PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya globalisasi yang terjadi pada abad ke 21 ini menimbulkan
perubahan yang mendasar dan memberi dampak positif bagi beberapa bidang.
Salah satunya adalah bidang kesehatan yaitu keperawatan. Masyarakat
semakin kritis terhadap berbagai bentuk pelayanan keperawatan serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kuntoro, 2010).
Profesionalisasi merupakan proses dinamis, profesi yang sedang
terbentuk mengalami prubahan karakteristik dan meningkat menjadi profesi.
Di indonesia profesionalisasi keperawatan dimulai dengan intensif pada tahun
1983 setelah ditetapkan pengertian keperawatan profesional sebagai hasil
lokakarya nasional yang pertama tentang keperawatan pada bulan januari
1983. Proses profesionalisasi pada dasarnya adalah proses pengakuan, yaitu
pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara
spontan oleh masyarakat (Kusnanto, 2004).
Penentu utama keberhasilan proses profesionalisasi keperawatan di
Indonesia adalah ketersedianya ketenagaan keperawatan profesional dalam
jumlah yang cukup. Secara bersamaan dan bertahap dilakukan berbagai upaya
inovasi dalam pemahaman dan pelaksanaan pelayanan atau asuhan
keperawatan. Pelayanan keperawatan profesional adalah rangkain upaya
kepada masyarakat sesuai dengan kaidah kaidah keperawatan sebagai profesi.
Upaya nyata dari hal tersebut adalah dengan diberlakukannya sistem
pemberian asuhan keperawatan melalui pengembangan Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) yang diperbaharui dengan Sistem
Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) (Sitorus & Yulia,
2006).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
2
A. Pengertian MPKP
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).
B. Tujuan MPKP
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan
bagi setiap tim keperawatan
C. Manfaat MPKP
1. Apabila MPKP tersebut diimplementasikan di rumah sakit diharapkan
dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
2. Prinsip pemanfaatan ketenagaan yang diterapkan pada MPKP dapat
dimanfaatkan berbagai RS untuk menata ketenagaan keperawatan dalam
upaya menuju layanan yang profesional.
3. Ruang MPKP merupakan lahan praktik yang baik untuk proses belajar
bagi mahasiswa keperawatan karena mereka dapat melihat secara jelas
bagaimana sistem pemberian asuhan keperawatan yang profesional.
4. Ruang rawat MPKP sangat menunjang program pendidikan Ners
spesialis keperawatan, karena pada MPKP seorang PP (Perawat primer)
atau CCM (Clinical Care Management) dapat mempelajari kasus-kasus
secara komprehensif.
5. Ruang rawat MPKP juga berperan sebagai lingkungan yang kondusif
untuk melakukan penelitian keperawatan, karena pada MPKP dapat
difasilitasi uji coba berbagai ilmu dan teori keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan.
D. Komponen MPKP
Berdasarkan MPKP ysng sudah dikembangkan diberbagai rumah sakit
Hoffart dan Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima komponen,
yaitu:
1. Nilai-nilai profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik
klinik keperawatan profesional. Nilai-nilai tentang penghargaan atas
otonomi klien, menghargai klien, melakukan yang terbaik bagi klien dan
3
dan
membimbing
PP
dalam
memberikan
asuhan
Douglas
(1992)
parrsial
total
klien
0,17 0,14
0,07
0,27 0,15
0,10
0,36 0,30
0,20
0,34 0,28
0,14
0,54 0,30
0,20
0,72 0,60
0,40
0,51 0,42
0,21
0,81 0,45
0,30
1,08 0,90
0,60
Contoh :
Dalam suatu ruang rawat terdapat 22 klien (3
klien dengan
standar
renpra
terdiri
dari
bagian-bagian
tindakan
melalui MPKP
Model praktik keperawatan profesional FIKUI-RSUPNCM
Nilai-nilai profesional sebagai komponen utama dalam MPKP
Metode modifikasi keperawatan primer
Dokumentasi keperawatan di ruang MPKP, termausk standar
renpra
f) Pengadaan
fasilitas
keperawatan
dan
kesehatan
yang
10
Orientasi
dengan
Klien/Keluarga
Kontrak antara perawat dan klien/keluarga merupakan kesepakatan
antara perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan
keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya
antara perawat dan klien dapat terbina. Kontrak diawali dengan
pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya.
