Anda di halaman 1dari 74

Oleh Wa Ode Zainab Zilullah Toresano

I. Pendahuluan
Dalam perjalanan sejarah manusia, pemikiran filosofis senantiasa berkembang.
Hal itu dikarenakan pemikiran merupakan hal yang paling mendasar dalam
kehidupan manusia, bahkan merupakan ciri khas manusia. Hal tersebut
tentunya tidak terlepas dari anugerah akal yang dimiliki oleh manusia.
Pemikiran filosofis meniscayakan kelahiran filsafat sebagai induk dari semua
ilmu. Di antara corak pemikiran manusia adalah pengetahuan tentang wujud,
awal bermulanya hingga akhirnya. Oleh karena itu, buah pemikiran dari
manusia melahirkan berbagai macam aliran dalam filsafat yakni, aliran
empirisme, rasionalisme, idealisme, pragmatisme, eksistensialisme, positivisme,
vitalisme, strukturalisme, post-strukturalisme dan lain-lain.
Selain itu, permasalahan yang menjadi objek kajian (pembahasan) dalam
filsafat mengalami perkembangan yang signifikan. Filsafat tidak hanya berhenti
pada permasalahan wujud, tetapi juga merambah pada pembahasan berkenaan
dengan ilmu. Selain itu, filsafat juga menyentuh tataran praktis, terutama
berkaitan dengan moral. Perkembangan tersebut merupakan implikasi logis dari
perkembangan pola pikir manusia itu sendiri. Hal tersebut tidak lain merupakan
upaya untuk menemukan kebenaran.
Pencarian terhadap kebenaran seiring dengan tujuan dari filsafat itu sendiri,
yakni untuk mencari kebenaran yang hakiki. Dengan kata lain, mengetahui
segala sesuatu yang ada sebagaimana adanya (problem ontologis). Kemudian,
timbul pertanyaan setelah mencari Apa itu kebenaran? yaitu Bagaimana kita
bisa mendapatkan pengetahuan yang hakiki itu atau sesuatu yang ada
sebagaimana adanya (kebenaran)? Persoalan ini merupakan problem
epistemologis. Selanjutnya, setelah kita mengetahui kebenran dan cara untuk
mendapatkannya, muncul pertanyaan untuk apa pengetahuan tersebut. Dengan
kata lain, pemikiran selanjutnya berkaitan dengan pengaplikasian ilmu yang

telah didapatkan pada tataran praktis. Ini disebut dengan problem aksiologis,
artinya apakah ilmu pengetahuan yang didapat itu bisa diterapkan untuk
kemaslahatan umat atau justru sebaliknya, terutama kaitannya dengan
moralitas. Singkatnya, wilayah ontologi bertanya tentang apa wilayah
epistemologi bertanya tentang bagaimana sedangkan, wilayah aksiologi
bertanya tentang untuk apa.
Tiga problem filosofis inilah ontologi, epistemologi dan aksiologi yang hingga
kini masih menimbulkan perdebatan. Hal itu dikarenakan masing-masing aliran
filsafat memiliki sudut pandang tersendiri berkaitan dengan ketiga hal tersebut.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
topic penting pembahasan penting dalam dunia Filsafat. Hal inilah yang menjadi
alasan bagi penulis untuk mengetengahkan pembahasan tersebut dalam
makalah ini.
II. Pembahasan
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan
cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara
metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu
sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas,
maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam atau ilmuilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang
yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan
cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuanpengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil
antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya mempunyai ciriciri keilmuan yang sama.
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah ilmu?
Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara

obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah
kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau
profesional?
Jika disimpulkan berbagai macam pertanyaan di atas maka yang pertama
adalah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah ontologis. Kedua,
masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan yang ketiga adalah
problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai tiga landasan ini. Di
bawah ini penulis akan memaparkan sekilas pembahasan mengenai Ontologi,
Epistemologi, dan Aksiologi.
A. Ontologi
Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos
yang berarti ada dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan secara terminologi
ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of
being qua being). Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa
ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang
disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai induk semua ilmu
karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang
dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat
wujud.
Mulla Shadra berpendapat Tuhan sebagai wujud murni. Hal ini dibenarkan oleh

Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan manifestasi


(tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya adalah dunia
ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the universal
mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya saja dia
lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales beranggapan
bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang
dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan
berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.
Yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika, matematika dan
Metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah, matematika sebagai
tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan yang paling
tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada kalanya
berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sesuatu yang
berbenda, yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi
mempunyai wujud tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak
berhubungan dengan suatu benda yaitu metafisika.
Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut dengan
proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan.
Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan
akibat, substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan
esensi, keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan,
realita, malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.
Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada
pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum
yang meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud
dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud
yang niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtanial wujud) yaitu wujud
yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin
(mumkin al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun

aktualitas ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.


Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang filsafat,
baik filsafaf kuno maupun modern. Ontologi adalah cabang dari filsafat yang
membahas realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada
suatu kebenaran. Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan pertanyaanpertanyaan: apakah sesungguhnya realitas yang ada ini; apakah realitas yang
tampak ini suatu realita materi saja; adakah sesuatu di ballik realita itu; apakah
realita ini terdiri dari satu unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau serba
banyak (pluralisme). Di bawah ini adalah berbagai macam pandangan tentang
ontologi.
a. Monisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanya satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin
ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang
lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.
Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran yaitu materialisme dan
idealisme.
Materialisme menganggap bahwa yang benar-benar ada hanyalah materi.
Sedangkan ruh atau jiwa bukanlah suatu kenyataan yang bisa berdiri sendiri
bahkan ia hanya merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan
salah satu cara tertentu. Materialisme sering juga disebut dengan naturalisme
artinya bahwa yang benar-benar ada hanyalah alam saja. Sedangkan yang di
luar alam tidaklah ada. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh para filosof prasokratik seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, Democritos dan lainnya.
Thales misalnya beranggapan bahwa unsur dari semua makhluk hidup adalah
air. Sedangkan Anaximandros beranggapan bahwa alam semesta ini berasal dari
apeiron artinya yang tak terbatas yaitu yang bersifat ilahi, abadi, tak

terubahkan dan meliputi segalanya. Anaximenes beranggapan lain, bahwa


prinsip yang merupakan asal usul segala sesuatu adalah udara. Dan Democritos
menganggap bahwa alam ini tersusun dari atom-atom yang tak terhingga
jumlahnya.
Sedangkan sebagai lawan dari materialisme yaitu idealisme yang berarti juga
spiritualisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran
ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua
berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak
berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari
penjelmaan ruhani.
Perintis dari aliran ini adalah Plato yang selanjtunya akan dikembangkan oleh
George Barkeley, kemudian oleh Kant, Fichte, Hegel hingga Schelling. Menurut
Plato realitas seluruhnya seakan-akan terdiri dari dua dunia. Satu dunia
mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indera. Pada taraf
ini diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang kini
bagus, keesokan harinya sudah layu. Lagi pula dunia inderawi ditandai oleh
pluralitas. Selain bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga. Harus
diakui juga bahwa di sini tidak ada sesuatu pun yang sempurna. Di samping
dunia inderawi itu terdapat satu dunia lain, suatu dunia ideal atau dunia
yang terdiri atas ide-ide. Dalam dunia ideal ini sama sekali tidak ada
perubahan. Semua ide bersifat abadi dan tak terubahkan. Dalam dunia ideal
tidak ada banyak hal yang bagus, hanya ada satu ide yang bagus. Demikian
halnya dengan ide-ide yang lain. Dan setiap ide-ide bersifat sama sekali
sempurna. Oleh sebab itu, menurut Plato yang benar-benar real itu hanyalah
idea atau dunia ide sedangkan yang materi merupakan pengejawantahan dari
ide.
Dalam dialog Politeia yang sangat masyhur Plato bercerita mitos tentang gua. Ia
menggambarkan kehidupan di dunia ini ibarat tahanan dalam gua yang hanya

mempunyai pengalaman di dalam gua saja. Sebaliknya mereka tidak


mengetahui realitas di luar gua yang nyata adanya. Baru ketika mereka keluar
dari gua mereka baru percaya bahwa ada realitas selain pengalaman yang
mereka lihat selama di dalam gua. Artinya gua itu adalah dunia yang disajikan
kepada panca indera kita. Kita menerima semua pengalaman secara spontan
begitu saja. Padahal sebenarnya pengalaman inderawi itu tak lebih dari sekedar
bayang-bayang semata.
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan
spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh bukan muncul dari benda. Samasama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan
kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama
ini kedua hakikat ini adalah dalam diri manusia.
Tokoh paham ini adalah Rene Descartes. Sebagai pendobrak filsafat modern
Descartes mempunyai concern yang jauh lebih rumit. Ia tidak lagi melihat alam
yang secara terus-menerus dijadikan objek kajian dalam ilmu pengetahuan.
Lebih jauh lagi ia melihat relasi antara subjek yang mengetahui dengan objek
yang diketahui. Dengan demikian ia memosisikan manusia tidak hanya sebagai
subjek saja tetapi sekaligus sebagai objek. Pertanyaannya adalah apakah
pengetahuan yang kita miliki itu karena memang ada realitas di luar sana atau
justru karena faktor keberadaan manusia sebagai subjek yang berpikir. Diktum
Descartes Cogito Ergo Sum aku berpikir maka aku ada jelas sekali
memosisikan manusia sebagai subjek berpikir yang bebas. Karena saya berpikir
maka saya menjadi ada demikian realitas yang lain menjadi ada pula. Manusia
merupakan subjek yang sadar akan keberadaan dirinya. Paham inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal aliran eksistensialisme.

c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam
bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and
Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari unsur banyak, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini
pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu
tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James
seorang filosof dan psikolog kenamaan asal Amerika. Ia berpendapat bahwa
dunia ini terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu
universum, melainkan suatu multi-versum. Dunia adalah suatu dunia yang
terdiri dari banyak hal yang beraneka ragam atau pluralis.
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah
doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Istilah nihilisme
diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang
ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh
sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima nihilisme. Doktrin
tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu
pada pandangan Georgias yang memberika tiga proposisi tentang realitas.
Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh
pengindraan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang
bahan alam semesta ini karena kita telah dikungkung oleh dilema subjektif.
Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui ia tidak akan dapat kita
beritahukan kepada orang lain.

e. Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda.
Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnosticisme berasal dari
bahasa Yunani yaitu agnostos yang berarti unknown. A artinya not dan no
artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal
dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri
dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu
kenyataan mutlak yang bersifat transcendent. Beberapa tokoh aliran ini
misalnya Soren Kiekegaar, Heidegger, Sartre, dan Jasper.
Masalah ontologi ini semakin lama semakin berkembang tidak hanya di dunia
filsafat Barat tetapi juga di dunia filsafat Islam. Misalnya dalam Islam kita kenal
ada aliran Isyraqi dengan tokohnya Suhrawardi dan Hikmah Mutaalliyah oleh
Mulla Sadra. Suhrawardi misalnya mendiskripsikan realitas ini bagaikan cahaya
yang mempunyai gradasi dari sumber cahaya itu sendiri yang paling terang
hingga yang paling lemah. Sumber cahaya itu adalah Tuhan dan cahaya yang
semakin meredup itu bagaikan ciptaan-Nya yang bermacam-macam dari yang
paling sempurna hingga yang paling rendah. Sedangkan Mulla Sadra terkenal
dengan pandangan Asalat al-Wujud dan Wahdat al-Wujud. Sadra beranggapan
bahwa yang primer itu adalah wujud. Tanpa wujud segala sesuatu tidak akan
pernah ada. Dan wujud dari semua hal adalah sama. Oleh sebab itu ia meyakini
kesatuan wujud (Wahdat al-Wujud). Sedangkan yang membuat sesuatu itu
berbeda dengan yang lain adalah karena aksidennya seperti warna dan lainnya.
Masalah ontologis memang menjadi perhatian yang paling serius dalam filsafat
ilmu. Sebab ia bertanggungjawab atas kebenaran dari suatu ilmu itu. Oleh
sebab itu, ia tidak berbicara tentang apa yang tampak tapi apa yang nyata.
Sebab penampakan itu belum tentu sesuai dengan kenyataannya.. Wilayah
ontologi bukan berbicara pada tataran penampakan tapi kenyataan. Mampu
mengetahui kenyataan yang hakiki itulah sebagai ilmu pengetahuan yang valid.
Jadi, pembahasan wujud dalam ontologi merupakan realitas mutlak dan lawan

dari ketiadaan. Wujud dalam hal ini mencakup segala hal, mulai dari Dzat Ilahi,
realitas-realitas abstrak dan material, baik substansi maupun aksiden dan baik
esensi maupun keadaan.
B. Epistemologi
Jika kita berbicara tentang ilmu pengetahuan, apakah anda pernah memikirkan
apa itu pengetahuan? Pastinya anda menganggap bahwa saya orang yang aneh.
Kalau saya bertanya, apakah kita tahu? Pastinya kita semua tahu. Tentang
nama kita sendiri, Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, Manusia terdiri dari lakilaki dan perempuan, dan bahwa 2+2 = 4. Sebuah lompatan drastis yang
dilakukan Socrates pada zamannya, dan mungkin sampai sekarang ini masih,
dengan pernyataannya apa yang saya ketahui adalah apa yang tidak saya
ketahui bagaimana akal kita bisa menerima pernyataan yang kontradiksi ini?
Akar permasalahan adalah pengetahuan yang rupanya menuntutut sejenis
kepastian tertentu yang tidak dimiliki oleh kepercayaan yang biasa. Tetapi sekali
saja anda bertanya, apa yang akan membenarkan kepastian ini, anda mulai
merasakan sangatlah sulit menemukan jawabannya.
Mudah mengetahui mengapa begitu banyak pemikir memperdebatkan
pengetahuan yang menuntut adanya sebuah kepastian. Mengetahui bisa kita
sebut dengan kata yang sukses. Demikian dengan kata belajar. Untuk
mengetahui seseorang telah mempelajari sesuatu, sama denga mengatakan
mereka telah mempelajari sesuatu dengan sukses dan kini telah menyerap apa
saja yang telah mereka pelajari. (mengatakan mereka sedang belajar jelas
tidak menunjukkan bahwa mereka telah menguasai secara sempurna, hanya
sedang mengejar kesempurnaan itu. Misal; anda sedang mempelajari
aritmatika, apakah bisa dikatakan anda menguasai aritmatika?). kita bisa
mengatakan bahwa seseorang telah sukses dengan apa yang telah mereka
pelajari apabila mereka dapat menyatakan kembali apa yang telah mereka
peroleh di masa lalu.
Epistemologi merupakan tahapan berikutnya setelah pembahasan ontologi

dalam filsafat. Istilah epistemologi dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang
maksudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistemologi
dan ontologi (metafisika umum). Kalau dalam metafisika pertanyaannya adalah
apa yang ada itu? Maka pertanyaan dasar dalam epistemologi adalah apa yang
dapat saya ketahui?
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa
diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau
teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang
benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa
Inggrisnya menjadi theory of knowledge.
Dengan kata lain, epistemologi adalah bidang ilmu yang membahas
pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan ukuran kebenarannya. Isu-isu
yang akan muncul berkaitan dengan masalah epistemologi adalah bagaimana
pengetahuan itu bisa diperoleh? Jika keberadaan itu mempunyai gradasi
(tingkatan), mulai dari yang metafisik hingga fisik maka dengan menggunakan
apakah kita bisa mengetahuinya? Apakah dengan menggunakan indera
sebagaimana kaum empiris, akal sebagaimana kaum rasionalis atau bahkan
dengan menggunakan intuisi sebagaimana urafa (para sufi)? Oleh sebab itu
yang perlu dibahas berkaitan dengan masalah ini adalah tentang teori
pengetahuan dan metode ilmiah serta tema-tema yang berkaitan dengan
masalah epistemologi.
Berbicara tentang asal-usul pengetahuan maka ilmu pengetahuan ada yang
berasal dari manusia dan dari luar manusia. Pengetahuan yang berasal dari
manusia meliputi pengetahuan indera, ilmu (akal) dan filsafat. Sedangkan
pengetahuan yang berasal dari luar manusia (berasal dari Tuhan) adalah wahyu.
Pembahasan epistemologi meliputi sumber-sumber atau teori pengetahuan,
kebenaran pengetahuan, batasan dan kemungkinan pengetahuan, serta
klasifikasi ilmu pengetahuan.

1. Sumber-Sumber Pengetahuan
Salah satu pokok pembahasan epistemologi adalah mengenai sumber-sumber
pengetahuan. Dengan fakultas apa manusia mencapai pengetahuan?
Bagaimanakah nilai pengetahuan yang diperoleh manusia? Sampai batasan
mana manusia memeroleh pengetahuan? Pertanyaan-pertanyaan ini terkait erat
dengan sumber-sumber pengetahuan.
Apa saja sumber-sumber pengetahuan? Murtadha Muththahari mengatakan
bahwa sumber pengetahuan tidak hanya rasio dan hati, melainkan alam dan
sejarah. Sedangkan M. Taqi Mishbah Yazdi lebih menekankan fakultas indriawi
dan akal sebagai sumber pengetahuan. Adapun fakultas hati, dalam mencapai
pengetahuan, merupakan ranah irfan bukan filsafat. Agaknya karena alasan
inilah bahwa fakultas hati (qalb, fuad) merupakan pembahasan irfan bukan
filsafat, kita bisa memahami pandangan Yazdi yang tidak begitu menekankan
daya hati dalam epistemologiyang merupakan cabang filsafat. Ada juga yang
menganggap bahwa sumber pengetahuan yang hakiki (primer) adalah wahyu
sedangkan daya-daya lain lebih sebagai sumber sekunder.
Setidaknya ada tiga sumber pengetahuan yaitu 1) akal; 2) indriawi; dan 3) hati
(intusi, qalb, fuad). Adapun wahyu, dalam hal ini wahyu yang dikodifikasikan
dalam bentuk teks (kitab suci), tidak dimasukkan sebagai sumber pengetahuan.
Karena kitab suci merupakan teks, yang akan berbicara ketika seseorang
membacanya, maka pemahaman seseorang atas teks-teks suci tersebut yang
dimasukkan sebagai sumber pengetahuan (Suteja, 2006).
Begitu juga dengan sejarah maupun alam. Sebab alam untuk menyampaikan
pengetahuan membutuhkan penafsiran dari sang pengamat, walaupun struktur
pengetahuan tersebut tidak memisahkan antara sang penahu dengan yang
diketahui, tetap saja ia meniscayakan kemampuan manusia untuk menangkap
pengetahuan tersebut. Alam sebagai alam luaran ditangkap dengan fakultas
indriawi, jadi, pemahaman fakultas indriawi yang dimasukkan sebagai sumber

pengetahuan atau pemahaman atasnyalah yang dimasukkan sebagai sumber


pengetahuan.
a. Indera
Salah satu sumber ilmu pengetahuan adalah indera. Manusia bisa mendapatkan
pengetahuan dengan menggunakan indera yang dimilkinya. Dengan mata
manusia bisa melihat, dengan hidung kita bisa mencium, dengan kulit kita bisa
meraba, dengan telinga kita bisa mendengar dan dengan lidah kita bisa
merasakan. Jadi, yang bisa ditangkap oleh indera adalah benda-benda yang
sifatnya fisik. Di luar fisik indera tidak mampu menangkapnya atau
mengetahuinya.
Aliran dalam filsafat yang mengatakan bahwa manusia memperoleh
pengetahuan melalui indera disebut dengan empirisme. Aliran ini berpendapat,
bahwa empirisme atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik
pengalaman batiniah maupun lahiriah. Akal bukan jadi sumber pengetahuan,
tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari
pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi. Para Filosof empirisme
antara lain John Locke, David Hume dan William James. David Hume termasuk
dalam empirisme radikal menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada
sensasi-sensasi (rangsang indera). Pengalaman merupakan ukuran terakhir dari
kenyataan. Wiliam James mengatakan bahwa pernyataan tentang fakta adalah
hubungan di antara benda, sama banyaknya dengan pengalaman khusus yang
diperoleh secara langsung dengan indera.
John Locke dengan teori tabula rasanya mengatakan bahwa manusia itu ketika
lahir bagaikan kertas putih tanpa goresan apa pun artinya ia sama sekali belum
memiliki pengetahuan. Baru kemudian ia mendapatkan pengetahuan dengan
menggunakan panca inderanya untuk mengenali objek-objek yang ada di
sekelilingnya. Begitu seterusnya hingga semua pengalaman dalam hidupnya
tersimpan dalam memori pikirannya. Metode ilmiah yang dipakai untuk

