PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam upaya pencapaian visi dan misi rumah sakit melalui penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang bermutu dan tidak terlepas dari peran penting pelayanan
kesehatan terdepan dengan kontak pertama dan terlama dengan pasien yaitu selama 24
jam per hari dan 7 hari per minggu karenanya perawat memegang posisi kunci dalam
membangun citra Rumah Sakit. Pelayanan keperawatan berkualitas dapat diberikan
apabila pelayanan tersebut diberikan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi,
bekerja sesuai standar praktik dan etika profesi keperawatan.
Salah satu satu usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional
adalah penataan sistem pemberian pelayanan keperawatan melalui pengembangan Model
Praktik Keperawatan yang ilmiah yang disebut dengan Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP). Model ini sangat menekankan pada kualitas kinerja tenaga
keperawatan yang berfokus pada profesionalisme keperawatan antara lain melalui
penetapan dan fungsi setiap jenjang tenaga keperawatan, sistem pengambilan keputusan,
sistem penugasan, dan sistem penghargaan yang memadai.
Model ini diyakini dapat menjadi salah satu daya ungkit pelayanan yang berkualitas,
yang memungkinkan perawat profesional menata struktur (menentukan jumlah, jenis,
dan standar kebutuhan tenaga) serta menata proses pemberian asuhan keperawatan
melalui hubungan perawat-pasien yang berkesinambungan sehingga memungkinkan
perawat primer bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien yang menjadi tanggung jawabnya.
Di berbagai RS telah banyak dilakukan kegiatan untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan melalui pengembangan MPKP. Keuntungan dari penerapan MPKP adalah
dapat dilihat dari penurunan angka kejadian infeksi pada kateter urin, penurunan jumlah
pasien yang mengalami dekubitus, angka perpindahan perawat menurun, adanya
kepuasan pasien dan kepuasan perawat serta adanya hubungan pasien dan perawat yang
berkesinambungan. Pengembangan MPKP merupakan hal yang sangat penting dalam
mewujudkan kontribusi profesi keperawatan untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan, melalui pengembangan MPKP ini masyarakat dapat melihat dan
merasakan secara konkrit pemberian pelayanan keperawatan yang profesional.
5
Berdasarkan analisis situasi nyata penampilan kerja perawat di Ruang Kebidanan RS
Bunda Aliyah belum sepenuhnya menerapkan konsep MPKP yaitu 4 pilar nilai
profesional pelayanan keperawatan : management approach, compensatory rewad,
profesional relationship, patient care delivery(hasil pengkajian dan analisis data pada
diseminasi awal pada tanggal 19- 31 Maret 2017. Perawat di Ruang Kebidanan belum
mendapatkan sosialisasi terkait MPKP, dan hanya tidak ada satu orangpun dari perawat
di ruang Kebidanan yang telah mendapat pelatihan tentang MPKP. Maka dari itu, perlu
diadakannya kegiatan pembelajjaran mengenai konsep MPKP sehingga perawat dapat
benar-benar mengerti dan mampu menerapkannya di ruangan.
2. Tujuan Kegiatan
1) Tujuan Umum
Perawat mampu memahami konsep Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
sesuai dengan standar dan mampu mengimplementasikannya di ruangan masing-masing.
2) Tujuan Khusus
Setelah mengikuti sosialisasi MPKP, perawat diharapkan mampu:
a. Mampu menjelaskan MPKP dan jenis-jenisnya.
b. Mampu memahami penerapan MPKP
c. Mampu memberikan feed back (umpan balik/masukan) dalam penerapan MPKP
yang ada di ruangan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MPKP (MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL)
I. Pengertian MPKP
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) adalah salah satu metode pelayanan
keperawatan dari sistem, struktur, proses dan nilai-nilai profesional yang memfasilitasi
perawat professional, yang mempunyai kemampuan dan tanggung jawab dalam
mengatasi masalah keperawatan dan telah,menghasilkan berbagai jenjang produk
keperawatan untuk pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan tempat asuhan
keperawatan tersebut diberikan (Sitorus & Yulia, 2011).
II. Tujuan dari MPKP
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan.
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap
tim keperawatan.
III. Metode Tim dalam Penugasan MPKP dalam Keperawatan
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat
profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
(Nursalam, 2014). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi (Sitorus,
2011).Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2011) :
a. Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas
perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab ketua tim
adalah :
1) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra.
2) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis.
7
3) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan
memberikan bimbingan melalui konferensi.
4) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya.
b. Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi yang
terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis yang
merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d. Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik
apabila didukung oleh kepala ruangan, untuk itu kepala ruangan diharapkan telah :
1) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf.
2) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan.
3) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan.
4) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan.
5) Menjadi narasumber bagi ketua tim.
6) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
7) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992) menunjukkan bahwa metode tim jika
dilakukan dengan benar adalah metode pemberian asuhan yang tepat untuk
meningkatkan kemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi kemampuannya.
