Anda di halaman 1dari 16

Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah dengan judul Pendekatan CBSA dan
pendekatan keterampilan proses daalam pembelajaran
Dalam penyusunan Makalah ini penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan,
tentunya masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan,oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca agar dapat menyusun Makalah yang lebih
baik lagi.

Penyusun

1
Daftar Isi

Kata Pengantar...1
Daftar isi.2
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah.3
B. Rumusan Masalah......3
C. Tujuan....3
D. Manfaat.3
Bab II Pembahasan
1. Pengertian Pendekatan CBSA...4
2. Rasionalisasi CBSA dalam pembelajaran..4
3. Kadar CBSA dalam Pembelajaran.6
4. Rambu Rambu Penyelenggaran CBSA.7
5. Penerapan CBSA...8
6. Pendekatan Keterampilan proses sebagai bagian dari CBSA..10
BAB III
Kesimpulan.......15
Daftar Pustaka..16

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyelanggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, dimana
pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa.
Untuk dapat membelajarkan siswanya, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru ialah
dengan menerapkan pendekatan CBSA dan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP) dalam
proses pembelajaran. Baik CBSA maupun PKP merupakan pendekatan pembelajaran yang
tersurat dan tersirat dalam kurikulum yang berlaku.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian CBSA

2. Rasionalisasi CBSA dalam pembelajaran


3. Pendekatan Keterampilan Proses sebagai Bagian dari CBSA

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian CBSA
2. Mengetahui aplikasi CBSA dalam pembelajaran
3. Mengetahui Keterampilan Proses sebagai Bagian dari CBSA

D. Manfaat
Makalah ini mencakup manfaat yaitu memperkaya khasanah pengetahuan tentang
CBSA yang erat kaitannya dengan pembelajaran yang sesuai dengan fase-fasenya.
Dengan adanya makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi para pendidik dan
praktisi pendidikan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian pendekatan CBSA


Pada umumnya metode lebih cenderung disebut sebuah pendekatan. Dalam bahasa Inggris
dikenal dengan kata approach yang dimaksudnya juga pendekatan. Di dalam kata
pendekatan ada unsur psikhis seperti halnya yang ada pada proses belajar mengajar. Semua
guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar.
Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai
dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan
benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat
dalam hal hakikat manusia. Piaget memandang anak-akalnya-sebagai agen yang aktif dan
konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-
menerus. Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa
terhadap bahan yang dipelajari. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional
dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang
tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif,
afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan
konsep dan prinsip. Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active
Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar
aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terpogram. Akan tetapi dengan CBSA para
pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka.
Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.

2. Rasionalisasi CBSA dalam proses pembelajaran

Rasionalisasi Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pengajaran adalah kegiatan


pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada
diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan belajar, apabila terjadi proses
perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman. Dari jabaran
kegiatan pembelajaran tersebut, maka dapat diidentifikasikan dua aspek penting yang ada
dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Aspek pertama adalah aspek hasil belajar yakni
4
perubahan perilaku pada diri siswa. Aspek kedua adalah aspek proses belajar yakni sejumlah
pengalaman intelektual, emosional, dan fisik pada diri siswa.

Tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara operasional


adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang menjadi kebutuhannya. Kegiatan pengajaran seringkali
didasarkan pada dua premis yang terkadang tidak diungkapkan secara jelas. Premis pertama
mengungkapkan bahwa siswa belajar sesuatu bukan karena hal yang dipelajari menarik atau
menyenangkan baginya, tetapi siswa belajar hanya ingin mnghindarkan diri dari
ketidaksenangan bila ia tidak belajar. Berdasarkan premis ini, timbul tindakan yang
mengkondisikan adanya ancaman tidak naik kelas, nilai rendah, hukuman, dan yang lain, agar
siswa belaajr. Premis kedua mengungkapkan bahwa guru merupakan Motor Penggerak
yang membuat siswa terus-menerus belajar, dari pihak siswa tiada kegiatan belajar spontan.
Siswa seringkali dipandang sebagai gentong kosong yang harus diisi oleh duru dengan air
pengetahuan. Adanya dua premis seperti diungkapkan tersebut, mengakibatkan kegiatan
pembelajaran cenderung menjadi kegiatan penjajahan atau penjinakan daripada sebagai
kegiatan pemanusiaan. Terjadinya penjajahan atau penjinakan, karena siswa benar-
benar dijadikan objek kegiatan pembelajaran.