memperoleh pengetahuan empiris ini adalah eksperimentasi atau kalau di


dalam Islam kita kenal metode tajribi.
b. Akal
Akal menjadi sumber ilmu pengetahuan selanjutnya setelah indera. Akal
semakin diperhitungkan sebagai sumber pengetahuan karena keterbatasan
kemampuan yang dimiliki oleh indera yang hanya sebatas pada benda-benda
fisik saja. Padahal di luar fisik masih terhampar luas samudera pengetahuan.
Selain itu juga pengetahuan inderawi cenderung menempatkan antara subjek
yang mengetahui dengan objek yang diketahui sama-sama hadir artinya tidak
bisa dipisahkan satu sama lain. Jika demikian sungguh manusia akan
mengalami kerepotan. Misalnya jika kita tidak mengenal pengetahuan
matematissebagai salah satu produk ilmu akalseseorang akan kesulitan
dalam melakukan perhitungan. Tidak mungkin kita menghadirkan benda-benda
dalam jumlah yang banyak karena hal itu akan menyulitkan. Maka cukuplah
dengan menggantinya dengan konsep-konsep angka dalam matematika.
Akal dengan kemampuannya bisa membedakan antara mana yang salah dan
mana yang benar. Selain itu juga akal bekerja dengan menggunakan hukumhukum logika yang diakui kebenarannya. Akal dengan tegasnya bisa
menunjukkan kelemahan empiris sebagai sumber kebenaran. Misalnya ketika
sebatang kayu dicelupkan ke dalam air, kayu tersebut oleh indera akan tampak
membengkok. Tapi apakah benar kayu tersebut mengalami pembengkokan
setelah dicelupkan ke dalam air. Secara rasional tentu saja tidak mungkin
melihat karakter kayu itu bukan benda yang mudah bengkok apalagi hanya
dicelupkan ke dalam air. Di sinilah akal diakui sebagai sumber kebenaran. Dan
tentu saja banyak bukti yang lain. Faham filosofis yang yang menjadikan akal
sebagai sumber pengetahuan disebut rasionalisme.
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang diperoleh melalui
akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu
mutlak, yaitu syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman

hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapat oleh akal.
Akal dapat menurunkan kebenaran dari pada dirinya sendiri, yaitu atas dasar
asas pertama yang pasti. Metode yang diterapakan adalah deduktif. Teladan
yang dikemukakan adalah ilmu pasti. Di antara para filosof rasionalis adalah
Rene Descartes, B. Spinoza, dan Leibniz. Rasionalisme memakai prinsip
koherensi dalam pembenarannya. Jadi apa yang benar adalah apa yang koheren
dengan akal. Metode ilmiah yang dipakai adalah metode burhani.
Descartes merupakan filosof pendobrak dalam tradisi kefilsafatan Barat. Ia
dianggap sebagai bapak filosof modern. Gagasannya yang paling monumental
adalah Cogito Ergo Sum aku berpikir maka aku ada. Sejak itulah akal benarbenar mendapatkan tempat yang agung sebagai sumber pengetahuan. Manusia
mempunyai posisi yang sangat dominan sebagai subjek yang berpikir karena ia
mempunayi akal. Ia adalah subjek yang sadar akan keberadaan dirinya sendiri
dan keberadaan dunia di sekitarnya.
Berawal dari kesangsian dirinya akan segala hal, ia berusaha membangun
landasan filososif tentang kebenaran yang tak kuat. Ia berpikir bahwa segala
sesuatu bisa kita sanksikan. Bahkan keberadaan dirinya sendiri ia
meragukannya. Tapi ada satu hal yang tidak mungkin bisa ia sanksikan bahwa
ia dalam keadaan sanksi itu sendiri. Semakin ia sanksi semakin ia yakin akan
kebenaran kesanksian atas dirinya dan semakin pula ia yakin akan keberadaan
dirinya. Dari sinilah kemudian Descartes baru mengakui akan keberadaan yang
lain. Namun bagaimana jika manusia itu berhenti berpikir, ketika dalam
keadaan tidur misalnya? Descartes mengatakan bahwa masih ada Tuhan yang
selalu hidup, yang tidak pernah berhenti dari semua aktivitasnya.
c. Intuisi
Jika indera dan akal mampu digunakan untuk memperoleh pengetahuan maka
demikian halnya dengan intuisi. Bahkan pengetahuan yang berasal dari intuisi
inilah yang diakui kebenarannya. Sebab indera dan akal hanya mampu
mendiskripsikan, melukiskan dan menganalisa sedangkan intuisi bisa

menghadirkan pengetahuan secara langsung ke dalam diri seseorang. Maka


pengetahuan inderawi dan akal bisa disebut sebagai pengetahuan ushuli artinya
pengetahuan perolehan yang didapat melalui perantara. Sedangkan
pengetahuan intuisi merupakan pengetahuan hudluri karena objek dari ilmu itu
sendiri hadir ke dalam diri subjek yang mengetahui tanpa sebuah perantara
apapun. Sehingga pengetahuan hushuli cenderung rentan terhadap kesalahan.
Misalnya saja ketika ada yang tidak benar dengan indera maupun akal kita.
Sebaliknya pengetahuan intuisi tidak diragukan lagi kebenarannya.
Pengetahuan intuisi itu sifatnya penyingkapan atas sebuah realita. Jadi seorang
subjek benar-benar merasakan secara langsung apa yang ia alami. Tidak ada
pengenalan secara langsung terhadap sebuah realita selain melalui intuisi. Di
sinilah letak kevalidan pengetahuan intuisi berbeda dengan pengetahuan
inderawi dan akal yang hanya memperlihatkan penampakannya saja.
Di antara para filosof intusionismesebuah aliran yang menjadikan intuisi
sebagai sumber pengetahuannyaadalah Henry Bergson seorang filosof
Perancis. Pengetahuan intuisi ini juga sangat familiar di kalangan para mazhab
irfani (kaum sufi). Metode yang dipakai kita kenal dengan metode irfani.
d. Wahyu
Satu-satunya sumber pengetahuan yang tidak bisa diusahakan oleh manusia
adalah wahyu. Artinya ia benar-benar bersumber dan pemberian dari Tuhan.
Sehingga kebenarannya tidak perlu disanksikan lagi. Biasanya pengetahuan ini
disampaikan melalui orang-orang pilihan dan utusan Tuhan dalam bentuk kitab
suci.
Dasar dari pengetahuan ini adalah keyakinan dan menjadi salah satu pilar
keyakinan beragama. Orang yang beragama harus meyakini kebenaran semua
isi kandungan kitab suci. Di dalam kitab suci biasanya terkandung cerita-cerita
masa lalu. Berita tentang surga, neraka, pahala dan dosa. Tentu saja yang tak
kalah pentingnya adalah kebenaran akan keberadaan Tuhan pencipta alam. Dan

masih banyak berita-berita yang lainnya. Wahyu merupakan sumber


pengetahuan yang kaya. Metode yang dipakai adalah metode bayani.
2. Kebenaran Pengetahuan
Sebelum membahas tentang teori kebenaran terlebih dahulu penting kiranya
untuk mendefinisikan apa arti kebenaran itu sendiri. Kebenaran menjadi isu
sentral dalam ilmu pengetahuan karena tujuan dari ilmu pengetahuan adalah
untuk mencari kebenaran.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadaminta
ditemukan arti kebenaran, yakni keadaan (hal dan sebagainya) yang benar
(cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya). Menurut William James
yang dikutip oleh Titus dkk (1984: 344), kebenaran (truth) adalah yang
menjadikan berhasil cara kita berpikir dan kebenaran adalah yang menjadikan
kita berhasil cara kita bertindak. Sedangkan menurut Louis Kattsoff (1992: 178)
kebenaran menunjukkan bahwa makna sebuah pernyataan artinya,
proposisinya sungguh-sungguh merupakan halnya. Bila proposisinya bukan
merupakan halnya, maka kita mengatakan bahwa proposisi itu sesat.
Selanjutnya berkaitan dengan teori kebenaran ada beberapa macam.
a. Teori Koherensi
Teori koherensi dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz, Spinoza,
Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoff (1986) dalam bukunya Elements of
Philosophy, teori koherensi dijelaskan .suatu proposisi cenderung benar jika
proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisiproposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan
saling berhubungan dengan pengalaman kita.
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori koherensi, suatu
pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila kita
menganggap bahwa semua manusia pasti mati adalah suatu pernyataan yang

benar, maka pernyataan, si polan adalah manusia dan si polan pasti mati
adalah benar, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan
yang pertama.
b. Teori Korespondensi
Teori korespondensi biasanya dianut oleh para pengikut realisme, dan mereka
berpegang pada pendirian fakta-fakta. Dan teori ini yang diterima secara luas
oleh kelompok realis. Menurut paham ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada
realita objektif. Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta
dan fakta itu sendiri.
Kebenaran teori korespondensi berdasarkan pengalaman inderawi sehingga ada
atau tidak adanya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap
kebenaran atau kekeliruan. Misalnya pernyataan Kota Bandung berada di
wilayah Jawa Barat bukan karena pernyataan ini berguna atau apa, tapi karena
secara geografis dan berdasarkan pengalaman maupun bukti empiris memang
demikian.
c. Teori Kebenaran Pragmatis
Teori kebenaran pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914) dalam
sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul How to Make Our
Ideas Clear. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang
kebanyakan berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering
dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini misalnya William James,
John Dewey, George Herbert Mead dan C. I. Lewis.
Teori pragmatisme beranggapan bahwa sesuatu itu dianggap benar jika secara
fungsional ia memberikan manfaat. Jadi ukurannya adalah hasil yang
didapatkannya. Jika hasilnya menguntungkan maka ia baik dan benar dan
sebaliknya jika hasilnya merugikan maka ia buruk dan salah.
Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori kebenaran pragmatis ini adalah
penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam
konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan

penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman, pernyataan itu adalah


benar. Misalnya pengetahuan naik bus berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di
posisi kiri, penumpang bisa turun dengan selamat. Jadi, mengukur kebenaran
bukan dilihat karena bus berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun
dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.
3. Batasan Pengetahuan
Berbicara tentang masalah ontologi memang sangat luas sekali cakupannya. Ia
tidak hanya berbicara soal keberadaan yang sifatnya materi tetapi juga
immateri. Kalau wujud yang materi bisa diketahui dengan menggunakan
pendekatan empiris maka wujud immateri hanya kita yakini keberadaannya
begitu saja. Paling kita percaya karena wujud yang immateri ituseperti
keberadaan Tuhan, surga, neraka dan lainnyaditerangkan dalam kitab suci
(wahyu) bagi kalangan yang beragama. Bagi para penganut paham ateisme
tentu saja mereka tidak memercayai hal-hal yang bersifat immateri tersebut.
Lantas apakah batas yang merupakan ruang lingkup penjelajahan ilmu? Di
manakah ilmu berhenti dan menyerahkan pengkajian selanjutnya kepada
pengetahuan lain? Apakah yang menjadi karakteristik objek ontologis ilmu yang
membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan yang lain? Jawaban dari
semua pertanyaan itu sangat sederhana. Ilmu memulai penjelajahannya pada
pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Apakah ilmu
mempelajari hal ihwal surga dan neraka? Jawabnya adalah tidak sebab surga
dan neraka berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Apakah ilmu
mempelajari sebab musabab kejadian terciptanya manusia? Jawabnya juga
adalah tidak sebab kejadian itu berada di luar jangkauan pengalaman kita. Baik
hal yang terjadi sebelum hidup maupun yang terjadi setelah kematian kita,
semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Dengan demikian yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah pengetahuan yang
hanya bisa dijangkau oleh akal manusia dan bahkan yang bisa diuji
kebenarannya secara empiris. Sebuah ilmu harus memenuhi standar

metodologis dan bisa diuji dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Jika


suatu ilmu itu berada di luar jangkauan pengalaman manusia bagaimana kita
bisa menguji kebenarannya dengan standar metodologis dan metode-metode
ilmiah.
Pembatasan ruang lingkup ilmu yang seperti ini nampaknya sangat sempit
sekali. Memang hal ini tidak bisa dilepaskan dari tradisi keilmuan yang
berkembang di Barat. Ilmu yang dalam bahasa Barat disebut dengan science
merupakan suatu pengetahuan yang tidak diragukan lagi kebenarannya karena
ia memenuhi standar-standar ilmiah. Ia bisa dibuktikan secara empiris dan bisa
di eksperimentasi. Sehingga suatu ilmu yang tidak memenuhi kualifikasi itu
bukanlah merupakan ilmu. Oleh sebab itu sesuatu hal yang sifatnya immateri
bukan termasuk objek kajian ilmu dan bahkan ia dianggap tidak ada. Seperti
itulah asumsi para saintis tentang ilmu terutama yang berkembang di dunia
Barat.
4. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Ada berbagai macam kalsifikasi ilmu pengetahuan yang diberikan oleh para ahli.
Tapi dalam kesempatan ini saya hanya akan memberikan gambaran klasifikasi
ilmu yang disusun oleh Ibn khaldun dalam kitab al-Muqaddimah. Ia memberikan
gambaran yang sangat komprehensif mulai dari yang paling utamadalam arti
mencapai tingkat kematangannyahingga yang paling bawah yaitu ilmu fisik. Ia
membagi ilmu ke dalam dua kategori besar yaitu:
I. Ilmu-ilmu Naqliyyah (Transmitted Science) yang terdiri dari:
(1) Tafsir al-Quran dan Hadits
(2) Ilmu fiqih yang meliputi fiqh, faraid dan ushul fiqh
(3) Ilmu Kalam
(4) Tafisr-tafsir ayat Mutasyabihat
(5) Tasawuf
(6) Tabir Mimpi (tabir al-Ruyah)
II. Ilmu-ilmu Aqliyyah (Rational Science)

(1) Ilmu logika, yang terdiri dari


a. Burhan (Demonstrasi)
b. Jadal (Dialektika)
c. Khitbah (Retorik)
d. Syir (Puitik)
e. Safsathah (Sofistik)
(2) Fisika, yang terdiri dari:
a. Minerologi
b. Botani
c. Zoologi
d. Kedokteran
e. Ilmu Pertanian
(3) Matematika, yang terdiri dari:
a. Aritmetika
Kalkulus
Aljabar
b. Geometri
Figur Sferik
Kerucut
Mekanika
Surveying
Optik
c. Astronomi
(4) Metafisika
a. Ontologi
b. Teologi
c. Kosmologi
d. Eskatologi
Selain itu, ada kelompok ilmu-ilmu praktis yang meliputi etika, ekonomi dan

politik. Ibn Khaldun juga terkenal sebagai bapak sosiologi Islam yang telah
melahirkan sebuah disiplin ilmu sosial yang disebut ilmu budaya atau yang biasa
kita sebut sosiologi yang meliputi:
1. Sosiologi secara umum
2. Sosiologi politik
3. Sosiologi ekonomi
4. Sosiologi kota
5. Sosiologi ilmu
5. Metode Ilmiah
Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia
mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini membawa kita kepada pertanyaan lain,
mengapa manusia mulai mengamati sesuatu? Kalau kita telaah lebih lanjut
ternyata bahwa kita mulai mengamati objek tertentu kalau kita mempunyai
perhatian tertentu terhadap objek tersebut. Perhatian tersebut dinamakan John
Dewey sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita
menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan.
Selanjutnya setelah seseorang mendapatkan suatu permasalahan, tahapan
selanjutnya adalah berusaha mencoba menyelesaikan permasalahan itu. Hanya
saja dalam penyelesaian suatu masalah itu seseorang mempunyai cara yang
berbeda-beda. Mungkin itu hanyalah kenyataan yang sering terjadi di dalam
kehidupan sehari-hari.
Namun dalam tradisi keilmuan kita mengenal apa yang disebut dengan metode
ilmiah. Metode ilmiah ini merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh
supaya mendapatkan ilmu pengetahuan yang valid. Oleh sebab itu metode
ilmiah ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilalui mulai dari awalyaitu
perumusan masalahhingga tahap yang paling terakhir yaitu penarikan
kesimpulan. Jika suatu ilmu didapatkan dengan melalui tahapan-tahapan ini
kepastian kebenarannya tidak diragukan lagi.
Metode ilmiah pada dasarnya sama bagi semua disiplin keilmuan baik yang

termasuk dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Bila pun terdapat
perbedaan dalam kedua kelompok ilmu ini maka perbedaan itu sekedar terletak
pada aspek-aspek tekniknya dan bukan pada struktur berpikir atau aspek
metodologisnya.
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.
Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logic-hypothetico verifikasi ini
pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris
yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang
terkait di dalamnya
(2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara
berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan.
Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah
yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris
yang relevan dengan permasalahan.
(3) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari
kerangka berpikir yang dikembangkan
(4) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat faktafakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak
(5) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apkah sebuah hipotesis
yang diajukan itu diterima atau ditolak. Kiranya dalam proses pengujian
terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu
diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta
yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang
diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari ilmu pengetahuan ilmiah

sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka


penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah
teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran di sini harus ditafsirkan secara
pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan
sebaliknya.
Semua itu adalah langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mendapatkan
pengetahuan ilmiah. Meskipun antara langkah yang satu dengan yang lain
saling terkait dan langkah yang awal menjadi dasar bagi langkah yang
selanjutnya tapi dalam praktiknya bisa berbeda. Seorang peneliti bisa
memulainya dengan menemukan fakta-fakta di lapangan kemudian
merumuskannya dan mengambil kesimpulan secara umum (induksi) atau
membuktikan premis-premis yang sudah ada kemudian disesuaikan dengan
fakta (deduksi).
Dalam sebuah tradisi keilmuan, ilmu bisa berkembang bila dilakukan sebuah
proses falsifikasi. Artinya kita sesuaikan antara teori-teori yang ada dengan
kenyataan yang ada di lapangan (mencari pembuktian). Artinya jika teori yang
kita miliki tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan maka kewajiban kita
adalah merumuskan teori baru. Demikian proses itu berlangsung secara terus
menerus hingga dicapai kesesuaian antara teori dengan fakta. Dari sinilah
sebuh ilmu itu akan selalu mengalami perkembangan. Bukan sebaliknya
mencari pembenaran terhadap teori yang sudah ada. Artinya teori yang sudah
ada tersebut dianggap sudah benar sehingga tinggal mencari pembenaran
fakta-faktanya di lapangan. Jika tidak sesuai antara fakta dengan teori fakta
tersebut disingkirkan sampai menemukan fakta yang sesuai dengan teori. Jika
demikian maka suatu ilmu itu tidak akan mengalami perkembangan.
C. Aksiologi
Jika ontologi berbicara tentang hakikat yang ada (objek ilmu) dan epistemologi
berbicara tentang bagaimana yang ada itu bisa diperoleh (cara memperoleh
ilmu) maka aksiologi berkaitan dengan manfaat dari pada ilmu itu sendiri atau

kaitan penerapan ilmu itu dengan kaidah-kaidah moral.