(Sitorus, 2011).
Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga
pakar mengembangkan metode keperawatan primer (Sitorus, 2011).
8
tersebut.Peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan
terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
3) Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra)
Standar renpra perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil observasi, penulisan renpra
sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar
manusia (Potter & Perry, 1997).Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer.Pada
MPKP digunakan metode modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat satu orang
perawat profesional yang disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan.Disamping itu, terdapat
Clinical Care Manager (CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam
memberikan asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners spesialis
pada masa yang akan datang.
9
d. Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat implementasi MPKP,
antara lain (Sitorus, 2011) :
1) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini diperlukan
sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat pembinaan tentang
kerangka kerja MPKP
2) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta dan 1
ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan bagi perawat
dari ruang rawat lain.
e. Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat ditetapkan dari klasifikasi
klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah tenaga keperawtan
di suatu ruangrawat didahului dengan menghitung jumlah klien derdasarkan derajat
ketergantungan dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut (Sitorus,
2011).
f. Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah metode
modifikasi keperawatan primer. Dengan dtemikian, dalam suatu ruang rawat terdapat
beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2011).:
1) Kepala ruang rawat
2) Clinical care manager
3) Perawat primer
4) Perawat asosiet
g. Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi waktu perawat menulis,
sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan untuk melakukan tindakan sesuai
kebutuhan klien.Adanya standar renpra menunjukan asuhan keperawtan yang diberikan
berdasarkan konsep dan teori keperwatan yang kukuh, yang merupakan salah satu
karakteristik pelayanan professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya
terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose keperawatan dan data
penunjang, tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan (Sitorus, 2011).
10
h. Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain yang diperlukan adalah
(Sitorus, 2011) :
1) Format pengkajian awal keperawatan
2) Format implementasi tindakan keperawatan
3) Format kardex
4) Format catatan perkembangan
5) Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
6) Format laporan pergantian shif
7) Resume perawatan
i. Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan fasilitas yang
dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di perlukan adalah
(Sitorus, 2011) :
1) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi nama PP dan
PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali sat melakukan kontrak
dengan klien/keluarga.
2) Papan MPKP
Papan MPKP berisi daftar nomor CM klien, PP, PA, dan timnya serta dokter yang
merawat klien.
2. TahapPelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus, 2011):
a. Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang yang sudah
ditentukan.
b. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi
dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal
dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat
mengurangi gangguan dari luar (Sitorus, 2011).
11
c. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan
perawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap hari.Ronde
ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk
memperoleh tambahan data tentang kondisi klien (Sitorus, 2011).
d. Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu pada standar tersebut
(Sitorus, 2011).
e. Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara perawat
dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan.Kontrak ini diperlukan
agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina.Kontrak diawali
dengan pemberian orientasibagi klien dan keluarganya (Sitorus, 2011).
f. Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang
dirawatnya.Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang
ditanganinya secara mendalam (Sitorus, 2011).
g. Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam membimbing PP
dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi MPKP
dilakukan melalui supervisi secara berkala.Agar terdapat kesinambungan bimbingan,
diperlukan buku komunikasi CCM.Buku ini menjadi sangat diperlukan karena CCM
terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk
memberikan bimbingan kepada PP dan PA.Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap
ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan lagi (Sitorus, 2011).
h. Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada klien.Oleh
karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi penting.
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evsluasi MPKP oleh
CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu.Evaluasi ini
bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini maslah-masalah yang ditemukan dan dapat
12
segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evluasi hasil (outcome) dapat dilakukan
dengan (Sitorus, 2011) :
a. Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien pulang.
b. Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan
dokumentasi.
c. Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
d. Penilaian rata-rata lama hari rawat.
4. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan.
Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal, perlu disertai
dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan.Pada ruang MPKP diuji coba ilmu
dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya
(Sitorus, 2011).
a. MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula
diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan
sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan
sebagai PP (bukan PP pemula) (Sitorus, 2011).
b. MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP
adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu
dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners sepeialis yang akan
berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners
ditingkatkan menjadi ners spesialis (Sitorus, 2011).
c. MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat
denga kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen
yang dapat meningkatkan asuhan keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu
keperawatan (Sitorus, 2011).
14
Pilar 3: Hubungan profesional
Hubungan profesional dalam pemberian pelayanan keperawatan (tim kesehatan) dalam
penerimaan pelayanan keperawatan (klien dan keluarga). Pada pelaksanaannya
hubungan profesional secara internal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk
pelayanan kesehatan misalnya perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan
lain, sedangkan hubungan profesional secara eksternal adalah hubungan antara pemberi
dan penerima pelayanan kesehatan.
Sebelum menetapkan proses perekrutan, jumlah perawat yang dibutuhkan harus ditetapkan.