Apabila dikaji lebih lanjut, kita akan tiba pada kesimpulan bahwa penerapan PKP dalam
kegiatan pembelajaran didasarkan pada hal-hal berikut :
1. Percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi. Percepatan perubahan
IPTEK ini, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya orang yang
menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk mengatasi hal-hal ini perlu
pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses semua fakta, konsep dan
prinsip pada diri siswa.
2. Pengalaman intelektual, emosional dan fisik. Pengalaman intelektual, emosional dan
fisik dibutuhkan agar didapatkan hasil belajar dari peserta didik yang optimal. Ini
berarti kegiatan pembelajaran yang mampu memberi kesempatan kepada siswa
melalui sejumlah keterampilan memproses semua fakta, dan prinsip sangat
dibutuhkan.
3. Penanaman sikap dan nilai sebagai pengabdi pencarian abadi kebenaran ilmu. Hal
ini menuntut adanya pengenalan terhadap tata-cara pemrosesan dan pemerolehan
kebenaran ilmu yang bersifat kesemntaraan. Hal ini akan mengarahkan sispa pada
5
kesadaran keterbatasan manusiawi dan keunggulan manusiawi, apabila dibandingkan
dengan keterbatasan dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Kadar CBSA Dalam Pembelajaran


Dalam pembelajaran CBSA terdapat rentangan derajat/kadar yang disebabkan adanya
kecenderungan peristiwa pembelajaran, yaitu pembelajaran yang berorientasi pada guru dan
pembelajaran yang berorientasi pada siswa. CBSA akan lebih banyak menunjukkan kadar
yang tinggi apabila pembelajaran lebih berorientasi pada siswa, dan akan terjadi sebaliknya
bila arah pembelajaran cenderung berorientasi pada guru.
Mc Keachie mengemukakan 6 dimensi proses pembelajaran yang mengakibatkan
terjadinya kadar dalam CBSA, antara lain :
1. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran.
2. Tekanan pada aspek afektif dalam belajar.
3. Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksi
antar siswa.
4. Kekohesifan (kekompakan) kelas sebagai kelompok.
5. Kebebasan atau lebih tepat kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk
mengambil keputusan-keputusan penting kehidupan sekolah.
6. Jumlah waktu yang digunakan untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik
yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan
sekolah/pembealajaran.
Raka Joni (1992) mengungkapkan bahwa sekolah yang menerapkan CBSA dengan baik
memiliki karakteristik antara lain :
1. Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa berperan
aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan serta pada
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih
diutamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.
2. Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar, guru bukan satu-
satunya sumber informasi, guru merupakan salah satu sumber belajar yang
memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan/keterampilan
melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan motivasi dari dalam dirinya, dan dapat
mengembangkan pengalaman untuk membuat suatu karya.

6
3. Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekedar mengajar standar akademis. Selain
pencapaian standar akademis, kegiatan ditekankan untuk mengembangkan
kemampuan siswa secaara utuh dan setimbang.
4. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, dan
memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap.
5. Penilaian, dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan
siswa, serta mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan misalnya
keterampilan berbahasa, social, matematika, IPA, dan keterampilan lainnya, srta
mengukur hasil belajar siswa.
Lindgren mengemukakan 4 kemungkinan interaksi pembelajaran, yaitu :
1. Interaksi satu arah, dimana guru bertindak sebagai penyampai pesan dan
siswa penerima pesan.
2. Interaksi dua arah antara guru dengan siswa, dimana guru memperoleh
balikan dari siswa.
3. Interaksi dua arah antara guru dengan siswa, dimana guru mendapat balikan
dari siswa. Dan siswa dengan siswa, dimana siswa saling berinteraksi atau
saling belajar satu denagan yang lain.
4. Interaksi optimal antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.

