Anda di halaman 1dari 40

A.

PENGERTIAN
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk
lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus, 2011).
Model Praktik Keperawatan Profesional adalah suatu sistem yang
meliputi struktur, proses dan nilai professional yang memungkinkan
perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan dan
mengatur lingkungan untuk menunjang asuhan keperawatan. (Nursalam,
2014)
Model praktik keperawatan professional adalah bentuk dari pemberian
asuhan keperawtan yang berdasarkan nilai-nilai profesionalisme atau
pelayanan prima keperawatan yang dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan di Rumah Sakit. (Muhith, 2017).

B. TUJUAN MPKP
Menurut Keliat (2010) ada beberapa tujuan MPKP yaitu :
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
3. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan
pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.
4. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan
keperawatan.
5. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan
keputusan.
6. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan
C. TUJUAN

Menurut Sitorus, 2011, dalam model praktik keperawatan professional


terdiri dari 4 pilar yaitu:

a. Pilar I: Pendekatan Manajemen Keperawatan


Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen
sebagai pilar praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I
yaitu pendekatan manajemen terdiri dari :
1) Perencanaan dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang
MPKP meliputi (perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan
rencana jangka pendek; harian,bulanan,dan tahunan).
2) Pengorganisasian dengan menyusun stuktur organisasi, jadwal dinas
dan daftar alokasi pasien.
3) Pengarahan, dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi,
supervise, menciptakan iklim motifasi, manajemen waktu,
komunikasi efektif yang mencangkup pre dan post conference, dan
manajemen konflik.
4) Pengawasan.
5) pengendalian.
b. Pilar II: Sistem Penghargaan
Manajemen sumber daya manusia diruang model praktik keperawatan
professional berfokus pada proses rekruitmen,seleksi kerja orientasi,
penilaian kinerja, staf perawat.proses ini selalu dilakukan sebelum
membuka ruang MPKP dan setiap ada penambahan perawatan baru.
c. Pilar III: Hubungan Professional
Hubungan professional dalam pemberian pelayanan keperawata (tim
kesehatan) dalam penerima palayana keperawatan (klien dan keluarga).
Pada pelaksanaan nya hubungan professional secara interal artinya
hubungan yang terjadi antara pembentuk pelayanan kesehatan misalnya
antara perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan dan lain –
lain. Sedangkan hubungan professional secara eksternal adalah hubungan

2
antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.
d. Pilar IV: Manajemen Asuhan Keperawatan
Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan keperawat
dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di MPKP tertentu.
Manajemen asuhan keperawat yang diterapkan di MPKP adalah asuhan
keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan

D. TINGKATAN MPKP
a. Model praktek Keperawatan Profesional III
Tenaga perawat yang akan bekerja di ruangan ini semua profesional dan
ada yang sudah doktor, sehingga praktik keperawatan berdasarkan evidence
based. Di ruangan tersebut juga dilakukan penelitian keperawatan,
khususnya penelitian klinis.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II
Tenaga perawat yang bekerja di ruangan ini mempunyai kemampuan
spesialis yang dapat memberikan konsultasi kepada perawat primer. Di
ruangan ini digunakan hasil-hasil penelitian keperawatan dan melakukan
penelitian keperawatan.

c. Model Praktek Keperawatan Profesional I


Model ini menggunakan 3 komponen utama yaitu ketenagaan, metode
pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan. Metode
yang digunakan pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan
primer dan metode tim yang disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model ini menyerupai MPKP I, tetapi baru tahap awal pengembangan yang
akan menuju profesional I.

E. KOMPONEN MPKP
a. Nilai-Nilai Profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik
keperawatan profesional. Nilai-nilai profesional ini merupakan inti dari

3
MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien, menghargai
klien, dan melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap ditingkatkan
dalam suatu proses keperawatan.
b. Pendekatan Manajemen
Dalam melakukan asuhan keperawatan adalah untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia, yang bilamana ingin memenuhi kebutuhan dasar tersebut
seorang perawat harus melakukan pendekatan penyelesaian masalah,
sehingga dapat diidentifikasi masalah klien, dan nantinya dapat diterapkan
terapi keperawatan yang tepat untuk masalah klien.
c. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional,
digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, misalnya
metode kasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer, serta manajemen
kasus. Dalam praktik keperawatan profesional, metode yang paling
memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional adalah metode
yang menggunakan the breath of keperawatan primer.
d. Hubungan Profesional
Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh beberapa anggota
tim kesehatan. Namun, fokus pemberian asuhan kesehatan adalah klien.
Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat, maka dari itu perlu
kesepakatan tentang cara melakukan hubungan kolaborasi tersebut.
e. Sistem Kompensasi dan Penghargaan
Pada suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai hak atas
kompensasi dan penghargaan. Pada suatu profesi, kompensasi yang didapat
merupakan imbalan dan kewajiban profesi yang terlebih dahulu dipenuhi.
Kompensasi dan penghargaan yang diberikan pada MPKP dapat disepakati
di setiap institusi dengan mengacu pada kesepakatan bahwa layanan
keperawatan adalah pelayanan profesional.

4
F. KARAKTERISTIK MPKP
1. Penetapan Jumlah Tenaga Keperawatan
Penetapan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien
sesuai dengan derajat ketergantungan klien. Dalam suatu pelayanan
profesional, jumlah tenaga yang diperlukan tergantung pada jumlah
pasien dan derajat ketergantungan pasien. Klasifikasi derajat
ketergantungan pasien dibagi 3 kategori, yaitu :
a. Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam ang terdiri
atas :
· Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
· Makan dan minum dilakukan sendiri
· Ambulasi dengan pengawasan
· Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.
· Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
· Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.
b. Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam yang
terdiri atas :

· Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu


· Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
· Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
· Voley kateter/intake output dicatat
· Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan,
memerlukan prosedur

c. Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam :


· Segala diberikan/dibantu
· Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
· Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena
· Pemakaian suction
· Gelisah/disorientasi

Ada beberapa kriteria jumlah perawat yang dibutuhkan perpasien untuk

5
dinas pagi, sore dan malam. Sebagai contoh :
Ruang perawatan bedah terdapat 30 pasien, yang terdiri dari 10 pasien
minimal, 15 pasien partial, dan 5 pasien total. Maka jumlah perawat
yang diperlukan untuk jaga pagi adalah : 10 x 0,17 = 1,7
15 x 0,27 = 4,05
5 x 0,36 = 1,8