Jenis tenaga perawat terdiri dari: Kepala ruangan (Karu), perawat primer sebagai ketua tim,
dan perawat pelaksana. Berdasarkan pengalaman pada pengembangan MPKP di RSMM
Bogor, perbandingan pasien dan perawat adalah 1:1 atau 1,7:1, ditambah Karu. Kriteria dari
15
tiap tenaga perawat ditetapkan dan umumnya perawat memiliki latar belakang pendidikan
D3 Keperawatan.
Kriteria perawat yang akan bekerja di ruang MPKP adalah sebagai berikut:
a. Kepala Ruangan
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada, diperbolehkan D3
Keperawatan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman menjadi Kepala ruangan minimal 2 tahun, dan bekerja pada area
keperawatan jiwa minimal 2 tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan jiwa
b) Standar asuhan keprawatan jiwa atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan jiwa atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
f) Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan)
5. Lulus tes tulis
6. Lulus wawancara
7. Lulus tes presentasi
16
BAB III
RENCANA KEGIATAN PENERAPAN MPKP DI RUANG LANTAI 2
RUANG RAWAT KEBIDANAN
A. Jenis Kegiatan
Role Play penerapan MPKP
B. Waktu dan Tempat
Hari : Sabtu-Jumat
Tanggal:1-7 April 2017
Tempat : Ruang rawat Kebidanan Lantai 2 RS Bunda Aliyah
C. Rincian Kegiatan
1. Identifikasi masalah
2. Perencanaan
2.1. Visi Ruangan
Mengacu pada Visi Rumah sakit yaitu:
Menjadikan RSIA bunda aliyah sebagai rumah sakit pilihan dan
rujukan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak serta mampu
bersaing di era gobalisasi.
Keterangan :
RPBL : Rapat Rencana Laporan Bulanan
RK : Rapat Koordinasi
SKT : Supervisi Ketua Tim
SPA : Supervisi Perawat Associet
AD : Audit Dokumentasi
PKK : Pendidikan Kesehatan Keluarga
CC : Case Conference
MJD : Menyusun Jadual Dinas
(...........................) (.........................................)
Keterangan :
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NO
NO KEGIATAN
1 Mengikuti
rapat laporan
bulanan
2 Merevisi SOP
dan SAK
dengan Ka
Instalasi
Keperawatan
3 Melaksanakan
rotasi tim
anggota tim
4 Penyegaran
terkait dengan
materi MPKP
5 Pengembangan
SDM dengan
mengikuti
pelatihan-
pelatihan
6 Rapat
evaluasi
bulanan
ruangan untuk
meningkatan
mutu
pelayanan
Kepala Ruang
( )
3. Pengorganisasian
1.1. Struktur organisasi
Kepala Ruangan
Kepala Ruangan
Tim A Tim B
Tim A Tim B
(2) Pengorganisasian
(a) Menyusun struktur organisasi
(b) Menyusun jadwal dinas
(c) Membuat daftar alokasi pasien
(3) Pengarahan
(a) Memimpin operan
(b) Menciptakan iklim motivasi
(c) Mengatur pendelegasian
(d) Melakukan supervise
(4) Pengendalian
(a) Mengevaluasi indikator mutu
(b) Melakukan audit dokumentasi
(c) Melakukan survey kepuasan pasien, keluarga, perawat,
dan tenaga kesehatan lainnya.
(d) Melakukan survey masalah kesehatan / keperawatan
c) Profesional Relationshif
(1) Memimpin rapat keperawatan
(2) Memimpin konferensi kasus
(3) Melakukan rapat tim kesehatan
(4) Melakukan kolaborasi dengan dokter
(2) Pengorganisasian
(a) Menyusun jadwal dinas bersama kepala ruangan
(b) Membagi alokasi pasien kepada perawat pelaksana
(3) Pengarahan
(a) Memimpin pre conference
(b) Memimpin post conference
(c) Menciptakan iklim motivasi dalam timnya
(d) Mengatur pendelegasian dalam timnya
(e) Melaksanakan supervisi kepada anggota timnya
(4) Pengendalian
b) Compensatory Reward
(1) Menilai kinerja perawat pelaksana
c) Profesional Relationshif
(1) Melaksanakan konfrensi kasus
(2) Melakukan kolaborasi dengan dokter
4.2. Supervisi
Supervisi dilakukan oleh Kepala Ruangan kepada
seluruh perawat diruangannnya, sedangkan ketua tim
melakukan supervise kepada perawat pelaksana di
ruangannya. Supervisi dilakukan setiap hari.
4.3. Handover
Handover dilaksanakan setiap hari menggunakan format
handover yang telah dibuat. Handover dipimpin oleh
Kepala Ruangan atau Ketau Tim. Hand over dilaukan
setiap pergantian jadwal dinas.
Pedoman Operan antar Shift