KABUPATEN BONE
OLEH
FITRAYANTI
NIM : 2220203874230041
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bugis dan Makassar merupakan dua suku terbesar yang mendiami pulau
Sulawesi Selatan. Kedua suku ini termasuk rumpun bangsa Melayu, 1 dan
sepanjang sejarahnya, telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia bahkan
berdiaspora ke mancanegara. Dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 2008 kata
budaya berarti pikiran: akal budi. Dari pengertian tersebut budaya dapat diartikan
suatu hasil pikiran dan akal budi manusia dalam mengatur kehidupannya. Budaya
terdiri dari cara hidup orang menciptakan dalam suatu kelompok tertentu atau
masyarakat. Cara hidup ini sangat kompleks, mereka menjadi ada dan akan
berubah sebagai orang berjuang atas apa yang penting dalam kehidupan mereka,
bagaimana melakukan sesuatu dan bagaimana memahami pengalaman mereka.
Budaya bukanlah sesuatu yang dipaksakan oleh beberapa orang pada orang lain:
lebih tepatnya, itu adalah ciptaan orang-orang berinteraksi dengan satu sama lain.2
1
Sugira Wahid, Manusia Makassar (Cet. II, Makassar: Refleksi, 2008), h. 19.
2
Rasid Yunus, “Transformasi Nilai-nilai Budaya Lokal sebagai Upaya Pembangunan
Karakter Bangsa”, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 13, No. 1/2013, h. 67.
menyatu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tampaknya tradisi sudah
terbentuk sebagai norma yang dibekukan dalam kehidupan masyarakat.3
3
Ghozali, Imam. 2011, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. h. 32.
4
Abidin, Z., Samin, S., & AR, M. S. Pemmali: Metode Dakwah Leluhur Bugis Makassar.
(Jurnal Dakwah Tabligh, vol.20,1), 2019. h. 88.
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui Dampak Pemmali pada Anak dalam Hukum Islam Di
Kabupaten Bone diliat berdasarkan uraian pada latar belakang diatas,
dapat dirumuskan pada fokus-fokus permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap budaya pemmali pada
anak ?
2. Bagaimana dampak pemmali pada anak dalam hukum Islam di
Kabupaten Bone?
3. Bagaimana Analisis hukum Islam terhadap Pemmali?
C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, penulisan ini bertujuan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap budaya
pemmali pada anak.
2. Untuk mengetahui dampak pemmali pada anak dalam hukum Islam di
Kabupaten Bone.
3. Untuk mengetahui bagaimana Analisis hukum Islam terhadap
Pemmali.
D. Kegunaan Penulisan
Kegunaan penulisan tersebut diharapkan penelitian mampu
memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis terhadap semua yang
berkepentingan. Adapun kegunaan penelitian tersebut adalah :
1. Secara teoritis, mampu menambah wawasan tentang ilmu tradisi lama bagi
para pembaca serta bagaimana menyikapi tentang perjodohan maupun
wawasan pengetahuan tentang pemmali.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat mengetahui tata cara memahami
tradisi dan budaya yang baik dan benar menurut Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penelitian Relevan
Penelitian terkait sering digunakan untuk menggali persamaan dan
perbedaan antara penelitian orang lain dengan penelitian saat ini, atau
untuk membandingkan satu penelitian dengan penelitian lainnya.
Ada beberapa penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian
ini, yaitu diantaranya :
1. Skripsi yang ditulis oleh Habib Maulana Malik H. Eksistensi Budaya
Pamali Sebagai Upaya Bimbingan Keluarga Sakinah Di Masyarakat
Kampung Naga Tasikmalaya. 2020. Adapun validasi data
menggunakan triagulasi sumber data. Yang mana dalam penelitian ini
menunjukkan kesamaan presepsi mengenai pamali antara kepala suku,
kepala keluarga serta remaja masyarakat kampung Naga Tasikmalaya.