4. Rambu Rambu Penyelenggaraan CBSA

Hakikat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam


kegiatan belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya :
1. Proses asimilasi / pengalaman kognitif
yaitu memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
2. Proses perbuatan / pengalaman langsung
yaitu memungkinkan terbentuknya keterampilan.
3. Proses penghayatan dan internalisasi nilai
yaitu memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap.
Sedangkan yang diamaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah gejala-gejala yang
tampaka pada perilakau siswa dan guru baik dalam program maupun proses pembelajaran.
Rambu-rambu yang dimaksud adalah :
1. Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan.

7
2. Prakarsa dan keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan
yang ada pada dirinya.
3. Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.
4. Usaha dan kreatifitas siswa dalam proses pembelajaran.
5. Keingintahuan yang ada pada diri siswa.
6. Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa.
7. Kuantitas dan kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong
keaktifan siswa.
8. Kualitas guru sebagai innovator dan fasilitator.
9. Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran.
10. Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses
pembelajaran.
11. Ketertarikan guru terhadap program pembelajaran.
12. Variasi interaksi guru dengan siswa dalam proses pembelajaran.
13. Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar.

5. Penerapan CBSA
Dalam menerapkan konsep pembelajaran CBSA, ada beberapa konsekuensi yang harus
diterima. Menurut Gale (1975), konsekuensi yang harus diterima dari adanya pembelajaran
berdasarkan siswa antara lain :
1. Guru merupakan seorang pengelola dan perancang dari pengalaman belajar.
2. Guru dan siswa menerima peran kerjasama (partnership).
3. Bahan-bahan pembelajaran dipilih berdasarkan kelayakannya.
4. Penting untuk melakukan identifikasi dan penuntasan syarat-syarat belajar .
5. Siswa dilibatkan dalam pembelajaran.
6. Tujuan ditulis scara jelas.
7. Semua tujuan diukur/di tes.
Menurut Ausubel (1978), untuk dapat melihat lebih jelas kadar CBSA dan kebermaknaan
suatu proses pembelajaran, ada dua dimensi yang dapat dipertentangkan, yaitu :
1. Kebermaknaan bahan dan/atau proses pembelajaran.
2. Modus-modus pembelajaran. Contoh-contoh modus pembelajaran yaitu :
a. Tabel perkalian, termasuk belajar reseptif yang menyajikan informasi untuk
dihapalkan oleh siswa tanpa tuntutan bagi siswa untuk memahaminya.

8
b Penerapan formula (rumus) untuk pemecahan masalah, termasuk belajar dengan
penemuan terbimbing yang menuntut siswa menghapalkan bagaimana menerapkan
suatu formula untuk memecahkan masalah.
c. Pemecahan teka-teki dengan coba-salah, termasuk belajar dengan penemuan mandiri
yang kurang bermakna karena siswa menghapal tanpa pemahaman.
d. Kerja laboratoris sekolah, termasuk belajar dengan penemuan terbimbing.
e. Ceramah atau penyajian buku teks pada umumnya.
f. Penelitian atau hasil intelektual rutin pada umumnya, merupakan modus belajar
dengan penemuan mandiri yang kebermaknaannya sama dengan ceramah.
g. Klasifikasi keterhubungan antar konsep, yaitu modus belajar reseptif yang penuh
kebermaknaan dan paling bermakna dibandingkan dengan modus belajar reseptif yang
lain.
h. Pembelajaran audio-tutorial yang dirancang dengan baik, merupakan modus belajar
dengan penemuan terbimbing yang paling bermakna dibandingkan dengan modus
belajar dengan penemuan terbimbing yang lain.
i. Penelitian ilmiah, merupakan modus belajar dengan penemuan mandiri yang paling
bermakna dibandingkan dengan modus belajar dengan penemuan mandiri yang lain.
Untuk dapat mengelola dan merancang program pembelajaran dan proses pembelajaran,
seorang guru hendaknya mengenal faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran yang
meliputi :
1. Karakteristik tujuan,
yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang ingin dicapai atau
ditingkatkan sebagai hasil kegiatan.
2. Karakteristik mata pelajaran/bidang studi,
yang meliputi tujuan, isi pelajaran, urutaan, dan cara mempelajarinya.
3. Karakteristik siswa,
mencakup karakteristik perilaku masukan kognitif dan afektif, usia, jenis kelamin, dan
yang lain.
4. Karakteristik lingkungsn/setting pembelajaran,
mencakup kuantitas dan kualitas prasarana, alokasi jam pertemuan, dan yang lainnya.
5. Karakteristik guru,
meliputi filosofinya tentang pendidikan dan pembelajaran, kompetensinya dalam
teknik pembelajaran, kebiasaannya, pengala

