Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SOSIOLOGI BUDAYA CIREBON


“Pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan Masyarakat di Cirebon."
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh UAS
Ganjil 2022/2023
Dosen Pengampun : H. Moh. Sutarjo, Drs., M.Si.

Anggota Kelompok :
 Desy Permatasari (122100046)
 Ika Atikah (122100066)
 Fitri Yani (122100116)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA PRODI ILMU


KOMUNIKASI
UNIVERSITAS GUNUNG JATI
2022/2023
Jln. Terusan Pemuda No. 01 Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon.
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat tuhan yang maha Esa, Atas rahmat dan hidayah-nya yang telah
diberikan sehingga kami bisa menyusun makalah ini. Maka dengan kesempatan ini, kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengaruh globalisasi terhadap
kebudayaan di Cirebon.” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh UAS Ganjil 2022/2023
mata kuliah Sosiologi Budaya Cirebon. Serta, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang kebudayaan Cirebon terhadap masyarakat dan pelestarian
nya di era globalisasi. pembahasan Kebudayaan Cirebon ini juga dapat membuat kita
mengerti bahwa mengembangkan budaya lokal sangat penting untuk perkembangan
kebudayaan-kebudayaan Indonesia, jangan sampai budaya kita hilang ditelan zaman.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak H. Moh. Sutarjo, Drs., M.Si. Selaku
dosen mata kuliah Sosiologi Budaya Cirebon, dan kepada pihak yang sudah membantu serta
turut dalam penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan
terimakasih banyak.

Cirebon, 14 november 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB 1.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................3
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................................4
BAB 2.........................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................5
2.1 Tinjauan umum.........................................................................................................5
2.2 Penelitian terdahulu..................................................................................................5
BAB 3.........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
3.1 Kebudayaan asli kota Cirebon.................................................................................6
3.2 Bahasa daerah di cirebon.........................................................................................7
3.3 Macam-macam kebudayaan Cirebon......................................................................9
3.4 Dampak globalisasi terhadap kebudayaan Cirebon............................................13
3.5 Nilai-nilai kebudayaan Cirebon.............................................................................15
3.6 Pelestarian budaya Cirebon di era modern..........................................................17
BAB 4.......................................................................................................................................19
PENUTUP...............................................................................................................................19
4.1 Kesimpulan..............................................................................................................19
4.2 Saran.........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini kebudayaan daerah khas yang kita miliki sebagai kekayaan budaya
Indonesia sudah hampir punah. Banyak sekali anak muda terpengaruh kebudayaan barat yang
sangat berbeda latar belakangnya dengan kebudayaan kita sendiri. Budaya barat dianggap
modern atau kekinian dengan lifestyle, genre musik, tarian, fashion, sampai gadget. Namun,
perlu di ingat Kesenian dan Kebudayaan yang berkembang di sepanjang pulau Jawa sangat
beraneka ragam jenis dan bentuknya, terutama di Jawa Barat, baik dari segi seni tari, seni
rupa, seni musik, maupun kesenian lainnya. Keberadaanya dipengaruhi adat istiadat serta
identitas yang melatar belakangi terciptanya kesenian tersebut. Perkembangan yang pesat
serta kemajuan zaman juga turut serta dalam mempengaruhi perkembangan kesenian dan
kebudayaan itu sendiri, baik di kota besar ataupun di pelosok daerah. Cirebon sebagai salah
satu daerah di Jawa Barat yang memiliki beraneka ragam budaya, adat, suku dan ras yang
hidup berdampingan satu sama lain. Dalam sejarahnya pun Cirebon menjadi satu daerah
pertemuan berbagai suku diantaranya, Arab, Cina, Hindu, Budha, Islam, Sunda dan Jawa.
Maka kesenian dan kebudayaan yang ada di Cirebon sangat banyak dan beragam bentuknya,
di antaranya Sintren, Wayang Kulit, Wayang Cepak, Wayang Orang, Tari Topeng Cirebon
dan masih banyak lagi Ragam Tariannya.
Kesenian tidak pernah lepas dari masyarakat sebagai salah satu bagian yang penting
dari kebudayaan. Kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri dapat
dikatakan suatu spirit awal mula suatu kebudayaan yang menjadi kebiasaan turun temurun
dalam masyarakat. Masyarakat sebagai faktor utama yang menyangga dan juga mencipta,
memberikan banyak peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan
untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru, dan terus berkembang. Keterkaitan
masyarakat dengan kebudayan dikarenakan budaya terbentuk dari kebiasaan masyarakat yang
dilakukan secara terus menerus, sehingga menjadi budaya yang terus menempel di dalam
sistem masyarakat sekitar tersebut. Kebudayaan masyarakat di suatu daerah tertentu pasti
berbeda dengan kebudayaan di daerah lain, karena setiap kelompok masyarakat mempunyai
aspek-aspek penilaian yang berbeda tentang kebudayaan itu sendiri, dan tentunya kebudayaan
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor kepercayaan, faktor bahasa, dan faktor
keadaan geografisnya.
Budaya dan Masyarakat sebagai sistem gagasan dari setiap hasil karya manusia itu
sendiri dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia melalui proses
belajar. Maka dari itu hampir setiap tindakan manusia adalah cerminan kebudayaan. Jadi
kebudayaan yang muncul di masyarakat tidak muncul dengan sendirinya melainkan melalui
semangat kepekaan kretivitas yang dituangkan dalam suatu kebiasaan yang turun-temurun
dan lestari. Maka manfaat dari kebudayaan dapat dirasakan pada saat kebudayaan itu mulai
berkembang dan lestari pada fase berikutnya, menjadi dampak yang positif bagi kehidupan
masyarakat itu sendiri. Masyarakat dan budaya pada dasarnya adalah sebuah satu kesatuan
tingkah laku yang didasari kegiatan yang dilakukan seiring dengan proses belajar. Adat dan
kebiasaan yang membaur di masyarakat akan menjadi sebuah budaya yang berkembang
dalam masyarakat dulu kini dan nanti, menjadikan masyarakat yang berprinsip dan teratur di

3
dasari kebudayaan yang melekat dalam kebiasaan berkehidupan di masyarakat itu sendiri,
hingga generasi penerus yang akan meneruskannya kelak.
Dengan perkataan lain, kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan,
kepercayaan, serta nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia, dan disebarluaskan secara turun-
temurun. Kebudayaan memiliki beberapa unsur yang membentuknya. Ada tujuh unsur
kebudayaan yang universal, yaitu: bahasa, system pengetahuan, organisasi sosial, system
teknologi, system ekonomi, system religi, dan kesenian. Tiap-tiap unsur kebudayaan tersebut
menjelma dalam tiga wujud, yaitu : sebagai ide gagasan, nilai, norma, peraturan dan aktivitas
atau tindakan berpola serta benda-benda hasil karya.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa maksud dari Kebudayaan asli Cirebon
2. Sejarah Bahasa dearah di Cirebon
3. Macam-macam kebudayaan Cirebon
4. Apa dampak globalisasi terhadap kebudayaan Cirebon
5. Nilai-nilai kebudayaan cirebon
6. Bagaimana Pelestarian budaya Cirebon di era modern

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan sejarah kebudayaan asli di Cirebon
2. Mejelaskan asal mula Bahasa daerah di Cirebon
3. Memaparkan macam-macam kebudayaan di Cirebon
4. Mendeskripsikan dampak globalisasi terhadap budaya Cirebon
5. Menjelaskan nilai-nilai budaya cirebon
6. Menjelaskan bagaimana pelestarian budaya Cirebon di era modern

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum


Dalam penelitian ini diperlukan beberapa buku atau jurnal sebagai bahan referensi.
Untuk mempelajari tentang Kebudayaan Cirebon digunakan buku Murgiyanto, (2004)
yang berjudul Tradisi dan Inovasi (buku Murgiyanto, 2004), dan jurnal Dienaputra, Reiza
D., dkk. (2020) yang berjudul Menjejaki Multikulturalisme dalam Kebudayaan daerah di
Cirebon. Bandung: Unpad Press.

