Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya globalisasi yang terjadi pada abad ke 21 ini menimbulkan
perubahan yang mendasar dan memberi dampak positif bagi beberapa bidang.
Salah satunya adalah bidang kesehatan yaitu keperawatan. Masyarakat
semakin kritis terhadap berbagai bentuk pelayanan keperawatan serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kuntoro, 2010).
Profesionalisasi merupakan proses dinamis, profesi yang sedang
terbentuk mengalami prubahan karakteristik dan meningkat menjadi profesi.
Di indonesia profesionalisasi keperawatan dimulai dengan intensif pada tahun
1983 setelah ditetapkan pengertian keperawatan profesional sebagai hasil
lokakarya nasional yang pertama tentang keperawatan pada bulan januari
1983. Proses profesionalisasi pada dasarnya adalah proses pengakuan, yaitu
pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara
spontan oleh masyarakat (Kusnanto, 2004).
Penentu utama keberhasilan proses profesionalisasi keperawatan di
Indonesia adalah ketersedianya ketenagaan keperawatan profesional dalam
jumlah yang cukup. Secara bersamaan dan bertahap dilakukan berbagai upaya
inovasi dalam pemahaman dan pelaksanaan pelayanan atau asuhan
keperawatan. Pelayanan keperawatan profesional adalah rangkain upaya
kepada masyarakat sesuai dengan kaidah kaidah keperawatan sebagai profesi.
Upaya nyata dari hal tersebut adalah dengan diberlakukannya sistem
pemberian asuhan keperawatan melalui pengembangan Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP) yang diperbaharui dengan Sistem
Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) (Sitorus & Yulia,
2006).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
1

Memahami tentang MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional) dan


SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional)
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep MPKP dan SP2KP
b. Memahami perbedaan antara MPKP dan SP2KP
c. Mengetahui penerapan MPKP dan SP2KP di rumah sakit

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
2

A. Pengertian MPKP
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).
B. Tujuan MPKP
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan
bagi setiap tim keperawatan
C. Manfaat MPKP
1. Apabila MPKP tersebut diimplementasikan di rumah sakit diharapkan
dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
2. Prinsip pemanfaatan ketenagaan yang diterapkan pada MPKP dapat
dimanfaatkan berbagai RS untuk menata ketenagaan keperawatan dalam
upaya menuju layanan yang profesional.
3. Ruang MPKP merupakan lahan praktik yang baik untuk proses belajar
bagi mahasiswa keperawatan karena mereka dapat melihat secara jelas
bagaimana sistem pemberian asuhan keperawatan yang profesional.
4. Ruang rawat MPKP sangat menunjang program pendidikan Ners
spesialis keperawatan, karena pada MPKP seorang PP (Perawat primer)
atau CCM (Clinical Care Management) dapat mempelajari kasus-kasus
secara komprehensif.
5. Ruang rawat MPKP juga berperan sebagai lingkungan yang kondusif
untuk melakukan penelitian keperawatan, karena pada MPKP dapat
difasilitasi uji coba berbagai ilmu dan teori keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan.
D. Komponen MPKP
Berdasarkan MPKP ysng sudah dikembangkan diberbagai rumah sakit
Hoffart dan Woods menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima komponen,
yaitu:
1. Nilai-nilai profesional
Nilai-nilai profesional menjadi komponen utama pada suatu praktik
klinik keperawatan profesional. Nilai-nilai tentang penghargaan atas
otonomi klien, menghargai klien, melakukan yang terbaik bagi klien dan
3

tidak merugikan klien merupakan nilai-nilai yang harus terus ditingkatkan


pada suatu layanan profesional. Dalam mengimplementasikan nilai-nilai
tersebut diperlukan pemahaman dan komitmen perawat yang tinggi
terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Pemahaman dan komitmen ini
dipelihara dan ditingkatkan dengan adanya sikap perawat untuk terus
belajar sehingga selalu dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
2. Pendekatan manajemen
Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat bertanggung jawab
terhadap pemenuhan 14 kebutuhan dasar manusia. Pemenuhan kebutuhan
ini dilakukan berdasarkan pendekatan penyelesaian masalah sehingga
dapat diidentifikasikan berbagai tindakan keperawatan yang meliputi
tindakan, terapi keperawatan, mobservasi keperawatan, pendidikan
kesehatan, dan tindakan kolaborasi.
3. Hubungan profesional
Pemberian asuhan kesehatan kepada klien diberikan oleh beberapa
anggota tim kesehatan. Namun, fokus pemberian asuhan kesehatan adalah
klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat, maka dari
itu perlu kesepakatan tentang cara melakukan hubungan kolaborasi
tersebut.
4. Sistem kompensasi dan penghargaan
Pada suatu layanan profesional, seorang profesional mempunyai hak
atas kompensasi dan penghargaan. Pada suatu profesi, kompensasi yang
didapat merupakan imbalan dan kewajiban profesi yang terlebih dahulu
dipenuhi. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan pada MPKP dapat
disepakati di setiap institusi dengan mengacu pada kesepakatan bahwa
layanan keperawatan adalah pelayanan profesional.
5. Metode pemberian asuhan keperawatan
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional,
digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, misalnya
metode kasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer, serta manajemen
kasus. Dalam praktik keperawatan profesional, metode yang paling
memungkinkan pemberian asuhan keperawatan profesional adalah metode
yang menggunakan the breath of keperawatan primer.
E. Karakteristik MPKP
4

MPKP merupakan penataan struktur dan proses pemberian asuhan


keperawatan yang meliputi empat unsur yang menjadi karakteristik model,
yaitu:
1. Penetapan jumlah tenaga keperawatan
Penetapan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai
dengan derajat ketergantungan klien.
2. Penetapan jenis tenaga keperawatan
Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat beberapa jenis tenaga yang
memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care Manager (CCM),
Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga
tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab
terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut.
Peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan
terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan
keperawatan.

3. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra)


Standar renpra perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi,
penulisan renpra sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan
mencakup 14 kebutuhan dasar manusia.
4. Penggunaan metode modifikasi keperawatan primer
Pada MPKP digunakan metode modifikasi keperawatn primer, sehingga
terdapat satu orang perawat profesional yang disebut perawat primer yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang
diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager (CCM) yang
mengarahkan

dan

membimbing

PP

dalam

memberikan

asuhan

keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners spesialis pada


masa yang akan datang.
F. Langkah-langkah MPKP
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu (Sitorus, 2006):
a. Pembentukan TIM
Dalam pembentukan Tim untuk implementasi MPKM di rumah
sakit sebagai tempat belajar mahasiswa keperawatan sebaiknya
melibatkan staf dari institusi pendidikan agar terjadi kolaborasi antara
5

institusi pelayanan dan institusi pendidikan. Tim ini terdiri dari


koordinator departemen, seorang penyelia, kepala ruang rawat, tenaga
dari intansi rumah pendidikan dan dipilih seorang ketua berasal dari
instansi rumah sakit sehingga dapat terlaksananya MPKP.
b. Rancangan Penilaian Mutu
Dalam penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi klien/
keluarga, kepatuhan perawat terhadap setandar yang dinilai dari
dokumentasi keperawatan, lama hari rawat dan angka terjadnya infeksi
nosokomial. Jumlah responden yang digunakan sebayak 30 orang dan
pada penelitian ini digunakan total sample. Kepuasan klien/ keluarga
diukur dengan kategori jenjang skala kepuasan klien/ keluarga,
sedangkan pada kepatuhan dengan skala pengukuran kepatuhan
perawat terhadap standar.
c. Presentasi MPKP
Presentasi MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan dilakukan
kepada pimpinan rumah sakit, departemen, staf keperawatan dan staf
yang terlibat lainnya. Presentasi dilakukan untuk mendesiminasikan
MPKP dan tujuan yang akan dicapai dai implementasi MPKP
d. Penetapan Tempat Implementasi MPKP
Hal-hal yang diperhatikan dalam penetapan tempat :
1) Tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut agar tenaga
perawat mendapatkan pembinaan tentang kerangka kerja ruang
MPKP.
2) Jika terdapat 2 ruangan, maka ruangan yang digunakan terdiri dari
1 swasta dan 1 ruangan yang akan digunakan sebagai ruang
pelatihan bagi perawat dari ruang lain.
e. Identifikasi Jumlah Klien
Identifikasi jumlah klien berdasarkan derajat ketergantungan.
Dalam mengidentifikasi menggunakan panduan berikut :
1) Dilakukan dalam waktu yang sama dan perawat yang sama dalam
beberapa hari, menggunakan format klasifikasi berdasarkan derajat
ketergantunga,
2) Klien dinilai berdasarkan kriteria klasifikasi klien
3) Klien dikelompokan sesuai dengan klasifikasi dengan memberikan
tanda tally (I) pada kolom yang tersedia, sehingga dalam waktu
sehari dapat diketahui jumlah klien dengan klasifikasi minimal,
parsial, dan total
6

4) Jika klien hanya memiliki 1 kriteria, maka klien dikelompokkan


pada klasifikasi yang lain.
f. Penetapan Tenaga Keperawatan Ruangan
Penetapan jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan berdasarkan derajat ketergantunan.

Douglas

(1992)

mengklasifikasikan jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan dalam


suatu ruangan pada pagi, siang dan malam sebagai berikut :
Klasifikasi klien
Jumlah minimal

parrsial

total

klien

pagi siang malam pagi siang malam pagi siang malam

0,17 0,14

0,07

0,27 0,15

0,10

0,36 0,30

0,20

0,34 0,28

0,14

0,54 0,30

0,20

0,72 0,60

0,40

0,51 0,42

0,21

0,81 0,45

0,30

1,08 0,90

0,60

Contoh :
Dalam suatu ruang rawat terdapat 22 klien (3

klien dengan

klasifikasi minma, 12 dengan klasifikasi parsial, 5 dengan klasifikasi


total ), makan jumlah perawat yang dibutuhkan untuk jaga pagi
adalah :
3x0,17 = 0,51
14 x 0,27 = 3,78
5 x 0,36 = 1,80
Jumlah
6,09
6 orang
Dalam menetapkan jumlah tenaga keperawatan dalam suatu
ruangan didahului dengan menghitung jumlah klien berdasarkan
jumlah ketergantungan. Pada uji coba MPKP dihitung dalam waktu 22
hari di ruang rawat tersebut. Selanjutnya dihitung jumlah perawat yang
dibutuhkan pada pagi, sora dan malam.
Jumlah kebutuhan perawat setiap hari :
7,11 +5,28 + 3,35
= 15,74 16 orang
Libur/ Cuti
5 orang
Jumlah tenaga yang dibutuhkan
16+5
=21 orang + 1 orang kepala ruang rawat + 3 orang PP
=25 orang
Pelaksanaan kerja dalam tim membutuhkan pengaturan kerja
antara PP dan PA. Pada umumnya PP bekerja pada pagi hari untuk
7

mengadakan konferens atau pertemuan dengan anggota tim kesehatan


lainnya terutama dokter.
g. Penetapan Jenis Tenaga
Dalam penetapan jenis tenaga kesehatan dipengaruhi oleh
pemberian asuhan keperawatan yang digunakan. Metode pemberian
asuhan keperawatan yang digunakan oleh MPKP adalah metode
modifikasi keperawatan primer, maka dalam suatu ruangan dalam
suatu ruangan terdapat beberapa tenaga, meliputi kepala ruanng rawat,
Clinical Care Manager (CCI), perawat primer (PP), dan perawat
asosiet (PA).
1) Kepala ruang rawat
Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruang rawat
adalah perawat dengan kemampuan DIII keperawatan yang
berpengalaman, sedangkan pada MPKP tingkat I adalah perawat
dengan kemampuan SKp/Ners yang berpengalaman. Kepala ruang
bertugas dinas pagi.
2) Clinical care manager
Pada ruang rawat denga MPKP pemula, clinical care manager
adalah SKp/Ners dengan pengalaman, sedangkan MPKP tingkat I
adalah seorang Ners spesialis. Pada MPKP tingkat II, jumlah Ners
lebih dari satu orang. Selain itu CCM hendaknya sudah memiliki
pengalaman sepagai PP minimal 6 bulan dan CCM bertugas pada
dinas pagi.
3) Perawat Primer
Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, perawat primer adalah
perawat lulusan DIII keperawatan dengan pengalaman minimal 4
tahun dan pada MPKP tingkat I adalah perawat SKp/ Ners dengan
pengalaman minimal 1 tahun. PP dapat bertugas pada pagi, sore
atau malam hari. Bila PP bertugas pada sore hari PP harus
didampingi minimal 1 PA dari timnya agar pada sore hari PP
mempunyai waktu untuk menilai perkembangan semua klien,
selain itu jika PP bertugas di dore hari, PP akan menjadi
penanggung jawab pada shift tersebut.
4) Perawat asosiet

