5171-Article Text-11766-1-10-20181003
5171-Article Text-11766-1-10-20181003
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1). bentuk pesan- pesan dalam pappaseng yang dijadikan sebagai
warisan budaya yang berkaitan dengan pembentukan karakter perempuan Bugis; 2). proses pewarisan pesan-
pesan tersebut kepada perempuan dalam masyarakat Bugis.dan 3). Bentuk karakter perempuan ideal bagi
masyarakat Bugis. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif naratif. Data dianalisis dengan tiga tahap,
yaitu: mengidentifikasi dan memahami data Pappaseng berdasarkan pesan yang ditujukan kepada perempuan,
menguraikan data berdasarkan narasumber yang ditemui dilapangan dan menganalisis hubungan antara paseng
yang ada dalam lontaraq dengan data lapangan dari narasumber. Data dalam penelitian ini berupa naskah yang
telah dikumpulkan oleh para filolog dan budayawan Bugis yang telah ditranskripsikan dan diterjemahkan, serta
didukung dengan wawancara terhadap beberapa informan. Hasil penelitian menunjukkan banyak warisan dalam
lontaraq maupun dalam budaya tutur yang mengandung makna pembentukan karakter perempuan Bugis agar
senantiasa : Matanre siriq (menjaga kehormatan), malebbiq (sederhana), mapakkeq (disiplin), misseng dapureng
(pintar memasak), malabo (dermawan), serta setia kepada suami. Pewarisan pesan pesan komunikasi budaya
pada masyarakat Bugis terhadap perempuan terjadi melalui proses sosialisasi dan enkulturasi. Sosialisasi
melalui proses verbal yakni melalui nasehat, petuah, wejangan dan juga tindakan yang berupa orang tua
memberi contoh mengenai apa yang baik, dan tidak baik kepada anak, adapun proses enkulturasi terjadi melalui
pembiasaan oleh anak terhadap nilai-nilai yang dipelajari dari orang tua maupun terhadap lingkungan
sekitarnya.
Kata kunci : Pappaseng, Pewarisan Budaya, Karakter Perempuan Bugis
ABSTRACT
This study aims to invertigate (1) the form messages in pappaseng whinch were made as the cultural heritance
related to the caharacters building of Bugis Women, (2) the process of the inheritance of messages to the
women in Bugis society, and (3). The form of the ideal character of the women of Bugis society. The type of the
research was qualitative-narative research. The data were analyzed in three stages, namely identifying and
understanding Pappaseng data based on the messages directed to the women, explaining the data based on the
sources person met in the field, and analyzing the relationship between pasengs in lontaraq with field data from
the resource person. The research data were in the forms of manuscripts collected by philologists and Bugis
cultural observers, which had been transcipted and translated,and was supported by the interviews with several
informants. The research results indicated a lot of inheritances in lontaraq and in oral tradition which implies
the formation of Bugis women so that they always: Matanre siriq (matanre siriq), malebbiq (sederhana),
mapakkeq (disiplin), misseng dapureng (pintar memasak), malabo (dermawan), and loyal to their husband. The
inheriting proccesses of the messages about the cultural communication within Bugis society to the women were
done through the socialization and enculturation processes. The socialization was carried out through the
verbal process (through advice, religious advice and wejangan), and also through action (the parents showed
example about what were considered good, and bad whinch should not do), while the process of enculturation
was done through occustoming the children with the values they learned from their parents and from
environment.
120
PENDAHULUAN berhubungan dengan konsep siriq na pesse
dan progresivitas kehidupan melalui tapi juga sektor publik. Di sisi lain,
kebangkitan bahasa dan bangsa.Simbol posisi yang perlu dilindungi agar tidak
kegandrungan pada harapan akan masa Bugis yang tampil secara politik sosial dan
depan bangsa (Iswary, 2012). Simbol- budaya dalam sejarah perjalanan bangsa
etnis terbesar di Indonesia, yang tersebar memiliki karakter yang unik, berani serta
Indonesia (Cangara, 2014), tidak ada karena berada pada kultur yang fleksibel
negeri yang tidak didatangi oleh bangsa dalam memandang laki-laki dan
Karakter orang Bugis sebagai pribadi persamaan keduanya. Hal ini sesuai
yang suka bekerja keras dan tangguh, dengan prinsip mauni makkunrai yako
setia kawan (Cangara, 2014). Hal ini makkunrai muitu asenna (kendati ia laki-
laki apabila bersifat perempuan , maka
121
perempuanlah ia, sebaliknya kendati ia BAHAN DAN METODE
perempuan apabila bersifat laki-laki maka Rancangan Penelitian
laki lakilah ia) (Pelras, 2006). Jenis penelitian ini adalah deskriptif
Kondisi tersebut memberikan kualitatif. Dimana peneliti menjadi subjek
gambaran akan keunikan dan kebesaran penelitian dan Pappaseng menjadi objek
masyarakat Bugis. Hal ini dapat penelitian. Hasil penelitian dipaparkan
berlangsung karena masyarakat Bugis dalam bentuk naratif.