2.2 Penelitian terdahulu


Penelitian Leni Rohenti (2018) yang berjudul kebudayaan Cirebon dalam
menganalisis sejarah kebudayaan Cirebon (studi kasus di jurusan Administrasi Negara
FISIP Universitas Swadaya Gunungjati), Adapun tujuan penelitian nya adalah
menganalisis sejrah Cirebon. Penelitian Reiza D. Dienaputra (2021) yang berjudul
Multikulturalisme Kebudayaan Daerah Cirebon (Studi kasus di jurusan Ilmu Sejarah,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran), adapun tujuan peneletian nya
menganalisis Kebudayaan Cirebon, Heterogenitas dan Penduduk, Multikulturalisme
yang ada di kota Cirebon.

BAB 3

5
PEMBAHASAN

3.1 Kebudayaan asli kota Cirebon


Dalam catatan sejarah, saat awal pertama kali kota Cirebon dibangun, orang-orang
dari berbagai daerah, Sunda, Jawa, Sumatera, Luar Jawa seperti India, Cina, Persia, Irak,
Arab, dan Syam (Siria) mendatangi kota ini. Budaya Cirebon lahir dari persenyawaan
berbagai budaya yang datang dari berbagai daerah dan tempat. Akulturasi dan asimilasi
budaya ini merupakan spirit utama pembentukan nilai-nilai dalam masyarakat Cirebon.
Pada zamannya, budaya masyarakat Cirebon sudah memasuki wilayah ‘postmodernis.’
Masyarakat yang terbuka, kreatif dalam memadukan beragam unsur budaya, dan
memformulasikannya secara khas yang kelak dinamai budaya Cirebon
Budaya adalah cara hidup yang berkembang dan di miliki oleh seeorang atau sekelompok
orang dan di wariskan dari generasi ke generasi namun tidak turun temurun.Sedangkan
kebudayaan berasal dari Bahasa sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan kata jamak dari
buddhi (Budia atau akal). Diartikan sebagai budaya dan akal manusia. Kata lain dari budaya
adalah kultur yang berasal dari Bahasa latin yaitu cultura. Cirebon merupakan salah satu
daerah di Jawa Barat dan juga daerah yang kaya akan budayaannya yang sangat terkenal dan
turun-temurun dilestarikan hinnga saat ini. Kebudayaan Cirebon ini, memiliki banyak sekali
jenisnya kebanyakan merupakan berjenis tarian atau bahkan karya seni yang menarik untuk
di lihat dan dinikmati. Mengenal kearifan kebudayaan asli di Cirebon ini.
Cirebon merupakan borderland atau daerah perbatasan antara wilayah jawa barat dan
jawa tengah dengan adanya kebudayaan yang berbeda antara budaya jawa peninggalan
kerajaan ataram dan kebudayaan sunda peninggalan jerajaan sunda kelapa dan padjadjaran.
Kemudian Cirebon menjelma menjadi suatu daerah yang memiliki heterogentitas budaya
yang cukup kompleks yang mana borderland mangehasilkan komunitas unik yaitu jika titiliki
dari sejarahnya yang sudah merupakan campuran antara India, Cina, Persia, Irak, Arab, dan
Syam (Siria)
Cirebon sebagai salah satu kota di Jawa Barat yang kesenian dan kebudayaannya banyak
mendapat pengaruh dari kebudayaan hindu, cina dan kebudayaan islam yaitu kota Cirebon,
karena terjadi perpaduan antara budaya Jawa, budaya lokal Cirebon yang berasal dari
Keraton, budaya Arab yang dibawa oleh Sunan Gunung Jati dan istrinya yang berasal dari
Tionghoa. Perpaduan ini menjadi multikultural yang sangat menarik, contoh seperti Tari
topeng Klana khas Cirebon, perpaduan warna di topeng dan busana yang dikenakan berwarna
merah dan kuning yang notabene berasal dari budaya Cina dengan tariannya yang berasal
dari Cirebon dan tradisinya yang berbau islami, Ada pula Salah satu warisan budayanya
adalah Tari Putri Binangkit yang merupakan salah satu jenis tari yang berada di Cirebon,
tepatnya di sanggar seni Sekar Pandan yang berada di kompleks keraton Kacirebonan yang
diciptakan oleh Pangeran Agus Jony Arganingrat 1970. Tari Putri Binangkit merupakan tari
kreasi yang menceritakan perkembangan seorang anak perempuan menuju kedewasaan.
Ada pun kebudayaan Cirebon merupakan kebudayaan yang paling repot dalam
menentukan identitasnya, seringkali jadi rebutan. Namun, justru itu menjadikan identitas dari
kebudayaan Cirebon itu sendiri yang merupakan kultur dari sunda dan jawa. Diakui dari
pengaruh dua kebudayaan itu sangat besar, disamping pengaruh dari kebudayaan seberang
lautan yaitu india, china dan timur tengah, karena nya Cirebon memiliki banyak benda-benda

6
peninggalan sejarah dan budaya dengan makna yang sangat tinggi, kebudayaan oleh karena
itu kebudayaan cirebin dapat diilustrasikan dengan suatu kkebudayaan yang tindih menindih
atau sarumban antara berbagai, suku, bahasa, adat istiadat dan Bahasa yang secara tegas
digambarkan dalam Cerita Purwaka Caruban Nagari (Pangeran Arya Carbon, 1720)
terjemahan P.S. Sulendraningrat (1983). Hal ini membuat Cirebon berkembang menjadi
suatu komunitas dengan berbagai kebudayaan unik yang memiliki berbagai benda-benda
peninggalan dancagar budaya yang perlu dilestarikan keberadaan nya.