Hasil penelitian ini yakni mash eksisnya budaya pamali dimasyarakat
kampung naga baik dari segi implementasi kehidupan serta proses
bimbingan yang dilakukan secara turun temurun melalui metode
pemberian contoh perilaku kepada anak sejak dini sehingga nilai
budaya pamali dapat eksis hingga saat ini.5
2. Skripsi yang ditulis oleh Virda Wulandari (2015) Dengan judul
Eksistensi Ungkapan Pamali Sebagai Mitos Wanita Jawa Di
Kecamatan Benowo dan Pakal, Surabaya. Universitas Airlangga.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menganalisis
bentuk, makna, dan eksistensi bagi wanita Jawa di kecamatan Benowo
dan Pakal, Surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
yang menghasilkan data dekskriptif berupa data tertulis atau lisan di
5
Habib Maulana, “Eksistensi Budaya Pamali Sebagai Upaya Bimbingan Keluarga Sakinah Di
Masyarakat Kampung Naga Tasikmalaya, (Skripsi; Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2020),
h.102.
dalam masyarakat bahasa. Teknik pengumpulan data penelitian ini
adalah teknik cakap bertemu muka dan teknik catat. Hasil dari
penelitian ini adalah ditemukannya ungkapan-ungkapan pamali yang
masih eksis di Benowo dan Pakal, diantaranya adalah ungkapan pamali
bagi wanita yang menggunakan pananda ingkar ojo, gak oleh, dan gak
ilok. (2) makna ungkapan pamali bagi wanita Jawa di Benowo dan
Pakal terbagi menjadi dua macam, yaitu makna berdasarkan bentuk
dan fungsinya. (3) eksistensi ungkapan pamali di Benowo
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu perasaan takut atau rasa
khawatir, adanya dampak nyata dari bentuk pamali tersebut, tuntutan
atau paksaan orang tua dan adanya kesadaran dari diri sendiri.6
3. Skripsi yang ditulis oleh Ika Anugrah Dewi Istiana (2014) dengan
“Pemmali’ sebagai Kearifan Lokal dalam Mendidik Anak pada
Keluarga Bugis di Kelurahan Kalukuang Kecamatan Tallo Kota
Makassar”. Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif yang menggunakan teknik observasi dan wawancara untuk
mengumpulkan data. Dari penelitian ini menjelaskan bahwa, pemmali
memiliki fungsi dan pemanfaatan pemmali serta tantangan dan kendala
apa saja yang dihadapi dalam melestarikan pemmali. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemmali memiliki fungsi sebagai
pengendalian diri dalam bertindak. Dalam proses pemanfaatannya
dijadikan sebagai penanaman nilai-nilai pemmali dilakukan sejak dini
kepada anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melestarikan
pemmali, ada beberapa tantangan dan kendala yang dihadapi keluarga
bugis yaitu cara berfikri anak yang semakin kritis, asal usul dan
sumber pemmali yang tidak diketahui.7
6
Virda Wulandari “Eksistensi Ungkapan Pamali Sebagai Mitos Wanita Jawa Di
Kecamatan Benowo dan Pakal, Surabaya. Universitas Airlangga”.(skripsi : Universitas
Airlangga, 2015), h.103.
B. Tinjauan Teori
1. Tradisi
a. Pengertian Tradisi
Tradisi ialah suatu gambaran sikap atau perilaku manusia yang sudah
berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun dari
nenek moyang. Istilah “tradisi” mengandung pengertian tentang adanya
kaitan masa lalu dengan masa sekarang. Ia menunjukkan kepada sesuatu
yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan wujudnya masih ada
hingga sekarang. Oleh karena itu, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa
tradisi adalah sesuatu yang diwariskan atau ditransmisikan dari masa lalu
ke masa kini.8
2. Pemmali
a. Pengertian Pemmali
Pemmali dalam masyarakat bugis biasanya ditransmisikan dari satu
generasi ke generasi lainnya melalui penuturan lisan maupun dengan
perbuatan. Pemmali dalam masyarakat Bugis cukup banyak. Pemmali
merupakan warisan budaya yang menggambarkan masyarakat Bugis di
masa lalu. Warisan Budaya tersebut dijadikan sebagai pedoman, falsafah
dan nilai-nilai yang mencerminkan watak dan peradaban masa lalu.
Pemmali merupakan satu bentuk bahasa rakyat yang dimiliki suku Bugis.
Pemmali adalah pantangan atau larangan untuk berbuat dan mengatakan
sesuatu. Pemmali sebagai Bahasa tradisional hingga kini masih ada dalam
masyarakat Bugis. Isi pemmali mengandung ajaran moral, nasihat, dan
petunjuk aturan atau hukum adat.9
b. Bentuk-Bentuk Pemmali
7
Ika Anugrah Dewi Istiana, “Pemmali’ sebagai Kearifan Lokal dalam Mendidik Anak
pada Keluarga Bugis di Kelurahan Kalukuang Kecamatan Tallo Kota Makassar”, (Skripsi :
Universitas Hasanuddin, 2014), h.105.