9
6. Pendekatan Keterampilan proses sebagai bagian dari CBSA

a) Rasionalisasi pendekatan keterampilan sebagai bagian dari CBSA


Pendekatan Ketrampilan Proses, seperti telah ditegaskan sebelumnya,adalah
pendekatan yang menekankan penggunaan ketrampilan memproseskan perolehan
dalam pembelajaran yang dikembangkan sebagai konsep terlaksana untuk
menerapkan Pendekatan CBSA. Oleh karena itu, alasan dikembangkannya PKP
initidak berbeda secara prinsip dengan rasional Pendekatan CBSA. Rasional
penerapanPKP dalam pembelajaran (Conny Semiawan, dkk,1985: 14-16; Moedjiono
dan Moh.Dimyati, 1992/1993: 12-14) sebagai berikut:1.
Percepatan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan bahan ajar, yang
bersumber dari ilmu pengetahuan itu makin banyak (makin luas dan ataumendalam)
sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dankonsep itu kepada
muridnya dalam pembelajaran di sekolah. Kalau guru tetap berusaha mengajarkan
semua fakta dan konsep itu, maka guru biasanyamemilih cara praktis dengan metode
ceramah. Akibatnya, murid mengetahui banyak fakta dan konsep yang diajarkan itu,
tetapi murid tidak dilatih untuk menemukan dan atau mengembangkan fakta, konsep,
dan atau prinsip,dengan kata lain, tidak dilatih untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.
Perkembangan kognitif murid SD-MI yang masih berada pada tahap
operasikonkrit sehingga masih memerlukan contoh nyata untuk dapat
memahamikonsep yang abstrak dan rumit, utamanya dengan memperaktekkan
sendiiriupaya menemukan konsep itu. Hal itu sesuai dengan salah satu prinsip
PKPyakni perkembangan kognitif sesungguhnya dilandasi oleh gerakan danperbuatan,
seperti pendapat Jean Piaget .. mengetahui sesuatu obyek tak lain daripada
memperlakukannya; esensi pengetahuan adalah aktivitas, baik fisik dan terutama
mental.

b) Pendekatan Keterampilan proses dan keterkaitannya dengan CBSA


Keterampilan proses merupakan kemampuan siswa untuk mengelola
(memperoleh) yang didapa dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) yang
memberikan kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk mengamati,
menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian,
mengkomunikasikan hasil perolehan tersebut (Azhar, 1993: 7)
10
Sedangkan menurut Conny (1990 : 23) pendekatan keterampilan proses adalah
pengembangan sistem belajar yang mengefektifkan siswa (CBSA) dengan cara
mengembangkan keterampilan memproses perolehan pengetahuan sehingga peserta
didik akan menemukan, mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta
menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran khusus.