3.2 Bahasa daerah di cirebon


Di wilayah Cirebon tinggal tiga kelompok sosial, yakni kelompok orang Sunda,
kelompok orang Jawa, dan kelompok orang asing. Kelompok orang asing sudah ada sejak
zaman kolonial Belanda. Pada tahun 1930, misalnya, di Cirebon terdapat sekitar 40.284 orang
asing, yang terdiri atas 3.379 orang Eropa, 32.090 orang Cina, dan 4.815 orang Timur Asing.
Kecuali orang Cina, sesudah Indonesia merdeka (sejak 1945) jumlah dan peranan orang asing
dapat dikatakan tidak mempunyai arti lagi. Secara berangsur orang Belanda pulang kembali
ke negaranya di Eropa.Orang Arab berhasil mengintegrasikan diri ke dalam masyarakat
Indonesia sehingga tidak dipadang orang asing lagi.
Dari segi bahasa yang digunakan, kota Cirebon menjadi sentra dimana berbagai
bahasa dapat ditemukan. Di bagianselatan wilayah Cirebon ini terdapat penduduk
yang berbicara dalam bahasa Sunda, sedangkan di wilayah utara penduduknya
menggunakan jenis bahasa Jawa yang memiliki dialek khas, di Afdeeling
Indramayu terdapat dialek Indramayu, di sebelah utara Afdeeling Cirebon ter dialek
Cirebon, dan di ujung timur karesidenan, di distrik Losari terdapat dialek Tegal.
Orang Sunda adalah orang yang mengaku dirinya dan diakui oleh orang lain sebagai
orang Sunda (Warnaenet al., 1987:1). Di dalam definisi tersebut tercakup kriteria berdasarkan
keturunan (hubungan darah) dan berdasarkan sosial budaya sekaligus. Menurut kriteria
pertama, seseorang atau sekelompok orang bisa disebut orang Sunda, jika orang tuanya, baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu atau keduanya, orang Sunda, di mana pun ia atau
mereka berada dan dibesarkan. Menurut kriteria kedua, orang Sunda adalah orang atau
sekelompok orang yang dibesarkan dalam lingkungan sosial budaya Sunda dan dalam
hidupnya menghayati serta mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai budaya Sunda, tentu
saja termasuk bahasa Sunda.
Dalam hal ini tempat tinggal, kehidupan sosial budaya, dan sikap orangnya yang
dianggap Bahasa Daerah di Wilayah Cirebon 50 penting. Bisa saja seseorang atau
sekelompok orang yang orang tuanya atau leluhurnya bukan orang Sunda, menjadi orang
Sunda karena ia atau mereka dilahirkan, dibesarkan, dan hidup dalam lingkungan sosial
budaya Sunda serta menghayati dan mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai sosial
budaya Sunda dalam hidupnya. Perlu dikemukakan bahwa ada orang yang mendefinsikan
orang Sunda.
berdasarkan salah satu kriteri tersebut, misalnya, Rosidi (1984:13) mendefinisikan orang
Sunda berdasarkan kriteria kedua. Oleh orang yang tinggal di daerah pesisir, misalnya,
penduduka Cirebon, orang Sunda biasa disebut urang gunung, wong gunung, atau tiyang
gunung, artinya ‘orang gunung’ (Rosidi, 1984:129). Besar kemungkinan timbulnya sebutan

7
itu setelah adanya anggapan bahwa pusat Tanah Sunda di Priangan. Priangan memang
merupakan daerah pegunungan dengan puncakpuncaknya yang cukup tinggi. Dalam pada itu,
peranan orang Sunda di daerah pesisir sejak akhir abad ke-16 Masehi dianggap berakhir,
beralih ke daerah pegunungan atau pedalaman. Namun, pada kenyataannya di keraton
Cirebon digunakan bahasa Sunda dialek Cirebon. Penduduk Cirebon, yang cenderung tinggal
di daerah pesisir, kebanyakan orang Jawa. Percampuran orang Jawa dan orang Sunda di
Cirebon melahirkan sebutan orang Cirebon.
Keduanya hidup berdampingan dan berkomunikasi menggunakan dua bahasa yang
bercampur, di samping menggunakan Bahasa Indonesia. Percampuran dua bahasa atau lebih
dalam sebuah lingkungan masyarakat dalam sosiolinguistik lazim disebut campur kode (code
mixing). Campuran bahasa Sunda dan bahasa Jawa di wilayah Cirebon inilah yang sekarang
disebut bahasa Cirebon. Sebenarnya, bahasa Cirebon ini dapat dipandang sebagai dialek dari
dua bahasa. Jika yang dominan adalah bahasa Sunda, maka dapat dikatakan bahasa Sunda
dialek Cirebon. Sebaliknya, jika yang dominan adalah bahasa Jawa, maka dapat dikatakan
Bahasa Jawa dialek Cirebon. Oleh karena muncul dua sebutan dialek yang objeknya bahasa
yang sama, maka muncullah sebutan Bahasa Cirebon. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa
bahasa Cirebon merupakan sebuah bahasa, yang bukan bahasa Sunda dan bukan bahasa Jawa.
Namun Bahasa di Cirebon juga merupakan salah satu multkulturalisme dalam
kebudayaan daerah Cirebon, Bahasa dalam kebudayaan Cirebon sekaligus pula
memperlihatkan Cirebon sebagai masyarakat yang multkulturalisme, pengaruh dua
kebudayaan besar di Cirebon yakni sunda dan jawa tampak pada dugunakannya kedua
Bahasa tersebut sebagai media kamunikasi masyarakat Cirebon tidak hanya sebagai Bahasa
komunikasi formal, diluar kedua Bahasa tersebut, hidup dan berkembang pula apa yang
dikenal dengan Bahasa jawareh yang merupakan campuran Bahasa sunda dan Bahasa jawa.
Keberadaan Bahasa sunda dan jawa sebagai Bahasa komunikasi masyarkat Cirebon dapat
dikatakan perjalanan beriringan dan cenderung saling melengkapi, meskipun penggunaan
kedua Bahasa tersebut sebagai Bahasa komunikasi masyarakat Cirebon mengenal batas-batas
wilayah, baik di kota Cirebon maupun kabupaten Cirebon, akan tetapi pada kenyataannya
keduanya bisa hadir di wilayah yang buka wilayah Bahasa terbut, artinya Bahasa sunda bisa
hadir dan digunakan di wilayah yang mayoritas masyarakatnya menggunakan Bahasa jawa
dan demikian pula sebaliknya, Bahasa jawa bisa hadir di wilayah yang mayoritas
masyarkatnyamenggunakan bahasa sunda, keunikan tersebut menjadikan masyarakat Cirebon
sebagai masyarkat bilingual, berkomunikasi dalam dua Bahasa sekaligus, Bahasa sunda dan
Bahasa jawa. Namun demikian, berbeda dengan Bahasa baku nya, kedua Bahasa tersebut
dakam oerkembangnya memperoleh sentuhan lokal Cirebon. karena itu, tidak heran bila
Bahasa jawa Cirebon dan Bahasa sunda Cirebon memiliki perbedaan dengan Bahasa jawa
baku dan Bahasa sunda baku. Perbedaan misalnya tampal pada dialek yang digunakan dalam
Bahasa jawa Cirebon dan Bahasa sunda Cirebon, Bahasa jawa Cirebon misalnya mengebal
dialke grage, plered, dan losari-brebes. bahasa sunda Cirebon mengenal dialek kaloran dan
dialek kuningan.
Diluar dialek, prawiradiredja (2005 hlm 116-117), mengatakan bahwa perbedaan Bahasa
jawa Cirebon atau jawa kulon dengan Bahasa jawa baku, tampak di antaranya, pertama pada
pengucapan terbuka a sebagai a, bukan o.sebagai ccontoh, kata sapa dibaca sapa, bukannya
sopo seperti dalam Bahasa jawa baku. kedua, adanya perbedaan pada beberapa kata khas

8
bahasa jawa cirebon dengan bahasa jawa baku, seperti isun atau kita sebagai padanan Bahasa
jawa baku, ingsun atau aku; kuwen sebagai padanan kata iki dalam Bahasa jawa baku;
kepriben atau keprimen sebagai padanan Bahasa jawa baku, kepriye atau piye; serta wadon
sebagai padanan Bahasa jawa baku, wedhok. Ketiga, adanya kecenderungan penghilangan
bunyi h diakhir kata, seperti patih menjadi pati dan putih menjadi puti.
Sebagaimana halnya bahasa Jawa Cirebon, bahasa Sunda Cirebon juga memiliki beberapa
perbedaan lainnya, di luar dialek. Beberapa di antaranya, pertama, adanya bunyi eu pada suku
kata pertama pada beberapa kata yang dalam bahasa Sunda baku berbunyi a, misal baheula
menjadi beuheula dan batan menjadi beutan. Kedua, adanya penamabahan kata na pada kata
yang sudah berakhiran na pada bahasa Sunda baku, misalnya bukuna menjadi bukunana dan
manehna menjadi manehnana. Ketiga, sama halnya dengan yang terjadi pada bahasa Jawa
baku, ada gejala penghilangan huruf atau bunyi h pada beberapa kata Sunda baku, seperti
dahar menjadi daar, waluh menjadi walu, dan hihid menjadi iid
(Prawiradiredja, 2005, hlm. 121)
Adapun pengaruh yang pada tata berbahasa generasi muda sekarang, Sebagian dari mereka
tidak menggunakan Bahasa daerah, karena pengaruh arus dunia digitalisasi mereka terbiasa
berkomunikasi dengan Bahasa yang gaul atau paling tidak dengan Bahasa Indonesia.