8
M Gazali Rahman, “Tradisi Molonthalo Di Gorontalo,” Al-Ulum 12, no. 2 (2012), h. 37.
9
Abidin, Z., Samin, S., & AR, M. S. Pemmali: Metode Dakwah Leluhur Bugis Makassar,
h. 88.
1) Pemmali dalam bentuk perkataan
Pemmali bentuk ini berupa tuturan atau ujaran. Biasanya berupa
kata-kata yang dilarang atau pantang untuk diucapkan. Kata-kata yang
pantang untuk diucapkan disebut kata tabu. Contoh kata tabu yang
merupakan bagian pemmali berbentuk perkataan misalnya Gunturu
(guntur), balawo (tikus). Kata-kata tabu seperti di atas jika diucapkan
diyakini akan menghadirkan bencana atau kerugian. Contohnya,
menyebut kata balawo (tikus) dipercaya masyarakat akan
mengakibatkan gagal panen karena serangan hama tikus.10
2) Pemmali dalam bentuk perbuatan
Pemmali dalam bentuk perbuatan atau tindakan merupakan tingkah
laku yang dilarang untuk dilakukan guna menghindari datangnya
bahaya, karma atau berkurangnya rezeki. Sanksi negatif tersebut tidak
hanya menimpa diri sendiri tetapi juga dapat menimpa atau berdampak
kepada orang lain. Ada beberapa contoh pemmali dalam bentuk
perbuatan yakni sebagai berikut:
a) Pemmali ijello coppo bolana gurutta, nasaba madorakaki
artinya tidak boleh menunjuk atap rumah guru kita, sebab akan
durhaka. Orang tua Bugis senantiasa mengajarkan kepada
anaknya untuk menghargai figur guru. Jika menunjuk atap
rumah seorang guru saja bermakna dosa apalagi jika
membantah atau tidak mendengarkan nasehatnya. Dalam
budaya Bugis, guru yang lazim disebut Gurutta merupakan
sosok tauladan yang menjadi inspirasi bagi perilaku keseharian
masyarakat. Dengan demikian, adat sopan santun dan
penghargaan terhadap guru “mappakalebbi” telah diajarkan
oleh orang tua sejak dini kepada anak-anaknya.
b) Pemmmali mabbaju cella’ narekko bosiwi, nasaba’ nakennaki
lette artinya tidak boleh memakai baju merah Ketika hujan,
10
Abidin, Z., Samin, S., & AR, M. S. Pemmali: Metode Dakwah Leluhur Bugis
Makassar, h. 87.
sebab akan disambar petir. Orang tua bugis melarang anaknya
memakai pakaian merah ketika kilat dan guntur. Warna merah
identik dengan warna petir sehingga pakaian tersebut harus
diganti ketika cuaca mendung. Dalam tradisi Bugis, warna
merah merupakan salah satu warna favorit yang menandakan
keberanian.
c) Pemmali isesa nanrewe, madorakaki artinya tidak boleh
menyisahkan makanan, sebab akan durhaka. Orang tua Bugis
senantiasa mengajarkan anaknya untuk menghabiskan
makanan, sebab bila tidak akan durhaka (kepada Allah SWT).
Dalam konstruk nalar Bugis, mereka percaya bahwa nasi yang
dimakan terdapat berkah di dalamnya. Jangan sampai berkah
tersebut terbuang pada nasi yang tersisa. Jika itu terjadi, maka
makanan yang masuk tidak memberikan berkah dan dapat
menyebabkan manusia sakit. Tentu saja keyakinan ini sejalan
dengan konsep agama, yakni dilarang membuang makanan
(mubazir).
d) Pemmali maccule ko mangaribi, nasaba’ neleppoki setang
artinya tidak boleh bermain menjelang magrib, sebab akan
ditabrak setan. 16 Orang tua Bugis senantiasa mengawasi
perilaku anaknya termasuk kapan dan dimanaanak boleh
bermain. Pola pengawasan tersebut dimaksudkan untuk
mendisiplinkan anak dan memahami manajemen waktu.