secara tradisional telah menjalankan sistem Objek Penelitian
pemerintahan yang demokratis serta Objek dalam penelitian ini adalah
menjunjung tinggi nilai-nilai persamaan papaseng yang memuat pesan-pesan yang
termasuk kesamaan hak antara laki-laki ditujukan kepada perempuan dan berisi
dan perempuan. tentang pesan pesan pembentukan karakter
Nilai-nilai pembentukan karakter perempuan Bugis.
tertuang dalam pappaseng karena Sumber Data dan Teknik Pengumpulan
mengandung nilai luhur masyarakat Bugis, Data
serta dijadikan referensi orang tua dalam Data dalam penelitian ini adalah
pengasuhan anak. Lambat laun Pappaseng data primer dan sekunder. Data primer
sebagai nilai-nilai luhur tidak lagi diperoleh dari naska lontaraq yang sudah
tersosialisasi dan dipegang teguh bagi disadur dan diterjemahkan oleh para
sebagian masyarakat Bugis, tidak lagi filolog dan budayawan Bugis yang
menjadi pedoman bagi orang tua dalam memuat berbagai pesan-pesan/nasihat-
mendidik, mengasuh, dan membesarkan nasihat dari para leluhur manusia Bugis
anak agar sesuai dengan tuntutan budaya yang secara khusus ditujukan kepada
masyarakat Bugis. Sehingga dalam perempuan.
penelitian ini di fokuskan pada bagaimana Data sekunder didapatkan dari
bentuk pesan-pesan komunikasi budaya Wawancara kepada beberapa informan
serta proses pewarisannya terhadap guna menggali dan menemukan proses
perempuan Bugis. Penelitian ini bertujuan pewarisan Budaya melalui pesan-pesan
untuk..... Penelitian ini diharapkan dapat komunikasi dari orang tua kepada anak
menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya perempuan, serta berbagai referensi atau
dan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal sumber dokumentasi, seperti buku-buku,
masyarakat Bugis yang dapat jurnal, laporan penelitian, makalah, atau
disosialisasikan kepada masyarakat. pun tulisan-tulisan yang tersebar di media
online yang di analisis sebagai data untuk
122
mendukung dan memperkuat hasil sipaqdua iko makkunraie, apaq iatu
assipaqdua-duaangge’ malomo nauttamai
penelitian. setang majaq”
maksud dengan arti kiasan), yaitu: Pappaseng dalam bentuk deskriptif, antara
“Iyamakkunraiyé rirapangngi aju mamata. lain:
Naiya worowané rirapangngi wara api “Sabbaraq Mappa sonae’, ri padanna rupa
namasuwa. Namauni mamata ajuwé, tau, uranegi malabo, makurraigi mapakkeq,
naddeppéri wara apiyé nanrémuwatu api namappaseuwa ati, kua ri padanna tau”
paggangkanna”
“Sabar penuh kepasrahan, terhadap sesama
“perempuan itu diibaratkan kayu basah dan manusia, laki-laki yang pemurah,
laki-laki itu diibaratkan api yang menyala. perempuan yang apik, berpasrah diri
Walau kayu masih basah bila terus-menerus terhadap sesama manusia”
berada didekat api yang menyala maka
kayu-kayu tersebut akan terbakar juga” “Makkunrai gi malabo, kuwa ripadanna tau
pangujui to laoe, dupaiwi to polede, panreqi
Pappaseng yang Diucapkan Secara to malupuqe, paenunggi to madekkae,
pallipaki to mallojoqe, timanggi to
Monolog (Pappaseng yang diucapkan mammase-mase, pattadaga to tappaliqe,
natimang to riabacci. Nalureng maneng to i,
secara monolog adalah yang diucapkan ti rigauq bawangge, kua ripadanna tau”
seorang diri, bukan dalam bentuk “Perempuan yang dermawan, terhadap
sesama manusia, mengantar orang pergi,
percakapan dua orang, yaitu:
menjemput orang datang, memberi makan
Ia nae Pappasengna to matoa rioloe ri anaq orang lapar, memberi minum orang haus,
eppona, ajaq lalo mussitudangeng oroanae memakaikan sarung orang telanjang,
123
menerima orang susah, menampung orang Nasehat kepada perempuan juga
terdampar, menerima orang yang dibenci, ia
menampung semua orangnyang dizalimi diberikan yang berkaitan dengan hal-hal
oleh sesama manusia”
yang dianggap penting berkenan dengan
124
Pappaseng yang diperoleh dari kepada suami berarti juga memperlakukan
orang tua diteruskan dan diwariskan keluarga suami layaknya keluarga sendiri
kepada anak-anaknya karena dianggap hal
tersebut memiliki nilai dan manfaat, PEMBAHASAN
namun beberapa informan tidak serta Hasil penelitian menunjukkan bahwa
merta mengajarkan apa yang diterima dari pappaseng tidak membedaan laki- laki dan
orang tuanya kepada anak-anaknya karena perempuan dalam proses transformasi
menganggap hal tersebut tidak sesuai lagi pewarisan budaya saat mengajarkan nilai-
dengan kondisi yang ada. nilai adat, laki-laki dan perempuan Bugis
tidak menjadi pihak yang mendominasi
Perempuan Ideal Bagi Masyarakat Bugis dan mensubordinasi satu sama lain.