3.3 Macam-macam kebudayaan Cirebon


Kebudayaan yang melekat pada masyarakat kota Cirebon merupakan perpaduan berbagai
budaya yang datang dan membentuk ciri khas tersendiri, antara lain tarling, tari topeng
Cirebon, sintren dan sandiwara cirebonan dan wayang Cirebon.
 Tari topeng
Tari topeng merupakan salah satu kesenian asli Cirebon yang mana berupa tarian dan si
penari ini menggunakan topeng untuk menari. Tarian ini memiliki sisi historis dimana
dulunya digunakan sebagai alat untuk diplomasi ketika Kerajaan Cirebon berperang dengan
kerajaan Karawang. Dulunya Sunan Gunung Jati sebagai Sultan Cirebon kewalahan
menandingi kesaktian pangeran Welang, dengan menciptakan tarian topeng sebagai salah
satu cara diplomasi, akhirnya pangeran Welang jatuh cinta dengan si penari, dan menyerah,
serta berjanji menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati. Biasanya si penari topeng ini akan
berganti topeng sesuai dengan karakter yang dimainkan dalam cerita yang dibawakannya,
berikut beberapa jenis tari topeng di kota Cirebon :
1. Topeng Panji, merupakan sebuah penggambaran dari sebuah jiwa yang halus
2. Topeng Samba, merupakan sebuah penggambaran dari sebuah jiwa yang sedang
tumbuh
3. Topeng Temenggung, merupakan sebuah penggambaran dari sebuah jiwa yang sudah
dewasa
4. Topeng Jinggananom dan Temenggung, merupakan sebuah penggambaran dari
pertarungan antara jiwa yang memiliki nafsu baik dan nafsu jahat

9
5. Topeng Klana, merupakan sebuah penggambaran dari jiwa manusia yang penuh
dengan hawa nafsu dan emosi
6. Topeng Rumyang, merupakan sebuah penggambaran dari jiwa manusia yang sudah
melepaskan nafsu duniawinya dan menjadi manusia yang harum.
 Sintren
Kesenian sintren secara etimologi berasal dari kata sintren yang terdiri Dari dua suku
kata, yaitu “si” dan “tren” Si mempunyai arti “dia” dan tren sendiri Merupakan panggilan
untu korang putri. Sintren dapat juga dirtikan menjadi “si dia seorang putri" Kesenian ini
merupakan kesenianyang ada pada pantur (pantaiutara) Jawa, terutama daerah Jawa
Tengah,dan Jawa Barat. Selain itu sintren juga menunjukkan pada pameran utama pada
kesenian itu, yaitu seorang putri yang bertindak sebagai penari utama dalam kesenian itu.
Sintren sebagai sebuah bentuk seni pertunjukan rakyat di pantai utawa Jawa Tengah dan
Jawa Barat pernah menjadi satu seni hiburan yang sangat digemari, oleh masyarakat antara
tahun 1950-1963. Namun karena situasi politik yang melanda indonesia pada tahun
1966, sintren mengalami keterpurukan karena dianggap ’racun yang melemahkan semangat
revolusioner’ dan mengalami Kembali kejayaannya pada tahun 1990-an. Kesenian sintren
dapat dikatakan sebagai tarian mistis. Hal itu dikarenakan dalam pementasannya, kesenia
sintren melalui ritual pemanggilan roh atau Bidadari maupun pertunjukannyak banyak
bernuansa ritual magis. Dan seorang penarinya pun merasa dirasuki oleh sesok yang
dikatakan roh atau bidadari.
Untuk menjadi seorang sintren, persyaratan yang utama adalah penari diharuskan
masih gadis dan perawan. Hal ini dikarenakan seorang sintren harus dalam keadaan suci dan
penari sintren merupakan “bidadari” dalam pertunjukan. Bahkan sebelum menjadi seorang
sintren sang gadis diharuskan berpuasa terlebih dahulu, hal ini dimaksudkan agar tubuh Si
gadis tetap dalam keadaan suci. Karena dengan berpuasa otomatis si gadis akan menjaga
pola makannya, selain itu dia akan menjaga tingkah lakunya agar tidak Berbuat dosa dan
berzina. Sehingga tidak menyulitkan bagi roh atau dewa yang akan masuk ke dalam
tubuhnya.
Ada suatu istilah dalam kesenian sintren, yaitu :Paripurna. Yaitu tahapan menjadikan
sintren yang dilakukan oleh Pawang, dengan membawa calon penari sintren bersama
dengan empat orang pemain. Dayang sebagai lambang bidadari, Kemudian Sintren
didudukkan oleh Pawang dalam keadaan berpakain biasa dan didampingi para dayang Dalam
paripurna, pawang segera menjadikan penari sintren melalui tiga tahap. Tahap pertama,
pawang memegang kedua tangan calon penari sintren, kemudian diletakkan di atas asap
kemenyan sambal mengucapkan mantra, selanjutnya calon penari sintren diikat dengan tali
yang dililitakan ke seluruh tubuh. Tahap kedua, calon penari sintren di-masukkan kedalam
sangkar (kurungan) ayam bersama busana sintren dan per-lengkapan merias wajah. Beberapa
saat kemudian kurungan dibuka, sintren sudah berdandan dalam keadaan terikat tali, lalu
sintren ditutup kurungan kembali. Tahap ketiga, setelah ada tanda-tanda sintren sudah jadi
(biasanya ditandaikurungan bergetar/bergoyang) kurungan dibuka, sintren sudah lepas dari
ikatan tali dan siap menari. Selain menari adakalanya sintren melakukan akrobatik
diantaranya ada yang berdiri diatara kurungan sambal menari. Selama pertunjukan sintren
ber-langsung, pembakaran kemenyan tidak boleh berhenti.