Jumlah = 7,55 dan dibulatkan menjadi 8 orang perawat yang


dibutuhkan untuk dinas pagi.
Untuk mengetahui kebutuhan aktual tenaga keperawatan diruang
perawatan sebaiknya dilakukan setiap hari selama minimal 22 hari, dan
dalam waktu yang sama. Misalnya rata- rata perawat yang diperlukan di
Ruang Bedah menurut perhitungan Douglas adalah 10 orang perawat,
maka jumlah yang diperlukan pada ruang tersebut adalah:
· Perawat shift : 10 orang
· Libur cuti : 5 orang
· Ketua tim : 3 orang
Kepala Ruangan : 1 orang
Jumlah =19 orang
Terdapat pula cara lain dalam perhitungan jumlah kebutuhan tenaga
keperawatan yang diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus yang
dikembangkan Arndt dan huckabay, 1975 (Gillies, 1994) yang
selanjutnya secara populer disebut Formula Gillies, yaitu dengan
komponen yang dipertimbangkan dalam perhitungan :

A. Penentuan Rata-rata jam perawatan yang diperlukan pasien setiap hari


B. Rata-rata sensus harian pasien.
C. jumlah hari/tahun = 365 hari,
D. Rata-rata hari libur perawat setiap tahun = 140 hari.
E. Jumlah jam kerja perawat setiap hari.
F. Jam perawatan yang dibutuhkan pertahun.
G. Jam perawatan yang diberikan oleh masing-masing perawat pertahun.
H. Jumlah perawat yang dibutuhkan di ruang rawat.

6
Rumus :
AXBXC F
= = H. (C-D) E G
Contoh :
A=4
B = 20
E=8
4 x 20 x 365 29.200
--------------- =-----------= 16.20 dibulatkan 16 Perawat shift (pagi, sore,
malam)
(365 – 140) 8 1800
Catatan : penentuan jumlah rata-rata jam perawatan pasien dengan
mempertimbangkan :
1. Minimal care: 1-2 jam/24 jam
2. Moderate care/partial care: 3 - 4 jam/24 jam
3. Total care: 5 – 6 jam/24 jam.

Contoh :
Berdasarkan soal pada klasifikasi tingkat ketergantungan pasien
pada Ruang Rawat yaitu terdapat 30 orang pasien, yang terdiri dari
10 minimal care, 15 partial care dan 5 total care. Maka jumlah rata-
rata jam perawatan adalah :
Perawatan minimal : 10 x 2 =
20 jam/10 pasien. Perawatan
partial : 15 x 4 = 60 jam/15
pasien Perawatan total : 5 x 6
= 30 jam/5 pasien.
= 110 : 30 → 3,66 → 4 jam

Menentukan komposisi tenaga :


Abdellah dan Levine pada tahun 1965 (Gillies, 1994) menyarankan
kombinasi tenaga keperawatan yaitu 55 % tenaga profesional dan 45 %
tenaga non profesional. Bila disesuaikan dengan katagori tenaga
keperawatan di Indonesia, maka 55 % minimal lulusan D III

7
Keperawatan dan 45 % tenaga keperawatan lulusan SPK. Intermountain
Health Care menyarankan bahwa kombinasi tenaga keperawatan adalah
: 58 % RN, 26 % LPN, dan 16 % Aides (perawat pembantu). Apabila
dikonversi kategori diatas pada situasi ketenagaan keperawatan di
Indonesia maka 58 % Sarjana Keperawatan/D IV Keperawatan, 26 % D
III Keperawatan dan 16 % Perawat Kesehatan (SPK).
Perbandingan dinas pagi-sore-malam : 47 % Pagi, 36 % Sore, dan
17% Malam.

2. Penetapan Jenis Tenaga Keperawatan


Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat beberapa jenis tenaga yang
memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM),
Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga
tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung
jawab terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat
tersebut. Peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan
kemampuannya dan terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem
pemberian asuhan keperawatan.
3. Penetapan Standar Rencana Asuhan Keperawatan (RENPRA)
Standar renpra perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi,
penulisan renpra sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan
mencakup 14 kebutuhan dasar manusia.
4. Penggunaan Metode Modifikasi Keperwatan Primer
Pada MPKP digunakan metode modifikasi keperawatn primer,
sehingga terdapat satu orang perawat profesional yang disebut perawat
primer yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan
keperawatan yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care
Manager (CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam
memberikan asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran
ners spesialis pada masa yang akan datang.

8
G. MACAM-MACAM METODE PENUGASAN DALAM
KEPERAWATAN

Dalam pelaksanaan praktek keperawatan, akan selalu menggunakan


salah satu metode pendekatan di bawah ini :
1. Metode fungsional.
Yaitu pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan yang didasarkan
kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan.
Metode ini dibagi menjadi beberapa bagian dan tenaga ditugaskan
pada bagian tersebut secara umum, sebagai berikut :
a. Kepala Ruangan, tugasnya :
Merencanakan pekeriaan, menentukan kebutuhan perawatan
pasein, membuat penugasan, melakulan supervisi, menerima
instruksi dokter.
b. Perawat staf, tugasnya :
 Melakukan askep langsung pada pasien
 Membantu supervisi askep yang diberikan oleh pembantu tenaga
keperawatan
c. Perawat Pelaksana, tugasnya :
Melaksanakan askep langsung pada pasien dengan askep sedang,
pasein dalam masa pemulihan kesehatan dan pasein dengan
penyakit kronik dan membantu tindakan sederhana (ADL).
d. Pembantu Perawat, tugasnya :
Membantu pasien dengan melaksanakan perawatan mandiri untuk
mandi, menbenahi tempat tidur, dan membagikan alat tenun
bersih.
e. Tenaga Admionistrasi ruangan, tugasnya :
Menjawab telpon, menyampaikan pesan, memberi informasi,
mengerjakan pekerjaan administrasi ruangan, mencatat pasien
masuk dan pulang, membuat duplikat rostertena ruangan,
membuat permintaan lab untuk obat-obatan/persediaan yang
diperlukan atas instruksi kepala ruangan.

9
· Kerugian metode fungsional:
- Pasien mendapat banyak perawat.
- Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan
- Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan.
- Pelayanan terputus-putus
- Kepuasan kerja
keseluruhan sulit dicapai
Kelebihan dari metode
fungsional :
- Sederhana
- Efisien.
- Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
- Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah
selesai tugas.
- Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan
tenaga yang kurang berpengalaman untuk satu
tugas yang sederhana.
- Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau
peserta didik yang praktek untuk ketrampilan tertentu.

Contoh metode fungsional:

Perawat A tugas menyutik, perawat B tugasnya mengukur


suhu badan klien.
Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih
untuk semua klien yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan
bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan
menerima laporan tentang semua klien serta menjawab
semua pertanyaan tentang klien.

2. Metode penugasan pasien/metode kasus


Yaitu pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan untuk
satu atau beberapa klien oleh satu orang perawat pada saat bertugas

10
atau jaga selama periode waktu tertentu sampai klien pulang. Kepala
ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima
semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien. Dalam metode ini
staf perawat ditugaskan oleh kepala ruangan untuk memberi asuhan
langsung kepada pasien yang ditugaskan contohnya di ruang isolasi
dan ICU.
Kekurangan metode kasus :
- Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang
terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara
menyeluruh
- Membutuhkan banyak tenaga.
- Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga
tugas rutin yang sederhana terlewatkan.

- Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat


penaggung jawab klien bertugas.

Kelebihan metode kasus:


- Kebutuhan pasien terpenuhi.
- Pasien merasa puas.
- Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
- Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

3. Metode Penugasan Tim


Yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh sekelompok
perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan
berpengalaman serta memiliki pengetahuan dalam bidangnya.
Pembagian tugas di dalam kelompok dilakukan oleh pemimpin
kelompok, selain itu pemimpin kelompok bertanggung jawab dalam
mengarahkan anggota tim.sebelum tugas dan menerima laporan
kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim
dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan. Selanjutnya
pemimpin tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang

11
kemajuan pelayanan atau asuhan keperawatan klien.
Metode ini menggunkan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-
beda dalam memberikan askep terhadap sekelompok pasien.
Ketenagaan dari tim ini terdiri dari :
- Ketua tim
- Pelakaana perawatan
- Pembantu perawatan

Adapun tujuan dari perawatan tim adalah : memberikan asuhan yang


lebih baik dengan menggunakan tenaga yang tersedia.

Kelebihan metode tim:


- Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
- Pasien dilayani secara komfrehesif
- Terciptanya kaderisasi kepemimpinan
- Tercipta kerja sama yang baik .
- Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
- Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda
dengan aman dan efektif.
Kekurangan metode tim:
- Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan
menjadi tanggung jawabnya.
- Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat
tim ditiadakan atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan
kimunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu
sehingga kelanncaran tugas terhambat.
- -Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu
tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu
atau ketua tim.
- Akontabilitas dalam tim kabur.

4. Metode Perawatan Primer


Yaitu pemberian askep yang ditandai dengan keterikatan kuat dan

12
terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan mengkoordinasikan askep selama
pasien dirawat.
Tugas perawat primer adalah :
- Menerima pasien
- Mengkaji kebutuhan
- Membuat tujuan, rencana, pelaksanaan dan evaluasi.
- Mengkoordinasi pelayanan
- Menerima dan menyesuaikan rencana
- Menyiapkan penyuluhan pulang
Konsep dasar :
1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
2) Ada otonomi
3) Ada keterlibatan pasien dan keluarganya
Ketenagaan :
1) Setiap perawat primer adalah perawat bed. side.
2) Beban kasus pasien maksimal 6 pasien untuk 1 perawat
3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
4) Perawat profesional sebagai primer d.an perawat non
profesional sebagai asisten.
Kepala bangsal :
1) Sebagai konsultan dan pengendali mtu perawat primer
2) Orientasi dan merencanaka karyawan baru.
3) Menyusun jadwal dinas
4) Memberi penugasan pada perawat asisten.

Kelebihan dari metode perawat primer:


- Mendorong kemandirian perawat.
- Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
- Berkomunikasi langsung dengan Dokter
- Perawatan adalah perawatan komfrehensif
- Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau

13
diterapkan.
- Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
- Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan
keperawatan.
Kelemahan dari metode perawat primer:
- Perlu kualitas dan
- kuantitas tenaga perawat,
- Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
- Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

5. Metode Modul (Distrik)


Yaitu metode gabungan antara Metode penugasan tim dengan
Metode perawatan primer. Metode ini menugaskan sekelompok
perawat merawat pasien dari datang sampai pulang.
Keuntungan dan kerugian:
- Sama dengan gabungan antara metode tim dan metode perawat
primer.
- Semua metode diatas dapat digunakan sesuai dengan situasi
dan kondisi ruangan. Jumlah staf yang ada harus berimbang
sesuai dengan yang telah dibahas pembicaraan yang
sebelumnya.

H. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MPKP


Kelebihan model praktek keperawatan profesional :
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
c. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik
mudah diatasi dan memberikankepuasan pada anggota
tim
d. bila diimplementasikan di RS dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan
e. ruang MPKP merupakan lahan praktek yang baik untuk proses
belajar
f. ruang rawat MPKP sangat menunjang program Pendidikan Nursing.

14
Kekurangan model praktek keperawatan profesional:
a. Komunikasi antar anggota tim terutama dalam bentuk konferensi tim,
membutuhkan waktu dimana sulit melaksanakannya pada waktu-waktu
sibuk
b. Akuntabilitas pada tim
c. Beban kerja tinggi
d. Pendelegasian tugas terbatas
e. Kelanjutan keperawatan klien hanya sebagian selama perawat
penanggung jawab klien tugas

I. KEGIATAN DALAM MPKP


a. Timbang Terima
- Timbang terima adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima
sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan kedaan klien, bertujuan :
- Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum klien
- Menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas
berikutnya
- Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Prosedur timbang terima adalah sebagai berikut :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur ini meliputi hal-hal
berikut.
1. Persiapan
- kedua kelompok dalam keadaan siap
- kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
2. Pelaksanaan
Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masing-
masing penanggung jawab:
- timbang terima dilaksanakan setiap penggantian shift/operan.
- dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan
timbang terima dengan mengkaji secara komprehensif yang
berkaitan tentang masalah keperawatan klien, rencana

15
tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal
penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
- hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian
yang lengkap sebaiknya dicatat secara khusus untuk
kemudian diserahterimakan kepada perawat yang
berikutnya.
Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah :
- identitas klien dan diagnosa medik
- masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul
- tindakan keperawatan yang sudah dan belum dilaksanakan
- intervensi kolaborasi dan dependensi
- rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan selanjutnya, misalnya operasi, pemeriksaan
laboratorium/pemeriksaan penunjang lainnya, persiapan untuk
konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak dilaksanakan secara
rutin. Perawat yang melakukan timbang terima daat melakukan
klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal
yang kurang jelas. Penyampaan pada saat timbang terima secara
singkat dan jelas. Lama timbang terima untuk setiap klien tidak
lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi khusus dan memerlukan
penjelasan yang lengkap dan rinci. Pelaporan untuk timbang terima
dituliskan secara langsung pada buku laporan ruangan oleh perawat.
Penyampaian operan di atas (point c) harus dilakukan secara jelas
dan tidak terburu-buru. Perawat penanggung jawab dan anggotanya
dari kedua shift bersama-sama secara langsung melihat keadaan
klien.
b. Preconference
Komunikasi kepala primer dan perawat pelaksana setelah selesai operan
untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ka primer
atau penanggung jawab primer. Jika yang dinas pada primer tersebut hanya
1 orang, maka preconference ditiadakan. Isi preconference adalah rencana