Dalam Wikipedia aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axion yang berarti
nilai dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah ilmu
tentang nilai. Adapun Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu
mengatakan bahwa aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang
nalai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk
apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara
cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan
objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara
teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral atau profesional?
Menurut Brameld, ada tiga bagian yang membedakan di dalam aksiologi.
Pertama, moral conduct, tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus
yaitu etika. Kedua, esthetic expression, ekspresi keindahan yang melahirkan
estetika. Ketiga, socio-political life, kehidupan sosio-politik. Bidang ini
melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.
1. Teori Nilai (Etika)
Problem aksiologis yang pertama berhubungan dengan nilai. Berkaitan dengan
masalah nilai sebenarnya telah dikaji secara mendalam oleh filsafat nilai. Oleh
sebab itu dalam kesempatan kali ini akan dibahas beberapa hal saja yang
kiranya penting untuk dipaparkan berkaitan dengan masalah nilai. Tema-tema
yang muncul seputar masalah ini misalnya apakah nilai itu subjektif atau
objektif.
Perdebatan tentang hakikat nilai, apakah ia subjektif atau objektif selalu
menarik perhatian. Ada yang berpandangan bahwa nilai itu objektif sehingga ia
bersifat universal. Di mana pun tempatnya, kapanpun waktunya, ia akan tetap
dan diterima oleh semua orang. Ambil misal mencuri, secara objektif ini salah
karena hal itu merupakan perbuatan tercela. Siapa pun orangnya, di mana pun
dan kapanpun pasti akan sepakat bahwa mencuri dan perbuatan tercela lainnya

adalah salah. Jadi nilai objektif itu terbentuk jika kita memandang dari segi
objektivitas nilai.
Sementara jika kita melihat dari segi diri sendiri terbentuklah nilai subjektif.
Nilai itu tentu saja bersifat subjektif karena berbicara tentang nilai berarti
berbicara tentang penilaian yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu.
Tentunya penilaian setiap orang berbeda-beda tergantung selera, tempat,
waktu, dan juga latar belakang budaya, adat, agama, pendidikan, yang
memengaruhi orang tersebut. Misalnya bagi orang Hindu tradisi Ngaben
(membakar mayat orang mati) merupakan suatu bentuk penghormatan
terhadap orang mati dan bagi mereka hal itu dianggap baik dan telah menjadi
tradisi. Namun bagi orang Islam hal itu diangap tidak baik. Berhubungan
seksual di luar nikah asal atas dasar suka sama suka hal ini tidak menjadi
masalah dan biasa di Barat. Tapi bagi orang Islam hal itu jelas hina, jelek, dan
salah. Bagi orang-orang terdahulu, ada beberapa hal yang dianggap tabu, tidak
boleh dilakukan dan tidak pantas tapi hal-hal tersebut tidak lagi bermasalah
bagi orang-orang sekarang ini. Dari sini bisa dilihat bahwa nilai itu bersifat
subjektif tergantung siapa yang menilai, waktu dan tempatnya.
Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang baik dan buruk bukan salah
dan benar. Apa yang baik bagi satu pihak belum tentu baik pula bagi pihak yang
lain dan sebaliknya. Apa yang baik juga belum tentu benar misalnya lukisan
porno tentu bagussetiap orang tidak mengingkarinya kecuali mereka yang
pura-pura dan sok bermoraltapi itu tidak benar. Membantu pada dasarnya
adalah baik tapi jika membantu orang dalam tindakan kejahatan adalah tidak
benar.
Jadi, persoalan nilai itu adalah persoalan baik dan buruk. Penilaian itu sendiri
timbul karena ada hubungan antara subjek dengan objek. Tidak ada sesuatu itu
dalam dirinya sendiri mempunyai nilai. Susuatu itu baru mempunyai nilai
setelah diberikan penilaian oleh seorang subjek kepada objek. Suatu barang
tetap ada, sekalipun manusia tidak ada, atau tidak ada manusia yang

melihatnya. Bunga-bunga itu tetap ada, sekalipun tidaak ada mata manusia
yang memandangnya. Tetapi nilai itu tidak ada, kalau manusia tidak ada, atau
manusia tidak melihatnya. Bunga-bunga itu tidak indah, kalau tidak ada
pandangan manusia yang mengaguminya. Karena, nilai itu baru timbul ketika
terjadi hubungan antara manusia sebagai subjek dan barang sebagai objek.
Namun yang paling penting dari masalah etika adalah implikasi praksisnya.
Artinya sesuatu yang buruk itu seharusnya ditinggalkan sedangkan yang baik
seharusnya dilaksanakan. Dengan demikian ilmu pengetahuan akan
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia bukan justru malah mengancam
eksistensi manusia itu sendiri.
Jika kita melihat fenomena yang ada sekarang inidunia modernbagaimana
sebuah ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) banyak yang disalahgunakan
untuk tujuan-tujuan kejahatan. Misalnya saja dalam kejahatan perang. Banyak
kasus yang bisa kita utarakan berkaitan dengan masalah ini seperti Perang
Dunia, Perang Teluk, Perang Vietnam hingga perseturuan antara Palestina dan
Israel yang tidak ada henti-hentinya. Mereka yang secara persenjataan lebih
maju seolah dengan alasan pembelaan membenarkan tindakan pengeboman
dan pembantaian masal di mana seringkali korbannya adalah warga sipil.
Tindakan seperti ini tentu tidak bisa dibenarkan, tak berperikemanusiaan dan
amoral. Selain itu juga misalnya pembuatan senjata nuklir dan senjata
pemusnah masal yang jelas sekali mengancam eksistensi manusia itu sendiri.
Itu adalah sekedar contoh dari pemanfaatan teknologi yang tidak tepat guna.
Tentunya masih banyak yang lainnya. Oleh sebab itu aksiologi dalam hal ini
berfungsi untuk memberikan tuntunan bagaimana suatu hal itu bisa digunakan
secara tepat guna.
Memang segala sesuatu itutermasuk implikasi kemajuan di bidang ilmu
pengetahuanmempunyai dampak negatif dan positif. Tapi sebenarnya dampak
yang negatif itu bisa dihindari atau setidaknya diminimalisir. Semua itu adalah
demi kepentingan kehidupan manusia itu sendiri.

2. Estetika
Estetika (aesthetica) mula-mula berarti teori tentang pencerapan penghayatan
pengalaman indera, sesuai dengan istilah Kant dengan transzendentale asthetik
(teori tentang susunan penghayatan panca-indra dalam ruang dan waktu,
berlawanan dengan transzendentale logic: pengetahuan rasional dan
penuturan). Perlawanan yang dikemukakan oleh Kant itu juga dinyatakan oleh
Baumgarten.
Ia menempatkan logika sebagai teori pemakaian pemikiran yang benar dan
estetika sebagai teori tentang penghayatan sempurna panca-indera. Masalah
yang timbul tentang estetika yang dihadapi oleh banyak ahli pikir semenjak
Plato dan Aristoteles ialah pernyataan tentang hakikat keindahan dan seni.
Dengan demikian seluruh lapangan nilai, dalam mana keindahan dan seni
merupakan bagiannya, dinamakan lapangan estetika, dikordinasikan dengan
logika dan estetika. Estetika dalam pengertian baru itu diapakai oleh Kant dan
Schiller sehingga menjadi umum di Jerman, meluas ke dalam pemakaian
internasional.
Perdebatan lain yang menarik perhatian berkaitan dengan masalah estetika
adalah tentang keindahan, apakah keindahan itu sesuatu yang sifatnya objektif
atau subjektif? Jika teori tentang nilai mengatakan bahwa persoalan nilai itu
adalah masalah yang subjektif maka sebaliknya dengan persoalan estetika.
Persoalan estetika lebih berpihak pada pandangan objektivisme. Artinya bahwa
keindahan itu merupakan sifat yang objektif yang dimiliki oleh suatu benda. Ia
bukanlah penilain subjektif seseorang. Diantara yang berpandangan seperti ini
adalah Hegel. Hegel menganggap bahwa seluruh alam adalah manifestasi dari
Cita Mutlak, Absolut Idea. Keindahan adalah pancaran Cita Mutlak melalui
saluran indera. Ia adalah sejenis pernyataan ruh. Seni, agama dan filsafat
merupakan tingkat-tingkat tertinggi dari perkembangan ruh.
Sedangkan Kant memberikan arah yang baru sama sekali dalam mencari
keterangan tentang estetika. Dengan Kant dimulailah studi ilmaih dan psikologi

tentang teori estetika. Ia mengatakan dalam The Critique of Judgement bahwa


akal memiliki indera ketiga di atas pikiran dan kemauan. Itulah inder rasa. Yang
khas pada rasa atau kesenangan estetika ialah ia tidak mengandung
kepentingan. Ini membedakannya daripada kesenangan-kesenangan yang lain
yang mengandung unsur keinginan atau terlibat dalam kepentingan pribadi atau
hayat. Gula misalnya tidaklah indah tapi dikehendaki. Kita menginginkannya
untuk menikmatinya. Demikian pula tindakan moral tidal indah. Ia adalah baik.
Kita menyetujuinya karena kepadanya kita mempunyai kepentingan. Sebaliknya
dengan keindahan. Selalu Ia merupakan objek kepuasan yang tidak
mengandung kepentingan, berbeda dari keinginan-keinginan yang lain. Indah,
sekalipun ruhaniah adalah objektif. Karena itu ia selalu merupakan objek
penilaian. Kita mengatakan: Barang ini indah. Hal ini menunjukkan bahwa
keindahan itu merupakan sifat objek, tidak hanya sekedar selera yang subjektif.
Demikianlah teori Kant.
Di dalam Islam sendiri konsep keindahan itu sangat jelas sekali. Sumber
keindahan itu bahkan bersumber dari Ilahi. Dikatakan bahwa Allah itu Maha
Indah dan menyukai keindahan. Demikian juga alam sebagai ciptaannya
merupakan sesutau yang indah dan menakjubkan. Bagaimana kita seringkali
mengagumi keindahan alam yang ada di sekitar kita. Hal ini merupakan sebuah
ekspresi nyata yang sering kali kita ungkapkan. Artinya suatu nilai estetika
benar-benar merupakan sesuatu yang objektif bukan subjektif sebagaimana
nilai etika.
3. Sosio Politik
Bagian ketiga dari aksiologi adalah tentang sosio-politik. Sosio-politik ini
merupakan ilmu praksis. Yang pertama mengenai ilmu sosial, dalam hal ini ia
berfungsi sebagai ilmu yang mengatur bagaimana manusia hidup
bermasyarakat. Hanya saja ia mempunyai concern yang lebih spesifik yaitu
berkaitan dengan masalah tindakan manusia atau bagaimana manusia itu harus
bergaul, berinteraksi antara yang satu dengan yang lain. Manusia sebagai

makhluk sosial pasti tidak bisa dilepaskan dari manusia yang lain untuk
mempertahankan hidup. Artinya mereka saling membutuhkan satu sama lain.
Dalam perkembagannya, ilmu sosial ini nantinya akan menjadi disiplin ilmu
trsendiri yaitu sosiologi.
Berbicara tentang ilmu sosial tentu juga tidak bisa dilepaskan dari yang
namanya ilmu ekonomi karena masalah sosial juga mencakup masalah
ekonomi. Misalnya bagaimana manusia membutuhkan keberadaan manusia
yang lain untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Ekonomi dalam tradisi ilmiah Islam, sebagaimana dipahami juga di dalam tradisi
Yunani, harus dipahami sebagai manajemen rumah tangga (tadbir al-manzil),
yang tujuannya adalah memberi bimbingan kepada semua anggota keluarga
terutama anggota keluarganyatentang berbagai masalah yang berkaitan
dengan pengelolaan rumah tangga. Jadi bukan dalam arti ekonomi makro atau
ekonomi perusahaan seperti yang layaknya dipelajari pada masa sekarang di
sekolah-sekolah. Karena itu sebagaimana etika memberikan petunjuk-petunjuk
praktis bagaimana bertindak sebaik mungkin sebagai individu, demikian juga
ekonomi memberikan bimbingan praktis bagaimana bertindak sebaik mungkin
sebagai anggota keluarga.
Berkaitan dengan masalah manajemen rumah tangga juga adalah bagaimana
caranya mencari nafkah yang halal, cara menyimpannya, membelanjakannya
dan sebagainya. Bahkan juga dibahas bagaimana mencari pembantu yang baik,
apa kriteria pembantu yang baik dan bagaimana sikap kita terhadapnya. Yang
tidak kalah pentingnya dalam membangun sebuah rumah tangga adalah
bagaimana mencari istri yang baik. Karena istri merupakan tiang dari sebuah
rumah tangga itu sendiri. Demikian juga dibahas alasan-alasan apa yang
menyebabkan seseorang butuh rumah tangga. Apa prinsip-prinsipnya dan hal
apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan sebuah rumah tangga.
Selanjutnya adalah masalah politik. Sebagaimana etika dan ekonomi, politik
juga dipandang dalam tradisi ilmiah Islam, sebagai ilmu praktis, yang tujuannya

member bimbingan kepada manusia, bagaimana menjadi manusia sebaikbaiknya sebagai seorang anggota masyarakat atau dengan kata lain sebagai
makhluk sosial. Ilmu politik ini terutama penting sekali bagi para pemimpin
masyarakat ataupun pemerintah, karena Ia juga memberi kita arahan tentang
bagaimana memerintah atau mengelola masyarakat yang dipimpinnya.
Masalah politik juga menyangkut masalah kenegaraan sehingga ia juga
berbicara tentang bagaimana mencari seorang pemimpin yang baik dan adil.
Apakah kualifikasinya. Demikian juga dibahas tipe-tipe negara. Misalnya ada
negara utama dan tidak utama. Negara utama hanya punya satu jenis saja
sedangkan negara tidak utama ada yang disebut negara bodoh, negara yang
durjana dan negara yang keliru.
III. Penutup
Dari uraian di atas kita bisa mengetahui betapa luasnya objek kajian filsafat
mulai dari masalah ontologis, epistemologis hingga aksiologis. Tiga cabang
utama filsafat tersebut merupakan masalah yang paling fundamental dalam
kehidupan. Ia memberikan sebuah kerangkan berpikir yang sangat sistematis.
Hal itu dikarenakan ketiganya merupakan proses berpikir yang diawali dengan
pembahasan Apa itu kebenaran?, Bagaimana mendapatkan kebenaran?, dan
Untuk apa kebenaran tersebut (aplikasinya) dalam kehidupan sehari-hari?
Hal tersebut mengindikasikan bahwa filsafat layak dikatakan sebagai induk dari
semua ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu-ilmu lain akan mengalami
hambatan tanpa peranan filsafat. Hal itu dikarenakan semua permasalah
mendasar dari seluruh ilmu adalah problem filosofis. Hal tersebut harus segera
dipecahkan sebagai langkah awal untuk menyelesaikan permasalahanpermasalahan sekunder. Dengan kata lain, pada dasarnya semua ilmu
pengetahun tidak terlepas dari tiga problem filosofis tersebut (ontologis,
epistemologis dan aksiologis). Artinya semua ilmu pengetahuan pasti berbicara
tentang apa yang menjadi objek kajiannya, bagaimana cara mengetahuinya dan
apa manfaatnya buat kehidupan manusia.

Demikianlah makalah singkat, yang mengangkat tema fundamental dalam


dunia filsafat, ini. Kami mengharapkan tulisan ini bisa menjadi bahan
pertimbangan demi perkembangan pemikiran manusia. Sehingga, buah
pemikiran tersebut dapat melahirkan peradaban besar. Perbedaan pendapat
berkaitan dengan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi di kalangan filosof
semata karena berdasaekan pada aliran filsafat yang mereka anut. Tetapi,
semua itu harus kita apresiasi karena merupakan tahapan pencarian
kebenaran yang hakiki. Hal itu dikarenakan ilmu pengetahun berbicara
tentang peluang dan prediksi. Walaupun, sesungguhnya terdapat kebenaran
absolut, tetapi hanya Realitas Absolut yang mengetahui hal itu. Kita sebagai
manusia yang memiliki akal dan hati nurani hanya berupaya mencapai
kebenaran tersebut sampai akhir hayat dan mengaplikasikannya untuk
kemaslahatan umat manusia.
Daftar Pustaka
Bakar, Osman. Tauhid dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah. 2008
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2004
Berten, K. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. 2006
Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat, Pengantar Kepada Teori nilai. Jakarta: Bulan
Bintang.
1978
Idi, Abdullah dan Jalaluddin. Filsafat Pendidika:Manusia, Filsafat dan Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007
Kartanegara, Mulyadi. Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam. Jakarta: Baitul Ihsan.
2006.
Mishbah Yazdi, Muhammad Taqi. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
2003.
Mulyana. Filsafat Agama, Diktat Kuliah Filsafat Agama UIN Bandung. Bandung:
Fak

Ushuluddin. 2001
Surajiyo. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT
Total Grafika
Indonesia. 2003
BAB II
PEMBAHASAN

1. 1.

Filsafat

Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yaitu Philos dan Sophie, Philos
biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. Sophia dapat diartikan
kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan. Menjadi bijaksana berarti
mendalami hakekat sesuatu. Kata philosopos diciptakan untuk menekankan sesuatu
pemikiran Yunani seperti Pythagoras (582-496 SM) dan plato (4286-328 SM) yang mengkritik
para sofis yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban atas semua pertanyaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti berusaha mengetahui tentang
sesuatu dengan sedalam dalamnya, baik mengenai hakekat adanya sesuatu itu, fungsi, ciri
cirinya, kegunaannya, masalah masalahnya serta pemecahan pemecahan terhadap
masalah masalah itu.
Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara untuk
memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu sendiri.
Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk. (1998) untuk menetapkan dasar pemahaman
tentang filsafat ilmu sangat bermanfaat untuk menyimak empat titik pandang di dalam
filsafat ilmu, yaitu sebagai berikut :
a)

Filsafat ilmu adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan pada

beberapa pengertian didasarkan atas teori-teori ilmiah yang penting.


b)

Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dan presuppositions dan predispositions dari para

ilmuan. Pandangan ini cenderung mengasimilasikan filsafat ilmu dengan sosiologi.


c)

Filsafat ilmu adalah suatu disiplin yang di dalamnya konsep dan teori tentang ilmu

dianalisis dan diklasifikasikan.


d)

Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua (second order criteriology).

Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

a)

Filsafat ilmu dalam arti luas : menampung permasalahan yang menyangkut hubungan

ke luar dari kegiatan ilmiah.


b)

Filsafat ilmu dalam arti sempit : menampung permasalahan yang bersangkutan

dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyengkut sifat
pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah.
(Becrling, 1988).

1. 2.

Filsafat Administrasi

Administrasi (dalam Sondang; 1991, 3), didefinisikan sebagai keseluruhan proses


kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Ada beberapa hal yang
terkandung dalam devinisi di atas. Pertama, administrasi sebagai seni adalah suatu proses
yang diketahui hanya permulaannya sedang akhirnya tidak ada. Kedua, administrasi
mempunyai unsur unsur tertentu, yaitu: adanya dua manusia atau lebih adanya tujuan
yang hendak dicapai, adanya tugas atau tugas tugas yang harus dilaksanakan, adanya
peralatan dan perlengkapan untuk melaksanakan tugas tugas itu kedalam golongan
peralatan dan perlengkapan termasuk pula waktu, tempat, peralatan, materi serta
perlengkapan lainnya. Ketiga, bahwa administrasi sebagai proses kerjasama bukan
merupakan hal yang baru karena ia telah timbul bersama sama bukan merupakan hal yan
baru peradaban manusia. Tegasnya, administrasi sebagai seni merupakan suatu social
phenomenon (perwujudan, kejadian, dan gejala natural).
Administrasi sebagai proses. Suatu proses adalah suatu yang permulaannya
diketahui akan tetapi akhirnya tidak diketahui. Dengan demikian proses administrasi adalah
suatu proses pelaksanaan kegiatan kegiatan tertentu yang dimulai sejak adanya dua orang
yang bersepakat untuk bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Tentang unsur unsur administrasi. Unsur unsur (bagian bagian yang mutlak) dari
Administrasi adalah: (1) Dua orang manusia atau lebih, (2) Tujuan, (3) Tugas yang hendak
dilaksanakan, (4) Peralatan dan Perlengkapan. Mengenai unsur manusia, asumsi penulis
ialah bahwa seseorang tidak dapat bekerja sama dengan dirinya sendiri. Karena itu harus
ada orang lain yag secara sukarela atau dengan cara lain diajak turut serta dalam proses
kerjasama itu.
Sedikit tentang tujuan. Terlalu sering orang beranggapan bahwa tujuan dari proses
administrasi harus selalu ditentukan oleh orang orang yang bersangkutan langsung
dengan proses itu. Hal ini menurut pendapat penulis tidak benar. Tujuan yang hendak
dicapai dapat ditentukan oleh semua orang yang langsung terlibat dalam proses
administrasi itu. Tujuan dapat pula ditentukan oleh hanya sebagian dan mungkin hanya

seseorang dari mereka yang terlibat. Akan tetapi tidak mungkin juga apabila yang
menentukan tujuan adalah pihak luar.
Tugas dan pelaksanaannya. Berbicara mengenai tugas yang hendak dilaksanakan,
sering pula orang beranggapan bahwa proses administrasi baru timbul apabila ada
kerjasama. Tidak demikian halnya. Dengan perkataan lain, kerjasama bukan merupakan
unsur administrasi. Meskipun demikian perlu ditekankan bahwa pencapaian tujuan akan
lebih efisien dan ekonomis apabila semua orang yang terlibat mau bekerjasama satu sama
lain. Akan tetapi kerjasama pun misalnya dalam hal dipaksakan, proses administrasi dapat
terjadi, karena dengan paksaan proses administrasi dapat timbul. Kerjasama dalam
administrasi dapat digolongkan kepada dua golongan, yaitu kerjasama yang ikhlas dan
sukarela (voluntary cooperation) , dan kerjasama yang
dipaksakan (compulsoryatau antagonistic cooperation).
Peralatan dan perlengkapan. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dalam
suatu proses administrasi tergantung dari berbagai faktor seperti: (1) jumlah orang yang
terlibat dalam proses itu, (2) sifat tujuan yang hendak dicapai, (3 ruang lingkup serta aneka
ragamnya tugas yang hendak dijalankan, dan (4) sifat kerjasama yang dapat diciptakan dan
dikembangkan. Barangkali secara aksiomatis dapat dikatakan bahwa semakin sedikit
jumlah orang yang terlibat, semakin sederhana tujuan yang hendak dilaksanakan, semakin
sederhana pula peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.
2.1 Ontologi Ilmu Administrasi
1. A.