10
Seni sintren mengandung nilai-nilai sebagai berikut. :
1. Pertama, nilai religuis.
Pertunjukan sintren merupakan budaya pra-islam yang masih menggunakan mantra dan
mengundang roh halus tersebut dilakukan oleh masyarakat Pekalongan untuk bersih desa atau
memohon hujan. Dengan kepercayaan penuh mereka yakin bahwa permohonan hujan agar
segera turun. Mereka yakin bahwa permohonan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa lewat
pertunjukan sintren akan terkabul. Nilai religious nampak pada ritual dan syairnya.
Pengucapan bismillah dalam mengawali Pertunjukan sintren sebgai bukti konkrit pengakuan
terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.
2. nilai sosial.
Sintren ndapat memberikan kegiatan positif berupa latihan-latihan misalnya tari, iringan,syai
dan sebagainya. Dengan mengadakan Latihan maka akan tumbuh rasa kekeluargaan dan
gotong royong yang kuat. Jika sudah demikian maka tumbuh pula gairah untuk membangun
wilayahnya serta menjadikan yang baik, menyenangkan sehingga hidup mereka tenangdan
menyenangkan. Melalui sintren dalam adegan badoran atau bodoran pun dapat dimanfaatkan
untuk menyampaikan secara menghibur. Konsep ini lebih efektif dan lebih mudah di cerna
oleh penonton. Bahkan tidakhanya dalam bodoran saja, mungkin saja diciptakan lagu-lagu
yang memuat pesan sosial tanpa kehilangan ruh seni sintren.
Pertunjukan kesenian yang satu ini, memang diwarnai dengan sisi magis, karena si
penari akan diikat dari leher hingga ujung kaki, kemudian dikurung didalam kurungan ayam
yang besar yang telah di tutupi, sesaat si penari tadi sudah berubah dengan pakaian khas
penari sintren lengkap dengan kacamata hitamnya, dan dengan iringan gamelan, penari yang
kerasukan ini, menari, hingga pertunjukan selesai. Kesenian sintren saat ini memang jarang
dimainkan, namun ada juga beberapa grup sintren yang sekarang masih tetap eksis di
Cirebon.
 Kesenian Gembyung
Kesenian yang satu ini merupakan salah satu peninggalan para wali yang ada di
Cirebon, dimana merupakan salah satu bentuk dari pengembangan kesenian terbang yang
digunakan oleh para wali untuk menyebarkan agama islam. Kesenian ini, kerap digunakan
pada saat upacara – upacara adat dan juga acara keagamaan seperti maulid, Rajaban, ataupun
Syuro. Selain itu, kesenian Gembyung ini seiring dengan perkembangan waktu sudah
dikombinasika dengan seni jaipongan serta tarling.
 Genjring Rudat
Kesenian yang satu ini, pada awalnya merupakan salah satu jenis kesenian yang berkembang
di pesantren yang ada di Cirebon, kemudian seiring berkembangnya zaman, kesenian ini
menjadi salah satu awal dari tumbuhnya semangat perjuangan untuk melawan penjajah
belanda, yang di pimpin oleh Kesultanan Kanoman Cirebon. Alat musik yang kerap
digunakan pada kesenian ini adalah genjring, terbang dan juga bedug, dengan melantunkan
puji – pujian yang mengagungkan asma Allah serta Rasul-Nya.

11
 Angklung Bungko
Kesenian ini, merupakan salah satu kebudayaan asli Cirebon yang dipentaskan pada acara –
acara adat, seperti nadran, ngunjung buyut, dll. Dalam pertunjukan angklung bungko ini,
penari akan mementaskan urutan – urutan tarian mulai dari tari panji, benteleye, bebek
ngoyot, ayam alas, dll. Selain itu, alat musik yang kerap digunakan pada kesenian tradisional
ini antara lain berupa gendang, tutukan, klenong dan gong
 Wayang kulit
Merupakan salah satu seni tradisional Cirebon yang memiliki akar sejarah Panjang
sebagai sebuah seni pertumjukan telah hadir sejak masa hindu budha dan relative menyebar
di berbagai wilayah di asia tenggara. Sementara itu, di Cirebon wayang kulit masuk dan
berkembang hampir bersamaan, dengan masuk dan berkembangnya Islam di Cirebon.
Bahkan, wayang kulit menjadi media penyebaran Islam di Cirebon yang dilakukan oleh para
wali, khususnya Sunan Kalijaga. Sebagai seni tradisi yang lahir sejak masa Hindu Budha,
wayang kulit Cirebon tampak banyak menerima pengaruh dari berbagai kebudayaan besar,
seperti Islam, Barat, dan Cina. Pengaruh Hindu dalam wayang kulit Cirebon, di antaranya
tampak pada gunungan Jaler Cirebon yang memperlihatkan wujud Dewa Ganesha serta
gunungan Istri yang dipenuhi motif wadasan. Pegaruh Islam, tampak pada kaligrafi berbahasa
Arab yang berisi kalimat tahlil, shalawat dan syahadat yang terdapat pada Gunungan Jaler
serta pengkodifikasian makna konsep ‘Jimat Kalimah Shada’ yang bernuansa Hindu dan
memiliki arti ‘jimat kali maha usada’ menjadi ‘azimah kalimat syahadah’. Pengaruh Cina
dalam wayang kulit Cirebon terlihat jejak dengan adanya ragam hias megamendung serta
wayang Buta Liyong. Sementara itu, pengaruh Barat tampak dengan adanya tokoh karakter
Buta Topi (Koesoemadinata, 2013,hlm. 148)
 Batik Cirebon
seni batik Cirebon juga memiliki akar sejarah yang panjang. Menurut Prawiradiredja
(2005: 236), seni batik diperkenalkan kepada masyarakat Cirebon sejak masa-masa
perkembangan Islam di Cirebon, yakni sekitar abad ke-14. Sebelum mengenal seni batik,
masyarakat Cirebon hanya mengenal kerajinan tenun dengan bahan dari serat gebang
(corypha umbellipara). Seni batik yang masuk ke Cirebon berasal dari daerah pesisir Timur
Laut pulau Jawa, tepatnya dari Jepara (batik Mantingan). Dalam perkembangannya batik
Cirebon memiliki motif khusus sebagai pengaruh kebudayaan Cina, yakni pola awan dan
wadasan serta kebudayaan Arab, berupa kaligrafi, dan motif-motif lain yang merupakan
pengaruh kebudayaan Hindu serta Jawa (Prawiradiredja, 2005: 236, 239). Batik Cirebon
dengan pola awan lebih dikenal dengan motif mega mendung. Karakteristik utama batik
Mega Mendung adalah bentuk awan yang bergumpal-gumpal, dengan warna tegas, semisal
biru dan merah. Tidak sebagaimana halnya dengan batik tradisional Jawa, yakni batik
Surakarta dan Yogyakarta (Guntur, 2019, hlm. 374), yang membedakan antara batik keraton
dan batik rakyat, batik Cirebon tidak mengenal stratifikasi dalam penggunaannya. Namun
demikian, untuk hal tertentu, batik Cirebon mengenal motif-motif khusus sesuai dengan
tujuan penggunaannya, seperti acara pernikahan (batik wadasan sida mukti)

12
 Seni Lukis kaca
merupakan seni tradisional Cirebon yang juga memiliki akar sejarah panjang. Seni
lukis kaca ini masuk ke Cirebon kemungkinan besar dibawaoleh para pedagang Cina pada
sekitar abad 16 dan 17. Dalam perkembangannya seni lukis kaca Cirebon banyak mendapat
pengaruh kebudayaan lainnya, seperti Hindu, Islam, dan juga Jawa. Pengaruh berbagai
kebudayaan besar dalam seni lukis kaca di Cirebon menjadikan seni lukis kaca kaya akan
keberagaman budaya. Hal tersebut misalnya tampak kuat pada empat bentuk dominan yang
ada dalam motif klasik, yakni, pertama, kaligrafi. Kedua, wayang. Ketiga, batikan. Keempat,
pemandangan dan motif figuratif. Khusus bentuk kaligrafi, dapat dibagi lagi atas tiga bentuk
utama, yakni, pertama, kaligrafi piktoral (serabad dan wayang). Kedua, kaligrafi patarekatan.
Ketiga, kaligrafi khat. Selanjutnya, kaligrafi wayang dapat dibagi lagi dalam enam bentuk
utama, yakni, pertama, wayang ijen. Kedua, wayang sejodo/adon. Ketiga, wayang jejer.
Keempat, wayang perang. Kelima, wayang hitam putih. Keenam, wayang transparan.
Sebagaimana halnya kaligrafi wayang, kaligrafi batikan pun bisa dibagi lagi atas lima
bentuk utama, yakni, pertama, kratonan. Kedua, geometris. Ketiga, pangkaan. Keempat, byur.
Kelima, semarangan. Untuk kaligrafi pemandangan dan figuratif dapat dibagi lagi atas empat
bentuk utama, yakni, pertama, pemandangan. Kedua, masjid. Ketiga, figur binatang.
Keempat, figur manusia (Dienaputra, 2020, hlm. 64). Pemilahan keempat bentuk motif klasik
ke dalam bentukbentuk yang lebih spesifik pada dasarnya semakin menegaskan kuatnya
keberagaman budaya dalam seni lukis kaca Cirebon. Betapa tidak, bentuk-bentuk yang ada
dalam seni lukis kaca motif klasik jelas merepresentasikan kuatnya pengaruh kebudayaan
yang hidup dan berkembang di Cirebon. Sebagai contoh, pengaruh berbagai kebudayaan
dalam seni lukis kaca tampak jelas pada lukisan Paksi Naga Liman.
Lukisan mahluk imajinatif ini merupakan perpaduan kebudayaan nusantara,
kebudayaan Cina, dan kebudayaan Hindu. Dalam bahasa Sansekerta, Paksi berarti burung
(Garuda) yang merupakan simbol dari kekuatan di udara dan budaya Nusantara, Naga
merupakan simbol kekuatan di lautan dan budaya Cina, serta Liman berarti Gajah merupakan
simbol kekuatan di daratan dan budaya India (Yana, dkk., 2020, hlm. 213). Di luar lukisan
Paksi Naga Liman, keberagaman budaya dalam seni lukis kaca tampak pula pada lukisan
Dewi Kwam Im. Dewi Kwam Im merupakan representasi dari tokoh mitologi dalam
kepercayaan Tiongkok. Satu di antara lukisan kaca dengan bentuk Dwi Kwam Im
memadukannya dengan bentuk naga, yang juga merupakan representasi dari kebudayaan
Tiongkok.
Itulah beberapa kebudayaan asli Cirebon yang dapat diketahui, dengan mengenal
sejarah-sejarah tentang kebudayaan asli Cirebon ini diharapkan kita terus bisa melestarikan
nya agar kebudayaan ini tetap terjaga dan menjadi ciri khas bagi kota Cirebon, sebagai
generasi muda kita harus tetap mengingat sejarah agar tidak lupa diri.

