Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).
Sedangkan Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan
11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian WHO di Jawa
Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang
yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah
mengalami stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat 785 orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka kejadian 44
persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati urutan kedua dengan
angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173 orang, pasien dengan resiko perilaku
kekerasan menempati urutan ketiga dengan angka kejadian 18 persen atau berjumlah pasien
141 orang pasien, pasien dengan harga diri rendah menempati urutan keempat dengan angka
kejadian 12 persen atau berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan waham, defisit
perawatan diri 4 persen atau 32 orang Zelika, 2015.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas untuk
memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah satunya halusinasi, maka
kelompok di berikan tugas untuk membahas masalah gangguan jiwa dengan halusinasi. Oleh
karena itu kelompok diberikan tugas dalam bentuk makalah yang berjudul Laporan
Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi

1
B. Rumusan Masalah
Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi?

C. Tujuan
Mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus
Halusinasi.
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis makalah dengan baik
dan benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih mengerti tentang
halusinasi dan masalah keperawatannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai
dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera tanpa
ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi
yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh
klien.

B. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang menyebabkan
klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang
anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%

3
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor
predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara
lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin,
dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama
sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya latihan,
hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari,
kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan
sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak
percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun

4
kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
C. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini merupakan
persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.Diantara
kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan
persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai
ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera
tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa

D. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %

5
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya
klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti:
darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.Biasanya berhubungan
dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam,
asyik dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan

6
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998) dalam Yusalia
(2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat
berupa sesuatu yang menyenangkan
/sesuatu yang menakutkan seperti
monster.
Penciuman
Membau bau-bau seperti bau darah,
urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa
darah, urine, fases.
Perabaan
Mengalami nyeri atau

7
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


darah divera (arteri), pencernaan
makanan.
Kinestetik
Merasakan pergerakan sementara
berdiri tanpa bergerak

F. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya
Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan
dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan
makin dikendalikan oleh halusinasinya.
8
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau


ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi

(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan)
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan

9
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya
jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi
perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur
berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya
jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat)
agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

10
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya
dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien
lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan
pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien
dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri,
membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk
membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan
aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan
klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan
menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan
kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk
mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila
halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara
kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu
menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan
bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat
secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan
dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh
untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan
dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh

11
sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah
mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi
sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang
ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang
cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur: Jenis-jenis obat yang
biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya
terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa
involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis
permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300
mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan
satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg
perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol,
barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat
fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut
kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau
hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa
dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi
susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan

12
gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak –
anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk
keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam,
tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif
terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea,
diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping
yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien
memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan
tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval
pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien.
Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:

13
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine
atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala –
gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat
berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari
menggunakan ephineprine ISO, (2008)dalam Pambayun (2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya
pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan
dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus
internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan halusinasi
muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien.
Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun
rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan
tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah.
Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas
terjadwal.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : P2
Usia : 31 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja (Irt)
Pendidikan : SMP
Status : cerai
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jawa Tengah
No. Rm : 00161387
Diagnosa Medis : F32.2 (Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik)
b. Identitas Penaggung Jawab
Nama : Ny. D
Usia : 30 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMK
Alamat : Jawa Tengah
Hubungan : Anak Pertama
2. Alasan masuk
Pasien diantar oleh keluarganya ke poli RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang pada tanggal
5 april 2018 dengan alasan kurang lebih enam bulan ini Ny. P banyak diam, bicara
seperlunya, suka bicara sendiri. Keluarga mengatakan klien perilakunya aneh
semenjak bercerai dengan suaminya.
3. Faktor predisposisi
Klien mengatakan pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga sebagai korban
waktu usia pasien 29 tahun. Pasien sebelumnya pernahmengalami gangguan jiwa