Perawat asosiet (PA) pada MPKP pemula atau MPKP tingkat I


adalah perawat dengan kemampuan DIII keperawatan. Tetapi jika
dalam beberapa kondisi dimana tenaga kesehatan belum mendapat
pendidikan tambahan, beberapa MPKP, PA adalah perawat dengan
epndidikan SPK tetapi memiliki pengalaman yang sudah cukup
lama di rumah sakit.
h. Pengembangan Standar Rencana Asuhan Keperawatan
Tujuan pengembangan standar rencana adalah untuk mengurangi
waktu perawat untuk menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih
banyak untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Salah satu
karakteristik pelayanan profesional adala adanya standar renpra yang
menunjukkan asuhn keperawatan yang diberikan berdasarkan teori
keperawatan yang kukuh. Selanjutnya standar renpra akan divalidasi
oleh PP berdasarkan pengkajian yang dilakukan untuk setiap klien.
Setelah divalidasi, selanjutnya dibahas dengan PA dalam timnya dan
mengarahkan PA pada pelaksanaan tindakan keperawatan, kemudian
setandar renpra akan dikembangkan sesuai kebutuhan kasus linnya.
Format

standar

renpra

terdiri

dari

bagian-bagian

tindakan

keperawatan : diagnosis keperawatan dan data penunjang, tujuan,


tindakan keperawatan,dan kolom keterangan.
i. Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Format dokumentasi keperawatan yamg diperlukan :
Format pengkajian awal keperawatan
Format implementasi tindakan keperawatan
Format kardex (grafik tekanan darah, nadi, suhu dan daftar obat)
Format catatan perkembangan
Format daftar infus termasuk instruksi/ pesanan dokter
Format laporan pergantian shift
Resum perawat
j. Identitas Fasilitas
Fasilitas yang dibutuhkan pada ruang MPKP sama dengan fasilitas
yang dibutuhkan pada ruang rawat, tetapi ada beberapa tambahan
fasilitas untuk ruang MPKP :
1) Badge atau kartu nama
Kartu nama tim merupaan kartu identitas yang berisi nama PP dan
PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan untuk membuat
kontrak dengan klien/ keluarga. Selanjutnya kartu ini disimpan
9

oleh klien/ keluarga untuk membantu klien menginggat perawat


yang merawatnya. Ingatkan klien untuk mengembalikan kartu ini
sat klien pulang.
2) Papan nama
Papan nama ini menunjukan daftar nama klien, dokter, dan PP.
Selain itu papan nama digunakan untuk menempelkan dokumentasi
keperawatan yang terkait dengan klien. Papan nama ini biasanya
ditempatkan pada sisi tempat tidur.
3) Papan MPKP
Papan MPKP berisi tentang daftar nama-nama klien, PP dan
timnya, serta dokter yang merawat klien. Papan ini memudahkan
seseorang untuk mengetahui tentang klien, tim, dokter yang
merawat klien. Papan ini biasanya diletakan di nurses station.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini:
a. Pelatihan MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di
ruang rawat yang terlibat di ruang rawat yang sudah ditentukan. Topik
pelatihan meliputi:
a) Kolaborasi antara institusi pendidikan dan layanan keperawatan
b)
c)
d)
e)

melalui MPKP
Model praktik keperawatan profesional FIKUI-RSUPNCM
Nilai-nilai profesional sebagai komponen utama dalam MPKP
Metode modifikasi keperawatan primer
Dokumentasi keperawatan di ruang MPKP, termausk standar

renpra
f) Pengadaan

fasilitas

keperawatan

dan

kesehatan

yang

diperlukan di ruang MPKP


g) Hubungan perawat-klien/ keluarga di ruang MPKP
h) Kerja sama profesional antara PP dan PA serta tenaga kesehatan
lainnya
i) Stimulasi pemberian asuhan keperawatan di ruang MPKP
b. Bimbingan PP dalam Melakukan Konferensi
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan setelah melakukan operan dinas, sore atau
malam sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan
di tempat tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar.
Konferensi bertujuan untuk:

10

a) Membahas masalah setiap klien berdasarkan renpra yang telah


dibuat oleh PP
b) Menetapkan klien yang menjadi tanggung jawab masingmasing PP
c) Membahas rencana tindakan keperawatan untuk setiap klien
pada hari itu. Rencana tindakan didasarkan pada renpra yang
ditetapkan oleh PP
d) Mengidentifikasi tugas PA untuk setiap klien yang menjadi
tanggung jawab
c. Bimbingan PP Melakukan Ronde dengan PA
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan
setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga
sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien.

d. Bimbingan bagi PP dalam Memanfaatkan Standar Renpra


Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melakukan asuhan
keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang direncanakan
mengacu pada standar tersebut. Standar tersebut juga harus dievaluasi
relevansinya dengan kondisi klien setiap hari.
e. Bimbingan PP dalam Membuat Kontrak/

Orientasi

dengan

Klien/Keluarga
Kontrak antara perawat dan klien/keluarga merupakan kesepakatan
antara perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan
keperawatan. Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya
antara perawat dan klien dapat terbina. Kontrak diawali dengan
pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya.
f. Bimbingan PP dalam Melakukan Presentasi Kasus dalam Tim
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus
klien yang dirawatnya. Melalui presentasi kasus ini PP maupun PA
dapat lebih mempelajari kasus yang ditanganinya secara mendalam.
g. Bimbingan CCM dalam Membimbing PP dan PA
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar
terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi
CCM. Buku ini mnejadi sangat diperlukan karena CCM terdiri dari
beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk
11

memberi bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu
untuk setiap ruangan buku komunikasi CCM ini tidak diperlukan lagi.
h. Bimbingan Tim Panitia tentang Dokumentasi Keperawatan
Panduan untuk tim/ panitia MPKP dalam membimbing PP dan PA
tentang pengisian dokumentasi keperawatan meliputi :
a) Format pengisisan diisi lengkap dalam 24 jam pertama klien
masuk (untuk klien baru)
b) Format pengkajian diisi oleh PP dengan lengkap. Jika pp tidak
ada, format diisi oleh PA diantaranya :
Identitas klien
Identintas keluarga
Tanda vital saat klien masuk
Keluhan utama saat klien masuk
c) Isi dengan ceklis pad kotak yang dimaksud
d) Isi titk-titik yang kosong dengan penjelasan yang sesuai dengan
penjelasan klien
e) Format ini hanya ditandatangani oleh PP
1) Format standar renpra
a) Saat ada pasien baru, PP harus seger menganalisis standar
renpra berdasarkan diagnosis medikasi saat klien masuk
b) Standar renpra berdasarkan diagnosis medis, dianalisis dan
ditetapkan oleh PP sesuai hasil pengkajian. Serta tanda
terjadinya pada kolom tanggal di bagian paling kiri format
c) Bila diagnosis medis belum jelas/ belum terdiagnosis,
gunakan standar renpra berdasarkan sistem terkait yang
mengalami gangguan atau umum dan sesuai dengan keluhan
utama klien
d) Jika PP tidak ada, PA menetapkan minimal satu diagnosis
keperawatan utama berdasarkan hasil pengkajian dan
diskusikan dengan penanggung jawab saat itu
e) Diagnosa keperawatan yang ada pada klien minimal dua
diagnosa dalam 24 jam.
f) PP memberi tanda () pada kotak etiologi yang sesuai dngan
klien, meletakkan data subyektif dan obyektif, kemudian
memberikan tanda () pada kotak yang tersedia di daftar
tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi klien
g) Bila diagnos keperawatan teratasi, tulis tanggal teratasi pada
komom keterangan
12