16
tiap perawat (rencana harian) dan tambahan rencana dari kepala primer dan
penanggung jawab primer (modul mpkp,2006).
- Waktu : setelah operan
- Tempat : meja masing-masing perawat primer
- PJ : kepala primer atau penanggung jawab primer
- Kegiatan :
1. Kepala primer atau penanggung jawab primer membuka acara
2. Kepala primer atau penanggung jawab primer menanyakan
rencana harian masing-masing perawat pelaksana
3. Kepala primer atau penanggung jawab primer memberikan
masukan dan tindakan lanjut terkait dengan asuhan yang
diberikan saat itu
4. Kepala primer atau penanggung jawab primer memberikan
reinforcement
5. Kepala primer atau penanggung jawab primer menutup acara

c. Post Conference
Komunikasi kepala primer dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikutnya. Isinya adalah
hasil asuhan keperawatan tiap perawatan dan hal penting untuk operan
(tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh kepala primer atau
penanggung jawab primer (modul mpkp, 2006).
- Waktu : sebelum operan ke dinas berikutnya
- Tempat : meja masing-masing primer
- PJ : kepala primer atau penanggung jawab primer
- Kegiatan :
1. Kepala primer atau penanggung jawab primer membuka acara
2. Kepala primer atau penanggung jawab primer menanyakan
kendala dalam asuhan yang telah diberikan
3. Kepala primer atau penanggung jawab primer menyakan
tindakan lanjut asuhan klien yang harus dioperkan kepada
perawat shift berikut nya

17
4. Kepala primer atau penanggung jawab primer menutup acara

d. Ronde Keperawatan
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan
klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping klien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus
tertentu harus dilakukan oleh penanggung jawab jaga dengan melibatkan
seluruh anggota tim.
Karakteristik :
- klien dilibatkan secara langsung
- klien merupakan fokus kegiatan
- perawat asosiet, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi
bersama
- kosuler memfasilitasi kreatifitas
- konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet,
perawat primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi
masalah.
Tujuan :
- menumbuhkan cara berfikir secara kritis
- menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berasal dari masalah klien
- meningkatkan vadilitas data klien
- menilai kemampuan justifikasi
- meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
- meningkatkan kemampuan untuk emodifikasi rencana

perawatan. Peran perawat primer dan perawat asosiet:

Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peranan yang bisa


untuk memaksimalkan keberhasilan yang bisa disebutkan antara lain :
- Menjelaskan keadaan dan adta demografi klien
- Menjelaskan masalah keperawatan utama
- Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan

18
- Menjelaskan tindakan selanjtunya
- Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil

Peran perawat primer lain dan atau konsuler:

- memberikan justifikasi
- memberikan reinforcement
- menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan
serta,tindakan yang rasional
- mengarahkan dan koreksi
- mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari Tahap

pelaksanaan ronde keperawatan

1. Pesiapan
- Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde
- Pemberian informed consent kepada klien/keluarga
2. Pelaksanaan ronde
- Penjelasan tentang klien oleh perawat dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang
akan atau telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu
didiskusikan
- Pemberian justifikasi oleh perawat tentang masalah klien serta
rencana tindakan yang akan dilakukan
- Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang
akan ditetapkan

3. Pasca ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta
menerapkan tindakan yang perlu dilakukan.

e. Case studi

Studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau
satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu

19
peristiwa tertentu .

Langkah-langkah penelitian studi kasus:

1. Pemilihan kasus: dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan


secara bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus
dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang,
lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial.
Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal,
sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbersumber
yang tersedia
2. Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan
data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah
observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai
instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data
dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat
mengumpulkan data yang berbeda secara serentak

3. Analisis data: setelah data terkumpul peneliti dapat mulai


mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi
unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses
mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna
menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara
kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis
data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan
data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan
lapangan
4. Perbaikan (refinement): meskipun semua data telah terkumpul,
dalam pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan
penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap
kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru
mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali
harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan

20
ke dalam kategori yang sudah ada.
5. Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif,
rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan
sosial secara jelas, sehingga rnernudahkan pembaca untuk
mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat
membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang
atau kelompok.
Contoh : Pembuatan rencana kegiatan (harian, bulanan dan
tahunan)
Jenis perencanaan yang diterapkan diruang MPKP adalah
perencanaan jangka pendek yang terdiri dari rencana harian,
bulanan dan tahunan.Rencana harian adalah rencana aktifitas pada
tiap shift yang dilakukan oleh perawat asosiet/perawat pelaksana,
perawat primer/ketua tim dan kepala ruangan. Rencana harian
dibuat sebelum operan dilakukan dan dilengkapi pada saat operan
dan pre conference. Ketua tim dan kepala ruangan membuat
rencana bulanan berhubungan dengan peningkatan asuhan
keperawatan dan pelayanan keperawatan yang dibuat tiap bulan.
Dan setiap akhir tahun kepala ruang melakukan evaluasi hasil
kegiatan dalam satu tahun yang dijadikan sebagai acuan rencana
tindak lanjut serta penyusunan rencana tahunan berikutnya

Contoh RENCANA HARIAN KEPALA RUANGAN

RENCANA HARIAN KEPALA RUANGAN

Nama Karu:............. Ruangan : ............. Tanggal : .............

21
Jumlah Jumlah pasien : .............
perawat : .............
WAKT KEGIAT
U AN
Operan (Pre Conference),
07.30 Mengecek SDM, fasilitas, pasien
08.00 Mengecek kebutuhan pasien ( pemeriksaan, kondisi, dll.)
09.00 Melakukan interaksi dengan pasien baru/pasien yang memerlukan perhatian
khusus
Melakukan supervisi kepada ketua tim
Ketua tim I................................(nama)
10.00 Tindakan : ..................................................................................................
Ketua tim II..............................(nama)
Tindakan : ..................................................................................................
Melakukan supervisi kepada perawat pelaksana
Perawat 1 :
Nama : ..............................
11.00 Tindakan : ....................................................................................................
Perawat 2 :
Nama : ..............................
Tindakan : .........................................
Hubungan dengan bagian lain terkait
12.00 Rapat-rapat terstruktur/insidentil
Mengecek ulang keadaan pasien, perawat, lingkungan yang belum teratasi
Mempersiapkan dan merencanakan kegiatan asuhan keperawatan untuk sore,
13.00 malam dan besok sesuai tingkat ketergantungan pasien
Istirahat
Operan
14.00 Post conference

Contoh rencana bulanan kepala ruang


RENCANA BULANA KARU
Bulan : ………………………………………………………
Senin Selasa rabu kamis Jum`at sabtu minggu

1 2 3 4 5 6 7
Rapat Lap. Supervis Audit Penkes Supervisi PA Audit Dst.
bulanan i Katim dokumen keluarga dok
Ketua Tim Kepala Ruang
(…………) (……………….)

J. PERAN STAF MPKP

Pengorganisasian diruangan MPKP yang ada dirumah sakit rata-rata


menggunakan pendekatan modifikasi yaitu metode penugasan tim dan primer.