Konsep Ontologi Administrasi

Ontologi dalam bahasa inggris ontology, berakar dari bahasa yunani on berarti ada dan
ontos berarti keberadaan. Sedangkan logos berarti pemikiran (dikutip oleh Suparlan
suhartono : Lorens Bagus 2000). Permasalahan utama dalam ontology ilmu adalah apa
bangunan dasar (fundamental structure) sehingga sesuatu itu disebut ilmu atau kapan
sesuatu itu disebut ilmiah. (Muslih Muhamad:36:2004) Jadi ontology adalah pemikiran
tentang yang ada dan keberadaannya.
Ontologi merupakan bagian mendasar dari filsafat, baik secara subtansial maupun ditinjau
dari segi historisnya, karena kelahiran atau keberadaan ontologi tidak lepas dari peran
filsafat. Sebaliknya pula perkembangan ontologi memperkuat keberadaan filsafat. Ontologi
berasal dari bahasa yunani, yang terdiri atas dua kata, ontos artinya ada dan logos artinya
ilmu. Jadi secara etimologis, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang yang ada.
Pemikiran ontologi dalam ilmu administrasi tentunya diawali dari pembuktian, atau dengan
kata lain penyelidikan yang dilakukan secara sadar mendalam sampai kepada akar
permasalahan yang sesungguhnya dan dapat diperlakukan kapan dan dimana saja serta
relatif fundamental kandungan kebenarannya.

Kedudukan Ontologi Administrasi

Ontologi ilmu administrasi orientasi penyelidikannya adalah yang berhhubungan dengan


yang ada.

Metode Ontologi Administrasi

Ontologi ilmu administrasi bergerak antara dua sisi pandang, yaitu pengalaman akan
kenyataan konkret di satu pihak dan pengertian mengada dari pernyataan abstrak. Dalam
refleksi ontologi ilmu administrasi kedua sisi pandang itu saling memperkuat dalam
melakukan suatu kegiatan penjelasan dalam konteks pembenaran pemaknaan administrasi,
baik sebagai ilmu maupun sebagai kegiatan, atau sebagai lapangan pekerjaan manusia.

Potensi Ontologi administrasi

Dengan spontanitas, dapat dikatakan bahwa potensi ontologi ilmu administrasi adalah
pemikiran manusia terhadap isi dunia ini.

Normatif Ontologi Administrasi

Kebenaran hakikat kandungan normatif ontologi administrasi secara transidental dan


empirikal sesungguhnya dapat dibedakan atas dua aspek utama. Kebenaran adalah
keharmonisan dan sintesis yang maksimal dalam hal pemberian pengertian atau
pemahaman terhadap ontologi ilmu administrasi, dan kedua, kebaikan adalah
keharmonisan dalm hal penilaian dan pilihan nilau terhadap ontologi ilmu administrasi.
Kebenaran dan kebaikan, baik bermakna transidental maupun bermakna empirikal,
bukanlah sifat-sifat tambahan dan bilaporitas melainkan suatu proses penghayatan dan
pengalaman secara harmonis dalam stuktur pemberian pengertian dan pemahaman, serta
penilaian terhadap kandungan ontologi ilmu administrasi sebagai salah satu ilmu sosial yang
menghendaki wawasan pemikiran secara universal.
1. B.

Positivisme Administrasi

Banyak jenis aliran ontologi ilmu administrasi atau filsafat administrasi. Diantaranya adalah
aliran yang disebut dengan positivisme yang memposisikan kajiannya adalah pemikiran atau
tindakan positif, terutama yang berkaitan tentang administrasi, baik dipandang sebagai ilmu
maupun dipandang sebagai profesi atau lapangan kerja. Aliran lain dalam kaitan ontologi
ilmu administrasi adalah rasionalisme, yaitu suatu aliran yang mengutamakan pemikiran
rasional di bidang administrasi, baik secara keilmuan maupun secara keprofesionalannya.

1. C.

Rasionalisme Administrasi

Rasio atau akal hanya dimiliki oleh manusia yang sempurna, melainkan kecakapan yang
dapat digunakan untuk menciptakan sesuatu yang dibutuhkan dan secara bebas pula untuk
mengubah sesuatu berdasarkan keinginan bagi manusia yang bersangkutan.Akal
sesungguhnya berfungsi untuk mengoperasionalkan otak dalam rangka mencari kebenaran,
sesuai dengan pemaknaan yang terkandung dalam materi ilmu pengetahuan yang
bersangkutan.
Kekurangan yang paling menonjol dari studi-studi di bidang ilmu administrasi adalah
kegaagalan mereka untuk sampai kepada pemahaman yang benar tentang pemikiran
administrasi.
Rasionalisme administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan dibidang administrasi. Skematis pemikiran ontologi manusia yang beraliran
rasionalisme di bidang ilmu administrasi dapat digambarkan sebagai berikut.
2.2 Epistemologi Ilmu Administrasi
1. A.

Kajian Epistemologi Administrasi

Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dan menetapkan kodrat
atau skop jenis ilmu pengetahuan serta dasar pembentukannya. Sasaran utama ilmu atau
content epistemologi sebenarnya dapat dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana
sesuatu itu datang.
Pengembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia merupakan kajian
epistemologi dalam usaha pengayaan manusia dibidang ilmu pengetahuan, antara lain ilmu
administrasi, baik yang berkaitan tentang etika, estetikanya, maupun cara atau prosedur
memperolehnya.
Ilmu penegatahuan dibidang administrasi adalah suatu pernyataan terhadap materi atau
content, bentuk atau form, serta objek formal dan materialnya, secara epistemologi, ilmu
administrasi cenderung untuk membatasi diri pada hal-hal tentang persepsi dan
pemahaman intelektual seseorang. Pemahaman intelektual seseorang pada ilmu
administrasi utamanya adalah logika sebagai pengetahuan yang mempelajari segenap asaa,
aturan, dan tata cara penalaran dari suatu objek yang dipikirkan dengan benar.
1. B.

Objektivisme Administrasi

Pemikiran dan argumentasi ilmuan administrasi berpangkal dari premis hingga kesimpulan,
tetapi ada perbedaan cara menghasilkan pangkal pikir dari ilmuan yang satu dengan yang

lainnya. Perbedaan fokus pangkal, ada yang mengawali dari pangkal pikir deduksi, induksi,
dan ada pula memulai dari abduksi.
Hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan adanya makna apriori
(kebenaran dasar) sebagai realita fundamental dan tidak relatif, sedangkan kebenaran
realita yang telah mengalami perubahan dari nilai dasar dan kebenaran relatif tertuang
dalam hakikat aposteriori.
Secara kronologis, perkembangan kecerdasan berfikir administrasi berlangsung dalam tiga
tahap.
1.

Tahap sensasi (pengindraan)

2.

Tahap perseptual (pemahaman)

3.

Tahap konseptual (pengertian).

Penelusuran objektivitas pemikiran dalam administrasi dapat dilihat dari dua pandang.
1. Dari sudut pandang materialnya, adalah sesuatu yang menjadi sasaran perhatian
secara detail tentang makna kandungan penalaran dalam pemikiran manusia yang
mempelajari ilmu administrasi.
2. Dari sudut pandang objek formalnya, bahwa ilmu administrasi memiliki ruang lingkup
kajian dengan metode yang jelas.
3. C.

Skeptisisme Administrasi

Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamanya
diletakan pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian
filsafat ilmu yang menspesialisasikan diri kepada:
1. Pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalam menyusun sistematika
pemikiran dantindakan administrasi;
2. Melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap kondisi objektif administrasi;
3. Menetukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran dan aktivitas
bidang administrasi;
4. Melakukan penyelidikan tentang kondisi akibat dari pengandaian atau pernyataan
yang diajukan berbagai pemikir ilmu lainnya;
5. Administrasi merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu
melihat apa yang dapat dikatakan dan mengatakan apa yang dapat dilihat.

Manusia yang terjerumus kedalam keadaan menyedihkan dianggap sebagai anomali


epistemologi , yaitu keadaan manusia yang mengkhawatirkan apakah tidak seutuhnya
menyeleweng dari nilai-nilai kebenaran administrasi itu sendiri.
Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang akibat tidak
terpenuhinya sesuatu yang diinginkan. Secara epistemologi, dasar keraguan manuisa itu
sesungguhnya berada dalam keterbatasan karena memang manusia terbatas sebagaimana
keberadaannya.
2.3 Aksiologi Ilmu Administrasi
1. A.

Konsep Aksiologi Administrasi

Landasan tataran aksiologi ilmu adminitrasi, yaitu bagaimana ilmu administrasi digunakan
sehingga memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Aksiologi ilmu administrasi
merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu, maka tidak heran begitu banyak pertanyaan
yang dapat dimunculkan karena memang filsafat mencari hakikat kandungan makna yang
mendalam.
Pemanfaatan pengetahuan di bidang ilmu administrasi merupakan faktor penting dalam
pertimbangan penggunaannya dalam kehidupan, perilaku dalam beraktivitas, dan
penetapan keputusan tindakan manusia.
Ada dua jenis pengaturan dan keteraturan dalam aksiologi ilmu administrasi.
a. Pengaturan dan keteraturan berfikir secara rasional.
b. Pengaturan dan keteraturan dalam bertindak merealisasikan kebahagiaan dan
kesejahteraan kehidupan manusia.
Aksiologi ilmu administrasi adalah rangka pemanfaatan, atau dengan kata lain, penerapan
ilmu administrasi yang teratur dan produktif.
Tanda-tanda ilmuan administrasi di era moderalisasi deewasa ini dapat dicatat sebagai
berikut:
1. Tindakan Rasionalitas
2. Menonjolnya pemikiran yang berlawanan dengan sifat ilmiah
3. Otomatisasi semakin kuat
4. Sifat universal
5. Otonomi keilmuan
1. B.

Kebenaran Ilmu Administrasi

Ada pandangan sebagian ilmuan administrasi yang menyebutkan bahwa hanya sebagian
kecil kebenaran administrasi yang dapat dilaksankan, dan sebagian besar kebenaran
diabaikan dalam praktik administrasi. Ruang lingkup kebenaran ilmu administrasi.
1. Kebenaran Asal Mula, Dikatakan bahwa asal mula kebenaran ilmu administrasi
adalah dari pengetahuan yang telah dikompilasi dalam suatu integrasi pemikiran
manusia.
2. Kebenaran mengungkap.
3. Kebenaran memandang.
4. Kebenaran bentuk.
5. Kebenaran isi.
6. Kebenaran konsep, pemahaman tentang kebenaran konsep ilmu dan teknologi
administrasi pada dunia profesional dengan dunia keilmuan sangagt berbeda.
7. Kebenaran Teori, ilmu dan administrasi bersumber dari teori, kemudian ilmu dan
teknologi administrasi melahirkan teori. Skematis teori.
8. C.

Metode Mencari Kebenaran

Dalam pencarian kebenaran keilmuan dewasa ini, metode yang paling banyak digunakan
adalah penelitian (research) dalam dunia sasarannya terdiri atas dua jenis. Yaitu:
1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diistilahkan penelitian
ilmiah (scientific research).
2. Penelitian untuk ketapan pelaksanaan sesuatu profesi.
Metode adalah suatu cara bertindak menggunakan akal pikiran untuk mencapai hasil,
dengan mempertimbangkan risiko terkecil. Jadi metode penelitian ilmu dan teknologi
administrasi adalah suaut cara berfikir atau bertindak untuk mencari kebenaran ilmu
pengetahuan di bidang administrasi, dengan mempertimbangkan manfaat seluruh sumber
daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
Secara umum, tujuan penelitian ilmu dan teknologi administrasi terdiri dari tiga macam:
1. Bertujuan untuk menemukan teori baru dalam ilmu dan teknologi administrasi.

2. Bertujuan untuk membuktikan kebenaran yang dikandung teori-teori dalam ilmu dan
teknologi administrasi.
3. Bertujuan untuk mengembangkan teori-teori dalam ilmu dan teknologi administrasi.
D. Paradigma Administrasi
Administrasi senantiasa dihadapkan pada berbagai bantahan dan wajib memberikan
penjelasan tentang nilai kebenaran, sesuai dengan prinsip-prinsip umum empiris. Fokus
utama ilmu administrasi adalah persoalan tentang manusia, terutama yang berkaitan
dengan pengaturan dan keteraturan dalam rangka peningkatan kebahagiaan dan
kesejahteraan manusia itu sendiri.
Paradigma adalah suatu pandangan yang disepakati dari seluruh anggota organisasi, jika
paradigmanya organisasi. Paradigma administrasi merupakan suatu teori dasar, yang juga
sering diistilahkan ontologi, dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai
kebenaran, konsep, dan metodologi, serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan.
Paradigma atau pandangan lama tentang ilmu dan teknologi administrasi adalah nilai
kebenaran yang mulai tergeser pemaknaannya dari persepsi berbagai kalangan ilmu
administrasi itu sendiri, dimana dalam kondisi semacam itu para ilmuan saling
mempertahankan pendapat dan pola pikirnya serta menganggap bahwa pendapat atau pola
pikirnya yang paling benar.
Paradigma baru adalah suatu kondisi atau proses perkembangan ilmu dan teknologi
administrasi, di mana para ilmuan telah melahirkan kesepakatan yang meneytujui
pergeseran kebenaran lama menjadi kebnaran baru dari makna ilmu dan teknologi
administrasi.
Dalam perkenmbangan paradigma administrasi, sebagaimana dikemukakan oleh Nicholas
Henry, terbagi atas lima perkembangan paradigma administrasi, yaitu:
1. Dikotonomi politik dan administrasi;
2. Prinsip-prinsip administrasi;
3. Administrasi negara sebagai ilmu politik;
4. Administrasi negara;
5. Administrasi negara sebagai administrasi negara.
Menurut Frederickson perkemabngan paradigma administrasi sebagai berikut:
1. Birokrasi Klasik;
2. Birokrasi Neo Klasik;
3. Kelembagaan;
4. Hubungan kemanusiaan;
5. Pilihan publik;
6. Administrasi negara baru.

1. 3.

Filsafat Manajemen

Manajemen berasal dari bahasa inggris management yang berasal dari kata dasar
manage. Definisi manage menurut kamus oxford adalah to be in charge or make
decisions in a business or an organization (memimpin atau membuat keputusan di
perusahaan atau organisasi). Dan definisi management menurut kamus oxford adalah the
control and making of decisions in a business or similar organization (pengendalian dan
pembuatan keputusan di perusahaan atau organisasi sejenis).
Menurut Drs. Oey Liang Lee manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan
pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya
manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Filsafat manajemen menurut Frederick Winslow Taylor yaitu manajer akan lebih banyak
bertanggung iawab dalam perencanaan dan pengendalian serta dalam menafsirkan
kepandaian-kepandaian para pekerja dan mesin-mesin menurut aturan-aturan hukumhukum dan formula-formula, sehingga dengan jalan demikian akan membantu pekerjapekerja melakukan pekerjaannya dengan biaya yang rendah bagi majikan dan penghasilan
yang lebih besar bagi buruh. Filsafat manajemen adalah kumpulan pengetahuan dan
kepercayaan yang memberikan dasar atau basis yang luas untuk menentukan pemecahan
terhadap masalah-masalah manajer.
Manajemen diperlukan sebagai upaya untuk pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif
dan efisien. Agar manajemen yang dilakukan mengarah kepada kegiatan secara efektif dan
efisien, maka manajemen perlu dijelaskan berdasarkan fungsi fungsinya atau dikenal
sebagai fungsi manajemen.
3.1 Ontologi Manajemen
Ontologi kadang-kadang disamakan dengan metafisika. Istilah metafisika itu pertama kali
dipakai oleh Andronicus dari Rhodesia pada zaman 70 tahun sebelum Masehi. Artinya adalah
segala sesuatu yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat supra-fisis atau kerangka
penjelasan yang menerobos melampaui pemikiran biasa yang memang sangat terbatas atau
kurang memadai. Makna lain istilah metafisika adalah ilmu yang menyelidiki kakikat apa
yang ada dibalik alam nyata. Jadi, metafisika berati ilmu hakikat. Ontologi pun berarti ilmu
hakikat.
Yang dimasalahkan oleh ontologi dalam ilmu Manajemen adalah siapa yang membutuhkan
manajemen?. Pertanyaan ini sering dijawab perusahaan (bisnis), tentu saja benar sebagian
tetapi tidak lengkap karena manajemen juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang
diorganisasi dan dalam semua tipe organiasasi. Dalam pratik menajemen dibutuhkan
dimana saja orang-orang bekeja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama.

Dilain pihak setiap manusia dalam perjalanan hidupnya selalu akan menjadi anggota dari
beberapa macam organisasi, seperti organisasi sekolah, perkumpulan olah raga, kelompok
musik, militer atau pun organisasi perusahaan. Organisasi-organisasi ini mempunyai
persamaan dasar walaupun dapat berbeda satu dengan yang lain dalam beberapa hal,
seperti contoh organisasi perusahaan atau departemen pemerintah dikelola secara lebih
formal dibanding kelompok musik atau rukun tetangga. Persamaan ini tercermin pada
fungsi-fungsi manejerial yang dijalankan.
3.2 Epistemologi Manajemen
Istilah epistemologi ini pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 dalam
bukunya yang berjudul Institute of Metaphysics. Menurut sarjana tersebut ada dua cabang
dalam filsafat, ialah: epistemologi dan ontologi. Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan istilah
itu nyang dimaksud adalah penyelidikan asal mula pengetahuan atau strukturnya,
metodenya, dan validitasnya.
Ruang lingkup epistemologi pada Manajemen dapat dilihat dalam kaitannya dengan
sejumlah disiplin ilmu yang bisa kerja sama seperti: pendidikan, ekonomi, politik, dan lainlain. Namun ruang lingkup itu mengalami perkembangan, sehingga pada setiap era terdapat
lingkup yang khusus dalam epistemologi itu. Ruang lingkup yang khusus bisa terjadi pada
disiplin ilmu manajemen itu sendiri sehingga melahirkan spesialisasi pengkajiannya. Di
antara spesialisasi itu adalah :
a. Manajeman pendidikan
b. Manajeman sumberdaya manusia
c. Manajemen keuangan
d. Manajemen personalia
e. Manajemen produksi, dan lain sebagainya
Semula epistemologi ini mempermasalahkan kemungkinan yang mendasar mengenai
pengetahuan (very possibility of knowledge). Apakah pengetahuan yang paling murni dapat
dicapai.
Permasalahan epistemologi di ilmu manajemen berkisar pada ihwal proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu: bagaimana prosedurnya, apa
yang harus diperhatikan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, apakah yang disebut
kebenaran dan apa saja kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu.
Jawaban-jawaban yang dibutuhkan untuk memenuhi pertanyaan tersebut di manajemen
sudah sedemikian rupa diberlakukan bagi para ilmuwan itu sendiri. Prosedur dengan
pendekatan metode ilmiah adalah prosedur baku untuk menelaah manajemen.