h) Relevansi renpra dengan kondisi klien dievaluasi setiap hari


oleh PP dan ini harus terlihat pada catatan perkembangan
2) Format implementasi tindakan keperawatan
a) Format implementasi ini diisi oleh PP dan PA setelah
melaksanakan tindakan berdasarkan renpra
b) Kolom observasi diisi derdasarkan jam dan hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh PA
c) Kolom pemasukan dan pengeluaran (I/O) ditulis jenis dan
jumlah cairan yang masuk dan keluar
d) Cairan parental : dituliskan jenis dan cairan setiap pergantian
dinas
e) Kolom tidak keperawatan (selain observasi) diisi dengan
paraf perawat yang melaksanakan tindakan tersebut.
f) Tindakan keperawatan selain observasi dilakukan minimal 2
kali tiap setiap dinas
g) Untuk tindakan yang tidak rutin diisi pada kolom jenis
tindakan yang tersedia
3) KARDEX (daftar obat, tekanan darah, nadi, suhu dan pemeriksaan
laboratorium)
a) Kardex dalam rumah sakit berbeda-beda sesuai dengan
kebutuhan masing-masing rumah sakit
b) Identitas klien diisi oleh perawat
c) Grafik tekanan darah, suhu, nadi diisi sesuai hasil observasi
klien
d) Kolom laboratorium diisi sesuai dengan jenis pemeriksaan
laboratorium pada hari tersebut
e) Pada kolom obat-obatan diisi oleh doktek, selanjutnya bisa
diisi oleh perawat
f) Tuliskan jam pemberian obat dan paraf untuk bukti
pemberian obat
g) Jika obat tidak diberikan cukup memberi tanda titk (.)
4) Format catatan perkembangan
a) Catatan perkembangan diisi oleh PP pada setiap akhir dinas
b) Catatan perkembangan dibuat untuk setiap diagnosis
keperawatan yang ada pada klien
c) Catatan perkembangn diisi dengan metode SOAP
d) Tulis tanggal evaluasi dan sertakan tanda tangan nama jelas
PP pada setiap SOAP
13

e) Jika masalah sudah teratasi tulis tanggal teratasi


5) Laporan daftar infus
a) Format disesuaikan dengan masing-masing rumah sakit
b) Format diisi oleh dokter dan dilengkapi dengan tanggal dan
jam saat penulisan rencana tndakan dokter
c) Nama dan jenis cairan infus yang diberikan diisi oleh perawat
dan dituliskan nama serta paraf perawat yang memasang/
mengganti cairan infus tersebut
6) Laporan pergantian infus
a) Laporan pergantian dinas diis oleh PA di akhir dinasnya dan
diperiksa kembali oleh PP
b) Pada kolom laporan pergantian dinas diisi :
Keadaan umum klien
Hal-hal penting yang telah dikakukan pada dinas
tersebut dan memerlukan pemantauan atau perhatian
pada dinas tersebut
Pesan untuk dinas berikutnya
c) Laporan pergantian dinas ditandatangani oleh PA
7) Resume keperawatan
a) Resum perawat, diisi oleh kepala ruang rawat pada MPKP
pemula, dan diisi oleh PP paa MPKP tingkat I.
b) Kolom nasihat diisi pada waktu klien akan pulang dan
mengidentifikasi secara spesifik hal-hal yang perlu dilakkan
klien di rumah
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi
MPKP oleh CCM. Evaluasi proses dilakukan oleh CCM dua kali dalam
seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini
masalah-masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik
atau bimbingan. Evaluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan:
a. Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk
setiap klien pulang. Instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga
diberikan kepada setiap klien yang pulang/keluar dari ruang rawat
MPKP. Berdasarkan evaluasi ini, dapat diketahui apakah kepuasan
klien/keluarga kurang, cukup, atau baik. melalui evaluasi ini dapat
diketahui performa setiap tim dalam waktu tertentu misalnya, setiap
bulan. Berapa % klien yang dirawat setiap tim yang mempunyai
tingkat kepuasan kurang, cukup, atau baik.
14

b. Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai


berdasarkan dokumentasi. Instrumen evaluasi kepatuhan perawat
terhadap standar nilai dari dokumentasi klien yang sudah
pulang/keluar dari ruang rawat MPKP. Berdasarkan evaluasi ini
dapat diketahui bagaimana kepatuhan perawat terhadap standar
apakah kurang, cukup, atau baik.
c. Penilaian infeksi nosokomial. Penilaian angka infeksi nosokomial
biasanya ditetapkan per ruang rawat. Berdasarkan rata-rata angka
infeksi nosokimial setiap bulan dapat diketahui apakah setiap bulan
ada penurunan.
d. Penilaian rata-rata lama hari rawat. Penilaian rata-rata lama hari
rawat dapat diketahui setiap bulan. Berdasarkan rata-rata lama hari
rawat dapat diketahui apakah ada penurunan.
Untuk mengetahui keberhasilan implementasi MPKP, bandingkan data
awal dengan data akhir. Sebelum mengimplementasikan MPKP, sebaiknya
ditetapkan terlebih dahulu data awal.
Evaluasi proses dan evaluasi hasil ini, merupakan evaluasi tentang
implementasi sistem MPKP. Bentuk evaluasi substansi keperawatan
dikembangkan sesuai dengan substansi keilmuan keperawatan.

Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP)


G. Sejarah terbentuknya SP2KP
Sejak tahun 1996, dicetuskanlah konsep Model Praktik Keperawatan
Profesional Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (MPKP FIKUI-RSUPNCM)
oleh Dr. Ratna Sitorus. Ditahap uji coba, terbukti bahwa konsep MPKP FIKUIRSUPNCM terbukti dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan dinilai
dari kepuasan klien atau keluarga, kepatuhan perawat terhadap standar
meningkat, infeksi nosokomial menurun dan waktu perawatan pasien menjadi
lebih singkat. Konsep MPKP FIKUI-RSUPNCM mulai disosialisasikan
secara nasional dengan nama Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) pada tahun 1998 (Aji, 2013).
Ditemukan banyak kendala dalam penerapan MPKP di Indonesia,
antara lain beban kerja perawat yang tinggi, belum memadainya tenaga
15

perawat profesional yang berkompeten, lemahnya supervisi klinis, tumpang


tindihnya ketrampilan perawat, terbatasnya fasilitas dan dana untuk
pengembangan. Selain itu, perawat juga masih melakukan pekerjaan rumah
tangga dan administrasi pasien. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI
memperkenalkan pengembangan konsep dari MPKP, yaitu Sistem Pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) (Aji, 2013).
H. Pengertian SP2KP
Menurut Sitorus pada tahun 2011 dalam Steffy RR dkk tahun 2013,
SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional adalah
kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di rumah
sakit. SP2KP ini merupakan suatu system pemberian asuhan keperawatan di
ruang rawat yang dapat memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang profesional bagi pasien. SP2KP ini memiliki sistem
pengorganisasian yang baik dimana semua komponen yang terlibat dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan diatur secara professional.
Menurut Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI tahun
2009 dalam Wati, NL dkk tahun 2011, SP2KP merupakan kegiatan
pengelolaan asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di rumah sakit.
Komponennya terdiri dari : perawat, profil pasien, sistem pemberian asuhan
keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai professional, fasilitas, sarana
prasarana (logistik) serta dokumentasi asuhan keperawatan. SP2KP adalah
sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan
pengembangan dari MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional) dimana
dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP)
dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya (Nursalam, 2007).
Jadi, SP2KP adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di setiap unit
rumah sakit yang dilakukan perawat secara professional dimana adanya
kerjasama antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga
kerja lainnya.
I. Aplikasi Nilai-nilai Professional dalam praktik keperawatan
a. Etika Keperawatan
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagi
acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan baik dan

16

buruk yang merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral.


Prinsip etika keperawatan ada 7 macam yaitu (Aji, 2013):
Respek
Perawat menghargai dan menghormati pasien dan keluarga
ii.
Otonomi
Perawat berhak membuat keputusan tapi tidak melupakan hak hak
i.

pasien
Beneficence
Seorang perawat harus selalu mengupayakan tiap keputusan yang

iii.

dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan


iv.

tidak merugikan pasien atau keluarga (Kusnanto,2004)


Non- Malefience
Kewajiban perawat untuk tidak sengaja menimbulkan kerugian atau
cedera. Prinsip dari non Maleficence adalah jangan membunuh,
menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkan nyeri atau

v.

penderitaan pada orang lain.


Konfidensialitas
Penghargaan perawat terhadap semua informasi tentang pasien yang
dirawatnya. Perawat harus mengelola secara professional informasi

vi.

perawatan klien
Keadilan
Perawat tidak mendiskriminasikan pasien berdasarkan agama, ras,
sosial,

budaya,

keadaan

ekonomu,

dan

sebagainya

tetapi

memperlakukan sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan


vii.

keuikan yang dimiliki (Kusnanto, 2004)


Kesetiaan
Kewajiban perawat untuk selalu setia pada kesepakatan dan
tanggungjawab yang telah dibuat.
Salah satu bentuk dari penerapan nilai nilai profesional perawat
adalah sikap profesional perawat. Sikap profesional yang baik akan
membentuk dasar dari pemberian proses keperawatan yang baik.
Menurut husein ada 2 faktor utama yang mempengaruhi sikap
professional perawat, yaitu proses transfer nilai nilai positif dari
perawat senior kepada yang lebih muda dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasien dan penghargaan kepada perawat.

b.

Penerapan Caring dalam Keperawatan

17

Menurut Mayehoff dalam modul SP2KP- PMK menerangakan


bahwa caring adalah suatu proses yang berorientasi pada tujuan
membantu orang lain bertumbuh dengan mengaktualisasikan diri. Caring
dilambangkan sebagai sutu emosi atau perasaan kasihan atau empati pada
pasien yang mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan
pada pasien (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan
Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012).
J. Peran Managerial dan Leadership
Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim,
mendelegasikan

sebagian

tindakan-tindakan

keperawatan

yang

telah

direncanakan pada renpra dan bersama-sama dengan PA mengevaluasi asuhan


keperawatan yang diberikan (Nursalam, 2007).
Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra
untuk klien yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra merupakan
tanggung jawab profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat
sesegera mungkin pada saat klien masuk dan dievaluasi setiap hari
(Nursalam, 2007).
PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian
tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian tanggung
jawab terhadap klien yang menjadi tanggung jawab tim, didasarkan pada
tingkat ketergantungan pasien dan kemampuan PA dalam menerima
pendelegasian (Nursalam, 2007).
Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan.
PP bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam memberikan
asuhan keperawatan pada kelompok klien. PP berkewajiban untuk
membimbing PA agar mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan standar yang ada. Bimbingan tersebut dapat dilaksanakan secara
langsung, misalnya mendampingi PA saat melaksanakan tindakan tertentu
pada klien atau secara tidak langsung pada saat melakukan konferens. PP juga
harus

senantiasa

memotivasi

PA

agar

terus

meningkatkan

keterampilannya,misalnya memberikan referensi atau bahan bacaan yang


diperlukan (Nursalam, 2007).
18

Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian


dari peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki
kemampuan untuk mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP
harus menjadi penengah yang bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan
tidak mengganggu produktifitas PA dalam membantu memberikan asuhan
keperawatan (Nursalam, 2007).
K. Peran dan Tanggungjawab

Perawat

Sesuai

dengan

Jabatannya

(Nursalam, 2007)
a. Peran Kepala Ruangan (karu)
1) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi, karu melakukan ronde
keperawatan kepada pasien yang dirawat.
2) Memimpin sharing pagi.
3) Memimpin operan.
4) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari.
5) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik,
meliputi: pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan
penunjang (hasil lab, dll).
6) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan
kebutuhan.
7) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di

b.

area tanggung jawabnya.d


8) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
Peran Ketua Tim (katim)
Tugas utama katim adalah mengkoordinir pelaksanaan

Askep

sekelompok pasien oleh Tim keperawatan di bawah koordinasinya.


1) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh Tim
keperawatan di bawah koordinasinya pada saat Pre Croference
2) Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan keperawatan
yang tepat untuk pasiennya.
3) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat PP
4) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien di
c.

bawah koordinasinya pada saat Post Conference.


Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)
Tugas utama PJ Shift adalah menggantikan fungsi pengatur pada saat
shift sore atau malam dan hari libur.
1) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam
2) Memastikan PP melaksanakna follow up pasien tanggung jawabnya
19

3) Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai


dengan rencana yang telah dibuat PP
4) Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang perawatan
5) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
d. Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiate (PA)
i.
Perawat Pelaksana
1. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan
2.
ii.

oleh PA.
Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan

rencana.
Perawat Asosiate
1. Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang
2.
3.

menjadi tanggung jawabnya


Merencakan asuhan keperawatan
Melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi

(follow up) perkembangan pasien


L. Pengembangan Profesional Diri
a. Bimbingan dalam keperawatan
Bimbingan atau coaching merupakan proses belajar intensif melalui
bimbingan perorangan, demonstrasi, dan praktik yang diikuti dengan
pemberian umpan balik segera. Tujuan dari bimbingan dalam
keperawatan

adalah

untuk

meningkatkan,

mengembangkan,

dan

memantapkan kualitas dari perawat, terutama keterampilan dan sikap


perawat dalam melaksanakan atau menerapkan materi pembelajaran atau
b.

prosedur (Aji, 2013).


Diskusi Refleksi kasus
Diskusi refleksi kasus adalah suatu metoda dalam merefleksikan
pengalaman klinis perawat dan bidan dalam menerapkan standar dan
uraian tugas. Pengalaman klinis

yang

direfleksikan

merupakan

pengalaman aktual dan menarik baik hal-hal yang merupakan


keberhasilan

maupun

kegagalan

dalam

memberikan

pelayanan

keperawatan dan atau kebidanan termasuk untuk menemukan masalah


dan menetapkan upaya penyelesaiannya misal dengan adanya rencana
untuk menyusun SOP baru DRK dilaksanakan secara terpisah antara
profesi perawat dan bidan minimal satu bulan sekali selama 60 menit
dengan tujuan untuk mengembangkan profesionalisme, membangkitkan
motivasi

belajar,

meningkatkan
20

pengetahuan

dan

keterampilan,

aktualisasi diri serta menerapkan teknik asertif dalam berdiskusi tanpa


menyalahkan dan memojokkan antar peserta diskusi. Tindak lanjut DRK
ini dapat berupa kegiatan penyusunan SOP-SOP baru sesuai dengan
c.

masalah yang ditemukan (Hasmoko, 2008).


Team building
Team building adalah suatu filosofi desain kerja, dimana anggota dari
tim dipandang sebagai kesatuan yang saling bergantung dan bukan
sebagai pekerja individual. Tujuan dari team building ini asalah untuk
membantu kelompok fungsional menjadi lebih efektif. Dalam team
building, rasa individualism dan persaingan antar pribadi ditekan, disisi
lain dalam team building ada proses penyamaan visi dan misi pada
seluruh anggota (Aji, 2013).
Karakerisitik yang dimunculkan dalam team building ini adalah
semangat kebersamaan, rasa saling percaya antar sesame anggota,
kedekatan

antar

anggota,

komunikasu

baik

atar

anggota,

dan

produktivitas tim yang bagus. Proses pembentukan team building adalah


sebagai berikut (Aji, 2013):
1) Membentuk sturuktur team
2) Mengumpulkan informasi
3) Membicarakan kebutuhan
4) Merencanakan sasaran dan menetapkan cara pencapaiannya
5) Mengembangkan keterampilan
M. Manajemen dan Pemberian Asuhan Keperawatan
a. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan adalah sutu aktivitas perawat
professional dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menerapkan
metode yang tepat atau yang paling mungkin dilaksanakan. Macam mode
penugasan ada 5 (Rakhmawati, 2007), yaitu:
1) Metode fungsional adalah metode dimana perawat melaksanakan
tugas atau tindakan tertetntu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada.
2) Metode kasus adalah perawat bertanggungjawab terhadap asuhan
keperawatan dan observasi pada pasien tertentu. Penanggungjawabnya
adalah manajer keperawatan.
3) Metode tim adalah metode dimana enam sampai tujuh perawat
professional dan perawat associate berkerja dalam satu tim, di
supervise oleh ketua tim, jadi disini penanggungjawab adalah ketua
tim.
21

4) Metode primer adalah metode dimana perawat bertanggungjawab


terhadap semua aspek asuhan keperawatan, dari hasil pengkajian
kondisi

pasien

untuk

mengkoordinir

asuhan

keperawatan.

Penanggungjawabnya perawat primer.


5) Metode moduler
Dalam SP2KP, aspek proses ditetapkan penggunaan metode
modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode
keperawatan primer). Alasan penetapan metode ini antara lain:
a) Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan
dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan
adanya tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan
esensi dari suatu layanan profesional.
b) Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang
bertanggung

jawab

dan

bertanggung

gugat

atas

asuhan

keperawatan yang diberikan. Pada MPKP, perawat primer adalah


c)

perawat lulusan sarjana keperawatan atau ners.


Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat

ditingkatkan terutama dengan profesi lain.


d) Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena
membutuhkan jumlah tenaga Skep atau Ners yang lebih banyak,
karena setiap PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode
e)

modifikasi keperawatan primer, setiap PP merawat 9-10 klien.


Terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan
yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer
menjadi penting, sehingga perawat dengan kemampuan yang
lebih tinggi mampu mengarahkan dan membimbing perawat lain

f)

di bawah tanggung jawabnya.


Metode tim tidak digunakan secara murni karena metode ini
tanggung jawab asuhan keperawatan terbagi kepada semua
anggota tim, sehingga sukar menetapkan siapa yang bertanggung

jawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan.


b. Assesment dan critical thinking dalam keperawatan
Critical
thinking
adalah
proses
bagi
individu
untuk
menginterpretasikan dan mengevalusi informasi dalam membuat penilaian.
Aplikasi dalam critical thinking dalam keperawatan yaitu (Aji, 2013) :
i.
Pengkajian
22

Dalam tahap ini perawat mengumpulkan data data dari klien melalui
anamnesa dan pengkajian fisik. Disini mampu membedakan antara
data yang relevan dan data yang tidak relevan serta melakukan
ii.

validasi dari data yang diambil.


Diagnosis
Perawat melakukan pengelompokkan data, membandingkan data teori,

iii.

dan membuat keputusan untuk mengatasi klien.


Perencanaan
Perawat mengidentifikasi prioritas masalah, menetapkan tujuan,
mengidentifikasi intervensi yang sesuai dengan prinsip dan teori,

iv.

menyusun perencanaan dan rasional


Implementasi
Mengaplikasikan pengetahuan kedalam intervensi, membandingkan
data awal dengan perubahan status kesehatan pasien, kolaborasi

v.

dengan kesehatan lain.