15
berobat dan pernah dirawat di RSJ. Dalam keluarga tidak ada yang mengalami
gangguan jiwa.
4. Faktor Presipitasi
Pasien mengeluhkan putus obat sejak beberapa bulan yang lalu karena ekonomi.
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : pasien terlihat diam dan mengantuk
b. Tanda-tanda vital : TD 110/90 mmHg, Nadi 82x/menit, RR 20x/menit dan Suhu
36 C.
c. BB dan TB : 45 kg dan 147 cm Pasien tidak memiliki keluhan fisik yang
berhubungan dengan kesehatan.
6. Pengkajian psikososial
a. Konsep diri
1) Gambaran diri : pasien mengatakan bersyukur atas karunia Tuhan dalam
wujud bentuk tubuh yang sempurna dan pasien menyukainya.
2) Identitas diri : pasien menyadari dirinya seorang perempuan berusia 50 tahun
dan belum menikah. Penampilan sudah terlihat selayaknya perempuan usia 50
tahun. Rambut sebahu acak-acakan, hidung mancung dan bulu mata lentik.
3) Peran : Ny. S berperan sebagai anak di rumah, karena belum menikah dan
masih tinggal bersama ibunya. Ketika dirawat di wisma arimbi, pasien
mengikuti kegiatan dengan baik seperti menyiapkan makan, mencuci alat
makan, menyapu, mengepel dan menyetrika.
4) Ideal diri : pasien mengatakan ingin cepat pulang dan bekerja kembali seperti
sebelum sakit.
5) Harga diri : pasien mengatakn iasa saja dan tidak merasa malu dengan
kondisi saat ini.
b. Hubungan Sosial
Pasien mengatakan jika orang yang paling dekat dengan dirinya yaitu
ibunya. Pasien mengatakan sering berinteraksi/bincang-bincang dengan
tetangganya. Pasien juga masih aktif mengikuti kegiatan di lingkungan rumahnya
seperti pengajian dan arisan. Saat dirawat di wisma arimbi pasien juga tampak
duduk bersama teman-temannya, walaupun lebih terlihat diam hingga mengantuk.

16
c. Spiritual (keyakinan dan ibadah)
Pasien mengatakan beragama islam, shalat 5 waktu, tetapi sejak di RSJ
pasien jarang shalat. Pasien yakin dengan berdoa dirinya akan segera sembuh
kemudian pulang ke rumah. Pasien mengatakan sakit yang dialaminya merupakan
ujian, namun dalam masyarakat sakit jiwa seperti ini dianggap memalukan.
7. Status Mental
a. Penampilan
Rambut diikat, baju bersih dan sesuai.
b. Pembicaraan
Lambat, inkoheren (bicara tidak fokus, muter-muter tetapi sampai pada tujuan).
c. Aktifitas motorik
Lesu, lemes, mengantuk, namun ketika menceritakan soal wahamnya, pasien
tampak antusias.
d. Alam perasaan
Pasien mengatakan sedih karena keluarga belum mengunjunginya.
e. Afek
Tumpul (awalnya pasien lesu, lemas, mengantuk, tetapi ketika ditanya soal
halusinasinya tentang suara yang memanggil “mama”, pasien tampak lebih
bersemangat untuk bercerita bahwa dirinya belum menikah namun sudah
melahiran, pasien juga mengatakan hafal doa menikah
f. Interaksi selama wawancara
Kontak mata mudah beralih, mengantuk, namun ketika diberi rangsang stimulus
wajahnya berespon positif dan segera melanjutkan cerita dengan serius.
g. Persepsi
Pendengaran. Pasien mendengar suara anak kecil yang memanggilnya “mama”,
suara itu muncul ketika pasien tidak bias tidur setiap saat.
h. Proses piker
Sirkumtansial (bicara tidak fokus pada satu tujuan namun sampai pada tujuan).
i. Isi piker
Pasien mengatakan pernah hamil dan melahirkan, pasien mengatakan hafal doa
menikah dan mahir dalam menulis huruf arab karena pasien merasa dirinya

17
seorang guru agama. Pasien mengatakan pernah memakai jas dokter dan
mengoperasi pasien.
j. Tingkat kesadaran
Pasien sadar jiwa sedang menjalani perawatan di RSJ Magelang, dan pasien ingat
betul jika ibu kandungnya yang mengantarnya kesini.
k. Memori
Pasien tidak mengalami gangguan ingatan baik jangka pendek maupun panjang.
Pasien mampu menjawab dengan benar saat ditanya topik TAK sebelumnya,
pasien juga masih mengingat nama anggota keluarganya.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Perhatian pasien mudah beralih dari satu obyek ke obyek lain, pasien tampak tidak
mampu menjelaskan kembali apa yang disampaiakan oleh perawat (tak mampu
konsentrasi). Serta tidak mampu menjawab beberapa pertanyaan.
m. Kemampuan penilaian
Pasien mengalami gangguan penilaian ringan. Pasien mampu mengambil
keputusan sederhana dengan bantuan orang lain).
n. Daya tilik diri
Pasien mengatakan dirinya tidak mengingkari penyakit yang dideritanya karena
pasien sadar sekarang sedang berada di RSJ untuk menjalani pengobatan.
8. Persiapan pasien pulang
a. Makan
Pasien dapat menyiapkan alat makan sendiri, mampu mencuci piring,
membersihkan meja makan, berdoa sebelum dan sesudah makan.
b. BAB dan BAK
Pasien mampu BAB dan BAK di kamar mandi dan membersihkannya secara
mandiri.
c. Mandi
Pasien mampu secara mandiri mandi sehari 2x di kamar mandi, keramas dan
gosok gigi mandiri.
d. Berpakaian dan berhias