Cara pencarian kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui penelitian.
Penelitian adalah hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuannya. Penyaluran
sampai taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan
bahwa setiap gejala yang tampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian
adalah suatu proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara
terencana dan sistematis untuk mendapatkan jawaban sejumlah pertanyaan.
Pada setiap penelitian ilmiah melekat ciri-ciri umum, yaitu : pelaksanaannya yang metodis
harus mencapai suatu keseluruhan yang logik dan koheren. Artinya dituntut adanya sistem
dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi susunannya logis. Ciri lainnya adalah
universalitas. Bertalian dengan universalitas ini adalah objektivitas. Setiap penelitian ilmiah
harus objektif artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami distorsi karena adanya
berbagai prasangka subyektif. Agar penelitian ilmiah dijamin objektivitasya, tuntutan
intersubjektivias perlu dipenuhi.
3.3 Aksiologi Manajemen
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti `memiliki harga mempunyai nilai,
dan logos yang bermakna `teori` atau `penalaran Sebagai suatu istilah, aksiologi
mempunyai arti sebagai teori tentang nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik
dan dipilih. Teori ini berkembang sejak jaman Plato dalam hubungannya dengan
pembahasan mengenai bentuk atau ide (ide tentang kebaikan).
Permasalahan aksiologi ilmu manajemen (1) sifat nilai, (2) tipe nilai, (3) kriteria nilai, dan
(4) status metafisika nilai. Masing-masing dicoba untuk dijelaskan dengan ringkas sebagai
berikut.
Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat,
kesenangan, kepuasan, minat, kemauan rasional yang murni, serta persepsi mental yang
erat sebagai pertalian antara sesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau
menuju kepada tercapainya hasil yang sebenarnya. Di dalam mengkaji Manajemen
berkecimpung tentunya dilandasi dengan hasrat untuk mendapatkan kepuasan.
Perihal tipe nilai didapat informasi bahwa ada nilai intrinsik dan ada nilai instrumental. Nilai
intrinsik ialah nilai konsumatoris atau yang melekat pada diri sesuatu sebagai bobot
martabat diri (prized for their own sake). Yang tergolong ke dalam nilai instrinsik adalah
kebaikan dari segi moral, kecantikan, keindahan, dan kemurnian. Nilai instrumental adalah
nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai instrinsik.
Penerapan tipe nilai bagi manajemen diarahkan manajemen sebagai profesi. Banyak usaha
yang telah dilakukan untuk mengklasifikasikan manajemen sebagai profesi, kriteria-kriteria
untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut:

1). Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya
pendidikan kursus-kursusan program-program latihan formal menunjukan bahwa ada pinsipprinsip manajemen tertentu yang dapat diandalkan
2). Para profesional mendapatkan status mereka karena mencapai standar prestasi kerja
tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya
3). Para profesional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk
mereka yang menjadi klienya.
Manajemen telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional melalui
perkembangan yang mencolok program-program latihan manajemen di Universitasuniversitas ataupun lambaga-lembaga manajemen swasta dan melalui pengembangan para
eksekutif organisasi atau perusahaan.

1. 4.
4.1

Perkembangan Administrasi Dan Manajemen Dari Waktu Ke Waktu

Perkembangan Administrasi dan manajemen sebagai seni

Perkembangan administrasi dan manajemen sebagai seni dapat dibagi menjadi tiga fase
utama yaitu:
a)

Fase Pra-sejarah yang berakhir pada tahun 1 M

Bukti sejarah menunjukkan dengan jelas bahwa pada fase pra-sejarah ini administrasi dan
manajemen sudah berkembang dengan baik. Karena kebutuhan masyarakat yang dipuaskan
melalui penerapan prinsip prinsip administrasi dan manajemen pun masih sangat
sederhana, maka pada umumnya sistem administrasi dan manajemen yang dipergunakan
pun masih sangat sederhana pula.
Ditinjau dari segi waktu dan tempat fase pra-sejarah ini dapat dibagi pula menjadi
beberapa bagian perkembangan, yaitu:

Peradaban Mesopotamia

Pada zaman ini telah dijalankan sebagian prinsip prinsip administrasi dan manajemen yang
diketahui oleh manusia sekarang terutama di bidang pemerintahan, perdagangan,
komunikasi pengangkutan, dan bahkan masyarakat Mesopotamia telah dipergunakan logam
sebagai alat tukar menukar yang sudah tentu sangat memperlancar jalannya perdagangan.

Peradaban Babilonia

Administrasi pemerintahan, perdagangan, perhubungan, dan pengangkutan telah


berkembang pula dengan baik pada zaman ini. Peradaban Babilonia telah berhasil pula
membina suatu sistem administrasi di bidang teknologi. Terbukti dengan adanya taman
tergantung yang katanya sampai saat ini belum dapat ditandingi oleh manusia modern.

Mesir Kuno

Pengetahuan yang berkembang pada zaman Mesir kuno tentang administrasi dan
manajemen lebih banyak dan juga terutama karena tulisan Mesir kuno banyak ditemukan.
Analisa dari peninggalan peninggalan Mesir kuno membuktikan bahwa di Mesir kuno aspek
administrasi yang sangat berkembang ialah di bidang pemerintahan, militer, perpajakan,
perhubungan, dan pertanian termasuk irigasi.

Tiongkok kuno

Yang paling menonjol dan sekaligus merupakan perubahan yang belum pernah terjadi
sebelumnya adalah masyarakat dan pemerintahan Tiongkok telah berhasil menciptakan
suatu sistem administrasi yang sangat baik sehingga banyak prinsip prinsip administrasi
kepegawaian modern yang di adopsi dari prinsip prinsip kepegawaian Tiongkok kuno.

Romawi Kuno

Perkembangan administrasi dan manajemen pada zaman Romawi kuno dapat dipelajari dari
karya karya ahli filsafat terkenal Cicero, terutama dalam dua bukunya yang berjudul:
(1) De officii (The office), dan (2) De Legibus (The Law). Dalam kedua karya tersebut
menjelaskan bahwa pemerintah Romawi kuno untuk pertama kalinya berhasil memerintah
daerah yang sangat luas yang meliputi seluruh bagian dunia yang sekarang dikenal dengan
istilah Systems approach. Disamping departementalisasi tugas tugas pemerintahan itu,
pemerintah Romawi kuno telah berhasil pula mengembangkan administrasi militer,
administrasi pajak, dan administrasi perhubungan lebih dari zaman zaman sebelumnya.

Yunani Kuno

Sumbangan terbesar dari Yunani kuno, meskipun tidak langsung dalam ruang lingkup
administrasi dan manajemen tapi sangat jelas sangat mempengaruhi jalannya proses
administrasi dan manajemen, adalah pengembangan konsep demikrasi.
b)

Fase sejarah yang berakhir pada tahun 1886

Berhubung dengan gelapnya sejarah dunia pada umumnya selama 15 abad pertama sejarah
dunia modern, bidang administrasi dan manajemen pun juga mengalami kegelapan.
Kemudian diketahui bahwa timbulnya gereja Katholik Roma telah mempunyai pengaruh
besar terhadap perkembangan teori administrasi dan manajemen di bidang sistematisasi
dalam struktur organisasi.
Perkembangan yang makin pesat dari sistem administrasi dan manajemen zaman sejarah ini
telah dimungkinkan pula oleh timbulnya revolusi industri I di Inggris yang menyebabkan
terjadinya perubahan radikal dalam filsafat administrasi dan manajemen yang tadinya job
centered berubah menjadi filsafat yang human centered.
Charles Babbage pada awal abad 18 menulis sebuah buku yang berjudul The Economy of
Manufactures. Dalam buku itu Babbage menekankan pentingnya efisiensi dalam usaha
mencapai tujuan. Namun selama hampir satu abad hasil karya ini terlupakan dan baru
diselidiki kembali setelah lahirnya Gerakan Manajemen Ilmiah (Scientific Management
Movement) yang dipelopori oleh Frederick Winslow Taylor di Amerika Serikat pada tahun
1886. Gerakan ini menandai dua hal sekaligus, yaitu: (1) berakhirnya status administrasi
dan manajemen sebagai seni semata mata, tetapi berdwistatus karena administrasi dan
manajemen itu berstatus pula sebagai ilmu pengetahuan, (2) berakhirnya Fase Sejarah
dalam perkembangan administrasi dan manajemen dan tibanya Fase Modern yang dimulai
pada tahun 1886 dan yang masih erlangsung hingga saat ini.
c)

Fase modern yang dimulai pada tahun 1886 dan yang masih berlangsung hingga

sekarang ini.
Gerakan Manajemen Ilmiah tersebut lahir pada tahun 1886 karena pada tahun itulah
Frederick W. Taylor mulai mengadakan penyelidikan penyelidikan dalam rangka usahanya
mempertinggi efisiensi perusahaan dan meningkatkan produktiftas para pekerja. Taylor
memperhatikan waktu dan gerak gerik kaum buruh yang tidak produktif. Hasil penyelidikan
yang dihasilkan Taylor itu kemudian dituliskannya dalam satu buku yang berjudul The
Principles of Scientific Management. Buku itu kemudian diterbitkan pada tahun 1911.
Sementara Tayol sibuk dengan penyelidikan penyelidikannya, di Prancis terdapat pula ahli
pertambangan yang bernama Henry Fayol yang mencari sebab dari kegagalan pimpinan
perusahaan mencapai tujuan perusahaan di empat ia bekerja. Hasil pemikiran Fayol tersebut
kemudian tertuang dalam satu buku yang terbit pada tahun 1916 dan yang pada tahun
1930 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul General and Industrial
Management (Seharusnya: General dan Industrial Administration). Teori teori Fayol itu
telahia terapkan sendiri saat ia menjadi Administrator perusahaan dan ia memang berhasil
menyelamatkan perusahaan dari keruntuhan dan malah berhasil mengembangkannya.
Sorotan Fayol di dalam teorinya ialah golongan pimpinan dari suatu organisasi.

Dengan Taylor yang menyoroti para pelaksana dan pimpinan tingkat rendah dan Fayol yang
menyoroti golongan pimpinan tingkat atas dari suatu organisasi, hasil hasil pemikiran
kedua tokoh administrasi dan manajemen itu telah saling mengisi dan saling melengkapi
tanpa diketahui satu sama lain. Karena itu Frederick Winslow Taylor diberi julukan sebagai
bapak Gerakan Manajemen Ilmiah dan Henry Fayol diberi julukan bapak Teori Administrasi
Modern.
4.2

Perkembangan Administrasi dan Manajemen sebagai Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai suatu obyek ilmiah yang memiliki
sekelompok prinsip, dalil dan rumus yang melalui percobaan percobaan yang sistematis
dilakukan berulangkali telah teruji kebenarannya, prinsip prinsip, dalil dalil, dan rumus
rumus mana dapat diajarkan dan dipelajari.

Untuk secara universal diakui sebagai

ilmu pengetahuan sesuatu obyek ilmiah itu harus diperjuangkan dan dikembangkan oleh
para pencintanya dengan gigih. (dalam Sondang: 1991, 20).
Ditinjau dari segi pentahapan perkembangan Ilmu Administrasi, sejak lahirnya hingga
sekarang Ilmu Administrai telah melewati empat tahap, yaitu:
1. Tahap Survival (1886 1930)
Dalam jangka waktu yang cukup panjang inilah para ahli yang menspesialisasikan dirinya
dalam bidang administrasi dan manajemen memperjuangkan diakuinya Administrasi dan
Manajemen sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan.
1. Tahap Konsolidasi dan Penyempurnaan (1920 1945)
Tahap ini disebut tahap konsolidasi dan penyempurnaan karena dalam jangka waktu inilah
prinsip prinsip, rumus rumus, dan dalil dalil Ilmu Administrasi dan Manajemen lebih
disempurnakan sehingga kebenarannya tidak bisa lagi dibantah. Dalam jangka waktu ini
pula gelar gelar kesarjanaan dalam Ilmu Administrasi Negara dan Niaga mulai banyak
diberikan oleh lembaga lembaga pendidikan tinggi.
1. Tahap Human Relations (1945 1959)
Pada tahap human relations para ahli dan sarjana mulai beralih kepada faktor manusia
serta hubungan formal dan informal apa yang perlu diciptakan, dibina dan dikembangkan
antar manusia pada semua tingkatan organisasi demi terlaksananya kegiatan kegiatan
yang harus dilaksanakan dalam suasana yang intim dan harmonis.

1. Tahap Behaviouralisme (1959 hingga sekarang)


Penyelidikan tentang tindak tanduk manusia dalam kehidupan berorganisasi dan apa
alasan alasan manusia dalam kehidupan berorganisasi dan apa alasan alasan mengapa
manusia itu bertindak demikian. Jika tindak tanduk itu merugikan organisassi, diselidiki
pula bagaimana caranya supaya tindakan yang merugikan organisasi itu dapat dirubah
menjadi tindakan yang menguntungkan organisasi. Jika sebaliknya tindak tanduk itu sudah
menguntungkan organisasi, diselidiki pula cara cara yang dapat ditempuh untuk lebih
meningkatkan kegiatan yang demikian demi tercapainya tujuan organisasi dengan lebih
efisien, ekonomis, dan efektif.
5

Peran filsafat administrasi dan manajemen dalam perumusan kebijakan

publik di Indonesia
5.1 Inti landasan filosofis
Jika landasan peraturan yang digunakan memiliki nilai bijaksana yakni memiliki nilai benar
(logis), baik dan adil. Menemukan filosofis berarti melakukan pengkajian secara mendalam
untuk mencari dan menemukan hakekat sesuatu yang sesuai dan menggunakan dengan
nalar, nalar sehat. Menurut sistem demokrasi modern, kebijakan bukanlah berupa cetusan
pikiran atau pendapat dari pejabat negara atau pemerintahan yang mewakili rakyat akan
tetapi juga opini publik (suara rakyat) yang memiliki porsi sama besarnya untuk
mencerminkan (terwujud) dalam kebijakan-kebijakan publik.
Suatu kebijakan publik harus berorientasi terhadap kepentingan publik (public interest),
sebagaimana menurut M. Osting yang dikutip oleh Bambang Sunggono, dalam suatu negara
demokrasi, negara dapat dipandang sebagai agen atau penyalur gagasan sosial mengenai
keadilan kepada warganya dan mengungkapkan hasil gagasan sosial tersebut dalam
undang-undang atau peraturan-peraturan, sehingga masyarakat mendapatkan ikut
berproses ikut ambil bagian untuk mewarnai dan memberi sumbangan dengan leluasa
(1994, hal 11-12).
Dasar filosofis yang pertama dari Rancangan Peraturan Daerah adalah pada pandangan
hidup Bangsa Indonesia yang telah dirumuskan dalam butir-butir Pancasila dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Nilai nilai
Pancasila ini dijabarkan dalam hukum yang dapat menunjukan nilai nilai keadilan,
ketertiban dan kesejahteraan. Rumus Pancasila ini yang merupakan dasar hidup Negara
Indonesia dituangkan dalam pembukaan UUD Republik Indonesia . Ditekankan dalam dasar

Negara Indonesia, bahwa Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan
kekuasaan (machstaat).
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
teretinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu Negara. Jika Negara itu
menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legetimasi konstitusi itu adalah rakyat.
Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku
tidaknya suatu konstitusi. Hal ini yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang
merupakan kewenangan yang berada diluar dan sekaligus diatas system yang diaturnya.
Karenaitu, di lingkungan Negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan
berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahuli organ pemerintahan
yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian constituent power berkaitan
pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang
lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena kostitusi itu
sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau
peraturan-peraturan perundangan-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang
berlaku universal, agar peraturan-peraturan yang tingkatnya berada di bawah UndangUndang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak oleh
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionallisme. Untuk tujuan to keep a
government in order itu diperlukan pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika
kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana
mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena
adanya kebutuhan untuk merespons perkembangan peran relative kekuasaan umum dalam
kehidupan umat manusia.
5.2 Filosofi Kebijakan Publik
Kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk memilih dan menunjukkan pilihan terpenting
untuk mempererat kehidupan, baik dalam kehidupan organisasi kepemerintahan atau privat.
Kebijakan harus bebas dari konotasi atau nuansa yang dicakup dalam kata politis (political)
yang sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan akibat adanya kepentingan.
Kebijakan sebuah ketetapan yang berlaku dan dicirikan oleh perilaku yang konsisten serta
berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan
itu). Sedangkan kebijakan publik, (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang kurang
lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan yang tidak bertindak) yang dibuat
oleh badan dan pejabat pemerintah.

Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan dalam


masyarakat yang pluralistis seperti Indonesia dan Amerika Serikat dengan teori Brokerism,
di antara penganut teori ini David Easton dan Robert Dahl sangat membantu kita memahami
pluralisme. Teori Brokerism beranggapan bahwa masyarakat itu terdiri dari beberapa
kelompok kepentingan (interest-group) dan pemerintah sebagai alat perekat serta
memiliki pegangan yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu menjadi suatu
kekuatan yang terintegrasi.
Karena itu, partisipasi masyarakat wajib hukumnya dalam penyusunan kebijakan pada
sebuah negara demokrasi. Dalam konteks otonomi daerahpun partisipasi masyarakat
dijamin melalui Undang-Undang No 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 45
menyebutkan anggota DPRD mempunyai kewenangan menyerap, menampung,
menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Kemudian pasal 139 menegaskan
masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan
atau pembahasan rancangan peraturan daerah. Dijaminnya kebebasan masyarakat
menyampaikan aspirasi dan berpartisipasi dalam penyusunan seperti kebijakan publik di
daerah, agar kebijakan publik itu memenuhi rasa keadilan dan tidak menimbulkan
kontroversi di masyarakat. Itu sebabnya perumusan kebijakan publik itu dimulai dari dan
oleh rakyat, dan untuk rakyat terutama dalam sebuah negara demokrasi.
5.3 Prinsip-prinsip Administrasi
Perlu juga disadari bahwa sebagai suatu disiplin, administrasi publik memberikan berbagai
prinsip-prinsip, metode, dan teknik yang rasional, yang dapat dipelajari untuk mencapai
tujuan. Hampir semua prinsip tersebut berasal dari dunia bisnis karena itu tidal semua bisa
digunakan. Dan yang paling spesifik adalah bahwa cara-cara yang digunakkan administrasi
publik untuk mencapai tujuan memang dinilai dari segi efisiensi dan efektivitas, namun
tingkat tingkat itu tidak harus mencapai titik optimum karena dunia administrasi publik tidak
berorientasi pada profit semata. Hal ini disebabkan adanya tuntutan bahwa administrasi
publik juga harus mempertimbangkan nilai lain seperti keadilan dan tanggungjawab kepada
publik atau democratic responsibility and accountability.
Kegiatan administrasi publik bertujuan memenuhi kepentingan publik atau secara akademik
dikenal dengan istilah public interest. Banyaknya kepentingan di dalam masyarakat
(pribadi, kelompok, publik, politik, jabatan, dll) dan yang seharusnya diperjuangkan oleh
para administrator publik adalah kepentingan publik. Ini berarti kepentingan publik tidak
harus berasal dari masyarakat secara langsung, tetapi dapat diusulkan melalui wakilwakilnya, atau pejabat publik yang ditunjuk untuk memutuskannya. Untuk mengontrol
kecenderungan negatif diperlukan suatu mekanisme khusus seperti good governence

dimana proses pembuatan keputusan dilangsungkan secara demokratis dan masyarakat


memiliki akses untuk lebih berpartisipasi.
Sesungguhnya, jika ditelusuri kebijakan (policy) tidak sama dengan kebijaksanaan (wisdom),
maupun kebajikan (virtues). Kata policy secara etimologis berasal dari kata polis dalam
bahasa Yunani (Greek), yang berarti negara-kota. Kata policy masuk kedalam bahasa Inggris
dengan arti berurusan dengan masyarakat (public), tentu saja setiap perumusannya harus
melibatkan masyarakat terutama target grup (kelompok sasaran).
5.4 Prinsip Penyusunan Kebijakan Publik
Dalam bahasa Indonesia, kata kebijaksanaan diterjemahkan dari kata policy mempunyai
konotasi tersendiri. Kata tersebut mempunyai akar kata bijaksana atau bijak yang dapat
disamakan dengan wisdom, yang berasal dari kata sifat wise dalam bahasa Inggris. Dengan
pengertian ini, sifat bijaksana dibedakan orang dari sekedar pinter (clever) atau cerdas
(smart). kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga
pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu,untuk melakukan kegiatan tertentu
atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat
orang banyak prinsip penyusunan kebijakan Publik:
a)

Benar dalam prose, yaitu bahwa prosesnya harus transparan, dapat dipertanggung

jawabkan dan melibatkan pihak yang seharusnya terlibat


b) Benar secara isi: yaitu bahwa isi kebijakan; mengatur isu kebijakan yang harus diatur
atau fokus pada isu kebijakan; bukan merupakan kompromi politik dan atau ekonomi;
langsung pada masalah yang diatur; tidak bertentangan dengan kebijakan yang lebih tinggi
atau setara dan pasal-pasalnya sinkron
c)

Benar secara poltik etik, yaitu mengakomodasi para pihak yang terkait secara

langsung dengan kebijakan, menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam good governance dan
memperhatikan kaidah-kaidah moralitas dalam pembuatan kebijakan
d) Benar secara hukum; yaitu bahwa kebijakan ini benar-benarmerupakan kaidah hukum,
karenanya kebijakan publik bukan merupakan himbauan, melainkan memberikan batasbatas aturan serta mencantumkan sanksi yang tegas pagi pelanggaran atasnya, dan
memberikan keadilan dan kesamaan didepan hukum bagi publik
e)

Benar secara manajemen; isi dari kebijakan bersifat sistematis, dapat dilaksanakan,

meskipun pelaksanaannya bukan oleh pemerintah, namun pemerintah dapat


mengendalikan secara efektif, dan mempunyai manfaat dan impak yang terukur
f)

Benar secara bahasa; yaitu bahwa setiap kebijakan publik diindonesia harus

menggunakan bahsa indonesia yang baik dan benar (sumber; publik policy; Dr. Riant
Nugroho)

Kebijakan publik merupakan bagian penting dalam studi administrasi publik, karena dalam
praktek kehidupan bernegara, administrator negara tidak semata-mata merupakan
pelaksana kebijakan publik, tetapi terlibat dalam proses kebijakan publik. Untuk konteks
Indonesia, keterlibatan administrator sangat jelas. Administrator aktif menyiapkan rencana
undang-undang, dan dalam pembahasan rencana sampai pengesahannya, peranan birokrasi
sangat besar.

