberbedaan, bhinneka tunggal ika. Menariknya, sekalipun saat itu diskursus pluralisme dan multikulturalisme belum mengemuka dalam wacana ilmu-ilmu sosial humaniora, konsepsi ideologi Pancasila seolah telah dirumuskan sebagai bentuk antisipasi terhadap perkembangan zaman. Seperti diketahui pascaambruknya Uni Soviet pada 1989, dunia ditandai mekarnya fenomena “politik identitas” (identity politics). Di seluruh dunia, politik identitas yang notabene mengukuhkan perbedaan identitas kolektif utamanya ialah berbasis etnis, ras, dan agama terlihat mengalami gelombang pasang. Indonesia, tak kecuali, pasca-Orde Baru terlihat tak sepenuhnya memiliki imun untuk menghadapi terpaan ini. Apa yang harus diwaspadai dari kecenderungan nalar politik identitas ini bukanlah dialektika “alamiah” yang tak terhindarkan sejalan adanya keragaman identitas, melainkan munculnya keyakinan kuat bahwa identitas kelompoknya (the self) hanya bisa ‘ada’ dan dipertahankan sejarah keberadaannya dengan cara menghilangkan perbedaan dan keberadaan yang lain (the other). Fundamentalisme keagamaan, apapun agamanya, terang mengemban potensi hadirnya keyakinan identitas kelompok seperti itu. Lebih- lebih ketika ia kemudian secara simultan bersinergi dengan agenda kepentingan politik praktis dalam kontestasi perebutan kuasa, seringkali justru membawa masyarakat bergerak semakin menjauh dari iklim rasionalitas. Berbagai riset yang dilakukan beberapa lembaga independen memperlihatkan tendensi tersebut. Sebutlah SETARA Institute atau Wahid Institute, misalnya, selama beberapa waktu ini selalu menyuarakan isu ancaman SARA atau potensi perpecahan bangsa karena fenomena penguatan politik identitas. bersinergi dengan agenda kepentingan politik praktis dalam kontestasi perebutan kuasa, seringkali justru membawa masyarakat bergerak semakin menjauh dari iklim rasionalitas. Berbagai riset yang dilakukan beberapa lembaga independen memperlihatkan tendensi tersebut. Sebutlah SETARA Institute atau Wahid Institute, misalnya, selama beberapa waktu ini selalu menyuarakan isu ancaman SARA atau potensi perpecahan bangsa karena fenomena penguatan politik identitas.
9. Pancasila Dan Multikulturalisme
Multikulturalisme dapat dipahamai sebagai pengakuan tentang keanekaragaman dari masyarakat yang majemuk, heterogen dan plural. Apabila hal itu diperluas bisa juga dimaknai sebagai suatu keanekaragaman budaya, tradisi, gaya hidup, agama dan bentuk-bentuk perbedaan yang lainnya. Bagi bangsa indonesia yang memang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kemajemukan dan pluralitas tersebut, sudah seharusnya menjadi satu kebanggaan dan kekuatan yang besar bagi bangsa indonesia. Multikulturalisme tidak saja diakui tetapi juga bisa diterima akan adanya perbedaan, suku, agama, ras, antar golongan dan etnis. Masyarakat indonesia yang hidup didalamnya harus mampu hidup berdampingan antara satu dengan yang lainnya, sehingga harmonisasi yang selama ini didambakan oleh bangsa indonesia bisa terwujud dengan baik. Sejarah bangsa kita telah menunjukn bahwa bangsa Indonesia telah dipersatukan dengan adanya kesepakatan bersama para pendiri bangsa kita yang dari berbagai perbedaan dengan Pancasila (tidak ada yang lain). Sebagai pemersatu ideologi bangsa adanya Pancasila adalah sebuah solusi dari adanya konflik yang terjadi antar golongan nasionalis dan agama, Pancasila telah mampu menunjukan fungsinya sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk, heterogen, multikultural
10. Pancasila Menjadi Perekat Keberagaman Di Indonesia
Negara kita Indonesia akan memasuki usianya yang 76 tahun, 17 Agustus 2021. Usia yang bagi saya dan bagi kita sekalian tergolong tua. Perjalanan panjang bangsa ini tentu melewati berbagai banyak dinamika ditengah perbedaan dan keberagaman suku, agama, ras, bahasa dan budaya. Menyatukan perbedaan dan keberagaman tersebut tentu bukanlah perkara yang mudah dari para pendiri bangsa kita. Upaya membangun semangat nasionalisme, mendorong persatuan dan kesatuan menjadi langkah awal perjuangan bangsa Indonesia dalam memerdekakan diri dari budak penjajahan. Upaya itu tercapai dengan pengikraran Sumpah Pemuda dengan mengaku bertumpah darah satu tanah Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Dalam proses memerdekakan bangsa Indonesia, Soekarno dan para pendiri bangsa berhasil menetapkan Dasar Negara Indonesia merdeka yaitu PANCASILA. Pancasila sebagai dasar negara yang mampu merekatkan dan menyatukan seluruh perbedaan dan keberagaman bangsa Indonesia. PANCASILA sebagai pemersatu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Didalamnya ada lima dasar yang harus kita jaga dan kita amalkan dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Menghargai perbedaan agama, menghormati martabat manusia, cinta akan tanah air, mengambil keputusan dengan musyawarah dan mufakat, serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai landasan dan pedoman hidup kita dalam berbangsa dan bernegara.