22
Tenaga perawat diorganisasikan dengan menggunakan metode penugasan
perawat primer dan tim keperawatan yang dimodifikasi. Perawat dibagi
dalam tim sesuai dengan jumlah pasien diruangan. Jumlah pasien untuk tiap
tim 8-10 orang, dan jumlah perawat antara 6-10 orang,

Kepala

Tim I Tim II

Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Tim Anggota Tim

8-10 klien 8-10 klien

1. Peran Kepala Ruangan:


- Mengidentifikasi masalah terkait fungsi manajamen
- Menunjuk ka Tim
- Mengikuti serah terima klien
- Mengidentifikasi tingkat ketergantungan
- Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktifitas dan kebutuhan klien
- Merencanakan strategi pelaksanaan keeperawatan
- Merencanakan lgistik ruangan/failitas ruangan
- Merumuskan system penugasan
- Menjelaskan rentang kendali di ruang rawat
- Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan diruang rawat
- Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan/fsilitas ruangan
- Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktik
- Mendelegasikan tugas kepada ketua Tim

23
- Mmebrikan pengarahan kepada ketua Tim
- Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan sikap anggota Tim
- Memberi pujian kepada anggota Tim yang melaksanakan tugas
dengan baik
- Membimbing bawahan
- Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim
- Melakukan supervise
- Memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan
yankep diruangan
- Mengevaluasi kinerja katim
- Memberikan umpan balik pada kinserja katim

- Mengatasi masalah di ruang rawat dan menetapkan tidak lanjut


- Memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan
- Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

2. Peran Ketua Tim


- mengumpukan data kesehatan klien
- Bersama Karu melaksanakan serah terima tugas
- Bersama karu melaksanakan pembagian tugas
- Menyusun rencana asuhan keperawatan
- Menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan keperawatan
- Melakukan ronde keperawatan bersama kepala ruangan
- Mengorientasikan klien baru pada lingkungan
- Melakukan pelaporan dan pendokumantasian
- Menjelaskan tujuan pengorganisasian tim keperawatan
- Membagi pekerjaan sesuai tingkat ketergantungan pasien
- Membuat rincian tugas anggota tim dalam keperawatan
- Mampu mengkoordinir pekerjaan yang harus dilakukan bersama tim
kesehatan lain
- Mengatur waktu istirahat anggota tim

24
- Mendelegasikan proses asuhan keperawatan pada anggota tim
- Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
- Memberikan pengarahan kepada anggota tim
- Memberikan bimbingan pada anggota tim
- Memberikan infromasi yang berhubungan dengan askep
- Mengawasi proses pemberian askep
- Melibat anggota tim sampai awal dan akhir kegiatan
- Memberikan pujian/motivasi kepada anggota tim
- Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
- Mengevaluasi asuhan keperawatan
- Memberikan umpan balik pada pelaksana
- Memperhatikan aspek legal dan etik
- Melakukan pelaporan dan pendokumantasian

3. Peran Perawat Primer


- Mengkaji kesiapan klien dan diri sendiri untuk melaksanakan asuhan
keperawatan.
- Bersama Karu mengadakan serah terima tugas
- Menerima pembagian tugas dari katim
- Bersama katim menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan
keperawatan
- Mengikuti ronde keperawatan
- Menerima klien baru
- Menerima penjelasan tujuan pengorganisasian tim
- Menerima pembagian tugas
- Melaksanakan tugas yang diberikan oleh katim
- Melaksanakan program kolaborasi dengan tim kesehatan lain
- Menyesuiakn waktu istirahat dengan anggota tim lainnya
- Melaksanakan asuhan keperawatan
- Menunjang pelaporan, mencatat tindakan keperawatan yang
dilaksanakan

25
- Menerima pengarahan dan bimbingan dari katim
- Menerima informasi yang berkaitan dengan askep dan
melaksanakan askep dengan etik dan legal
- Memehami pemahaman yang telah dicapai
- Menunjang pelaporan dan pendokumentasian
- Menyiapkan menunjukkan bahan yang diperlukan untuk proses
evaluasi serta ikut mengevaluasi kondisi pasien.

4. Peran Perawat Asosiat


- Mengikuti konferens untuk menerima penjelasan tentang asuhan
yang direncanakan oleh PP.
- Melaksanakan asuhan keperawatan yang telah dibuat oleh PP
- Memberi informasi/masukan yang diperlukan kepada PP tentang
klien untuk keperluan asuahan keperawatan selanjutnya.
- Mencatat tindakan keperawatan yang telah dilakukan dalam catatan
tindakan keperawatan.

K. FUNGSI PENGARAHAN & PENGENDALIAN


Hakikat dari pengarahan adalah sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik dan
metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas
bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan
efisien, efektif dan produktif. Para anggota organisasi akan bersedia
mengerahkan segala kemampuan, tenaga, keahlian, keterampilan, dan
waktunya bagi kepentingan pencapaian tujuan organisasi apabila kepada
mereka diberikan penjelasan yang lengkap tentang hakikat, bentuk, dan sifat
tujuan yang hendak dicapai. Pengarahan diruang perawatan dapat dilakukan
dalam beberapa kegiatan yaitu program motivasi, manajemen konflik,
pendelegasian, supervisi dan komunikasi efektif, serta kegiatan lain sesuai
dengan kebutuhan ruang perawatan.
1. Program motivasi
Program motivasi dimulai dengan membudayakan cara berfikir positif
bagi setiap SDM dengan mengungkapkannya melalui pujian

26
(reinforcement) pada setiap orang yang bekerja bersama-sama.
Kebersamaan dalam mencapai visi, dan misi merupakan pendorong kuat
untuk fokus pada potensi masing-masing anggota.
2. Manajemen konflik,
MPKP merupakan pendekatan baru, maka kemungkinan menimbulkan
konflik yang disebabkan oleh persepsi, pandangan dan pendapat yang
berbeda. Untuk itu dilakukan pelatihan tentang sistem pelayanan dan
asuhan keperawatan bagi semua SDM yang ada (MPKP). Selain itu
dalam implementasi MPKP, Kepala subdepartemen keperawatan
(Kasubdepwat), kepala ruangan (kalak) dan katim agar melakukan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk mencegah dan
menyelesaikan konflik. Komunikasi yang terbuka diarahkan kepada
penyelesaian konflik dengan win-win solution.
3. Supervisi
Pengawasan merupakan hal yang penting dilakukan untuk memastikan
pelayanan dan asuhan keperawatan berjalan sesuai standar mutu yang
ditetapkan. Pelayanan tidak diartikan sebagai pemeriksaan dan mencari
kesalahan, tetapi lebih pada pengawasan partisipatif yaitu perawat yang
mengawasi pelaksanaan kegiatan memberikan penghargaan pada
pencapaian atau keberhasilan dan memberi jalan keluar pada hal-hal yang
belum terpenuhi. Dengan demikian pengawasan mengandung makna
pembinaan.
4. Pendelegasian
Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain agar
aktifitas organisasi tetap berjalan. Pendelegasian dilaksanakan melalui
proses sebagai berikut :
a. Buat rencana tugas yang perlu dituntaskan
b. Identifikasi ketrampilan dan tingkat pendidikan yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas
c. Pilih orang yang mampu melaksanakan tugas yang didelegasikan
d. Komunikasikan dengan jelas apa yang akan dikerjakan dan apa