f. Bimbingan PP dalam Melakukan Presentasi Kasus dalam Tim
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus
klien yang dirawatnya. Melalui presentasi kasus ini PP maupun PA
dapat lebih mempelajari kasus yang ditanganinya secara mendalam.
g. Bimbingan CCM dalam Membimbing PP dan PA
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar
terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi
CCM. Buku ini mnejadi sangat diperlukan karena CCM terdiri dari
beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk
11
memberi bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu
untuk setiap ruangan buku komunikasi CCM ini tidak diperlukan lagi.
h. Bimbingan Tim Panitia tentang Dokumentasi Keperawatan
Panduan untuk tim/ panitia MPKP dalam membimbing PP dan PA
tentang pengisian dokumentasi keperawatan meliputi :
a) Format pengisisan diisi lengkap dalam 24 jam pertama klien
masuk (untuk klien baru)
b) Format pengkajian diisi oleh PP dengan lengkap. Jika pp tidak
ada, format diisi oleh PA diantaranya :
Identitas klien
Identintas keluarga
Tanda vital saat klien masuk
Keluhan utama saat klien masuk
c) Isi dengan ceklis pad kotak yang dimaksud
d) Isi titk-titik yang kosong dengan penjelasan yang sesuai dengan
penjelasan klien
e) Format ini hanya ditandatangani oleh PP
1) Format standar renpra
a) Saat ada pasien baru, PP harus seger menganalisis standar
renpra berdasarkan diagnosis medikasi saat klien masuk
b) Standar renpra berdasarkan diagnosis medis, dianalisis dan
ditetapkan oleh PP sesuai hasil pengkajian. Serta tanda
terjadinya pada kolom tanggal di bagian paling kiri format
c) Bila diagnosis medis belum jelas/ belum terdiagnosis,
gunakan standar renpra berdasarkan sistem terkait yang
mengalami gangguan atau umum dan sesuai dengan keluhan
utama klien
d) Jika PP tidak ada, PA menetapkan minimal satu diagnosis
keperawatan utama berdasarkan hasil pengkajian dan
diskusikan dengan penanggung jawab saat itu
e) Diagnosa keperawatan yang ada pada klien minimal dua
diagnosa dalam 24 jam.
f) PP memberi tanda () pada kotak etiologi yang sesuai dngan
klien, meletakkan data subyektif dan obyektif, kemudian
memberikan tanda () pada kotak yang tersedia di daftar
tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi klien
g) Bila diagnos keperawatan teratasi, tulis tanggal teratasi pada
komom keterangan
12
16
pasien
Beneficence
Seorang perawat harus selalu mengupayakan tiap keputusan yang
iii.
v.
vi.
perawatan klien
Keadilan
Perawat tidak mendiskriminasikan pasien berdasarkan agama, ras,
sosial,
budaya,
keadaan
ekonomu,
dan
sebagainya
tetapi
b.
17
sebagian
tindakan-tindakan
keperawatan
yang
telah
senantiasa
memotivasi
PA
agar
terus
meningkatkan
Perawat
Sesuai
dengan
Jabatannya
(Nursalam, 2007)
a. Peran Kepala Ruangan (karu)
1) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi, karu melakukan ronde
keperawatan kepada pasien yang dirawat.
2) Memimpin sharing pagi.
3) Memimpin operan.
4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari.
5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik,
meliputi: pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan
penunjang (hasil lab, dll).
6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan
kebutuhan.
7) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di
b.
Askep
oleh PA.
Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana.
Perawat Asosiate
1. Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang
2.