3.4 Dampak globalisasi terhadap kebudayaan Cirebon


Arus globalisasi yang sudah mulai terasa sejak abad ke-20 telah membuat masyarakat
dunia termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya
pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa salah satu aspek yang terpengaruh
adalah kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang dianut oleh

13
masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal atau
kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya yang mencakup gagasan atau ide
dalam hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. oleh karena ini, nilai-nilai
maupun persepsi berkaitan dengan aspek kejiwaan atau psikologis. aspek-aspek kejiwaan ini
menjadi penting artinya apabila disadari bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi
oleh apa yang ada di dalam pikiran orang yang bersangkutan sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan penemuan, seseorang adalah kesenian yang merupakan subsistem
dari kebudayaan bagi bangsa Indonesia.
aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan
nilai yang beragam termasuk kesenian kesenian rakyat salah satu bagian dari kebudayaan
bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. globalisasi dalam budaya dapat
berkembang dengan cepat hal ini Tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan
kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi
bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling atau penting dalam globalisasi
yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dikuasai oleh negara-negara maju
yang mengakibatkan negara-negara berkembang khawatir akan Tertinggal dalam arus
globalisasi dalam berbagai bidang seperti politik ekonomi sosial budaya termasuk kesenian
kita wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar komunikasi
dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa
kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah pada globalisasi dan menjadi peradaban
dunia.
Arus Globalisasi begitu cepat masuk ke dalam masyarkat terutama kalangan muda.
Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian
diri sebagai bangsa Indonesia. Dampak dari perkembangan tekhnologi di era modern ini
masyarakat kota Cirebon sudah terkontaminasi dengan kebudayaan barat atau western
culture. Individualis dan acuh tak acuh. Walaupun tidak semua anak muda di Cirebon seperti
itu. Masih banyak yang memiliki akhlak yang baik dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan
luhur nenek moyang. Kuatnya arus globalisasi membuat hilangnya minat para generasi muda
untuk mempelajari Tari-tari tradisional, dan budaya Cirebon lain nya. Sehingga banyak
generasi muda yang belum mengetahui keberadaan dan keberlangsungan seni tari topeng,
wayang khas Cirebon atau lukisan dan kebudayaan lain nya, contoh nya Pada sisi yang lain,
keberadaan seni tari saat ini mulai kurang diminati generasi muda. Mereka lebih menyukai
budaya pop baik dari budaya sendiri maupun budaya dari luar. Kondisi semacam ini
berangsur-angsur secara tidak sadar akan menghilangkan jati diri bangsa sendiri. Suatu
kenyataan yang tidak dapat di elakan justru generasi muda yang belajar seni tradisi Indonesia
adalah generasi muda dari mancanegara melalui jalur pendidikan formal dan non formal.
Pengetahuan generasi muda terhadap tari tradisional semakin rendah karena mereka
lebih memilih mencari hal yang lagi menjadi trend saat ini dibandingkan harus mencari
informasi tentang keberadaan seni tradisional yang belum terangkat ke permukaan.Contohnya
di era sekarang, siswa lebih menyukai tarian modern seperti gerakan K-Pop (Korean Pop).
Konsumsi budaya Korean Pop terjadi pada sebagian besar pelajar. Karena faktanya ketika
banyaknya penayangan artis-artis Korea di beberapa sosial media seperti, Facebook, Twitter,
Tiktok, Youtube, serta beberapa media cetak. Pengaruh budaya global terhadap budaya lokal
merupakan suatu serangan terhadap keadaan identitas suatu bangsa.

14
Adapun fakta yang memberikan bukti tentang betapa negara penguasa teknologi
mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara
ketiga peristiwa transkultural seperti itu akan akan berpengaruh terhadap keberadaan
kesenian lokal, padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari kebudayaan nasional
yang perlu dijaga kelestariannya. dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti
saat ini kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih
beragam yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita
dengan teknologi kita bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia
yang berasal dari berbagai belahan bumi, kondisi yang demikian membuat semakin Tersisih
nya kesenian tradisional Indonesia, begitupun di Cirebon.
dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat
dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi. Maka
dari itu kesenian kita di Cirebon pun mulai tergeser ke arah kesenian yang berdimensi
komersial kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya
sekalipun demikian Bukan berarti semua kesenian tradisional kita tersingkir, ada berbagai
kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya bahkan secara kreatif terus berkembang
tanpa harus tertindas proses modernisasi pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi
komunikasi telah menjadi saran difusi kebudayaan Cirebon yang ampuh sekaligus juga
alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat cireon, sehingga masyarakat
tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab
dengan kehidupan mereka Misalnya saja kesenian tradisional wayang tampak sepi hal ini
sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional
Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral yang merupakan salah satu agen
penanaman nilai-nilai moral yang baik,
Selain itu globalisasi juga menimbulkan berbagai masalah dalam kebudayaan,
seperti ; hilangnya budaya asli suatu daerah, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya
rasa nasionalisme dan patriotism, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong toyong, hilangnya
kepercayaan diri, gaya hidup yang tidak sesuai dengan adat kita. Persoalan lain yang muncul
adalah mungkin tidak terelakkan masalah terhadap esksistensi kebudayaan daerah, salah
satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri
suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya
berkambang menjadi budaya massa.