Magrib merupakan waktu beribadah kepada Tuhan, sehingga
anak harus berhenti bermain dan kembali kerumahnya untuk
beribadah bersama orang tuanya.
e) Riappemaliangi matinro esso taue ri sese denapa natabbawa
ujuna taumate engkae ri bali bolata. Artinya pantangan orang
tidur siang jika jenazah yang ada di tetangga kita belim
diberangkatkan ke kuburan. Pemmali ini menggambarkan
betapa tingginya penghargaan masyarakat Bugis terhadap
sesamanya. Jika ada tetangga yang meninggal, masyarakat
diharapkan ikut mengurus. Masyarakat biasanya berdatangan
ke tempat jenazah disemayamkan untuk memberikan
penghormatan terakhir dan 18 sebagai ungkapan turut berduka
cita bagi keluarga yang ditinggalkan. Masyarakat yang tidak
dapat melayat jenazah karena memiliki halangan dilarang untuk
tidur sebelum jenazah dikuburkan. Mereka dilarang tidur untuk
menunjukkan perasaan berduka atau berempati dengan suasana
duka yang dialami keluarga orang yang meninggal.
Beberapa contoh di atas merupakan beberapa Pammali yang masih berlaku
dikalangan orang bugis terutama di Kabupaten Bone, hal tersebut merupakan
bentuk bahwa masyarakat merumpamakan tentang hal-hal lazim karena
memiliki beberapa manfaat terhadap diri kita yang diwujudkan dalam bentuk
larangan.11
c. Konsep Budaya Dalam Masyarakat Bugis
Dalam kehidupan masyarakat Bugis, penerapan ade’(budaya) harus
dilakukan secara langsung agar mampu membentuk etika dan moral anak
dengan baik. Bentuk-bentuk ade’ yang digunakan dalam memberikan
bimbingan kepada anak yaitu ade’ ada-ada/ bicara (ucapan) dan ade’
gau/kedo-kedo (tingkah laku). Ada’ atau kata dapat digunakan manusia
sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan atau fisik fikiran terhadap
suatu benda atau tindakan, ada mappabati gau mengandung arti bahwa apa
saja yang diucapkan oleh seorang manusia harus sesuai dengan
tindakannya. Bagi masyarakat Bugis, kesesuaian antara kata dan perbuatan
(ada’ na gau) adalah bukti bahwa dia manusia (tau). Oleh karena itu,
seseorang yang tidak menyelaraskan antara perkataan dan perbuatannya
berarti telah melanggar etika dan martabat sebagai manusia. “ia ada ia gau,
11
Abidin, Z., Samin, S., & AR, M. S. Pemmali: Metode Dakwah Leluhur Bugis
Makassar, h.101-105.
taro ada taro gau” merupakan pendirian masyarakat Bugis untuk selalu
menyesuaikan antara perkataan dan perbuatan.12
d. Pammali dalam Islam
Di dalam bahasa Arab, pammali disebut
dengan thiyarah atau tathayyur. Pemali diharamkan dalam Islam dan dia
dikategorikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suatu
kesyirikan.13
Thiyarah itu adalah syirik, thiyarah adalah syirik. Sebanyak tiga kali.
(Berkata Ibnu Mas'ud), "Tidak ada di antara kita kecuali (ada di dalam
hatinya sesuatu dari thiyarah ini). Tetapi Allah menghilangkannya dengan
tawakal.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
"Tidak ada 'adwa (penyakit menular yang menular dengan sendirinya
tanpa izin dari Allah) dan tidak ada thiyarah (anggapan sial pada sesuatu).
Dan kesialan itu ada pada tiga hal: istri, rumah dan hewan tunggangan."
(HR Al-Bukhari no. 5753).
Dan diriwayatkan juga dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, beliau berkata:
"Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tidak
ada thiyarah (pemali). Dan sebaik-baiknya adalah al-fa'l (kalimat optimis),'
Mereka bertanya, 'Apa itu al-fa'l?' Beliau menjawab, 'Kalimat yang baik
yang didengar oleh seorang di antara kalian." (HR Al-Bukhari no. 5754
dan Muslim no. 2223).
Dan ada juga pamali yang diperbolehkan untuk menjadi perbandingan kita
sebagai muslim yang baik sebagai berikut:
1) Dalam larangan ini, para orang tua seringkali mengatakan kepada anaknya
jika larangan keluar waktu Magrib karna pada saat itu banyak mahluk halus
yang sedang keluar, seperti halnya jin dan setan.
12
Mutmainnah, M. Pemmali pada budaya Bugis Baring dalam perspektif pendidikan
Islam.,( Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. 2020), h.42.
