Di Susun oleh :
KELOMPOK IV :
SUDIRMAN (C1B318031)
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Kesejahteraan Sosioal
Dalam Masyarakat Multikultural yang berjudul “Pemakaman Muslim Secara Adat Toraja”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kami sebagai syarat memenuhi aturan yang
berlaku.
Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan Teman-teman sekelompok
yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kami Penulis menyadari dalam penyusunan makalah Kesejahteraan Sosioal Dalam
Masyarakat Multikultural ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami penulis memohon
kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umunya dan bagi
penulis pada khususnya.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ..........................................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………
1.1 Latar Belakang ………………………………………….
1.2 Rumusan masalah……………………………………….
1.3 Tujuan……………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN……… ……………………………………….
2.1 Rambu Solo’….........……………………………………
2.2 Aspek-Aspek Dalam Rambu Solo’……………………..
BAB III PENUTUP ...................................................................................
3.1 Kesimpulan ......................................................................
3.2 Saran ................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui suku Toraja
2. Mengetahui apa yang di maksud Rambu Solo’
3. Menganalisa Proses Rambu Solo’
4. Menganalisa aspek – aspek Rambu Solo’
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Suku Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi
Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya
masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen dan ada juga yang memeluk agama Islam.
Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti “orang yang berdiam di negeri
atas”. Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja
terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual
pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan
orang dan berlangsung selama beberapa hari.
2.2 Definisi Rambu Solo’
Rambu Solo adalah upacara pemakaman yang berada di Toraja. Upacara ini
merupakan adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun-temurun ini
mewajibkan keluarga yang ditinggal mati membuat pesta besar sebagai penghormatan
terakhir kepada mendiang yang telah pergi. Rambu Solo juga merupakan upacara yang
meriah karena dilangsungkan selama berhari-hari. Waktu pelaksanaan Rambu Solo adalah
siang hari, yaitu saat matahari condong ke barat dan biasanya memakan waktu dua sampai
tiga hari, bahkan dua minggu bagi kalangan bangsawan.
Upacara rambu solo’, salah satu hal yang sangat penting adalah upacara pemakaman.
“tahapan-tahapan pelaksanaan upacara Rambu Solo’ merupakan suatu peristiwa yang
mengendung dimensi religi dan sosial. Maksudnya, upaca rambu Solo’ itu tidak dapat
dipisahkan dari nilai-nilai kepercayaan orang Toraja, secara khusus dengan apa yang disebut
sebagai “Aluk Todolo” atau animisme. Selain itu, upacara itu juga tidak dapat dilepaskan dari
masalah sosial sehingga di dalam pelaksanaannya harus memperhatikan strata sosial dari
orang yang meninggal.
2.3. Simbol - Simbol dalam Rabu Solo’
Pelaksanaan Rambu Solo juga identik dengan penyembelihan kerbau dan babi. Tetapi
yang paling ditonjolkan dalam upacara tersebut adalah penyembelihan kerbau. Kerbau
merupakan hal utama yang harus ada dalam upacara ini. Masyarakat Toraja beranggapan
bahwa kerbau adalah kendaraan yang ditunggangi arwah si mati untuk mengantarnya ke
surga. Kerbau yang disembelih berkisar puluhan ekor bahkan jumlah itu bisa mencapai
ratusan berdasarkan strata sosialnya. Jenis kerbau yang disembelih adalah kerbau
biasa/kerbau hitam, kerbau balian (kerbau aduan), dan kerbau belang (kerbau Bonga).
Berbeda dengan budaya lain di Indonesia, budaya Rambu Solo’ di Toraja justru
menunjukkan atau memperjelas identitas diri dari pelakunya, dalam kebudayaan masyarakat
Toraja dikenal empat macam tingkat atau strata social :
a. Tana’ bulaan atau golongan bangsawan
b. Tana’ basi atau golongan bangsawan menengah
c. Tana’ karurung atau masyarakat biasa/ rakyat merdeka, dan
d. Tana’ kua-kua atau golongan hamba
Kelompok sosial itu merupakan tatanan yang mengatur perilaku para anggota kelompokya,
termasuk memberi ciri-ciri yang khas dalam melaksanakan upacara Rambu Solo’
2.4 Tingkatan Upacara Rambu Solo’
Bentuk upacara Rambu Solo’ yang dilaksanakan di Toraja disesuaikan dengan
kedudukan sosial masyarakat. Oleh karena itu, upacara Rambu Solo’ di Toraja dibagi
kedalam empat tingkatan, dan setiap tingkatannya memiliki beberapa bentuk.
a. Upacara Disilli’
Upacara Disilli’ adalah upacara pemakaman yang paling rendah di dalam Aluk
Todolo, yang diperuntukkan bagi strata yang paling rendah atau anak-anak yang belum
mempunyai gigi.