3.5 Nilai-nilai kebudayaan Cirebon


Kota Cirebon memiliki kebudayaan yang lestari sampai hari ini.Nilai-nilai kebudayaan
Cirebon tetap dipegang teguh oleh masyarakatnya, dihayati dalam keyakinan, dan
dijalankan dalam kehidupan. Secara garis besar, spirit agama dan spirit modernitas
menjadi dua prinsip utama dalam memahami nilai-nilai kebudayaan Cirebon. Nilai-
nilai agama maupun nilai-nilai modernitas telah berpadu dan berkolaborasi, yang
kemudian selalu tampak dalam perjalanan historisitas pembentukan kebudayaan
Cirebon. Untuk melihat kedalaman nilai-nilai kebudayaan Cirebon secara lebih
komprehensif,dua paradigma besar ini; agama dan modernisme, tidak boleh diabaikan.
Untuk membuktikan bahwa nilai-nilai agama maupun modernisme merupakan unsur
terpenting dalam batang tubuh kebudayaan Cirebon, disiplin sejarah dan disiplin

15
kesenian akan banyak membantu. Berdasarkan fakta-faktar sejarah dan produk-produk
kesenian yang terdapat dalam masyarakat Cirebon, nilai-nilai agama dan nilai-nilai
modernisme tampak lebih kentara.Pertama, Sejarah. Sejarah mencatat bahwa Kota Cirebon
sejak abad ke-16 telah muncul sebagai salah satu kota pelabuhan penting di pantai
utara Jawa.
Sebagai kota pelabuhan, masyarakatnya lebih terbuka, rasional, plural, dan lebih
siap menerima kehadiran yang lain (the others). Berdasarkan berita yang
disampaikan oleh Tome’ Pires, pada paruh kedua abad ke-16, Pelabutan Cirebon telah
menjadi salah satu bandar niaga yang berperan penting dalam perdagangan
internasional. Dengan ibarat lain, kota Cirebon merupakan tempat perjumpaan beragam
etnik, ras, suku bangsa, beserta kebudayaan masing-masing. Sebagai kota Pelabuhan, kota
Cirebon sudah tentu merupakan kota bertemunya berbagai kelompok sosial. Kehadiran
penduduk dengan latar belakang yang beragam, baik etinik, agama, kebudayaan, dan
sebagainya merpakan bagian dari karakteristik kota Cirebon. Arus informasi dan nilai-
nilai kebudayaan asing bermuara di pelabuhan Cirebon ini. Boleh dikata, pada waktu
itu kota Cirebon menjadi miniatur dunia, dimana ‘globalisasi’ dalam tingkat yang kecil
telah dipraktekkan. Mungkin pakar setingkat Prof. George Ritzer mengatakan bahwa
globalisasi menelorkan kehampaan identitas,dimana masyarakat berubah dengan cepat,
sehingga kadang-kadang manusia kehilangan identitasnya dan terhempas di dalam dunia
yang kosong. Akan tetapi, dengan karakteristiknya yang kuat, masyarakat Cirebon dapat
menerima perubahan cepat yang dibawa oleh arus globalisasi namun tetap mampu
mempertahankan identitas dan jati diri bangsanya.
Keterbukaan, dinamisme, progresifitas kebudayaan masyarakat Cirebon juga
tampak terlihat pada adanya pergeseran mendasar yang terjadi. Pada awalabad ke-20,
terutama setelah ditetapkan sebagai gemeente, Kota Cirebon berkembang sebagai kota
kolonial yang mengalami proses modernisasi yang pesat. Kota Cirebon mengalami
pergeseran-pergeseran yang mendasar dari sebuah kota suci tradisional yang berfungsi
sebagai pusat penyebaran Islam, sekaligus pusat aktifitas perdagangan laut (market city)
menjadi sebuah kota kolonial, Kolonialisasi, di samping membawa dampak buruk, juga
menjadi batu loncatan bagi percepatan modernisasi. Bangsa Eropa yang lebih maju secara
kebudayaan telah memperkenalkan sistem perdagangan yang lebih rasional dan terorganisir
dengan lebih baik.Pergeseran dari kota suci menjadi kota dagang ini adalah ciri khas
masyarakat yang terbuka (open society), menghargai perubahan-perubahan yang mengarah
ke pembentukan pola hidup yang lebih baik, yang lebih harmonis, dan lebih
mencerminkan perdamaian. Dengan identitas sebagai kota pelabuhan, masyarakat
Cirebon telah memastikan diri untuk menjadi lebih terbuka. Jika dirunut dari
perkembangan sejarah sejak awal abad ke-20, Kota  Cirebon  telah menjelma menjadi
sebuah kota pelabuhan ekspor dan impor terbesar ke-4 di Indonesia setelah Batavia,
Surabaya, dan Semarang.
Berdasarkan catatan sejarah, secara administratif, distrik kota Cirebon terdiri
dari 71 desa dengan jumlah penduduk 71.000 jiwa, yang terdiri dari 500 orang Eropa,
3.500 orang Tionghoa, 1.100 orang Arab, dan 170 orang Asia Timur lainnya, serta sisanya
penduduk pribumi. Kota Cirebon boleh dikata sebagai ‘Kota Kebudayaan.’ Seorang pakar
kebudayaan, A. Chozin Nasuha, mengatakan bahwa gerakan-gerakan kesenian yang
terdapat di kalangan masyarakat Cirebon dikait-kaitkan pada karakteristik yang khas,

16
yaitu bersifat ritual yang menyentuh nilai-nilai animisme-dinamisme.Ciri khas religi
animisme-dinamisme adalah menganut kepercayaan bahwa ruh itu tidak mati dan
semua bersifat aktif. Mereka berpendapat bahwa ruh orang mati tetap hidup dan
menjadi saksi seperti dewa, bias mencelakakan atau mensejahterakan masyarakat.
Menurut mereka, sebenarnya dunia ini dihuni oleh ruh-ruh ghaib yang mengganggu atau
membantu kehidupan masyarakat.39Tidak hanya nilai-nilai tradisional animisme-
dinamisme, nilai-nilai tradisional Islam juga menjadi spirit utama dalam batang
tubuh kesenian masyarakat Cirebon. A. Chozin Nasuha menulis, “Kesenian Cirebon
banyak dimunculkan dari simbol kosmis dan simbol ajaran Islam. Simbol kosmis
diwujudkan dalam bentuk payung sutera berwarna kuning dengan kepala naga. Payung
ini melambangkan perlindungan dari raja kepada rakyatnya. Simbol-simbol yang berasal
dari ajaran Islam dibagi menjadi empat tingkat, yaitu syari’at, tarekat, hakikat, dan ma’rifat.
Syari’at disimbolehkan oleh pertunjukan Wayang. Tarekat disimbolkan dalam bentuk Tari
Barongan. Hakikat disimbolkan dalam bentuk Tari Topeng. Ma’rifat disimbolkan dalam
bentuk tari Tayub atau Tari Ronggeng.”40Gerakan-gerakan kesenian tari yang tetap
dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Cirebon menyimpan nilai-nilai tradisional, baik
yang berasal dari simbolisme Islam maupun kepercayaan-kepercayaan lain yang sudah
dimodifikasi. Kesenian masyarakat Cirebon mencerminkan bahwa unsur-unsur agama dan
nilai-nilai tradisional masih dipegang teguh sebagai spirit utama dalam pembentukan
kebudayaan Cirebon. Kehadiran nilai-nilai agama dan tradisionalisme tidak
berbenturan dengan masyarakat yang sudah mulai menerima modernisme. Bahkan,
nilai-nilai agama berjalan seirama dengan nilai-nilai modernitas, dan kebudayaan
masyarakat Cirebon menjadi bukti konkret adanya sistesa dua nilai tersebut