Berdasarkan uraiaan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan


keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada
pengembangan kemampuan dasar berupa mental fisik, dan sosial untuk menemukan
fakta dan konsep maupun pengembangan sikap dan nilai melalui proses belajar
mengajar yang telah mengaktifkan siswa (CBSA) sehingga mampu menumbuhkan
sejumlah keterampilan tertentu pada diri peserta didik.

c) Jenis jenis keterampilan dalam keterampilan proses


ntuk melaksanakan pendekatan keterampilan proses kepada peserta didik secara
klasikal. Kelompok kecil ataupun individual. Maka kegiatan tersebut harus
mengamati kepada pembangkitan kemampuan dan keterampilan mendasar baik
mental, fisik maupun sosial (menurut Funk dalam Dimiyati, 1999). Adapun
keterampilan yang mendasar dimaksud adalah :
1. Mengamati/observasi
Observasi atau pengamatan merupakan salah satu keterampilan ilmiah yang
paling mendasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan
hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain (Funk 1985
dalam Dimiyati, 1909 :142).Kegiatan mengamati, menurut penulis dapat dilakukan
dengan panca indera seperti melihat, mendengar, meraba, mencium dan mengecap.
Hal ini sejalan dengan pendapat (Djamarah, 2000 :89). Bahwa "kegiatan
mengamati dapat dilakukan peserta didik melalui kegiatan belajar, melihat,
mendengar, meraba, mencicip dan mengumpulkan dan atau informasi.
Jadi kegiatan mengamati merupakan tingkatan paling rendah dalam
pengembangan keterampilan dasar dari peserta didik, karena hanya sekedar pada
penglihatan dengan panca indera. Pada dasarnya mengamati dan melihat
merupakan dua hal yang berbeda walaupu sekilas mengandung pengertian yang
sama. Melihat belum tentu mengamati, karena setiap hari mungkin peserta didik
11
melihat beraneka ragam tanaman, hewan, benda-benda lain yang ada di sekitarnya,
tetapi sekedar melihat tanpa mengamati bagaimana sebenarnya tanaman, hewan
tersebut berkembang dari kecil hingga menjadi besar.
2. Mengklasifikasikan
Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilih berbagai
obyek peristiwa berdasarkan
sifat-sifat khsususnya. Sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis
dari obyek yang dimaksud, (Dimiyati, 1999 :142).Untuk melakukan kegiatan
mengkalasifikasik menurut Djamarah adalah "peserta didik dapat belajar melalui
proses : mencari persamaan (menyamakan, mengkombinasikan, menggolongkan
dan mengelompokkan( Djamarah, 2000 : 89).
Melalui keterampilan mengklasifikasi peserta didik diharapkan mampu
membedakan, menggolongan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka sehingga
apa yang mereka lihat sehari-harii dapat menambah pengetahuan dasar mereka.
3. Mengkomunikasikan
Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai "menyampaikan dan memperoleh
fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahua dalam bentuk suara, visual atau secara
visual" (Dimiyati, 1993:143). Kegiatan mengkomunikasi dapat berkembanga
dengan baik pada diri peserta didik apabila mereka melakukan aktivitas seperti :
berdiskusi, mendeklamasikan, mendramatikan, bertanya, mengarang,
memperagakan, mengekspresikan dan melaporkan dalam bentuk lisan, tulisan,
gambar dan penampilan (Djamarah, 2000).Dari pernyataan di atas, dapat
dikatakan bahwa mengkomunikasikan bukan berarti hanya melalui berbicara saja
tetapi bisa juga dengan gambar, tulisan bahkan penampilan dan mungkin lebih baik
dari pada berbicara.
4. Mengukur
Keterampilan mengukur sangat penting dilakukan agar peserta didik dapat i
dalam bentuk kuantitatif. Mengukur dapat diartikan "membandingkan yang diukur
dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan" (Dimiyati, 1999 : 144).
Adapun kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan mengukur peserta
didik menurut Conny (1992 :21). Dapat dilakukan dengan cara mengembangkan
sesuatu, karena pada dasarnya mengukur adalah membandingkan, misalnya saja
siswa membandingkan luas kelas, volume balok, kecakapan mobil dan sebagainya.