3.
adalah
untuk
meningkatkan,
mengembangkan,
dan
yang
direfleksikan
merupakan
maupun
kegagalan
dalam
memberikan
pelayanan
belajar,
meningkatkan
20
pengetahuan
dan
keterampilan,
antar
anggota,
komunikasu
baik
atar
anggota,
dan
pasien
untuk
mengkoordinir
asuhan
keperawatan.
jawab
dan
bertanggung
gugat
atas
asuhan
f)
Dalam tahap ini perawat mengumpulkan data data dari klien melalui
anamnesa dan pengkajian fisik. Disini mampu membedakan antara
data yang relevan dan data yang tidak relevan serta melakukan
ii.
iii.
iv.
v.
c. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi merupakan pernyataan tentang kejadian atau aktivitas
yang otentik dengan membuat catatan tertulis. Dokumentasi keperawatan
berisi hasil aktivitas keperawatan yang dilakukan perawat terhadap klien,
mulai dari pengkajian hingga evalusi (Aji, 2013).
d. Audit Keperawatan
Audit Keperawatan adalah suat proses analisa data yang menilai
tentang proses keperawatan atau hasil asuhan keperawatan pada pasien
untuk mengevalusi kelaykan dan ketidakefektifan tindakan keperawatan.
Tujuan dari audit keperawatan ini adalah mengevalusi atau menilai
kelayakan dan ketidakefektifan dari asuhan keperawatan yang diberikan
perawat kepada pasien. Selain itu juga sebagai pengendalian mutu dari
asuhan keperawatan yang diberikan (Aji, 2013).
N. Upaya Peningkatan Asuhan Keperawatan Professional
Dalam jurnal Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Keperawatan
Di Ruang Murai I dan Murai II Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau, upaya
peningkatan asuhan keperawatan profesional antara lain :
23
a.
b.
c.
Pendidikan berkelanjutan
Pembentukan komite mutu asuhan keperawatan
Pengembangan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional
(SP2KP)
O. Penerapan SP2KP di Rumah S29akit
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou
Manado yang berjudul Perbedaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Ruangan SP2KP dan Non-SP2KP Di Irina A dan Irina F Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado didapatkan hasil yaitu di ruangan SP2K dengan mean 78,14
sedangkan ruangan Non-SP2KP dengan mean 58,41. Dengan hasil uji analisis
menunjukkan P = 0,000 < 0,05 sehingga membuktikan bahwa ada perbedaan
pendokumentasian asuhan keperawatan ruangan SP2KP dan Non-SP2KP di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Di dalam SP2KP perawat diatur secara professional yaitu memiliki nilainilai professional yang merupakan inti daripada model SP2KP. Salah satunya
yaitu nilai-nilai intelektual yang harus dimiliki perawat yang berarti dalam
memberikan ataupun mendokumentasikan asuhan keperawatan kepada klien
harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah sesuai kiat dan ilmu
keperawatan (Sitorus, 2012).
Kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan di ruangan Irina A dengan
menggunakan SP2KP disebabkan karena apabila dilihat dari pendidikan
perawat yang ada yaitu dari 54 perawat terdapat lulusan Ners 18 orang dan
Skep 5 orang, sedangkan untuk ruangan Irina F yang menggunakan NonSP2KP didominasi lulusan DIII yaitu 23 orang dan lulusan Ners 6 orang,
SKep 5 orang. Menurut Wahid tahun 2012 dalam Steffy RR dkk tahun 2013,
prinsip dokumentasi yang efektif yaitu proses dan hasil dokumentasi
dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan pengalaman
perawat.
Selisih jumlah tempat tidur di Irina A dan Irina F adalah 63. Ini
menyatakan bahwa meskipun jumlah tempat tidur di Irina A berjumlah 105
dengan tenaga perawat hanya 54 akan tetapi pendokumentasian asuhan
keperawatannya lengkap sedangkan di Irina F dengan jumlah tempat tidur 42
dan jumlah tenaga perawat 35 tetapi dokumentasi askepnya tidak lengkap.