BAB III
PENUTUP

1. 1.

Kesimpulan

Filsafat dalam bahasa Yunani terdiri dari dua suku kata yaitu Philos dan Sophie, Philos
biasanya diterjemahkan dengan istilah gemar, senang, atau cinta. Sophia dapat diartikan
kebijaksanaan. Filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan
cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah
itu sendiri.
Administrasi didefinisikan sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia
atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan
dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Perkembangan administrasi dan manajemen sebagai seni dapat dibagi menjadi tiga fase
utama yaitu: Fase Pra-sejarah yang berakhir pada tahun 1 M, Fase sejarah yang berakhir
pada tahun 1886, dan Fase modern yang dimulai pada tahun 1886 dan yang masih
berlangsung hingga sekarang ini. Ditinjau dari segi waktu dan tempat fare pra-sejarah ini
dapat dibagi menjadi beberapa bagian perkembangan yaitu: Peradaban Mesopotamia,
Peradaban Babilonia, Mesir Kuno, Tiongkok kuno, Romawi Kuno, dan Yunani Kuno.
Ditinjau dari segi pentahapan perkembangan Ilmu Administrasi, sejak lahirnya hingga
sekarang Ilmu Administrai telah melewati empat tahap, yaitu: Tahap Survival (1886 1930),
Tahap Konsolidasi dan Penyempurnaan (1920 1945), Tahap Human Relations (1945
1959), Tahap Behaviouralisme (1959 hingga sekarang).

Dalam filsafat kebijakan (policy philosopies) memperkenalkan konsep pemerintahan dalam


masyarakat yang pluralistis seperti Indonesia dan Amerika Serikat dengan teori Brokerism,
di antara penganut teori ini David Easton dan Robert Dahl sangat membantu kita memahami
pluralisme. Teori Brokerism beranggapan bahwa masyarakat itu terdiri dari beberapa
kelompok kepentingan (interest-group) dan pemerintah sebagai alat perekat serta
memiliki pegangan yang kuat dari semua unsur kelompok kepentingan itu menjadi suatu
kekuatan yang terintegrasi.

1. 2.

Saran

Untuk melihat dan mencontoh keberhasilan administrasi dan manajemen pada zaman
zaman terdahulu, para pejabat negara baiknya membuat kebijakan publik berdasar pada
filosofi, prinsip prinsip, dan asas asas pembuatan kebijakan publik yang telah ada atau
yang berkembang pada saat ini. Tidak dengan konsepnya sendiri karena ini menyangkup
kepentingan orang banyak. Para pejabat negara yang memiliki wewenang dalam pembuatan
kebijakan publik baiknya mengetahui filosofi dari administrasi, manajemen, dan kebijakan
publik.
Setelah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini, kami harapkan saran dan kritik dari bapak
dosen dan rekan-rekan sekalian demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi yang membaca. Aamiin

DAFTAR PUTAKA
Adib, Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kattsoff, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan
Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo
Siagian, Sondeng P. Prof.Dr. 1991. Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung
Hadiwijono, Harun. 1988. Sari Sejarah Filsafat Yunani.Yogyakarta: Kanisius
Makmur, Prof.Dr. H. 2006. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara

Bakry, Noor Ms. 2001. Logika Praktis Dasar Filsafat dan Sarana Ilmu. Yogyakarta : Penerbit
Liberty.
Handoko, T, Hani, 2003, Manajemen : Edisi 2, Yogyakarta : BPFE Yogyakarta
Islamy, DR. M. Irfan. 2009, Prinsip Prinsip Perumusan Kebijakan Publik. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Ali, Prof. Drs. H.M. Faried. 2006, Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Maksum, Ali. 2011. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme,Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.

HAKIKAT ILMU ADMINISTRASI


A. Hakikat Ilmu
Hakikat ilmu pengetahuan dan teknologi medorong manusia berusaha untuk memilikinya melalui proses
pembelajaran guna dimanfaatkan dari berbagai aspek-aspek kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat diperoleh dimana-mana asalkan manusia sadar dalam proses belajar.
Pengetahuan (knowledge) pada hakikatnya lepas dari ingatan manusia karena memang pengetahuan
berada pada ruang bebas, tetapi manusia mempunyai potensi kesadaran untuk berusaha memiliki
pengetahuan.
Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan manusia yang rasional dan kognitif dengan disusun secara
sistematis dan menggunakan metode tertentu yang dapt dipelajari sehingga memberikan manfaat, baik
di bidang wawasan berpikir maupun di bidang pekerjaan. Dengan kata lain, ilmu dapatmemberikan
pengetahuan dan keterampilan.
Ilmu merupakan segenap pengetahuan yang bermakna ganda, yaitu sebagai tempat pengetahuan,
metode, aktivitas sangat beranekaragam jenisnya. Tetapi ketiganya bukanlah berjalan secara parsial
tetapi secara simultan saling melengkapi dalam penyempurnaan.
Kesadaran yang dapat dialami manusia dapat dibagi atas 3 jenis, yaitu kesadaran indrawi (dunia nyata),
kesadaran akal (alam pikiran), dan kesadaran rohani (dunia rasa).
B. Hakikat Ilmu Administrasi
Ilmu administrasi merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia yang disusun berdasrkan dengan
rasionalitas dan sistematika yang mengunkapkan kejelasan tentang objek formal, yaitu pemikiran
untukmenciptakan suatu keteraturan dari berbagai aksi dan reaksi yang dilakoni oleh manusia dan
objek material, yaitu manusia yang melakukan aktivitas administrasi dalam
bentuk kerja sama menuju terwujudnya tujuan tertentu.

1.
Administrasi sebagai ilmu
Ilmu

sebagai

objek

kajian

administrasi

sepatutnya

mengikuti

alur pemikiran

manusia

yang

pendekatannya dilakukan secara radikal, menyeluruh, rasional, dan objektif. Administrasi sebagai ilmuo
u tp u t- nya berupa pemikiran yang sistematis dan berkembang pada dunia maya/abstrak.
2.
Administrasi sebagai pekerjaan
Administrasi senagai suatu profesi/pekerjaan yang harus diselesaikan
secara tuntas dan memuaskan. Administrasi sebagai profesi/pekerjaan
output-nya adalah dunia nyata atau konkret.
C. Kesisteman Administrasi
Konsep ketertiban dan keteraturan hidup, baik secara individu, kelompok maupun organisasi menjadi
kajian utama ilmu administrasi. Semua kehidupan manusia, baik sederhanan maupun kompleks,
senantiasa membutuhkan ilmu administras sebagai acuan berpikir dan bertindak.
Fenomena dan nomena administrasi terhadap pertumbuhan atau perubahan suatu organisasi dapat
diamati pada pola dinamisasi sosial yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat.
1.
Penyakit Administrasi
Tujuan untuk merebut kekuasaan mendorong manusia membuat kebijakan di luar system yang berlaku
untuk mendapatkan pengakuan bahwa dirinyalah penguasa. Oleh karena itu, kepemimpinannya
dalam organisasi birokrasi cenderung dapat melakukan intervensi secara besar-besaran dari seluruh lini
struktur

organisasi

kemudian menciptakan

peluang

untuk

melakukan

KKN,

tetapi

juga

akan menimbulkan ketegangan dan ketidakharmonisan dari seluruh personil, bahkan kemungkinan
terjadinya kehancuran organisasinya.
2.
Perkembangan Administrasi
Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dibidang administrasi sangatlah mempengaruhi, juga warna dan corak dari perkembangan
manajemen pada masa datang. Pemecahan masalah administrasi manajemen di masa yang akan datang
haruslah dilakukan secara tuntas dengan memerlukan, atau dengan kata lain, menciptakan nuansa
manajemen atau pimpinan yang berkualitas serta kemampuan profesional dalam melakukan
suatu aktivitas.
E. Manusia dalam Administrasi
Kehidupan manusia yang berkualitas adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk mengkorelasikan
dan mengsignifikansikan secara positif antara kemampuan kepala, yang akan menghasilkan pemikiran
yang berwawasan keilmuwan (sciences), dengan kemampuan bagian manusia di bawah leher, terutama
tangan dan kaki yang dapat menghasilkan ketrampilan (skill) yang dibuktikan dari hasil setiap
pekerjaannya yang dapat diselesaikan dengan baik.
1.
Kreativitas dan Imajinasi Manusia

Kreativitas dan imajinasi merupakan bagian yang sanggup menciptakan gagasan baru untuk memajukan
dirinya maupun orang lain. Semakin tinggi kemampuan berpikir, akan semakin tinggi pula kreativitas
dan imajinasi manusia bersangkutan.
2.
Manusia dalam Organisasi
Manusia dalam organisasi sesungguhnya berperan sebagai jiwa dan jasad organisasi. Peranan manusia
sebagai jiwa organisasi, karena menentukan bubar tidaknya, bersekutu tidaknya manusia itu
dalam melakukan kegiatan untuk kepentingan bersama.
3.
Manusia Pengendali Organisasi
Organisasi merupakan persekutuan manusia yang terdiri dari minimal dua kelompok yang saling terkait
menuju keberhasilan. Pelaksanaan pengendalian suatu kegiatan organisasi sangat ditentukan oleh
besar kecilnya kewenangan (otoritas) yang dimiliki oleh manusia sebagaipengendali.

ONTOLOGI ILMU ADMINISTRASI


A. Kajian Filsafat Administrasi
Filsafat adalah berpikir secara matang dan mendalam terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan
kepercayaan atau objek tertentu sampai kepada inti persoalan yang sesungguhnya. Filsafat dan
pengetahuan adalah satu kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan, karena pengetahuaan menelaah
keberadaan terhadap sesuatu, sedangkan filsafat mempertanyakan keberadaan sesuatu itu.Filsafat
administrasi adalah proses berpikir secara metode, berstruktur dan mendalam terhadap hakikat dan
makna yang terkandung dalam materi ilmu administrasi.
B. Konsep Ontologi Administrasi
Ontologi merupakan kegiatan mendasar dari filsafat, baik secara subtansial maupun ditinjau dari segi
historinya. Sebaliknya pula, perkembangan ontologi memperkuat keberadaan filsafat.
Ontologi berasal dari kata Yunani, yang terdiri atas dua suku kata,o n t o s artinya ada danl o g o s
artinya ilmu. Jadi secara etimologis, ontology adalah ilmu yamng mempelajari tentang yang ada.
Pemikiran ontology dalam ilmu administrasi tentunya di awali dari pembuktian atau penyelidikan yang
dilakukan secara sadar dan mendalam sampai kepada akar permasalahan yang sesungguhnya dan
dapat diperlakukan kapan dan dimana saja, serta relative fundamental kandungankebenarannnya.
Ontologi ilmu administrasi menarik kesimpulan menurut asal mula dan akar kata yang paling terdalam.
C. Positivisme Administrasi
Aliran positivisme dalam ilmu administrasi pada dasarnya berpangkal dari
hati nurani manusi yang memancarkan kebenaran. Pancaran kebenaran hati

nurani ini diproses dalam pemikiran dengan menghubungkan realita konkret maupun
realita abstraksi tentang fenomena atau nomena administrasi, yang selanjutnya
dipersepsikan melalui argumentasi.
Positivisme dalam ontoloiy ilmu administrasi sasaran utamanya adalah mencari
kebenaran dan kebaikan. Tetapi tidak selamnya positivisme mendapat penjelasan secara
maksimal tentang kebenaran dan kebaikan itu. Kekurangan hanya terdapat dalam
mengada yang terbatas, kemudian merealisasikan diri dalam suatu proses aktivitas.
Kekurangan dalam penghayatan materi ontolog ilmu administrasi secara polaritas akan
berkembang dan berproses dalam pembenahan untuk mengarah kepadakesempurnaan.
D. Rasionalisme Administrasi
Rasio atau akal manusia memiliki fungsi praktis yang mengarahkan manusia untuk
melakukan

suatu

kegiatan

atau

pekerjaan

dan

memiliki

fungsi

ilmiah

yang

mengantarkan manusia untuk menalar suatu realita ke dalam alam pikir. Rasionalisasi
administrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan di
bidang administrasi. Paham rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan
berasal dari akal pikiran. Di samping itu, aliran rasionalisme tidak mengingkari adanya
pengalaman, teta[I pengalaman itu menjadi perangsang terhadap proses pemikiran.
Decartes, sebagai pelopor aliran rasionalisme, senantiasa berusaha menemukan suatu
kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi sehingga mengantarkan manusia kepada
cahaya yang terang.
E. Bangunan Dasar Administrasi
Pengembangan administrasi merupakan bagian yang tak terpisah dari pengembangan
seluruh aspek kehidupan manusia yang dimotori oleh pelaku bidang pemerintahan,
Karena administrasi berintikan pengaturan dan

keteraturan dalam kehidupan suatu bangsa atau Negara. Pemikiran dalam administrasi
tidak dapat melepaskan diri dari persoalan-persoalan ekonomi, politik, hukum, sosial,

pemerintahan dan lain sebagainya, dimana kesemuanya ini membutuhkan pengaturan


dan keteraturan yang lebih baik dan benar.
1.
Batasan Ilmu Administrasi
Batasan ilmu administrasi sering juga diistilahkan dengan b o u n d a r y, dengan
menggunakan ruang tertentu sesuai dengan pokok kajian. Batasan ilmu administrasi
terdiri atas dua bagian utama.P e r ta m a , administrasi Negara yang dewasa ini
berkembang dalam istilah administrasi publik.K e d u a, administrasi bisnis.
2.
Potensi Ilmu Administrasi
Potensi ilmu administrasi adalah suatu kandungan kekuatan yang belum banyak
dimanfaatkan, baik untuk pengembangan bangunan dasar ilmu administrasimaupun
dalam dunia profesi admnistrasi itu sendiri. Potensi yang ada maupun yang akan ada
sebaiknya selalu diperbanyak telaahnya, sehingga ketika sampai saatnya untuk
dimanfaatkan tetap dalam keadaan keseimbangan.
3.
Peran Ilmuwan Administrasi
Pembangunan ilmu administrasi ada dua komponen utama, yaitu ilmuwan dan praktisi
administrasi, tetapi dalam kenyataannya yang paling berperan adalah praktisi
administrasi. Peran ilmuwan administrasi dalam tulisan ini adalah keterlibatan mereka
dalam memberikan sumbangannya, baik yang berupa konsep pemikiran maupun
penyebarluasan

pemahaman

atau

pengertian

(mengada)

kepada

pencari

ilmu

administrasi
EPISTEMOLOGI ILMU ADMINISTRASI
A. Kajian Epistemologi Administrasi
Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dan menetapkan
kodrat suatu jenis ilmu pengetahuan serta dasar pembentukannya. Di samping itu,
menjelaskan pertanggungjawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat ilmu
pengetahuan itu sendiri. Sasaran utama materi/content epistemologi sebenarnya dapat

dikatakan berorientasi pada pertanyaan bagaimana sesuatu itu dating, bagaimana untuk
mengetahuinya, dan bagaimana membedakan antara satu dengan yang lainnya.
B. Objektivisme Administrasi
Berpikir opriori dalam ilmu administrasi merupakan salah satu kajian dari konsep
objektivisme, dengan bermuara kepada rasionalisme yang dalam perkembangannya
mengalami tiga tahapan proses berpikir manusia dalam bidang ilmu administrasi.P e r ta
m a, kesadaran objek administrasi itu sendiri.
Kedua, kesadran bahwa adanya perbedaan penalaran terhadap objek
administrasi.K e tig a, penahanan terhadap hubungan yang terjadi
antarberbagai entitas, baik perbedaan maupu persamaannya.
C. Subjektivisme Administrasi
Cara memandang kebenaran yang dikandung dalam nilai-nilai administrasi senantiasa
dilihat secara subjektif, apabila tidak meresapi dan mendalami administrasi itu
sesungguhnya
D. Skeptisisme Administrasi
Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamnya diletakkan pada
pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian dari filsafat ilmu yang
menspesialisasikan diri kepada: (1) pemikiran bersifat spekulatif yang dijadikan dasar dalammenyusun
sistematika pemikiran dan tindakan administrasi, (2) melukiskan hakikat realita secara lengkap terhadap
kondisi objektif administrasi, (3) menentukan batas-batas jangkauan dan keabsahan proses pemikiran
dan aktivitas bidang administrasi, (4) melakukan penyelidikan tentang kondisi krisis akibat dari
pengandaian atau pernyataan yang diajukan oleh berbagai pemikir ilmu lainnya, (5) administrasi
merupakan salah satu bidang disiplin ilmu yang dapat membantu melihat apa yang dapat dikatakan
dan mengatakan apa yang dapat dilihat.
Skeptisisme adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami oleh seseorang
akibat tidak terpenuhinya sesuai yang diinginkan.
E. Etika dan Moralitas Administrasi
1.
Etika Administrasi
Etika administrasi dapat memberikan sumbangan dalam usaha mendapatkan suatu pemahaman,
penglihatan,

dan

pandangan

yang tajam

terhadap

suatu

realita

yang

harus

dihadapi

dalam

rangkamengimplementasikan berbagai aktivitas yang telah ditetapkan oleh administrasi, terutama


menghadapi permasalahan-permasalahan yang serba sulit. Etika administrasi berangkat dari berpikir

secara baik dan benar samapai kepada tindakan atau perbuatan yang baik dan benar pula. Etika ilmu
administrasi bersumber kepada fakta bahwa kaidah dan aturan dalam suatu kehidupan komunitas
masyarakat manusia tertentu antara satu sama lain, mengalami perkembangan denganberbarengan.