ditekan kan pada nilai-nilai yang lebih kehormatan menjadi keharusan bagi
spesifik ketika mereka memasuki masa seorang perempuan, karena hal tersebut
dewasa, sebagai mana di kemukakan oleh berhubungan dengan konsep siriq yang
ketika memasuki usia tertentu harus sehingga menjaga kehormatan tidak hanya
misseng dapureng (bisa memasak). Orang menjadi keharusan bagi perempuan tetapi
terhadap suami sebgai mana yang di Siriq sebagai nilai luhur yang
kemukakan oleh NH, kesetiaan kepada dipegang teguh oleh orang masyarakat
suami adalah hal yang sangat dijunjung Bugis tidak pernah hilang, tetap menjadi
tinggi. Kesetiaan tersebut bukan hanya hal yang penting untuk diwariskan kepada
sebatas ketika suami masih, hidup tetapi setiap generasi. Hal ini sekaligus
juga ketika suami sudah tidak ada membuktikan bahwa nilai-nilai siriq tetap
juga diungkapkan oleh NK. Oleh orang- menjawab perkembangan dan perubahan
orang tua dalam keluarga besarnya NK zaman. Menjaga kehormatan (siriq) bagi
mengaku sering dinasehati bahwa seorang perempuan Bugis tercermin dari sikap dan
perempuan ketika telah menikah maka perilaku yang malebbiq (sederhana, dan
akan “berpindah keluarga ke keluarga tidak banyak bicara). Namun hal tersebut
125
membatasi diri dalam interaksi sosial dan wejangan. Sementara proses
dengan lingkungannya. enkulturasi terjadi melalui pembiasaan
Pappaseng tentang kewajiban istri oleh anak terhadap nilai-nilai yang
terhadap suaminya menunjukkan besarnya dipelajari dari orang tua dan lingkungan
pengaruh Islam dalam kebudayaan Bugis, sekitarnya. Dalam hal ini penanaman nilai
sehingga semua perbuatan akan kepada anak tidak hanya dibentuk oleh
terdikotomi ke dalam surga dan neraka. lingkungan eluarga tetapi juga oleh
Dalam terminologi Islam laki-laki adalah lingkungannya (Lestari, 2014).
pemimpin bagi perempuan yang telah Orang tua menjadi modeling bagi
menikah, seorang istri haruslah patuh anak-anaknya dalam mengajarkan nilai-
kepada suami karena berkaitan dengan nilai tertentu (Krisnatuti & Putri, 2012),
posisinya sebagai pemimpin keluarga. melalui proses pemaknaan seorang anak
Namun hal tersebut tidak serta merta akan menafsirkan apa yang diperoleh dari
berlaku begitu saja dalam kultur orang tua dan lingkungannya yang
masyarakat Bugis. Masyarakat Bugis tercermin melalui pola pembiasaan dan
melihat hubungan antara laki-laki dan berprilaku sesuai dengan harapan yang
perempuan sebagai hubungan yang saling dibebankan oleh orang tua dan budayanya.
melengkapi dan saling mengisi satu sama Pappaseng yang diberikan dan ditanamkan
lain. Apa yang diwajibkan dan diharuskan oleh orang tua dimaknai sebagai sebuah
kepada perempuan diikuti dengan keharusan agar seorang anak berperilaku
kewajiban dan keharusan bagi laki-laki sesuai dengan tuntutan budaya Bugis.