27
tujuaanya
e. Buat batasan waktu dan monitor penyelesaian tugas
f. Jika bawahan tidak mampu melaksanakan tugas karena
menghadapi masalah tertentu, manajer harus bisa menjadi model
peran dan menjadi narasumber untuk menyelesaikan masalah
yang etrjadi
g. Evaluasi kinerja setelah tugas selesai
h. Pendelegasian terdiri dari tugas dan kewenangan
Pendelegasian tugas dilakukan secara berjenjang yang penerapanya
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pendelegasian terencana dan pendelegasian
insidentil.
a. Pendelegasian terencana adalah pendelegasian yang secara otomatis
terjadi sebagai konsekuensi sistem penugasan yang diterapkan
diruang MPKP. Bentuknya antara lain adalah:
- Pendelegasian tugas kepala ruangan kepada ketua tim untuk
menggantikan tugas sementara tugas kepala ruang karena alasan
tertentu
- Pendelegasian tugas kepala ruangan kepada penanggung jawab
shif
- Pendelegasian ketua tim kepada perawat pelaksana dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah direncanakan.
b. Pendelegasian insidentil, yang terjadi apabila salah satu personil
ruang MPKP berhalangan hadir , sehingga pendelegasian tugas harus
dilakukan. Dalam hal ini yang mengatur pendelegasian adalah kepala
seksi perawatan, kepala ruangan, ketua tim atau penanggung jawab
shif dan tergantung pada personil yang berhalangan.
Mekanisme yang dilakukan adalah sebagai berikut :
- Bila kepala ruangan berhalangan, kepala seksi menunjuk salah satu
ketua tim untuk menggantikan tugas kepala ruang
- Bila ketua tim berhalangan hadir, maka kepala ruangan menunjuk
salah satu anggota tim (perawat pelaksana) menjalankan tugas

28
ketua tim
- Bila ada perawat pelaksana yang berhalangan hadir, sehingga satu
tim kekurangan personil maka kepala ruangan berwenang
memindahkan perawat pelaksana dari tim lain masuk tim yang
kekurangan personiltersebut atau katim melimpahkan pasien
kepada perawat pelaksana yang hadir.

Pengendalian (controlling) adalah proses untuk mengamati secara terus-


menerus pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan
koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi. Pengawasan (controlling) dapat
dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-
penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang
direncanakan. Wajar jika terjadi kekeliruan-kekeliruan tertentu, kegagalan-
kegagalan dan petunjuk-petunjuk yang tidak efektif hingga terjadi
penyimpangan yang tidak diinginkan dari pada tujuan yang ingin dicapai.
Pengawasan dalam arti manajemen yang diformalkan tidak akan eksis
tanpa adanya perencanaan, pengorganisasian dan penggerakan sebelumnya.
Pengawasan bisa berjalan secara efektif diperlukan beberapa kondisi yang
harus diperhatikan yaitu:
1. Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan kriteria yang
dipergunakan dalam system Pelayanan kesehatan, yaitu relevansi,
efektivitas, efisiensi, dan produktivitas.
2. Agar standar pengawasan berfungsi efektif maka harus dipahami dan
diterima oleh setiap anggota organisasi sebagai bagian integral, misalnya
sistem standar kendali mutu harus dianggap normal dan perlu.
3. Sulit, tetapi standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan. Ada dua
tujuan pokok, yaitu: (1) untuk memotivasi, dan (2) untuk dijadikan
patokan guna membandingkan dengan prestasi. Artinya jika pengawasan
ini efektif akan dapat memotivasi seluruh anggota untuk mencapai
prestasi yang tinggi. Karena tantangan biasanya menimbulkan berbagai
reaksi, maka daya upaya untuk mencapai standar yang sulit mungkin

29
dapat membangkitkan semangat yang lebih besar untuk mencapainya
daripada kalau yang harus dipenuhi itu hanya standar yang mudah. Namun
demikian, jika terget terlampau tinggi atau terlalu sulit kemungkinan juga
akan menimbulkan patah semangat. Oleh karena itu tidak menetapkan
standar yang terlampau sulit sehingga bukan meningkatkan prestasi,
malah menurunkan prestasi
4. Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi.
Di sini perlu diperhatikan pola dan tata organisasi, seperti susunan,
peraturan, kewenangan dan tugas-tugas yang telah digariskan dalam
uraian tugas (job discription).
5. Banyaknya pengawasan harus dibatasi. Artinya jika pengawasan terhadap
karyawan terlampau sering, ada kecenderungan mereka kehilangan
otonominya dan dapat dipersepsi pengawasan itu sebagai pengekangan.
6. Sistem pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa
mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial tetapi fleksibel,
artinya sistem pengawasan menunjukkan kapan, dan dimana tindakan
korektif harus diambil.
7. Pengawasan hendaknya mengacu pada tindakan perbaikan, artinya tidak
hanya mengungkap penyimpangan dari standar, tetapi penyediaan alternatif
perbaikan, menentukan tindakan perbaikan.
8. Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu:
menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan
penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan, mengecek
timbulnya masalah yang serupa.
Dalam bidang keperawatan pengendalian merupakan upaya
mempertahankan mutu, kualitas atau standar. Output (hasil) dari suatu
pekerjaan dikendalikan agar memenuhi keinginan (standar)yang telah
ditetapkan. Pengendalian difokuskan pada proses yaitu pelaksanaan asuhan
keperawatan dan pada output (hasil) yaitu kepuasan pelanggan, keluarga,
perawat dan dokter. Indikator mutu yang merupakan output adalah BOR,
LOS, TOI, dan Audit dokumentasi keperawatan. Kepala ruangan akan