1. Moralitas Administrasi
Moralitas cenderung merupakan produk dari kematangan jiwa seorang manusia,
sedangkan etika cenderung lebih mengarah pada produk rekayasa untu menciptkan
pengaturan dan keteraturan hidup manusia. Oleh sebab itu, dalam rangka pelaksanaan
aktivitas admnistrasi, baik wujud dari pemikiran ( mind) maupun wujud dari profesi,
membutuhkan landasan moralitas yang baik.
F. Konseptual Administrasi
Ilmu administrasi merupakan kumpulan atau akumulasi dai berbagai jenis konsep
dengan sasaran utamanya menarasi nalar manusia, sehingga di dapat suatu gambaran
yang luas jangkauannya dalam kesadara keilmuwan. Konseptual administrasi merupakan
suatu simbol bagi sekumpulan kenyataan yang sifatnya konkret perseptual yang
lumayan banyak jumlahnya.
Konsep ilmu administrasi merupakan produk dari suatu kesadaran yang sifatnya sangat
fundamental dan terdiri atas dua jenis.P e r ta m a, kesadaran yang berkaitan dengan
denganc o n t e n t atau objek, dank e d u a, keasdaran yang berkaitan dengan kegiatan
atau kenyataan.
Konsep dalam ilmu administrasi cenderung merupakan pemikiran yang didasarkan
kepada perceptual dengan pembuktiannya untuk melahirkan suatu jangkauan yang lebih
luas, yang diistilahkan dengan teori

AKSIOLOGI ILMU ADMINISTRASI


A. Konsep Aksiologi Administrasi
Sasaran pembahasan (content) aksiologi ilmu administrasi dimulai dari penerapan atau pengunaan
sampai pengembangan dan pemanfaatan ilmu administrasi itu sendiri dalam kehidupan manusia. Dan
yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi ilmu administrasi adalah bagaimana ilmuadministrasi
digunakan sehingga memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.

Dalam art aksiologi, ilmu administrasi selalu mencari kebenaran yang hakiki. Oleh sebab itu, merenung
itu adalah bagian dari filsafat, karena berfilsafat diawali pencarian yang tidak adadan di akhiri pula
yang tidak ada.
B. Kebenaran Ilmu Administrasi
Gagasan para ilmuwan tentang usaha untuk dilakukan secara sadar untuk penguatan ilmu administrasi,
sebagai salah satu cabang dari ilmu sosial, adalah suatu hal yang dilakukan untuk menemukan
kenbenaran kandungan materi atauc o n t e n t dari ilmu administrasi.
1.
Kebenaran Asal Mula
Dikatakan bahwa asal mula administrasi adalah dari pengetahuan yang
telah di komposisi dalam suatu integrasi pemikiran manusia.
2.
Kebenaran Mengungkap
Untuk mengukur benar atau salahnya suatu ungkapan atau ucapan sangat ditentukan kepada konkrenitas
yang di ungkapkan itu, karena konkrenitas bisa menentukan kesesuaian.
3.
Kebenaran Memandang
Dalam pandangan ilmiah, seharusnya administrasi mampu membangan pemikiran terutama di era
modernitas ini, agar selalu bisa dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan nyata.

.
Kebenaran Bentuk
Sebelum manusia menemukan suatu metode yang lebih bersifat keilmuan, terlebih
dahulu berangkat dari pengalaman-pengalaman tentu saja bukan sekedar kesan
indrawiyang sama sekali tidak tersusun secara sistematis dan teratur.
5.
Kebenaran Isi
Setiap ilmu pengetahuan, termasuk ilmu pengetahuan administrasi, akan bisa dipelajari,
atau dengan kata lain, di baca apabila di tuangkan dalam bentuk tulisan
6.
Kebenaran Konsep
Pemahaman tentang kebenaran konsep ilmu dan teknologi administrasi pada dunia
profesional dengan dunia keilmuan sangat berbeda. Pemahaman konsep pada dunia
profesional administrasi adalah sederetan ide atau gagasan yan dituangkan dalam
tulisan, sedangkan pemahaman konsep di dunia keilmuan adalah serangkaian

pemngetahuan yang sejenis dengan membentuk suatu wawasan pemikiran mendalam,


atau

dapat

pula

dikatakan

konsep

adalah

suatu

istilah

yang

dapat

digeneralisasipemahamannya.
7.
Kebenaran Teori
Ilmu dan teknologi administrasi bersumber dari teori, kemudian ilmu dan teknologi
administrasi melahirkan teori. Sedangkan teori lahir bersumbur dari konsep, kemnudian
teori melahirkan konsep, dan seterusnya secara sistematis dalam pemikiran manusia
untuk merenungkan keajaiban ilmu pengetahuan.
C. Metode Mencari Kebenaran
Mencari kebenaran ilmu dan teknologi administrasi sudah pasti tidak luput dari
penggunaan metode tertentu, karena dengan metode yang tepat akan mempermudah kita
menemukan kebenaran ilmu dan teknologi administrasi
yang kita cari. Kekuatan dan kebesaran daerah pemikiran dipengaruhi pada
daerah pemikiran (mind) dan juga dipengaruhi oleh dunia luar (external
world).
D. Paradigma Administrasi
Paradigma organisasi merupakan suatu teori dasar, yang juga sering diistilahkan ontologi administrasi,
dengan cara pandang yang relative fundamental dari nilai-nilai kebenaran, konsep, dan metodelogi,
serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan. Perubahan suatu paradigma ataupandangan dapat
disebabkan oleh perkembangan pemikiran para ilmuwan administrasi atas bantahan-bantahan, karena
keraguan kebenaran yang dikandungnya itu telah mengalami pergeseran makna.

PERSEPSI OGANISASI
A. Konsep Organisasi
Penialaian organisasi adalah suatu pernyataan yang mengungkapkan pendirian, sikap, dan pendapat
seseorang atau beberapa orang tentang keadaan organisasi. Seluruh deretan nilai yang dikemukakanoleh
panitia terhadap sebuah organisasi akan berbeda-beda tentang karakter nilai itusendiri.
B. Konsep Perilaku Organisasi
Setiap organisasi dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat senantiasa berusaha untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Untuk tidak tergilas dari pesaing organisasi lainnya maupun

karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka peran perilaku (behavior) dan gaya (style)
manusia tersebut di atas sangat menentukan kekuatan suatu organisasi.
1.
Perilaku manusia dalam organisasi
Perilaku manusia dalam organisasi merupakan suatu karakteristik yang relative permanen akibat
pengaruh kejiwaan, yang diperlihatkan melalui tingkah laku dan perbuatan maupun cara berpikir
manusia yang bersangkutan. Oleh sebab it, keefektifan dari berbagai aktivitas organisasi senantiasa
ditentukan oleh perilaku individu menusianya.
2.
Gaya manusia dalam organisasi
Gaya manusia dalam organisasi adalah karakteristik manusia yang disesuaikan dengan kondisi
organisasi yang bersangkutan, di samping juga perubahan dalam masyarakat serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
C. Lingkungan Organisasi
Permasalahan-perrmasalahan yang dihadapi setiap organisasi disebabkan lingkungan yang tidak
mendukung untuk melaksanakan aktivitasorganisasi secara berdaya guna dan berhasil guna.
1.
Lingkungan Internal
Kepribadian seseorang dalam suatu organisas dapat mempengaruhi penyesuaian terhadap norma dan
etika

organisasi.

Norma

dan

etika organisasi

merupakan

standar

dasar

perilaku

yang

telah

disepakati bersama dalam melakukan interaksi dan bereaksi antar sesame anggota organisasi. Fungsi
utama norma dan etika organisasi adalah sebagai pedoman untuk menciptakan pengaturan dan
keteraturan lingkungan internal dari seluruh elemen yang ada di dalamnya.
2.
Lingkungan Eksternal
Faktor lingkungan eksternal yang dimaksudkan di sini adalah suatu
kondisi unsur maupun elemen, baik datangnya dari manusia ( human
resources) maupun yang datangnya dari bukan manusia (nonhuman
resources) yang dapat mempengaruhi organisasi dalam pelaksanaan
aktivitasnya sehari-hari.
D. Hubumgan dalam Organisasi
Organisasi merupakan sekumpulan manusia yang melakukan suatu kerjasama, dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
1.
Hubungan Horisontal

Hubungan horizontal adalah suatu bentuk hubungan yang memiliki level atau kedudukan yang sama
dalam organisasi, baik organisasi formal maupun informal.
2.
Hubungan Vertikal

Hubungan vertical dalam suatu organisasi diperlukan untuk menciptakan koordinasi, integrasi kegiatan,
pelaksanaan perintah, dan sebagainya dari berbagai tingkatan hierarki dalam sebuah organisasi.
3.
Hubungan Diagonal
Hubungan diagonal dalam sebuah organisasi adalah hubungan yang terjadi antara pimpinan dengan
bawahan dari divisi atau departemen yang lain, tetapi mempunyai keterkaitan dengan pelaksanaan
sesuatu kewenangan dan tanggung jawab. Kegunaan hubungan diagonal ini dalam sebuah organisasi
adalah untuk menciptakan integrasi sehingga pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik.
E. Pemberdayaan Organisasi
1.
Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan harus dimulai dari suatu proses yang dilandasi kebenarannya dan kejujuran dalam
memanfaatkan budaya, kekuasaan, dan sumber daya

(resources) lainnya

dari

setiap anggota

masyarakat maupun setiap anggota aparatur pemerintah.


2.
Pemberdayaan Organisasi
Pemberdayaan anggota organisasi merupakan suatu system, karena memiliki berbagaikomponen yang
saling berkaitan dan mempengaruhi antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya
untuk menciptakan suatuo u t p u t.

Definisi/Pengertian Administrasi
Istilah administrasi berasal dari bahasa latin yaitu Ad dan ministrate yang artinya pemberian
jasa atau bantuan, yang dalam bahasa Inggris disebut Administration artinya To Serve, yaitu
melayani dengan sebaik-baiknya.
Pengertian administrasi dapat dibedakan menjadi 2 pengertian yaitu :
1.

Administrasi
dalam
arti
sempit.
Menurut Soewarno
Handayaningrat mengatakanAdministrasi
secara
sempit
berasal
dari
kata Administratie (bahasa Belanda) yaitu meliputi kegiatan cata-mencatat, suratmenyurat, pembukuan ringan, keti-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat
teknis ketatausahaan(1988:2).Dari definisi tersebut dapat disimpulkan administrasi
dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan yang mliputi kegiatan cata-

mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-hal lainnya


yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh
informasi kembali jika dibutuhkan.
2.

Administrasi dalam arti luas. Menurut The Liang Gie mengatakan Administrasi
secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang
dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu(1980:9). Administrasi secara
luas dapat disimpulkan pada dasarnya semua mengandung unsur pokok yang sama
yaitu adanya kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan kerjasama serta
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Pendapat
lain
mengenai
administrasi
dikemukan
oleh Sondang
P.
Siagian mengemukakanAdministrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara 2 orang
atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya (1994:3). Berdasarkan uraian dan definisi tersebut maka dapat diambil
kesimpulan bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam
suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan
ilsafat administrasi
Secara context bahwa ilmu administrasi berkembang sesuai dengan keadaanya yang ada dan
mampu menyesuaikan sesuai dengan perkembangan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan
dalam kehidupan manusia merupakan kajian utama epistemologi dalam usaha pengayaan
manusia di bidang ilmu pengetahuan antara ilmu administrasi, baik yang berkaitan tentang etika,
estetikanya maupun cara atau prosedur memperolehnya. Ilmu pengetahuan di bidang
administrasi adalah suatu pernyataan terhadap materi atau content, bentuk atau form, serta objek
formal dan meriiilnya. Secara epistemologis, ilmu administrasi cenderung untuk membatasi diri
pada hal-hal tentang persepsi dan pemahaman intelektual seseorang. Pengetahuan ilmu
administrasi dapat membawa manusia kepada peristiwa kesadaran dari seluruh pemaknaan yang
dikandung ilmu administrasi itu sendiri. Bahwa ilmu administrasi suatu kajian yang mendalam di
alam nalar manusia yang dapat menembus cakrawala dunia, ditandai dengan gerak langkah
rasionalitas di bidang filsafat ilmu administrasi sebagai berikut : ontologis, epistemologis, dan
aksiologis.
Pendalaman ilmu administrasi sebagai suatu kajian teori yang dapat memberikan makna
dan manfaat dalam kecerdasan kehidupan manusia, maka ketangguhan ilmu administrasi dapat
terwujud apabila didalamnya tersaji berbagai penggolongan teori. Adapaun teori tersebut ialah :
Grand theory, 2) Middle range theory, 3) Reinforcement theory , 4) Grounded theory,
dari
Keempat teori tersebut menimbulkan suatu pancaran memlaui pemikiran rasional tethadap
komunitas manusia dalam masyarakat luas merupakan realita yang memperkuat pertumbuhan
dan perkembangan administrasi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu administrasi sangat diperlukan oleh semua orang dimana ilmu administrasi
mempunyai pola pemikiran kemasa depan yang lebih baik. Sehingga ilmu administrasi tidak
hanya dipelajari oleh orang-orang administrator, pejabat tinggi atau kalangan tertentu karena
ilmu administrai merupakan suatu ilmu yang mampu memanajemen mulai dari diri kita sendiri
dan untuk orang lain maupun untuk organisasi.
1.

Secara Content (pembahasan) bahwa ilmu administrasi dimulai dari penerapan atau
penggunaan sampai pengembangan dan pemanfaatan ilmu administrasi itu sendiri dalam
kehidupan sehari-hari. Aksiologi ilmu administrasi merupakan salah satu bagian dari filsafat
ilmu, pemanfaatan pengetahuan bidang ilmu administrasi merupakan faktor penting dalam
pertimbangan penggunaannya dalam kehidupan, perilaku dalam beraktivitas dan penetapan
keputusan tindakan manusia.
Hakikat Ilmu Administrasi
Dalam era globalisasi dewasa ini ditandai dengan ketatnya tantangan dan persaingan,
serta pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mengharuskan setiap umat manusia untuk menghadapinya. Kesaktian ilmu pengetahuan dan
teknologi mendorong manusia berusaha untuk memilikinya melalui proses pembelajaran, guna
dimanfaatkan dari berbagai aspek kehidupan. Kaitannya antara kemampuan untuk mengetahui
sesuatu (knower) dengan kemampuan menalar atau berpikir (knowing) sesuatu
berupa kognitif adalah kemampuan menalar atau berpikir terhadap sesuatu aksi dan
reaksi,afektif adalah kemampuan untuk merasakan apa yang telah diketahui, dan konaktif adalah
kemampuan untuk mencapai apa yang dirasakan.
Ilmu atau science merupakan segenap pengetahuan yang bermakna ganda (mengandung
dari berbagai arti). Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan manusia yang rasional dan kognitif,
dengan disusun secara sistematis dan menggunakan metode tertentu sehingga bermanfaat di
bidang pekerjaan. Mekanisme ilmu dalam manusia dapat digambarkan sebagai berikut :
Dari gambar diatas memberikan pemahaman ilmu itu bermakna ganda, tempat
pengetahuan , metode, dan aktivitas sangat beraneka ragam jenisnya .
Ilmu administrasi merupakan hasil pemikiran penalaran manusia yang disusun
berdasarkan dengan rasionalitas dan sistematika yang mengungkapkan kejelasan tentang objek
formal, yaitu pemikiran untuk menciptakan suatu keteraturan dari berbagai aksi dan reaksi yang
dilakoni oleh manusia dan objek material, yaitu manusia yang melakukan aktivitas administrasi
dalam bentuk kerjasama menuju terwujudnya tujuan tertentu.
Perkembangan pemikiran dan penalaran manusia yang berdasarkan kaidah dan normanorma administrasi tidak hanya dipandang sebagai ilmu pengetahuan, tetapi mereupakan bagian
kehidupan manusia yang menuntut terciptanya spesialisasi menuju kemahiran terhadap suatu
keterampilan dari berbagai bidang kegiatan dalam memenuhi kehidupan manusia. Administrasi
dapat dilihat dari dua sudut pandang yang saling melengkapi antara satu dengan lainnya, sebagai
berikut :
1.

Administrasi sebagai ilmu


Ilmu sebagai objek kajian administrasi sepatutnya mengukuti alur pemikiran manusia,
yang pendekatannya dilakukan secara radikal, menyeluruh, rasional dan objektif.
Pada hakikatnya perkembangan ilmu administrasi merupakan suatu kajian yang
mendalam di alam nalar manusia yang dapat menembus cakrawala dunia dengan ditandai gerak
langkah raisonalitas di bidang filsafat ilmu administrasi sebagai berikut :
1.

1.

Ontologis, nilai dasar pemikiran manusia yang menggambarkan tentang kebenaran


dasar (apriori), breaker dari pangkal piker yang dikandung oleh ilmu administrasi itu
sendiri.

2.

Epistemologis, perkembangan ilmu administrasi dalam pemikiran manusia terhadap


rasionalitas melahirkan pandangan yang bercakrawala dan tidak dapat dijangkau
sampai batas akhirnya.

3.

Akisologis, ilmu administrasi akan memberikan makna yang hakiki apabila dapat
dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, sehingga memberikan
kemudahan dan kelayakan berpikir serta bertindak bagi manusia yang mendalami
ilmu administrasi.