1. Dipasilamun Toninna, yaitu upacara pemakaman yang dilakukan bagi anak-anak yang
meninggal pada waktu lahir. Anak itu akan dikuburkan dengan plasentanya, sebagai
pemakaman bersejarah
2. Didedekan Palungan, yaitu upacara pemakaman bagi orang yang meninggal, tanpa ada
binatang yang dikorbankan. Hal itu diganti dengan mengetuk/ memukul tempat makan
babi saja
3. Dipasilamun Tallok Manuk, yaitu upacara pemakaman bagi orang yang meninggal, yang
dikuburkan bersama dengan telur ayam, pada malam hari. Pemakaman itu tanpa
pemotongan binatang korban
4. Dibai Tungga’, yaitu upacara pemakaman yang dilakukan dengan cara mengantar
jenazah kekuburan pada malam hari dan disertai dengan pemotongan seekor babi
b. Upacara Dipasangbongi
Upacara Dipasangbongi adalah upacara pemakaman yang hanya berlangsung selama
satu malam. Upacara itu dilaksanakan bagi kelompok tana’ karurung (rakyat merdeka/ biasa).
Namun, upacara itu bisa saja dilakukan oleh orang dari tana’ bulaan dan bassi jika secara
ekonomi mereka tidak mampu.
1. Dibai A’pa’, yaitu upacara selama satu malam dengan hanya mengorbankan babi empat
ekor
2. Ditedong Tungga’, yaitu upacara pemakaman selama satu malam dengan kerbau satu
ekor, tetapi babi tidak ditemtukan banyaknya
3. Diisi, yaitu upacara pemakamn bagi anak yang belum memiliki gigi.. anak itu dapat
diberi gigi emas atau besi, lallu dipotongkan kerbau seekor. Upacaranya berlangsung
selama satu malam, lalu besoknya dikuburkan. Upacara itu biasanya dilakukan oleh
orang yang berasal dari kelompok bangsawan tinggi dan menengah
4. Ma’tangke Patomali, yaitu upacara pemakaman yang berlangsung selama satu malam
dan diberi kerbau dua ekor sebagai korban. Upacara itu disebut “To Ditanduk Bulaan”.
c. Upacara Dipasangbongi
Dalam upacara Dibatang atau Didoya Tedong, setiap hari kerbau satu ekor
ditembatkan pada sebuah patok dan dijaga oleh orang sepanjang malam tanpa tidur. Selama
upacara itu berlangsung, setiap hari ada pemotongan kerbau satu ekor. Upacara itu
diperuntukkan bagi bangsawan menengah (tana’ bassi), tetapi juga bisa dipakai untuk kaum
bangsawan tinggi (tana’ bulaan) yang tidak mampu membuat upacara tana’ bulaan.
Upacara itu dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Dipatallung bongi, yaitu upacara pemakaman yang berlangsung selama 3 hari 3 malam
dengan korban kerbau sekurang-kurangnya tiga ekor dan babi secukupnya. Pada upacara
itu dibuat pondok-pondok dihalaman tongkongan yang ditempati oleh seluruh keluarga
selama upacara berlangsung
2. Dipalimang bongi, yaitu upacara pemakam yang berlangsung 5 hari 5 malam dengan
korban kerbau sekurang-kurangnya lima ekor dan babi secukupnya. Pada upacara itu,
selain membangun pondok dihalaman tonngkongan, dibuatkan juga pondok upacara
ditempat yang dinamakan “rante”
3. Dipapitung bongi, adalah upacara pemakaman yang berlangsung selama 7 hari 7 malam
dengan korban kerbau sekurang-kurangnya tujuh ekor dan babi secukupnya. Walaupun
upacara itu berlangsung 7 hari, ada satu hari yang digunakan untuk beristirahat meskipun
acara korban terus berlangsung. Hari itu dikenal dengan istilah “Allo Torro” (hari
istirahat). Tambahan dalam upacara itu adalah pembuatan “duba-duba”, yaitu tempat
pengusung mayat yang dibentuk seperti rumah adat Toraja. Pada upacara dipatallung
bongi dan dipalimang bongi, hal itu tidak dibuat, kecuali “saringan”, yaitu tempat
pengusung mayat tanpa tutup, yang menyerupai rumah adat Toraja
d. Upacara Rapasan
Upacara rapasan adalah upacara pemakaman yang dikhususkan bagi kaum bangsawan
tinggi (tana’ bulaan). Dalam upacara jenis rapasan, upacara dilaksanakan sebanyak dua kali.