18
Pasien mampu menggunakan pakaian secara mandiri sesuai dengan seragam
ruangan dan menyisir rambut serta memakai minyak rambut dan lotion.
e. Istirahat dan tidur
Tidur siang ± 1 jam, tidur malam ± 7 jam. Kegiatan sebelum tidur: shalat, sikat
gigi dan berdoa. Kegiatan setelah tidur: doa, membersihkan tempat tidur dan
mandi.
f. Penggunaan obat
Pasien dapat minum obat yang disiapkan perawat secara mandiri.
g. Pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan akan minum obat secara rutin untuk mencegah kekambuhan
dan cepat sembuh. Perawatan lebih lanjut didukung oleh keluarga sebagai sistem
pendukung keluarga.
h. Kegiatan di dalam rumah
Pasien mampu membersihkan meja makan, mencuci piring dan menjaga
kerapihan rumah.
i. Kegiatan di luar rumah
Pasien mampu menyapu halaman rumah dan berbelanja bersama keluarga.
9. Mekanisme Koping
a. Adaptif
Pasien mengatakan senang melakukan senam dan jalan pagi.
b. Maladaptif
Pasien mengatakan jika mempunyai masalah, dia memilih untuk diam
dibandingkan harus menceritakannya kepada orang lain.
10. Masalah dalam Psikososial dan Lingkungan
Masalah dalam dukungan kelompok (pasien seringkali merasa iri saat melihat
temannya dijenguk oleh keluarganya).
11. Pengetahuan kurang
Pasien sering menanyakan kepada perawat bagaimana supaya tidak mendengar suara-
suara.
12. Aspek Medik
a. Diagnosa medis : F20.0 (Skizofrenia paranoid-Curiga)

19
b. Terapi : TFZ 2x5 mg /12 jam, THP 2x2 mg /12 jam dan Clozapine 2x50 mg /12
jam.

B. ANALISA DATA
No Data focus Masalah
keperawatan
1. Ds: pasien mengatakan mendengar suara anak Gangguan
kecil yang memanggilmanggil dirinya Persepsi
“mama”, pasien mengatakan senang dengan Sensori:
suara tersebut, pasien mengatakan suara itu Halusinasi
muncul saat ia sendirian tidak bias tidur,
namun pasien mengatakan hanya mendiamkan
suara tersebut.
Do: pasien tampak lebih banyak diam namun
sesekali tertawa sendiri, tampak memalingkan
muka ke arah telinga da sesekali menutup
telinga.
2. Ds: pasien mengatakan pernah hamil dan Gangguan Isi
melahirkan. Pasien mengatakan hafal doa Pikir:
menikah dan bisa menulis arab karena dia Waham
guru agama.
Do: ekspresi wajah tampak tegang dan serius
saat interaksi. Verbal inkoheren.

Diagnose keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
2. Gangguan Isi Pikir: Waham

20
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnose Tujuan dan criteria hasil Rencana intervensi (sp)
keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan SP 1 Pasien
Sensori keperawatan selama ... x 1. Bina hubungan saling
Persepsi: pertemuan, masalah percaya dengan klien.
Halusinasi gangguan sensori persepsi: 2. Bantu klien
halusinasi dapat teratasi mengidentifikasi sumber
dengan kriteria hasil: halusinasi
1. Dapat membina 3. Sebutkan cara
hubungan saling mengontrol halusinasi
percaya. (menghardik, bercakap-
2. Dapat mengidentifikasi cakap, melakukan
isi halusinasi, waktu aktivitas, dan minum
terjadinya halusinasi, obat).
situasi/penyebab yang 4. Bantu klien
menimbulkan halusinasi, mempraktekkan latihan
dan perasaan/respon cara mengontrol
pasien saat terjadi halusinasi dengan
halusinasi. menghardik.
3. Dapat 5. Anjurkan klien
mendemonstrasikan cara memasukkan cara
mengontrol halusinasi mengontrol halusinasi
dengan cara: dengan menghardik ke
a. Menghardik dalam jadwal kegiatan
b. Berbincang-bincang harian.
c. Melakukan aktivitas
d. Minum obat teratur SP2 Pasien
1. Evaluasi jadwal kegiatan
harian klien (SP1 P).
2. Bantu klien

21
mempraktekkan latihan
cara mengontrol minum
obat secara teratur.
3. Anjurkan klien
memasukkan cara
mengontrol halusinasi
dengan meminum obat
ke dalam jadwal
kegiatan harian.