13
Khoirum Anam, “Hukum percaya dengan Pemali’, https://kuncikebaikan.com/hukum-
percaya-dengan-pamali-atau-pemali/ (diakses 14 Juni 2023).
Namun larangan ini ternyata bukanlah tanpa dasar. Dalam Islam dijelaskan jika
jin mempunyai kebiasaan berkeliaran setelah matahari tenggelam. Hal ini sesuai
dengan hadis Rasulullah SAW. Jika masuk awal malam atau beliau bersabda, jika
kalian memasuki waktu sore maka tahanlah anak-anak kalian karena setan sedang
berjalan pada saat itu. Jika sudah lewat sesaat dari awal malam boleh lah kalian
lepaskan anak-anak kalian.tutuplah pintu pintu dan sebutlah nama Allah karena
setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup,"(HR Bukhari dan Muslim).
C. Kerangka Konseptual
1) Tradisi adalah bagian dari kebudayaan yang ada dalam kehidupan
masyarakat yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan dan warisan nenek
moyang.14
2) Pemmali merupakan satu bentuk bahasa rakyat yang dimiliki suku
Bugis. Pemmali adalah pantangan atau larangan untuk berbuat dan
mengatakan sesuatu. Pemmali sebagai Bahasa tradisional hingga kini
masih ada dalam masyarakat Bugis. Isi pemmali mengandung ajaran
moral, nasihat, dan petunjuk aturan atau hukum adat.15
3) Pammali yang masih berlaku dikalangan orang bugis terutama di
Kabupaten Bone, hal tersebut merupakan bentuk bahwa masyarakat
merupakan tentang hal-hal lazim karena memiliki beberapa manfaat
terhadap diri kita yang diwujudkan dalam bentuk larangan.
4) Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian
agama Islam. Syariat Islam adalah hukum atau peraturan yang mengatur
seluruh sendi kehidupan umat Islam, baik di dunia maupun di akhirat.
D. Kerangka Pikir
14
M Gazali Rahman, “Tradisi Molonthalo Di Gorontalo, h. 37.
15
Abidin, Z., Samin, S., & AR, M. S. Pemmali: Metode Dakwah Leluhur Bugis
Makassar, h. 88.
Penjelasan mengenai teori-teori yang diangkat diatas maka dapat ditarik sebuah
kerangka pikir yaitu sebagai berikut :
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Dengan mengumpulkan data seperti transkrip
wawancara, catatan data lapangan, dokumen pribadi, dan catatan lainnya.
Termasuk di dalamnya deskripsi mengenai situasi dan kondisi. Deskripsi
atau narasi tertulis sangat penting dalam pendekatan kualitatif, baik dalam
pencatatan data maupun hasil penelitian.16
Pendekatan fenomologi secara konseptual adalah sebuah studi
penampakan yang mengungkap berbagai keunikan yang terdapat pada
sebuah objek, peristiwa, kondisi secara menyeluruh dan dapat di
pertanggung jawabkan secara ilmiah. Peneliti menggunakan pendekatan
ini karena terdapat pertimbangan yaitu yang pertama, menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan-
kenyataan, kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dan responden, dan ketiga, metode ini lebih peka
dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh Bersama
dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Penelitian dengan pendekatan
ini hanya menggambarkan tentang keadaan yang terjadi di lapangan atau
di lokasi penelitian. Disamping itu, sebagai karya ilmiah tidak lepas
mengadakan penelitian kepustakaan dengan cara melalui buku yang
relevan dengan masalah yang diangkat.17
16
Sudarwan Danim “Menjadi Peneliti Kualitatif” (Bandung : CV. Pustaka Setia,2002). h.
61
17
Ajeng Kartini “Analisis Kualitas Layanan Jasa Internet Pada Plasa Telkom Grup
Parepare Perspektif Etika Bisnis Islam” (Skripsi Sarjana; Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam:
Parepare, 2017) h. 34
C. Fokus Penelitian
18
Basrowi Dan Suwandi “Memahami Penelitian Kualitatif” (Jakarta; PT. Rineka Cipta,
2008).
19
Arum Prabandari. “Kualitas Pelayanan Berbasis Tekhnologi Informasi Studi Kasus
Pelayanan Izin Gangguan (HO) di Kantor Pelayanan Perizinan Kabupaten Sleman” (Skripsi
Sarjana; Jurusan Ilnu Administrasi Negara Fakultas Sosial; 2015) hal. 34