30
membuat laporan hasil kerja bulanan tentang semua kegiatan yang dilakukan
(proses evaluasi = audit proses) terkait dengan MPKP. Data tentang indikator
mutu dapat bekerjasama dengan tim rumah sakit atau ruangan membuat
sendiri. Audit dokumentasi keperawatan dilakukan pada rekam medik yang
pulang atau yang sedang dirawat lalu dibuat rekapitulasinya untuk ruangan.
Survey masalah pasien yang diambil dari pasien baru yang dirawat pada
bulan yang bersangkutan untuk menganalisa apakah ada masalah baru yang
belum dibuat standar asuhannya. Ketua tim akan memberi kontribusi data
yang dibutuhkan oleh kepala ruangan dalam menilai pencapaian kegiatan
MPKP.
Kegiatan pengawasan membuahkan hasil yang diharapkan, perhatian
serius perlu diberikan kepada berbagai dasar pemikiran yang sifatnya
fundamental, beberapa di antaranya dibahas berikut ini.
1. Orientasi kerja dalam setiap organisasi adalah efisiensi.
Bekerja secara efisien berarti menggunakan sumber-sumber yang tersedia
seminimal mungkin untuk membuahkan hasil tertentu yang telah
ditetapkan dalam rencana. Sudah umum diterima sebagai kebenaran ilmiah
dan kenyataan dalam praktik menunjukkan pula bahwa sumber-sumber
yang tersedia atau mungkin disediakan oleh organisasi apa pun untuk
mencapai tujuannya selalu terbatas,
yaitu berupa dana, tenaga, sarana, prasarana, dan waktu. Keterbatasan
demikian menuntut penggunaan yang sehemat-hematnya dari semua dana
dan daya yang dimiliki dengan tetap menghasilkan hal-hal yang
ditargetkan untuk dihasilkan.
2. Adanya efektifitas kerja dalam organisasi
Jika seseorang berbicara tentang efektivitas sebagai orientasi kerja, artinya
yang menjadi sorotan perhatiannya adalah tercapainya berbagai
sasaranyang telah ditentukan tepat pada waktunya denganmenggunakan
sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk melakukan
berbagai kegiatan. Artinya, jumlah dan jenis sumber-sumber yang akan
digunakan sudah ditentukan sebelumnya dan dengan pemanfaatan sumber-

31
sumber itulah, hasil-hasil tertentu harus dicapai dalam batas waktu yang
telah ditetapkan pula. Efektivitas menyoroti tercapainya sasaran tepat pada
waktunya untuk disediakan sumber dan sarana kerja tertentu yang
dianggap memadai
3. Produktivitas merupakan orientasi kerja
Ide yang menonjol dalam membicarakan dan mengusahakan produktivitas
maksimal simalisasi hasil yang harus dicapai berdasarkan dan dengan
memanfaatkan sumber dana dan daya yang telah dialokasikan sebelumnya.
Dalam praktik, ketiga orientasi kerja tersebut diterapkan sekaligus dalam
menjalankan roda organisasi.
4. Pengawasan dilakukan pada waktu berbagai kegiatan sedang berlangsung
Kegiatan ini untuk mencegah jangan sampai terjadi penyimpangan,
penyelewengan, dan pemborosan. Tidak ada manajer yang dapat mengelak
dari tanggung jawabnya melakukan pengawasan.
Peralatan atau instrument dipilih untuk mengumpulkan bukti dan untuk
menunjukkan standart yang telah ditetapkan atau tersedia. Audit merupakan
penilaian pekerjaan yang telah dilakukan.
Terdapat tiga katagori audit keperawatan, yaitu :
1. Audit struktur
Berfokus pada sumber daya manusia, lingkungan perawatan, termasuk
fasilitas fisik, peralatan, organisasi, kebijakan, prosedur, standart, SOP
dan rekam medic, pelanggan (internal maupun external). Standart dan
indikator diukur dengan mengunakan cek list.
2. Audit proses
Merupakan pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan apakah
standar keperawatan tercapai. Pemeriksaan dapat bersifat retrospektif,
concurrent, atau peer review. Retrospektif adalah audit dengan
menelaah dokumen pelaksanaan asuhan keperawatan melalui
pemeriksaan dokumentasi. Concurent adalah mengobservasi saat
kegiatan keperawatan sedang berlangsung. Peer review adalah umpan
balik sesame anggota tim terhadap pelaksanaan kegiatan.

32
3. Audit hasil

Audit hasil adalah produk kerja yang dapat berupa kondisi pasien,
kondisi SDM, atau indikator mutu. Kondisi pasien dapat berupa
keberhasilan pasien dan kepuasan. Kondisi SDM dapat berupa
efektifitas dan efisiensi serta kepuasan. Untuk indikator mutu berupa
BOR, ALOS, TOI, angka infeksi nosokomial dan angka dekubitus.
. Indikator pelayananasuhan keperawatan dapat bersumber dari sensus
harian, mingguan, bulanan bahkan tahunan di ruang rawat inap. Beberapa
indikator mutu yang digunakan diruangan keperawatan antara lain adalah
indikator mutu umum dalam bentuk BOR, ALOS, TOI, BTO, NDR, GDR
dan indikator mutu khusus dalam bentuk survey dan audit seperti kejadian
infeksi nosokomial, kejadian cedera, survey masalah pasien, audit
dokumentasi asuhan keparawatan, survey masalah baru, kepuasan pasien,
keluarga, kepuasan tenaga kesehatan yaitu perawat, dokter dan tenaga
kesehatan lainnya.
1. Indikator Mutu Umum
a. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR menurut Huffman (1994) adalah “ the ratio of patient service
days to inpatient bed count days in a period under consideration ”.
Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat
tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran
tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.
BOR sering disebut juga :
1) Percent of Occupancy
2) Occupancy Percent
3) Occupancy Ratio
Periode penghitungan BOR ditentukan berdasarkan kebijakan
internal Rumah Sakit, bisa mingguan, bulanan, tribulan, semester, atau
bahkan tahunan. Lingkup penghitungan BOR juga ditentukan berdasarkan
kebijakan internal rumah sakit, misalnya BOR per bangsal atau BOR
untuk lingkup rumah sakit (seluruh bangsal). Standar internasional BOR

33
dianggap baik adalah 80-90 %. Standar BOR yang ideal menurut Depkes
RI (2005) adalah antara 60-85%. Angka-angka ini sebenarnya tidak bisa
langsung digunakan begitu saja untuk semua jenis rumah sakit, misalnya
rumah sakit penyakit khusus tentu beda polanya dengan rumah sakit
umum, begitu pula rumah sakit disuatu daerah tentu beda penilaian tingkat
“kesuksesan” BOR-nya dengan daerah lain. Hal ini bisa dimungkinkan
karena perbedaan sosial budaya dan ekonomi setempat. Sebagai catatan
bahwa semakin tinggi nilai BOR berarti semakin tinggi pula penggunaan
tempat tidur yang ada untuk perawatan pasien. Namun perlu diperhatikan
bahwa semakin banyak pasien yang dilayani berarti semakin sibuk dan
semakin berat pula beban kerja petugas di unit tersebut. Akibatnya, pasien
bisa kurang mendapat perhatian yang dibutuhkan (kepuasan pasien
menurun) dan kemungkinan infeksi nosokomial juga meningkat. Disisi
lain, semakin rendah BOR berarti semakin sedikit tempat tidur yang
digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah
disediakan. Jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan
pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit.