24
BAB III
PEMBAHASAN
Hasil wawancara mengenai MPKP dan SP2KP dengan salah satu mahasiswa
Ilmu Keperawatan jalur B Universitas Diponegoro yang bernama Bapak Pras,
Beliau juga sedang bekerja di RSUP dr. Kariadi sebagai PP.
A. Perbedaan MPKP dan SP2KP
Sesuai dengan konsep, lebih baik menggunakan SP2KP, kalau
menggunakan MPKP perawat dipaksa untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan model tersebut, model tersebut sifatnya kaku, tidak seperti jika
menggunakan sistem yang lebih fleksibel menyesuaikan kebutuhan, keadaan
dan kemampuan SDM di RS.
Contoh, saat mengkaji resiko jatuh, kalau menggunakan SP2KP akan
sama pandangannya disetiap SDM (perawat) karena dari awal sudah ada
aturan khusus atau form baku dalam pengkajian resiko jatuh.
B. Penerapan di rumah sakit
Di RSUP Kariadi sudah diterapkan sejak 2010, karena adanya
perombakan dari manajemen, direktur utama merubah organisasi dari visi dan
misi, untuk menjadi rs terbaik di indonesia dan internasional, salah satu
komponen utama dari RS adalah perawatan. Untuk itu dari perawatan sendiri
mulai bergerak untuk melakukan SP2KP tersebut dengan tujuan untuk
25
maksimal
26
Pertanyaan-pertanyaan:
1. Sebelum MPKP dikeluarkan, apakah ada sistem sebelumnya?
2. Apakah manfaat dari MPKP atau SP2KP baik untuk perawat maupun
pasien?
3. Manakah yang lebih berpengaruh terhadap kualitas RS, MPKP atau
SP2KP?
4. Bagaimanakan
cara
menilai
kinerja
perawat
di
ruangan
yang
27
28
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).
Menurut Sitorus pada tahun 2011 dalam Steffy RR dkk tahun 2013,
SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional adalah
kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di rumah
sakit. SP2KP ini merupakan suatu system pemberian asuhan keperawatan di
ruang rawat yang dapat memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang profesional bagi pasien.
SP2KP adalah pengembangan dari
Model
Praktik
Keperawatan
Profesional atau sering disebut dengan MPKP dimana dalam SP2KP ini terjadi
kerjasama professional antara Perawat Primer (PP) dan Perawat Assosiate
(PA) serta tenaga kesehatan lainnya. Berbeda dengan MPKP, SP2KP
mempunyai lingkup dalam aplikasi nilai nilai professional praktik perawat
yang meliputi etika keperawatan dan caring. Kemudian manajemen dan
pemberian asuhan keperawatan dan yang terakhir adalah pengembangan
professional diri. Salah satu contoh rumah Sakit yang memakai SP2KP adalah
RSUP dr. Kariayadi.
B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan
29
DAFTAR PUSTAKA
Aji, Iddo Adam Bagaskoro. 2013. Deskriptif Penerapan Sistem Pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional Pengembangan
Kinerja (Sp2kp-Pmk) Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan
Manajemen
Kariadi
Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Nursalam. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta. Salemba Medika. 2007
Rakhmawati, Windy. 2007. Metode Penugasan Tim dalam Asuhan Keperawatan.
Disampakai
desember 2007
Steffy RR dkk. Perbedaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Ruangan
Sp2kp dan Non-Sp2kp Di Irina A dan Irina F Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Ejournal keperawatan (e-Kp) 2013; 1(1): 1-7
Wati, NL dkk. Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Keperawatan Di
Ruang Murai I dan Murai II Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau. Jurnal Ners
Indonesia 2011; 1(2): 11-20
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan praktik keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC
Sitorus dan Yulia. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah
Sakit: penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan
di ruang rawat: panduan implementasi. Jakarta: EGC
Hasmoko, Emanuel Vensi. 2008. Tesis : Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun 2008. Program
30
Class
Hospital.
Kementrian
Kesehatan
31
32