sehingga perempuan tidak ditempatkan Nilai-nilai yang diperoleh dari orang
pada kelas kedua setelah laki-laki. tua akan diteruskan kepada anak-anak
Sebagaimana ungkapan: Naiyya sebagai penerus genersai selama nilai
oroworanewe naullepi mattuliling tersebut masih dianggap penting dan
dapurengnge wekka pitu nainappa sesuai dengan kondisi yang ada. Nilai
wedding mabbaine (bagi laki-laki, dapat tersebut tidak akan diwariskan jika tidak
menikah setelah mampu mengelilingi lagi sejalan dengan perkembangan zaman.
dapur tujuh kali). Hal ini menunjukkan bahwa dalam
Proses pewarisan pesan-pesan pewarisan budaya terjadi seleksi nilai
komunikasi budaya melalui pappaseng sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh
terjadi melalui sosialisasi dan enkulturasi. orang tua.
Sosialisasi dilakukan oleh orang tua dan
lingkungan sekitar melalui nasehat, petuah,
126
Dalam Rangka Harmonisasi
Kehidupan Berbangsa Di
KESIMPULAN DAN SARAN
Indonesia Bagian Timur".
Pesan-pesan komunikasi yang Makassar: Universitas
Hasanuddin (laporan Penelitian)
dijadikan warisan budaya oleh masyarakat
Ghony M. D. & Fauzan A. (2012).
Bugis dalam pappaseng disampaikan Metodologi Penelitian Kualitatif
Depok: Ar-Russ Media.
dalam beberapa bentuk yaitu : werekkada,
Idrus N.I. (2016). Siri', Gender,
monolog, perintah, dan deskriptif. Pesan- andSexualityamonthe Bugis in
South Sulawesi. Antropologi
pesan tersebut megandung nilai-nilai luhur
Indonesia Januari 2005, Vol 29 (1)
yang ditujukan kepada perempuan, yaitu: Iswary E. (2012). Interaksi Kelisanan
Dan Keberaksaraan : Ekspresi
Matanre siriq (menjaga kehormatan),
Simbolik "Kerinduan” Dalam
malebbiq (sederhana), mapakkeq Kelong Makassar. Disajikan pada
Seminar ATL, di Tanjung Pinang,
(disiplin), misseng dapureng (pintar
23 Juni27 Juni 2012.
memasak), malabo (dermawan), serta setia Kesuma A. I. (2002). Migrasi & Orang
Bugis. Yogyakarta: ombak
kepada suami. Pesan-pesan tersebut tidak
krisnatuti D. & Putri H. A. (2012). Gaya
mengusayaratkan dikotomi antara laki-laki Pengasuhan Orang Tua, Interaksi
Serta Kelekatan Ayah, Anak,
dan perempuan bagi masyarakat Bugis.
Remaja dan Kepuasan Ayah.
Apa yang diharuskan bagi perempuan Jurnal I1mu Keluarga Dan
Konsumen. Vol. 5 Agustus 2012.
diikitu dengan perintah dan anjuran bagi
P: 101-109. ISSN: 1907-6037
laki-laki. Proses pewarisan pesan tersebut Lestari S. (2014). Psikologi Keluarga
Penanaman Nilai &Penanganan
terjadi melalui proses sosialisasi dan
Konflik Dalam Keluarga. Jakarta:
enkulturasi dari generasi ke generasi kencana
Pelras C. (2006). Manusia Bugis. Jakarta:
selanjutnya.
Nalar bekerjasama dengan Forum
Jakarta-Paris.
Rahman N. (2008). Retna Kencana
DAFTAR PUSTAKA
ColliqPujie Arung PancanaToa
1812-1876. Intelektual Pengerak
Badruddin S. (2012). Gaukeng To Zaman. Makassar: Lagaligo Pres
Wajo'E; Manajemen Sukses Rahman N. (2012). Suara-Suara Dalam
Mengasuh Anak Etnik Bugis Lokalitas. Makassar: Lagaligo Pres.
Wajo. Yogyakarta: Leutika Books. Rubent B. ( 2014). CommunicationAnd
Cangara H. (2014). Perantau Bugis- Human Behaviour. America:
Makassar Dan Penduduk Asli Kendal Hunt
Daerah Tujuan "Menyikapi
Benth Konflik Antar Etnis
127
Gambar 1. Proses pewarisan pesan-pesan komunikasi budaya pada perempuan Bugis
lingkungan/keluarga
128