Rumus BOR :
BOR dihitung dengan cara membandingkan jumlah tempat tidur yang
terpakai (O) dengan jumlah TT yang tersedia (A) dan perbandingan ini
ditunjukkan dalam bentuk persentase (%).
Jadi rumus dasar untuk menghitung BOR yaitu:
BOR=(O/A)x

Keterangan :
- O : Tempat tidur yang terpakai, adalah nilai rata-rata (rerata)
jumlah tempat tidur terpakai dalam suatu periode atau jumlah HP
(hari perawatan) dalam periode tersebut dibagi dengan jumlah hari
dalam periode yang bersangkutan (t),
- A : Tempat tidur yang tersedia, adalah jumlah tempat tidur
dikali jumlah hari persatuan waktu Jadi secara rumus bakunya

34
sebagai berikut =

Jumlah hari perawatan


Rumus : X 100 % :
Jumlah tempat tidur X jumlah hari persatuan waktu

Keterangan :
- Jumlah hari perawatan adalah jumlah total pasien dirawat dalam
satu hari kali jumlah hari dalam satu satuan waktu
- Jumlah hari persatuan waktu, jika diukur persatu bulan maka
jumlahnya 28-31 hari, tergantung jumlah hari dalam bulan
tersebut
b. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)

ALOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization


stay of inpatient discharged during the period under consideration”.
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi,
juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan
pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang
lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes,
2005).
Rumus penghitungan ALOS :

Keterangan :
- Jumlah hari perawatan pasien keluar = jumlah hari perawatan
pasien keluar hidup atau mati dalam satu periode waktu
- Jumlah pasien keluar (hidup + mati) = jumlah pasien yang pulang
atau meninggal dalam satu periode tertentu
Lama Dirawat = Lamanya 1 orang pasien dirawat setelah pasien
tersebut keluar hidup (pulang atas izin dokter, pulang paksa, melarikan

35
diri dan dirujuk) atau meninggal.
Contoh :
Pada tanggal 4 September ada 5 orang pasien pulang.
- Pasien A pulang dengan lama dirawat 4 hari
- Pasien B pulang paksa dengan lama dirawat 2 hari
- Pasien C meninggal dengan lama dirawat 10 hari
- Pasien D pulang dengan lama dirawat 3 hari
- Pasien E pulang dengan lama dirawat 6 hari
Jadi Jumlah Lama Dirawat pada tanggal 4 september tersebut adalah 25
hari dan pasien yang pulang (baik hidup ataupun meninggal) ada 5 orang.
Maka pada tanggal 4 September tersebut ALOSnya adalah :
- Jumlah Lama Dirawat = 25 hari
- Jumlah Pasien Keluar
hidup & meninggal = 5 orang Jadi
ALOS nya = 25/5 : 5
Untuk mendapatkan lama dirawat pada setiap pasien dihitung dari kapan
pasien pulang dan pasien tersebut masuk, Misalnya Pasien A masuk
tanggal 31 Agustus dan pulang tanggal 4 September, maka lama dirawat
Pasien A adalah 4 hari.
c. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya
tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus penghitungan TOI :
(Jumlah TT x hari) – hari perawatan RS
Rumus : Jumlah pasien keluar (hidup + mati) X 100 % :
Keterangan :
- Jumlah TT : jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki
- Hari perawatan :jumlah total hari perawatan pasien yang keluar hidup dan
mati

36
- Jumlah pasien keluar (hidup + mati) adalah jumlah pasien yang
dimutasikan keluar baik pulang, lari atau meninggal
Contoh :
Rumah Sakit setya Husada memiliki tempat tidur 200 dengan periode 1
hari, jumlah hari perawatan 90 jumlah pasien keluarh hidup dan
meninggal 5 orang maka TOInya adalah :
TOI : (jumlah TT = 200) X (jumlah periode =1) –
(Hari perawatan = 90) (Jumlah pasien
keluar hidup & meninggal = 5)
: (200 X 1) – 90
5
TOI : 110/5 = 22 hari
d. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
BTO menurut Huffman (1994) adalah “…the net effect of changed in
occupancy rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005)
adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali
tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus penghitungan BTO :
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
Rumus : Jumlah tempat tidur X 100 % :
Keterangan :
- Jumlah TT : jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki
- Jumlah pasien keluar (hidup + mati) adalah jumlah pasien yang
dimutasikan keluar baik pulang, lari atau meninggal
e. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah
dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan
gambaran mutu pelayanan di rumah sakit. Rumus penghitungan
NDR :

37
Jumlah pasien mati > 48 jam
NDR = Jumlah pasien keluar (hidup +mati) X 100 % :
Keterangan :
- Jumlah pasien meninggal > 48 jam dirawat
- Jumlah pasien keluar (hidup + mati) adalah jumlah pasien yang
dimutasikan keluar baik pulang, lari atau meninggal
f. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk
setiap 1000 penderita keluar rumah sakit.
GDR =Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
Rumus :

L. LANGKAH-LANGKAH IMPLEMENTASI MPKP


Tahap persiapan :
1. Pembentukan team
Terdiri dari coordinator departemen, kepala ruang rawat, perawat
ruangan, ketua MPKP

2. Rancangan penilaian mutu


Kelompok kerja yang membuat rencana asuhan keperawatan yang
meliputi kepuasan klien.
3. Presentasi MPKP
Untuk mendapatkan nilai dukungan dari semua yang terlibat pada saat
presentasi.
4. Penetapan tempat implementasi
Dalam menentukan tempat implementasi perlu memperhatikan :
mayoritas tenaga perawat apakah ada staf baru.
5. Identifikasi jumlah klien
Kelompok klien terdiri dari 3 kriteria, yaitu : minimal, parsial, dan
total)
6. Penetapan tenaga keperawatan
7. Penetapan jenis tenaga
- kepala ruang rawat

38
- clinical care manager
- perawat primer
- perawat associate
8. Pengembangan standar asuhan keperawatan
Bertujuan untuk mengurangi waktu perawat untuk menulis, sehingga
waktunya habis untuk melakukan tindakan keperawatan
9. Penetapan format dokumentasi keperawatan
10. Identifikasi fasilitas : Badge atau kartu nama tim, Papan nama, Papan
MPKP

Tahap pelaksanaan :
1. Pelatihan MPKP
2. Memberikan bimbingan kepada PP dalam melakukan konferensi
3. Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan ronde PA
4. Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar Renpra
5. Member bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak dengan klien
6. Member bimbingan dalam melakukan presentasi dalam tim
7. Memberikan bimbingan kepada CCM dalam bimbingan PP dan PA
8. Memberi bimbingan tentang dokumentasi keperawatan

Tahap evaluasi :
1. Memberikan instrument evaluasi kepuasan klien / keluarga untuk
setiap klien pulang

2. Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar penilaian


3. Penilaian infeksi nasokominal di ruang rawat
4. Penilaian rata-rata lama hari rawat

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A. 2010. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa.


Jakarta:EGC

39
Muhith, Abdul. 2017. Pengembangan Model Mutu Asuhan
Keperawatan dan MAKP. Jurnal Keperawatan Universitas
Airlangga. 2(1)

Murwani & Herlambang, S. 2012. Manajemen Kesehatan dan Rumah


Sakit. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional.
Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Simamora. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC

Sitorus & Panjaitan. 2011. Manajemen Keperawatan di Ruang Rawat.


Jakarta: EGC

40

Anda mungkin juga menyukai