NIM : 201610360311105
Kls./Smt. : HI-C/II
1. Landasan Pemikiran
a. Pasal 27 ayat (2), menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini memancarkan asas keadilan
sosial dan kerakyatan.
b. Pasal 28, menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat yang ditetapkan dengan undang-undang.
c. Pasal 29 ayat (1), menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa.
d. Pasal 29 ayat (2), menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan
kepercayaan.
e. Pasal 31 ayat (1), menetapkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan.
f. Pasal 31 ayat (3), mewajibkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggaraan suatu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur oleh Undang-
Undang.
g. Pasal 34 mengatur fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
h. Pasal 36 menetapkan bahasa negara ialah bahasa Indonesia (dalam Undang-Undang
Dasar 1945 menjelaskan bahwa bahasa daerah akan tetap dihormati dan dipelihara
oleh negara).
i. Pasal 37 menetapkan agar pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dan memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Untuk menyusun daan membentuk sistem sosial nudaya maka apa yang telah tertuang
dalam berbagai pokok pikiran di atas harus terangkum dalam satu susunan terpadu dan
membentuk integralistik, sehingga sistem sosial budaya Indonesia benar-benar dapat mendukung
proses pembangunan nasional. Kemudian pelaksanaan pembangunan nasional akan dikatakan
berhasil apabila dilandasi terlebih dahulu oleh pembangunan di bidang sosial budaya, termasuk
penyususnan dan pembentukan sistemnya, karena di bidang inilah tempat penentuan
pembentukan manusia sebagai pelaksana pembangunan. Hal ini penting karena bagaimanapun
juga baiknya suatu rencana dan program pembangunan, hasilnya akan bergantung pada kualitas
manusianya. Oleh sebab itu, diperlukanlah pembangunann sistem sosial budaya yang bertujuan
untuk membina mental, sikap hidup, dan sikap budaya Indonesia, baik kedudukannya sebagai
individu, maupun sebagai bangsa yang yakin akan kebenaran Pancasila, sehingga mampu
dihadapkan kepada tuntutan pembangunan beserta permasalahannya dalam lingkungan yang
dinamis dan tuntutan kemajuan global.
Istilah sosial budaya merupakan bentuk gabungan dari istilah sosial dan budaya. Sosial
berarti masyarakat, sedangkan budaya atau kebudayaan berarti semua hasil karya, rasa dan cipta
dari masyarakat. Sosial budaya dalam artian yang lebih luas mencakup segala aspek kehidupan.
Oleh sebab itu, atas dasar landasan pemikiran tersebut maka pengertian sistem sosial budaya
Indonesia dapat dirumuskan: sebagai totalitas nilai, tata sosial dan tata laku manusia Indonesia
yang merupakan manifestasi dari karya, rasa, dan cipta di dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernrgara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945. Pengertian system
sosial budaya mencakup dua segi utama kehidupan manusia yaitu:
Pembagian manusia dalam berbagai kelompok ras tidak mudah karena ciri-ciri yang
membedakan sering kali tunpang tindih oleh bagian preferinya. Manusia dapat diklasifikasikan
dalam tiga ras pokok, yaitu Kaukasoid, Negroid, dan Mongoloid serta empat ras campuran yaitu,
Australoid, Viddoid, Polynesia, dan Aino (Koeber, 1963). Sedangkan Garn (1963)
mengklasifikasikan Homo Sapiens dalam sembilan kelompok ras menurut wilayah geografi,
yaitu Amerika, Polinesia, Mikronesia, Papuomelanesia, Australia, Asia, India, Eropa, dan
Afrika.
Dua teori persebaran ras di nusantara yaitu (1) teori migrasi empat ras, dan (2) teori
migrasi dua ras. Menurut teori empat ras yang juga dipengaruhi oleh persebaran konsentris Von
Eickstadt, terjadi empat kali urutan migrasi dari daratan benua Asia melalui daerah Indonesia.
Migrasi pertama dilakukan oleh ras Negrito, ke dua ras Australoid, ke tiga ras Melayu Awal, ke
empat ras Melayu Akhir (deutromelayu). Teori persebaran dua ras mengemukakan percampuran
antara ras Australoid (Australia, Melanesia, Papua atau secara lengkap disebut
Australomelanesoid) denga Mongoloid. Teori ini menjelaskan tentang mengapa penduduk
Indonesia Bagian Timur yang memiliki ciri-ciri lebih Autraloid, sedangan Indonesia Bagian
Barat lebih Melayu, dan wilayah yang menjadi kontak dari kedua ras tersebut memiliki ciri
percampuran.
Pembanguana sosial merupakan salah satu upaya dalam kerangka pembangunan nasional
dengan sistem desentralisasi, sebagaimana yang diungkapkan dari berbagai program-programnya
supaya kualitas hidup dari warga masyarakat mencapai derajat yang dituju oleh pembangunan
nasional dengan sistem desentralisasi.
a. Budaya dan Rekayasa Tata Kelakuan Masyarakat
Dalam rangka kesatuan nasional, maka pembangunan tersebut harus dilihat sebagai
rekayasa kebudayaan yang berlaku pada tahap lokal, regional, dan nasional, rekaan tersebuut
yaitu bertumpu pada program-program yang direncanakan dan dilaksanakan dalam perilaku
organisasi pembangunan tersebut. Pembangua tersebut perlu organisasi yang tidak hanya
menampung gagasan, perencanaan, dan pelaksanaannya. Selain itu, warga masyarakat sendiri
adalah sebagai organisasi sosial yang berada dalam suatu ikatan keluarga, kerabat, kelompok
kerja maupun komunitas etnik, dan sebagainya yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat.
Organisasi inilah yang mampu memahami lingkunan sosial dari sasaran pembangunan manakala
melakukan implementasi pembangunan sosial dan umpan balik dari hasilnya bagi revisi datau
perubahan program.