Upacara itu dibagi lagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Upacara rapasan diongan atau didandan tana’ (artinya dibawah atau menurut syarat
minimal), dalam upacara itu korban kerbau sekurang-kurangnya sembilan ekor, dan babi
sebanyak yang dibutuhkan/ sebanyak banyaknya. Karena upacara rapasan dilaksanakan
sebanyak dua kali, upacara pertama dilaksanakan selama tiga hari dihalaman
tongkongan, dan upacara kedua dilaksanakan di rante. Upcara pertama disebut sebagai
Aluk pia atau aluk banua, yang berlangsung sekurang-kurangnya 3 hari di halaman
tongkongan, sedangkan upacara kedua disebut Aluk Palao atau Aluk Rante karena
pelaksanaannya berlangsung di rante dan dapat dilangsungkan selama yang diinginkan
oleh keluarga. Jumlah kerbau yang dikorbankan dalam upacara pertama itu sama dengan
jumlah yang dikorbankan dalam upacara kedua meskipun kadang-kadang dilebihkan satu
atau dua ekor pada upacra kedua.
2. Upacara rapasan sundun atau doan (upacara semourna/ atas). Upacara itu diperuntukkan
bagi banngsawan tinggi yang kaya atau para pemangku adat. Dalam upacara itu
dibutuhkan korban kerbau sekurang-kurangnya 24 ekor, dengan jumlah babi yang tidak
terbatas untuk dua kali pesta upacaranya berlangsung seperti upacara rapasan diongan
3. Upacara rapasan sapu randaan (secara literal diartikan “setara dengan tepi sungai”)
berlangsung dengan korbankerbau yang melimpah (ada yang mengatakan di atas 24, 30,
bahkan diatas 100 ekor). Pada upacara itu, selain menyiapkan duba-duba (tempat
pengusung mayat yang mirip dengan rumah tongkongan), disiapkan juga tau-tau, yaitu
patung orang yang meninggal, yang diarak bersama dengan mayat ketika akan
dilaksanakan aluk palaoatau aluk rante.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan ulasan makalah di atas maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:
a. Upacara adat rambu solo’ di Tana Toraja terkait aspek fisik yang meliputi, kelelahan fisik
dikarenakan prosesi upacara yang panjang.
b. Upacara adat rambu solo’ di Tana Toraja terkait aspek sosial ditinjau dari keluarga, strata
sosial, dan persekutuan dimana solidaritas keluarga masih kental hal ini terbukti dalam
partisipasi upacara rambu solo’ serta penangulangan bersama biaya upacara rambu solo’.
Berdasarkan strata sosial kemeriahan upacara adat rambu solo’ mencerminkan martabat
dan harga diri keluarga. Berdasarkan perseskutuan dimana seluruh anggota masyarakat
secara sukarela dan gotong royong membantu dalam kegiatan upacara rambu solo’
tersebut.
c. Upacara adat rambu solo’ di Tana Toraja terkait aspek mental bahwa beban biaya yang
ditanggung keluarga yang ditinggalkan menimbulkan stressor tersendiri khususnya bagi
strata sosial paling bawah (tana’ kua-kua), serta kesedihan yang tidak terlalu tergambar
diwajah-wajah keluarga yang berduka, hal ini dikarenakan meraka mempunyai waktu
yang cukup untuk mengucapkan selamat jalan kepada saudara yang meninggal tersebut
3.2 Saran
Masyarakat Toraja harus menjaga kekeluargaan, toleransi yang kuat dan saling
menghargai agar tali persaudaraannya yang kuat bisa terjaga dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Toraja Unik, dkk. 2019. Pemakaman Muslim Secara Adat Toraja. (YouTube)
https://www.academia.edu/23712372/KEBUDAYAAN_UPACARA_RAMBU_SOLO_TAN
A_TORAJA
Bidiawati, dkk. 2009. Rambu Solo: Upacara Kematian Di Tana Toraja. [Serial Online]
https://tulisananakkos.wordpress.com/2010/06/24/makalah-rambu-solo-upacara-kematian-di-
tana-toraja/. [17 Maret 2016].
http://www.rssemengresik.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=30&Itemid=1