SP3 Pasien
1. Evaluasi jadwal kegiatan
harian klien (SP1 P dan
SP2 P).
2. Bantu klien
mempraktekkan latihan
cara mengontrol
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap.
3. Anjurkan klien
memasukkan cara
mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap
ke dalam jadwal
kegiatan harian.

SP4 Pasien
1. Evaluasi jadwal kegiatan
harian klien (SP1 P, SP2
P dan SP3 P).
2. Bantu klien

22
mempraktekkan latihan
cara mengontrol
halusinasi dengan
melakukan aktivitas.
3. Anjurkan klien
memasukkan cara
mengontrol halusinasi
dengan melakukan
aktivitas ke dalam
jadwal kegiatan harian.

SP1Keluarga
1. Mendiskusikan masalah
yang dirasakan keluarga
dalam merawat klien.
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang
pengertian halusinasi,
jenis halusinasi, tanda
dan gejala halusinasi,
serta proses terjadinya
halusinasi.
3. Menjelaskan cara
merawat klien dengan
halusinasi.

SP2Keluarga
1. Melatih keluarga
mempraktikkan cara
merawat klien dengan
halusinasi.

23
2. Melatih keluarga
melakukan cara mearwat
langsung kepada klien

D. IMPLEMENTASI
Diagnose Implementasi Evaluasi
Gangguan 1. Mengidentifikasi jenis S: pasien mengatakan masih
Persepsi halusinasi (isi, frekuensi, mendengar suara anak kecil
Sensori: waktu terjadi, situasi memanggil “mama” suara
Halusinasi pencetus, perasaan dan muncul saat tengah malam,
respon terhadap halusinasi). pasien mengatakan didiamkan
2. Melatih pasien cara kontrol saja jika suara datang, pasien
halusinasi dengan mengatakan susah cara
menghardik. menghardiknya.
3. Membimbing pasien O: pasien mulai sedikit berbicara
memasukkan dalam jadwal tetapi masih mengantuk, pasien
kegiatan harian. terkadang masih melamun,
kontak mata mudah beralih dan
tidak fokus, pasien belum
mampu menghardik.
A: halusinasi teratasi dengan
SP1 (menghardik).
P: latih cara control halusinasi
dengan minum obat teratur
(prinsip 5 benar obat).
Gangguan 1. Memvalidasi masalah dan S: pasien mengatakan masih
Persepsi latihan sebelumnya. mendengar suara memanggil
Sensori: 2. Menjelaskan cara kontrol “mama”, jika suara itu muncul
Halusinasi halusinasi dengan teratur pasien mencoba menghardik.
minum obat (prinsip 5 benar O: kontak mata tidak fokus,

24
minum obat). masih mengantuk, terkadang
3. Membimbing pasien melamun.
memasukkan ke dalam A: halusinasi belum teratasi
jadwal kegiatan harian. dengan SP2 minum obat.
P: latih ulang cara control
halusinasi dengan teratur minum
obat (mengenal prinsip 5 benar
obat).
Gangguan 1. Memvalidasi masalah dan S: pasien mengatakan masih
Persepsi latihan sebelumnya. mendengar suara memanggil
Sensori: 2. Menjelaskan cara kontrol “mama”, jika suara itu muncul
Halusinasi halusinasi dengan teratur pasien menghardik.
minum obat (prinsip 5 benar O: kontak mata mudah beralih,
minum obat). mengantuk, tibatiba tidur saat
3. Membimbing pasien sedang diajak bicara, masih
memasukkan ke dalam tampak melamun.
jadwal kegiatan harian A: halusinasi teratasi dengan
SP2 minum obat.
P: lanjut ajarkan pasien cara
kontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap bersama orang
lain!

25
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi. www.academia.edu
diakses Oktober 2016.

Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.


www.academia.edudiakses Oktober 2016

Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti
Mulia.

Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S” Dengan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi PendengaranDiruang Kenari Rsj Dr. Radjiman
Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Bakti IndonesiaBanyuwangi
Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan JiwaPada Ny. S Dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi PendengaranRuang 11 (Larasati) RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Akademi Keperawatan Widya Husada
Semarang.

26

Anda mungkin juga menyukai