Evaluasi
Membandingkan respon klien dengan outcome, menggunakan kriteria
untuk evaluasi, menentukkan progress pasien , meninjau kembali
rencana keperawatan

c. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi merupakan pernyataan tentang kejadian atau aktivitas
yang otentik dengan membuat catatan tertulis. Dokumentasi keperawatan
berisi hasil aktivitas keperawatan yang dilakukan perawat terhadap klien,
mulai dari pengkajian hingga evalusi (Aji, 2013).
d. Audit Keperawatan
Audit Keperawatan adalah suat proses analisa data yang menilai
tentang proses keperawatan atau hasil asuhan keperawatan pada pasien
untuk mengevalusi kelaykan dan ketidakefektifan tindakan keperawatan.
Tujuan dari audit keperawatan ini adalah mengevalusi atau menilai
kelayakan dan ketidakefektifan dari asuhan keperawatan yang diberikan
perawat kepada pasien. Selain itu juga sebagai pengendalian mutu dari
asuhan keperawatan yang diberikan (Aji, 2013).
N. Upaya Peningkatan Asuhan Keperawatan Professional
Dalam jurnal Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Keperawatan
Di Ruang Murai I dan Murai II Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau, upaya
peningkatan asuhan keperawatan profesional antara lain :
23

a.
b.
c.

Pendidikan berkelanjutan
Pembentukan komite mutu asuhan keperawatan
Pengembangan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional

(SP2KP)
O. Penerapan SP2KP di Rumah S29akit
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. DR. R.D. Kandou
Manado yang berjudul Perbedaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Ruangan SP2KP dan Non-SP2KP Di Irina A dan Irina F Rsup Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado didapatkan hasil yaitu di ruangan SP2K dengan mean 78,14
sedangkan ruangan Non-SP2KP dengan mean 58,41. Dengan hasil uji analisis
menunjukkan P = 0,000 < 0,05 sehingga membuktikan bahwa ada perbedaan
pendokumentasian asuhan keperawatan ruangan SP2KP dan Non-SP2KP di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Di dalam SP2KP perawat diatur secara professional yaitu memiliki nilainilai professional yang merupakan inti daripada model SP2KP. Salah satunya
yaitu nilai-nilai intelektual yang harus dimiliki perawat yang berarti dalam
memberikan ataupun mendokumentasikan asuhan keperawatan kepada klien
harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah sesuai kiat dan ilmu
keperawatan (Sitorus, 2012).
Kelengkapan dokumentasi asuhan keperawatan di ruangan Irina A dengan
menggunakan SP2KP disebabkan karena apabila dilihat dari pendidikan
perawat yang ada yaitu dari 54 perawat terdapat lulusan Ners 18 orang dan
Skep 5 orang, sedangkan untuk ruangan Irina F yang menggunakan NonSP2KP didominasi lulusan DIII yaitu 23 orang dan lulusan Ners 6 orang,
SKep 5 orang. Menurut Wahid tahun 2012 dalam Steffy RR dkk tahun 2013,
prinsip dokumentasi yang efektif yaitu proses dan hasil dokumentasi
dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan pengalaman
perawat.
Selisih jumlah tempat tidur di Irina A dan Irina F adalah 63. Ini
menyatakan bahwa meskipun jumlah tempat tidur di Irina A berjumlah 105
dengan tenaga perawat hanya 54 akan tetapi pendokumentasian asuhan
keperawatannya lengkap sedangkan di Irina F dengan jumlah tempat tidur 42
dan jumlah tenaga perawat 35 tetapi dokumentasi askepnya tidak lengkap.

24

BAB III
PEMBAHASAN
Hasil wawancara mengenai MPKP dan SP2KP dengan salah satu mahasiswa
Ilmu Keperawatan jalur B Universitas Diponegoro yang bernama Bapak Pras,
Beliau juga sedang bekerja di RSUP dr. Kariadi sebagai PP.
A. Perbedaan MPKP dan SP2KP
Sesuai dengan konsep, lebih baik menggunakan SP2KP, kalau
menggunakan MPKP perawat dipaksa untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan model tersebut, model tersebut sifatnya kaku, tidak seperti jika
menggunakan sistem yang lebih fleksibel menyesuaikan kebutuhan, keadaan
dan kemampuan SDM di RS.
Contoh, saat mengkaji resiko jatuh, kalau menggunakan SP2KP akan
sama pandangannya disetiap SDM (perawat) karena dari awal sudah ada
aturan khusus atau form baku dalam pengkajian resiko jatuh.
B. Penerapan di rumah sakit
Di RSUP Kariadi sudah diterapkan sejak 2010, karena adanya
perombakan dari manajemen, direktur utama merubah organisasi dari visi dan
misi, untuk menjadi rs terbaik di indonesia dan internasional, salah satu
komponen utama dari RS adalah perawatan. Untuk itu dari perawatan sendiri
mulai bergerak untuk melakukan SP2KP tersebut dengan tujuan untuk

25

peningkatan mutu pelayanan perawatan. Sistem yang digunakan juga akan


mempengaruhi perumusan SOP yang diberlakukan dalam suatu rumah sakit.
C. Pengaruh penentuan SP2KP dan MPKP pada pemberian asuhan
keperawatan
Ada perbedaan secara signifikan, alurnya jelas dengan membagi peran
masing-masing, misalnya pak pras sebagai PPA punya asosiet 1 dalam
pengkajiannya fokus, untuk pengkajian keperawatan kebutuhan apa yang
harus dicapai hari ini yang didelegasikan ke perawat asosiet 1, semua sudah
terekam di rekam medis. Berbeda jika menggunakan fungsional, ada
kontektur permintaan pertanggung jawaban. Jika dengan SP2KP kita akan
mencari sistem ruptus analisis seperti yang dikonsep, terdapat kesalahannya
dimana dan kita akan memperbaiki kedepannya, bukan mencari kambing
hitam, misal pasien jatuh karena apa, karena prasarana, pengkajian kurang
atau keluarga, dll. Dengan demikian pekerjaan jadi fokus.
D. Syarat khusus suatu rumah sakit untuk dapat menerapkan suatu sistem
Tergantung SDM perawat di rumah sakit masing-masing untuk
menentukan rumah sakit yang bersangkutan bisa atau tidak menggunakan
MPKP atau SP2KP, kalau SDM sudah mencukupi bisa menggunakan SP2KP,
sedangkan kalau SDM belum mencukupi masih menggunakan MPKP.
E. Hal yang paling membedakan antara MPKP dan SP2KP
Intinya di fokus pada pembagian alur kerja dan tugas yang jelas. Jika
menggunakan SP2KP ada pembagian jelas mulai dari kepala ruang,
mengorientasikan perawat baru, memanajemen logistik, mengatur struktur
dan pengorganisasiannya lebih jelas. MPKP masih sesuai dengan prinsip
masing-masing perawat, misal kalau mau suntik, dll.
F. Aturan pembagian shift
Pada rumah sakit yang menggunakan SP2KP, shift sore dan malam tidak
bisa seperti pagi. Shift sore dan malam memakai tim. Jika pagi lebih bnyak
SDM karena programnya juga lebih banyak di pagi hari. Sistemnya sama,
sedangkan tuntutan berbeda. Perbandingannya 1 perawat

maksimal

bertanggung jawab 6 pasien di ruangan.