Administrasi sebagai pekerjaan


Pada hakikatnya ilmu administrasi tumbuh dan berkembang dalam pemikiran manusia,
selain sebagai ilmu administrasi juga sebagai suatu profesi atau pekerjaan yang harus
diselesaikan secara tuntas dan memuaskan. Proses administrasi dimaknai sebagai pola pemikiran
dan rangkaian kegiatan untuk pencapaian suatu hasil tertentu dengan professional sesuai tuntutan
kegiatan yang dilakukan. Administrasi berfungsi untuk menemukan pembagian kerja dalam
berbagai macam-macam karakteristik manusia yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Dalam suatu administrasi dijumpai sistem administrasi, dimana sistem secara garis besar
terdiri atas sistem alamiah (natural system) adalah sistem yang terbentuk karena alam. Sebagai
misal sistem tata surya, sistem cuaca, dll. Sedangkan sistem buatan manusia (man made system)
adalah sistem yang terbentuk karena hasil pemikiran atau perbuatan manusia. Sebagai misal
sistem sosial, sistem politik, sistem ekonomi, sistem kepegawaian, sistem hokum, sistem kerja,
sistem pemerintahan, dll. Pada dasarnya sistem administrasi lahir dan hasil pemikiran dari
manusia.
Fenomena dan nomena administrasi terhadap pertumbuhan atau perubahan suatu
organisasi dapat diamati pada pola dinamisasi social yang tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat. Fenomena dan nomena masyarakat administrasi sepeti solidaritas,
kepemimpinan, mata pencaharian, kepedulian, keadilan, demikian pula sebaliknya. Adapun
masalah-masalah administrasi yang dihadapi dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan
perkembangan organisasi merupakan tugas kunci dari manajemen. Administrasi merupakan
sasaran pemikiran manusia untuk menggerakkan berbagai aktivitas dengan menggunakan
sumber-sumber (resources) kekuatan dalam organisasi. Dalam suatu administrasi juga dijumpai
penyakit administrasi dimana hal inilah yang paling di takutkan dan berbahaya dalam kehidupan
organisasi dan menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu kekuasaan.
Dalam perkembangan dan pertumbuhan masyarakat maupun perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang administrasi sangatlah mempengaruhi juga warna dan
corak dari perkembangan manajemen pada masa dating. Manusia adalah makhluk yang
mempunyai martabat, perasaan, cita-cita, keinginan, tempramen, dan harapan yang selalu
mengalami perkembangan atau dengan kata lain kedinamisan. Dengan adannya ilmu
administrasi dalam era globalisasi dilakukan secara rasional, efektif dan efisien dengan
1.

memperhatikan perubahan, memperkuat moral dan etika kerja, tujuan yang telah ditetapkan, dan
penyesuaian terhadap teknologi. Konsep dasar administrasi pancasila merupakan ciri khas bagi
bangsa Indonesia, dimana masyarakatnya harus menghayati, memahami, dan bahkan dijadikan
pandangan hidup untuk aktivitas sehari-hari. Manusia juga mempunyai kaitannya dalam
administrasi dimana kreativitas dan imajinasinya sangat diperlukan, manusia dalam organisasi,
manusia juga sebagai pengendali organisasi.
Ontologis Ilmu Administrasi
Administrasi merupakan cabang dari ilmu pengetahuan yang asal mulanya bersumber
dari filsafat. Secara estimologis, filsafat berasal dari bahasa Yunani,philoshopia yang terdiri dari
dua suku kata philos artinya cinta atau suka dan shopiaartinya kebijaksanaan. Para pemikir ilmu
filsafat diantaranya Aristoteles (382-322 SM) dijuluki pelopor logika dan filosofi besar yang
menyatakan bahwa filsafat merupakan pengetahuan yang tidak berubah dan tidak dapat terpisah
dari materi, Plato ( 428 SM 348 M) sebagai filsafat spekulatif, Galileo Galilei (1564-1642)
sebagai filsafat alam, dan The liang gie (1997).
Ontologi bersala dari kata Yunani yang terdiri dari kata ontos artinya ada danlogos artinya
ilmu. Jadi secara estimologis, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang yang ada. Ontologi
administrasi telah berhasil merubah pola pemikiran praktisi administrasi, dan bahkan sebagian
para ilmuwan administrasi dari pandangan mitosentris menjadi logisentris. Dimana awal
pikirannya bahwa kejadian dalam suatu bentuk kerja sama dipengaruhi oleh kekuatan gaib
(mitos) menjadi pola piker yang dipengaruhi oleh pemikiran rasional (logis). Dalam suatu
administrasi kedudukan ontologi administrasi merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat
jangkauan sangat universal dan menyeluruh dari struktur kehidupan manusia. Metode ontologi
administrasi utamanya berkaitan dengan kondisi abstrak dan konkret. Potensi ontologism
administrasi tergantung dari pemikiran manusia terhadap dunia ini pada hakikatnya kandungan
normatif ontologi administrasi secara transidental dan emperikal sesungguhnya dapat dibedakan
atas dua aspek utama yaitu kebenaran dan kebaikan. Dalam kaitannya dengan kegiatan
administrasi filsafat administrasi mendorong untuk bertindak secara positif dan rasional.
Ilmu administrasi di masa akan datang jelas akan menghadapi banyak perubahanperubahan sekaligus akan berpengaruh dan bahkan dapat menjadi faktor pendorong maupun
sebagai faktor penghambat terhadap penataan bengunan ilmu administrasi. Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan antara lain :
1.

1.

Batasan ilmu administrasi

2.

Potensi ilmu administrasi

3.

Peran ilmuwan administrasi

Epistimologis Ilmu Administrasi


Epistimologis merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari dan menetapkan
kodrat atau skop suatu ilmu pengetahuan serta dasar pembentukannya. Secara estimologis bahwa
administrasi mempunyai beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya sebagai berikut :
1.

1. Objektivitas administrasi
Pada hakikat dasar dari pengetahuan administrasi manusia mensyaratkan adanya makna apriori
(kebenaran dasar) sebagai realita fundamental dan tidak relatif, sedangkan kebenaran realita yang
telah mengalami perubahan dari nilai dasar kebenaran relatif tertuang dalam hakikat aposteritori.
Dimana berpikir apriori dalam ilmu administrasi merupakan salah satu kajiian dari konsep
objektivisme. Ada tiga tahapan dalam proses berpikir dalam bidang ilmu administrasi, pertama,
kesadaran objek administrasi, kedua, kesadaran adanya perbedaan penalaran terhadap objek
administrasi, ketiga,kesadaran pemahaman terhadap hubungan yang terjadi antarberbagai entitas,
baim perbedaan maupun persamaannya.

Subjektivisme administrasi
Cara pandang ilmu administrasi terhadap kebenaran yang terkandung di dalam nilai-nilai
administrasi senantiasa dilihat secara subjektif, apabila tidak meresapi dan mendalami
administrasi itu sesungguhnya. Secara epistemologi administrasi, bila dihubungkan dangan
konsep-konsep lainnya terlihat mempunyai hubungan yang sangat kompetitif dangan didasarkan
atas mekanisme pertarungan pendapat dan konsep yang kompleks kemudian pengalokasian
pembenaran pemikiran yang cukup tajam.
1.

Skeptisisme administrasi
Administrasi adalah suatu proses pemikiran yang rasional dengan andalan utamanya diletakkan
pada pembenaran empiris. Ilmu administrasi otomatis menjadi salah satu kajian dari filsafat ilmu
yang menspesialisasikan pada : a) pemikiran bersifat spekulatif, b) melukiskan hakikat realita
secara lengkap, c) menentukan batas-batas jangkauan, d) melakukan penyelidikan tentang
kondisi krisis, e) administrasi merupakan salah satu bidang disiplin ilmu. Bahwa skeptisisme
pada kondisi tertentu juga dapat berakibat negatif dalam suatu kegiatan administrasi.
1.

1.

Etika dan Moralitas Administrasi

Etika Administrasi
Etika adalah suatu tatanan atau aturan hidup pada komunitas manusia tertentu. Dalam suatu
administrasi etika ilmu administrasi disadari atau dimengerti adalah dengan ilmu administrasi
yang berangakt dari pemikiran sampai kepada tindakan atau perbuatan manusia. Etika ilmu
administrasi bersumber kepada fakta bahwa kaidah dan aturan dalam suatu kehidupan komunitas
masyarakat manusia tertentu, antara satu sama lain, mengalami perkembangan dangan
berbarengan.
1.

Moralitas Administrasi
Kaidah atau prinsip moralitas dapat juga menerima pengecualian, karena kaidah atau prinsip
tersebut adalah gagasan abstrak yang ditarik dari perhatian bagi orang-orang yang mengerjakan
sesuatu dengan baik. Bahwa moralitas merupakan kualitas perbuatan manusia yang didorong
oleh gerakan kejiwaan dengan memperhitungkan benar dan salahnya serta baik dan buruknya.
Moralitas cenderung pada produk dari kematangan jiwa seorang manusia sedangkan etika
1.

cenderung lebih mengarah pada produk rekayasa untuk menciptakan pengaturan dan keteraturan
hidup manusia.
Konseptual administrasi
Konseptual administrasi merupakan suatu symbol bagi sekumpulan kenyataan yang
sifatnya konkret perceptual yang lumayan banyak jumlahnya. Dalam administrasi konseptual
mereduksi fungsi suatu symbol otomatis yang berada dalam kesadaran manusia. Konsep dalam
ilmu administrasi cenderung merupakan pemikiran yang didasarkan kepada perceptual dengan
pembuktiannya untuk melahirkan suatu jangkauan yang lebih luas, yang diistilahkan dangan
teori. Teori adalah akumulasi bangunan dari berbagai macam konsep sehingga melahirkan
pemahaman yang lebih mendalam kemudian diakumulasikan ke dalam suatu keutuhan.
1.

Aksiologi Ilmu Administrasi


Sasaran pembahasan (content) aksiologi ilmu administrasi mulai dari penerapan atau
penggunaan sampai pengembangan dan pemanfaatan ilmu administrasi itu sendiri dalam
kehidupan manusia. Dan yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi ilmu admiministrasi
yaitu bagaimana ilmu administrasi digunakan sehingga memberikan manfaat dalam kehidupan
manusia. Kebahagian dan kesejahteraan marupakan perwujudan harapan manusia yang
diinginkan. Aksiologi ilmu administrasi merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu, dalam
pemanfaatan pengetahuan di dbidang ilmu administrasi merupakan factor penting dalam
pertimbangan penggunaannya dalam kehidupan dan dijadikan sebagai pertimbangan sebelum
menetapkan suatu keputusan. Dalam menentukan kebenaran kandungan materi atau dari ilmu
administrasi, bahwa sebagian pandangan ilmu administrai yang menyebutkan bahwa hanya
sebagian kecil kebenaran administrasi yang dapat dilaksanakan dan sebagian besar kebenaran
diabaikan dalam praktik administrasi
1.

1. Kebenaran asal mula


Bahwa asal mula kebenaran ilmu administrasi adalah dari pengetahuan yang telah
dikompilasikan dalam suatu integrasi pemeikiran manusia. Jika diyakini bahwa asal mulanya itu
adalah salah maka itulah kebenaran dalam kesalahan, dan jika asal mulanya itu adalah benar
maka itulah kebenaran dalam kebenaran. Oleh sebab itu, dalam ilmu pengetahuan pada
umumnya, dan ilmu pengetahuan bidang administrasi pada khususnya, tidak mengenal kesalahan
tetapi yang dikenal hanyalah kebenaran.
1. Kebenaran mengungkap
Bagaimana mengetahui kebenaran yang dikandung ilmu administrasi melalui ungkapa, atau kata
lain ucapan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Untuk mengukur benar dan
salahnya ungkapan atau ucapan sangat ditentukan kepada konkrenitas yang diungkap itu, karena
konkrenitas bias menentukan kesesuaian. Kalau sesuai antara ungkapan dengan konkrenitasnya
berarti kebenaran, tetapi kalau tidak sesuai konkrenitas dengan ungkapan berarti kesalahan.
1.

Kebenaran memandang

Cara pandangan ilmiah sebenarnya administrasi mampu membangun pemikiran terutama di era
modernitas ini, agar selalu bisa dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Melalui pandangan ilmiah, administrasi telah meperlihatkan kemukjizatan untuk menaburkan
kebaikan dan kebenaran, demikian sebaliknya menghilangkan kejahatan dan kesengsaraan.
Memandang jauh kedepan pada alam terbuka berbeda makna dengan memandang jauh ke depan
di alam pikiran. Bahwa ilmu pengetahuan dimulai dari kesederhanaan dan merupakan suatu
tujuan bukan titik tolak bergeraknya ilmuwan mencari ilmu. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan
administrasi merupakan upaya untuk menyederhanakan suatu realita.
Kebenaran bentuk
Pengalaman objektif yang teroganisir dalam struktur yang sistematis dan teratur. Inilah
yang dimaksudkan dengan kebenaran bentuk ilmiah. Dalam suatu ilmu pengetahuan administrasi
diperlukan suatu pengalaman, pemahaman, pengetahuan, dan ilmu bukanlah sekedar fakta yang
sederhana melainkan gabungan dari dua faktor yang seolah-olah bertentangan yaitu antara faktor
materi (content) dan faktor formanya. Akan tetapi, kalau kita menelusuri secara mendalam
kebenaran apa yang dikandung kedua faktor ini akan ditemukan suatu pola piker bahwa kedua
faktor tersebut bukanlah bertentangan melainkan berjalan berbarengan dengan saling
memperkuat dalam rangka kebenaran suatu bentuk ilmu pengetahuan.
1.

Kebenaran isi
Kebenaran isi atau materi (content), khususnya pada ilmu dan teknologi administrasi
yang dikuasai. Secara kenyataan bahwa kepala manusia adalah sama, yaitu masing-masing
bundar di dalamnya terdapat otak, dan di dalam otak terdapat pikiran, tetapi kenapa kecerdasan
intelektual manusia berbeda-beda. Tetapi sejarah hidup manusia berkata lain, mutlak manusia
memerlukan semuanya itu, karena dalam perjalanan kehidupan manusia senantiasa ada masa
jaya dan ada pula masa suram, hal ini saling berganti tanpa dapat diprediksi oleh manusia yang
bersangkutan.
1.

Kebenaran konsep
Pemahaman tentanf kebenaran konsep ilmu dan teknologi administrasi pada dunia
professional dengan dunia keilmuan sangat berbeda. Pemahaman konsep pada dunia professional
adminiatrasi adalah idea tau gagasan yang dituangkan dalam tulisan sedangkan pemahaman
konsep di dunia keilmuan adalah serangkaian pengetahuan yang sejenis dengan bentuk suatu
wawasan pemikiran mendalam, atau dapat pula dikatakan konsep.
1.

Kebenaran Teori
Ilmu dan teknologi administrasi bersumber dari teori, kemudian ilmu dan teknologi
administrasi melahirkan teori. Sedangkan teori lahir bersumber dari konsep, kemudian teori
melahirkan konsep, dan seterusnya. Dalam suatu proses nyang menggambarkan mekanisme
pengembangan suatu pengetahuan, konsep, teori, sampai kepada imu yang ditidak dapat
dikantonikan antara satu dengan yang lainnya tetapi merupakan suatu kesatuan yang berlangsung
terus-menerus secara sistematis dalam pemikiran manusia untuk merenungi keajaiban ilmu
pengetahuan.
1.

Adapun metode dalam mencari kebenran dalam ilmu dan teknologi administrasi sudah
tidak luput dari penggunaan metode tertentu. Karena dengan metode yang tepat akan
mempermudah kita menemukan kebenaran ilmu pengetahuan dan teknologi administrasi yang
kita cari. Dalam mencari kebenaran di bidang administrasi dapat ditelusuri dari dua sudut
pandang. Pertama, mencari kebenaran berdasarkan dengan hakikat ilmu dan teknologi
administrasi, dan kedua, mencari kebenaran dari sudut pandang profesi administrasi. Metode
adalah suatu cara bertindak menggunakan akal pikiran untuk mencapai hasil dengan
memperhatikan resiko terkecil.
Paradigm administrai merupakan suatu teori dasar, yaitu juga sering diistilahkan ontologi
administrasi, dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai kebenaran, konsep,
dan metodologi, serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan. Perubahan suatu paradigma
atau pandangan dapat disebabkan oleh perkembangan pemikiran para ilmuwan administrasi atas
bantahan-bantahan, karena keraguan kebenaran yang dikandungnya itu telah mengalami
pergesaran makna. Dalam perkembangan paradigm administrasi, sebagaimana dikemukakan oleh
Nicolas Henry terbagi lima perkembangan paradigma administrasi yaitu sebagai berikut : 1)
dikantomi politik dan administrasi, 2) prinsip-prinsip administrasi, 3) administrasi Negara
sebagai ilmu politik, 4) administrasi Negara, 5) administrasi Negara sebagai administrasi Negara.
Bahwa paradigm administrasi telah banyak memberikan sesuatu untuk perbaikan atau dengan
kata lain penyempurnaan pelaksanaan administrasi pada umumnya.
Persepsi Organisasi
Menurut Prajudi Atmosudirjo mengemukakan bahwa organisasi yaitu suatu kelompok
yang terdiri dari dua orang atau lebih (social entity) yang sadar bekerja sama secara terpadu
(consciously coordinated) dalam suatu konteks tertentu, menurut batasan-batasan (bounderies)
dalam fungsi-fungsi tertentu guna mencapai suatu tujuan bersama. Sedangkan pengertian lain
organisasi adalh suatu bentuk persekutuan sosial dari sekelompok manusia yang saling
berinteraksi dan bereaksi ke dalam suatu ikatan pengaturan dan keteraturan, dengan memiliki
fungsi dan serta mempunyai batas-batas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas
masing-masing manusia yang terikat dalam persekutuan. Kreativitas penilain sesuatu organisasi
juga dipengaruhi tindakan objektivitas dan subjektivitas cara memandang keberadaan organisasi
itu, yang terdiri atas organisasi formal dan organisasi informal.
Dalam pembahasan mengenai suatu organisasi dimana organisasi merupakan suatu
wadah atau tempat persekutuan dua orang atau lebih manusia yang melakukan kerjasama untuk
mencapai tujuan. Dalam hal ini bahwa perilaku atau orang yang berada dalam suatu organsasi itu
berbeda-beda dimana terdapat dua karakter utama yang ada pada manusia dalam suatu organisasi
yaitu perilaku (behavior), dan gaya (style). Kedua karakter ini sangat mempengaruhi kejiwaan
(psychology) atau roh manusia. Perilaku manusia dalam organsasi merupakan suatu karakteristik
yang relatif permanen akibat pengaruh kejiwaan yang diperlibatkan melalui tingkah laku dan
perbuatan maupun cara berpikir (way of thinking) manusia yang bersangkutan. Manusia sebagai
makhluk sosial senantiasa memerlukan keindahan baik yang melekat pada dirinya maupun pada
alam sekitarnya, dan persepsi setiap manusia yang berkaitan dengan keindahan berbeda antara
manusia sayu dengan manusia yang lainnya. Gaya manusia adalah suatu proses penciptaan
karakteristik yang tidak berlaku permanen, tetapi senantiasa menyesuaikan diri dengan kondisi
1.

tertentu yang berkaitan dengan keindahan pada dirinya sehingga orang lain member perhatian
pada dirinya.
Secara fenomenologis, orang yang memiliki kekuasaan terkecil adalah orang yeng
memiliki hierarki jabatan terendah. Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan yang dihadapi
setiap organisasi disebabkan lingkungan yang tidak mendukung untuk melaksanakan aktivitas
organisasi secara berdaya guna dan berhasil guna. Dalam suatu organisasi baik organisasi formal
maupun informal, bahwa lingkungan organisasi dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang tak
terhingga, atau dengan kata lain tidak terbatas (infinite) dari seluruh elemen yang terdapat di
dalam maupun diluar organisasi yang bersanguktan. Lingkungan organisasi terbagi menjadi dua
yaitu : 1) Lingkungan Internal (dalam) dan Lingkungan Eksternal (luar) dimana kedua faktor
lingkungan dalam suatu organisasi harus seimbang, selain itu lingkungan memang dapat
membawa keberuntungan yang dapat memperbesar nama organisasi. Tetapi dengan lingkungan
pula dapat menghancurkan bahkan juga dapat mematikan organisasi yang bersangkutan.
Dalam suatu organisasi ada tiga jenis tata hubungan dalam organisasi utnuk melakukan
interaksi dan reaksi dari berbagai pihak yaitu hubungan horizontal, vertikal dan diagonal. Dari
ketiga hubungan kerja dalam sebuah organisasi sulit dihindari tetapi justru harus dikembangkan
untuk memberikan manfaat yang lebih besat bagi kepentingan pelaksanaan suatu kegiatan pada
berbagai jenjang atau kierarki dalam organisasi. Ketiga hubungan ini merupakan suatu system
yang saling memperkuat dan jika salah satu lemah akan berakibat kepada yang lainnya.
Keberhasilan pelaksanaan pemberdayaan ditentukan oleh seluruh jajaran anggota
organisasi dan partisipasi masyarakat sekitarnya. Kegagalan pelaksanaan pemberdayaan dalam
suatu organisasi pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan lainnya disebabkan oleh dua
faktor yaitu pertama, ketidakmampuan anggota organisasi yang bersangkutan, terutama di
bidang Sciences (keilmuan), Skill (keterampilan), knowledge (pengetahuan)
dan
kesehatan. Kedua, ketidakberdayaan yang disebabkan adanya tekanan atau ancaman pihak lain,
baik internal atau eksternal. Sedangkan pemberdayaan anggota organisasi merupakan suatu
system karena memiliki berbagai komponen yang saling berkaitan dan mempengaruhi antara
komponen yang satu dengan yang lainnya untuk menciptakan suatuoutput. Motivasi
pemberdayaan anggota organisasi yang bersifat positif dalah dorongan yang muncul dari diri
anggota organisasi untuk melakukan suatu kegiatan. Kalau motivasi pemberdayaan anggota
organisasi yang bersifat negative adalah keberdayaan yang dimiliki oleh aparatut yang
bersangkutan yang bukan bersumber dari potensi yang dimilikinya.
Pemberdayaan masyarakat bukan saja tanggung jawab Negara atau pemerintah tetapi
merupakan tangung jawab seluruh elemen bangsa terutama pada Negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Adapaun hal yang perlu dilakukan untuk menciptakan
kelompok kerja yang dinamis dan menggubah perilakunya dengan meninggalkan kebiasaan yang
kurang menguntungkan dan menerima perubahan yang lebih menguntungkan dalam melakukan
kegiatannya serta mengubah pola hidup konsumtif menjadi pola hidup produktif.

Anda mungkin juga menyukai