12
Kegiatan pengukuran yang dilakukan peserta didik berbeda-beda tergantung
dari tingkat sekolah mereka, karena semakin tinggi tingkat sekolahnya maka
semakin berbeda kegiatan pengukuran yang dikerjakan.
5. Memprediksi
Memprediksi adalah "antisipasi atau perbuatan ramalan tentang sesuatu hal yang
akan terjadi di waktu yang akan datang, berdasarkan perkiraan pada pola
kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta dan konsep dalam ilmu
pengetahuan" (Dimiyati, 1999: 144).Menurut (Djamarah, 2000) untuk
mengembangkan keterampilan memprediksi dapat dilakukan oleh peserta didik
melalui kegiatan belajar antisipasi yang berdasarkan pada kecendrungan/pola.
Hubungan antara data, hubungan informasi. Hal ini dapat dilakukan misalnya
memprediksi waktu tertibnya matahari yang telah diobservasi, memprediksikan
waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak tertentu dengan menggunakan
kendaraan dengan yang berkecepatan tertentu.

Pada prinsipnya memprediksi, observasi dan menarik kesimpulan merupakan


tiga hal yang berbeda, hal tersebut dapat dibatasi sebagai berikut : "kegiatan yang
dilakukan melalui panca indera dapat disebut dengan observasi dan menarik
kesimpulan dapat diungkapkan dengan, mengapat hal itu bisa terjadi sedangkan
kegiatan observasi yang telah dilakukan apa yang akan diharapkan".

6. Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai "suatu keterampilan untuk memutuskan
keadaan suatu. Objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang
diketahui (Dimiyati, 1999: 145).Kegiatan yang menampakkan keterampilan
menyimpulkan misalnya: berdasarkan pengamatan diketahui bahwa lilin mati
setelah ditutup dengan gelas rapat-rapat. Peserta didik dapat menyimpulkan bahwa
lilin bisa menyala apabila ada oksigen. Kegiatan menyimpulkan dalam kegiatan
belajar mengajar dilakukan sebagai pengembangan keterampilan peserta didik
yang dimulai dari kegiatan observasi lapangan tentang apa yang ada di alam ini.
d) Penerapan Keterampilan Proses dalam Belajar
Penerapan keterampilan Proses dalam Pembelajaran Untuk menerapkan
pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran matematika di Sekolah perlu

13
mempertimbangan pengorganisasian kelas, metode/teknik pembelajaran yang sesuai,
dan penilaian pembelajaran.
Pengelolaan kelas dalam pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses
dilaksanakan dengan pengaturan kelas, baik secara fisik maupun nonfisik. Pengaturan
dilakukan sedemikian rupa agar siswa mempunyai keluasaan gerak, merasa aman,
bergembira, dan bersemangat dalam belajar. Dengan kondisi yang demikian, hasil
belajar yang diperoleh siswa akan maksimal.
Penggunaan metode dalam pembelajaran dengan pendekatan keterampilan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga prinsip-prinsip keterampilan proses dapat
muncul semaksimal mungkin di dalam pembelajaran. Metode-metode tersebut antara
lain adalah ceramah, diskusi, dan penugasan (resitasi).
Untuk menilai kegiatan belajar dengan keterampilan proses, alat penilaian yang
digunakan meliputi penilaian kognitif, afektif, dan psimotorik.
Penerapan keterampilan dasar PKP pada semua jenjang pendidikan di perlukan untuk
mendukung penerapan keterampilan terintergrasi PKP.

14
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan makalah ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa dalam
pembelajaran ditemukan adanya dua pelaku, guru berinteraksi dengan siswa, yang keduanya
mencapai tujuan pembelajaran atau sasaran belajar yang serupa. Kadar CBSA dalam interaksi
tersebut berbeda-beda. Pembelajaran ber-CBSA baik berciri pembelajaran berpusat pada
siswa, guru bertindak sebagai pembimbing pengalaman belajar, orientasi tujuan pada
perkembangan kemampuan siswa secara utuh dan seimbang, pengelolaan pembelajaran
menekankan pada kreativitas siswa, dan optimalisasi kadar CBSA tersebut dapat
diprogramkan dalam desain instruksional (persiapan mengajar) guru. Pembelajaran ber-
CBSA merupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja guru. Hampir dapat dikatakan bahwa guru
profesional diduga berkemampuan mengelola pembelajaran berkadar CBSA tinggi.

15
Daftar Pustaka

Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud


www. google. com

16

Anda mungkin juga menyukai