G. Pentingnya jenjang pendidikan dalam penerapan sistem
Penentuan struktur organisasi ruangan sesuai dengan teori, yaitu sesuai
dengan jenjang pendidikan. contoh nyatanya adalah yang menjadi karu atau
katim adalah lulusan S1 keperawatan dan Ners, karena di harapkan dengan

26

gelar tersebut sudah mempunyai kompetensi untuk menjadi koordinator


berjalanya sistem di ruangan.
H. Sosialisasi
Dari manajer menentukan sistem yang akan dipilih, kemudian
membentuk suatu tim yang beranggotakan orang-orang yang benar-benar
paham tentang sistem tersebut. Setelah terbentuk tim kemudian membentuk
suatu program sosialisasi. Sosialisasi di berikan kepada perwakilan perawat
tiap ruangan dan diberikan suatu pelatihan. Perwakilan per ruangan
tersebutlah yang bertanggungjawab untuk mensosialisasikan kepada seluruh
I.

perawat lain (seluruh staff perawat) di ruangan.


Kendala pelaksanaan sistem
1. SDM
2. Kesadaran dari perawat
3. Sarana dan prasarana atau fasilitas rumah sakit

Pertanyaan-pertanyaan:
1. Sebelum MPKP dikeluarkan, apakah ada sistem sebelumnya?
2. Apakah manfaat dari MPKP atau SP2KP baik untuk perawat maupun
pasien?
3. Manakah yang lebih berpengaruh terhadap kualitas RS, MPKP atau
SP2KP?
4. Bagaimanakan

cara

menilai

kinerja

perawat

di

ruangan

yang

menggunakan sistem MPKP atau SP2KP?


5. Apakah hambatan dalam penerapan MPKP dan SP2KP?
6. Apakah MPKP dan SP2KP mempengaruhi proses pembelajaran klinik
mahasiswa praktikan di RS tersebut?
7. Apakah SP2KP termasuk dalam kriteria akreditasi suatu rumah sakit?
8. Bagaimana kelebihan dan kekurangan rumah sakit dalam menggunakan
MPKP dan SP2KP?
9. Perencanaan dan pendokumentasian asuhan keperawatan lebih lengkap
SP2KP dibandingkan MPKP. Apakah dengan begitu sistem yang
digunakan mempengaruhi kesembuhan pasien?

27

10. Salah satu upaya peningkatan askep profesional adalah pembentukan


komite mutu askep. Apakah syarat komite tersebut terbentuk dan
bagaimana cara kerja komite tersebut?
11. Apakah yang harus dipersiapkan perawat untuk menuju sistem pemberian
pelayanan keperawatan yang profesional?
12. Adakah syarat-syarat tertentu untuk menentukan struktur organisasi
diruangan, seperti KARU, KATIM, PP, PA, dll?
13. Bagaimana sikap yang harus dimiliki seorang PP dan PA dalam
penggunaan SP2KP kepada pasien?
14. Masih banyak dijumpai di beberapa RS perawat yang lulusan SPK.
Didalam undang-undang keperawatan bahwa lulusan SPK adalah asisten
perawat. Pertanyaannya adalah bagaimana peran asisten perawat dalam
penerapan MPKP atau SP2KP?
15. Bimbingan atau coaching merupakan salah satu program pengembangan
profesional perawat. Bagaimana cara membuat program tersebut efektif
dan merata untuk semua perawat? Adakah syarat seorang perawat untuk
mengikuti bimbingan tersebut?

28

BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem
(struktur, proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat
profesional, mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan
tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli, 2006).
Menurut Sitorus pada tahun 2011 dalam Steffy RR dkk tahun 2013,
SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional adalah
kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di rumah
sakit. SP2KP ini merupakan suatu system pemberian asuhan keperawatan di
ruang rawat yang dapat memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang profesional bagi pasien.
SP2KP adalah pengembangan dari

Model

Praktik

Keperawatan

Profesional atau sering disebut dengan MPKP dimana dalam SP2KP ini terjadi
kerjasama professional antara Perawat Primer (PP) dan Perawat Assosiate
(PA) serta tenaga kesehatan lainnya. Berbeda dengan MPKP, SP2KP
mempunyai lingkup dalam aplikasi nilai nilai professional praktik perawat
yang meliputi etika keperawatan dan caring. Kemudian manajemen dan
pemberian asuhan keperawatan dan yang terakhir adalah pengembangan
professional diri. Salah satu contoh rumah Sakit yang memakai SP2KP adalah
RSUP dr. Kariayadi.
B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan

29

kritik yang membangun sangat membutuhkan untuk penyempurnaan


pembuatan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aji, Iddo Adam Bagaskoro. 2013. Deskriptif Penerapan Sistem Pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional Pengembangan
Kinerja (Sp2kp-Pmk) Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan

Manajemen
Kariadi

Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro
Nursalam. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta. Salemba Medika. 2007
Rakhmawati, Windy. 2007. Metode Penugasan Tim dalam Asuhan Keperawatan.
Disampakai

pada Lokakarya metode penugasan tim bagi perawat 5

desember 2007
Steffy RR dkk. Perbedaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Ruangan
Sp2kp dan Non-Sp2kp Di Irina A dan Irina F Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Ejournal keperawatan (e-Kp) 2013; 1(1): 1-7
Wati, NL dkk. Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Keperawatan Di
Ruang Murai I dan Murai II Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau. Jurnal Ners
Indonesia 2011; 1(2): 11-20
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan praktik keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC
Sitorus dan Yulia. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah
Sakit: penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan
di ruang rawat: panduan implementasi. Jakarta: EGC
Hasmoko, Emanuel Vensi. 2008. Tesis : Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi

Kinerja Klinis Perawat Berdasarkan Penerapan Sistem

Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (Spmkk) Di Ruang

Rawat

Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun 2008. Program
30

Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi


Rumah Sakit
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik Kementrian
Kesehatan

Republik Indonesia Tahun 2012. Modul Terintegrasi :

SP2KP-PMK Menuju World

Class

Hospital.

Kementrian

Kesehatan

Republik Indonesia. 2012.


Sitorus, R., 2012. The effect of implementing professional nursing practice model
on quality of nursing care in the hospital in Indonesia, Journal of Education
and Practice Vol 3. No 15

31

32

Anda mungkin juga menyukai