3.6 Pelestarian budaya Cirebon di era modern


Di era modern ini, teknologi semakin canggih karena kuat nya arus globalisasi
terlebih sangat berdampak pada generasi sekarang yang mulai lupa dengan budaya nya
sendiri karena terlalu mengikuti budaya negara luar. salah satu aspek yang menandai
keanekaragaman budaya Indonesia adalah kesenian yang kental beragam Bentuk kesenian
lahir di berbagai penjuru daerah di Indonesia dengan ciri khas masing-masing Salah satu
bentuk kesenian yang sangat khas di Indonesia adalah tari tradisional layaknya kesenian lain
yang mempunyai nilai sejarah dan budaya Tinggi Seni tari topeng Cirebon juga mengandung
sejarah asli Indonesia dalam seni tari ini mengkomunikasikan sebuah cerita dan makna
kehidupan secara puitis yang direpresentasikan oleh topeng dan gerakan-gerakan penari yang
bertahap membuatnya sebagai seni yang khas dan kaya akan filosofi akan sangat disayangkan
bahwa anak-anak bangsa jauh lebih mengenal tarian modern yang berasal dari Barat
dibandingkan dengan tarian daerah tempat mereka sendiri berpijak.
perkembangan teknologi dan masuknya unsur kebudayaan luar ke dalam Indonesia
menjadi pertimbangan penyebab kebudayaannya hilang fungsi kebudayaan dalam negeri
padahal dengan mengintegrasi kebudayaan an dan teknologi peranan teknologi justru
membantu menguatkan nilai-nilai Budaya tradisional yang sudah ada contohnya seperti video
mapping adalah media yang berprinsipkan audio visual dan ruang yang muncul pertama kali
pada tahun 1969 tetapi belum berkembang sampai pada sekitar akhir periode 2000 atau
dikenal juga sebagai proyeksi dapat menguatkan makna dan nilai budaya suatu kesenian tari
tradisional karena media ini menggunakan teknologi proyeksi video ke suatu website

17
sehingga melahirkan sudut pandang baru bagi penonton dengan menciptakan ilusi optik atau
visual dengan gerakan tarian video mapping merupakan media yang tepat untuk
mengkomunikasikan makna dari Tari topeng Cirebon yang beragam media yang tergolong
baru muncul ke dunia komunikasi visual ini mempunyai sejumlah keunggulan yang tidak
terdapat pada media-media konservatif isiannya video mapping juga dapat memberikan
momen kejutan bagi penonton sehingga media ini dinikmati oleh masyarakat terutama
lapisan anak muda.
Selain tarian, ukisan juga bisa di kembangkan lagi untuk menarik perhatian anak
muda atau bahkan melestarikan nya ke internasiol dengan cara melalui ditigal painting Yaitu
metode membuat objek seni lukisan secara digital metode ini diadaptasi dari seni lukis
tradisional dengan menggunakan cat akrilik tinta cat minyak dan sebagainya sebagai suatu
teknik metode yang mengacu pada berbagai software grafis yang berisi berbagai alat-alat
lukis namun berbentuk digital. Teknik ini membuat lukisan jauh lebih simpel dan juga tanpa
menyampingkan esensi seni tradisional di dalamnya digital printing sendiri merupakan
metode menciptakan sebuah seni lukisan digital teknik untuk membuat seni digital dalam
komputer ilustrasi yang tercipta Melalui teknik digital printing sepenuhnya dikerjakan dengan
bantuan peralatan seperti komputer dan software pendukung seperti Photoshop Selain teknik
ini lebih praktis dan mampu memangkas banyak biaya material seperti kuas kanvas dan
lainnya teknik digital printing sekarang mulai marak digunakan karena mampu menghasilkan
ilustrasi yang sangat baik tidak kalah dengan teknik manual.
dengan melibatkan manusia secara menyeluruh terutama generasi muda, menjelaskan
bahwa globalisasi akan menimbulkan berbagai budaya nilai-nilai budaya dalam proses alam
ini setiap bangsa akan berubah menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru
sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran tetapi dalam
proses ini negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara
struktur nilai-nilai agar tidak diminati oleh budaya asing dalam rangka ini berbagai bangsa
haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka
itu artinya dengan melibatkan kesadaran masyarakat dan generasi muda kita tetap bisa
melestarikan kebudayaan tetapi dengan cara yang modern mengikiti perkembangan zaman,
kita juga harus memperahankan kebudayaan agar bisa dikenal generasi seterusnya dan agar
bisa dikenal secara internasional.

18
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dengan berlandaskan makalah di atas, Cirebon merupakan wilayah yang beragam secara
budaya. Keberagaman budaya di Cirebon merupakan hasil persentuhan kebudayaan daerah
dengan kebudayaan nusantara lainnya, khususnya Sunda dan Jawa, dan dengan berbagai
kebudayaan yang dibawa para pendatang, baik India, Cina Arab, maupun Barat. Pertemuan
berbagai kebudayaan tersebut menjadikan Cirebon tidak saja kaya akan nila-nilai kebudayaan
yang dimiliki para pendatang akan tetapi juga kaya akan kebudayaan baru sebagai produk
akulturasi berbagai kebudayaan, hal itu menjadi ciri khas Cirebon yang menjadikan wilayah
dengan memiliki dua Bahasa yaitu Bahasa jawa dan Bahasa sunda. Namun, dengan keadaan
sekarang yang mana era globalisasi sangat memperngaruhi kebudayaan di Indonesia terutama
di Cirebon mulai dilupakan oleh Sebagian generasi muda. Tetapi dengan kesadaran
masyarakat Cirebon sebagai orang-orang yang megerti kebudayaan harus memberi edukasi
dan melestarikan nya dengan cara yang modern agar generasi muda tertarik.

4.2 Saran
Dari pembahsan di atas, kebudayaan Cirebon perlu antisipasi atas gloobalisasi
kebudayaan nya yaitu di perlukan peran kebijaksanaan penerintah yang harsu leboh
mengarah kepada perkembangan-perkembangan cultular atau budaya dari pada hanya
semata-mata hanya ekonomi yang merugikan suatu perkembangan kebudayaan, maka
pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom
kesenian-kesenian budaya tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya,
Kesenian rakyat saat ini memang membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga
memang harus diakui bahwa untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi para
seniman rakyat ini merupakan suatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai
dengan keaslian (oroginalitas) yang diinginkan para seniman tersebut. Oleh karena itu
pemerintah harus "melakoni" dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang
melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut tanpa merubah
dan menyesuaikan dengan Kebijakan-kebijakan politik.
Dengan demikian tentunya kami sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna, kami juga mengharapkan kritik
dan saran dalam penulisan makalah agar bisa lebih baik lagi di kemudian hari.

19
DAFTAR PUSTAKA

buku Murgiyanto. (2004). Tradisi dan Inovasi. Makassar: Wedatama Widya Sastra.
Faisal nufus, H. t. (2012). Musem kebudayaan Cirebon. Semarang : Univeritas Diponogoro,
389.
ibunu, R. (2014). Pendidikan Berbasis Budaya Cirebon. Indramayu : Universitas Wiralodra
Indramayu .
Nasuha., A. C. (2010). Dialektika Islam dan Kebudayaan Cirebon. Banjarmasin : Annual
Conference on Islamic Studies ke-10.
permadi., A. s. (2019). perancangan buku ilustrasi tokoh pewayangan dengan teknik digital
painting sebagai media informasi untuk anak usia 12 tahun. Surabaya ; institut bisnis
dan informatika stikom Surabaya. .
Reiza D. Dienaputra, A. Y. (2021). Multikulturalisme Kebudayaan Daerah Cirebon. Bandung
: Universitas Padjadjaran.
rohaedi., A. ( 1985(1978)). Bahasa Sunda di Daerah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka. .
Yulianeta, d. (2009). bahasa dan sastra Indonesia ditengah arus global. bahasa daerah di
wilayah cirebon (Satu Kajian Sosiolinguistik dan Dialektologi), 55.

20

Anda mungkin juga menyukai