Anda di halaman 1dari 9

PAPPASENG: PEWARISAN PESAN PESAN KOMUNIKASI BUDAYA

DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER PEREMPUAN BUGIS


DI SULAWESI SELATAN

PAPPASENG: INHERITANCE CULTURE COMMUNICATION MESSAGES


IN CHARACTER BUILDING BUGISNESS WOMEN IN SOUTH SULAWESI

Fathiyah 1, Hafied Cangara2, Nurhayati Rahman3


Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1). bentuk pesan- pesan dalam pappaseng yang dijadikan sebagai
warisan budaya yang berkaitan dengan pembentukan karakter perempuan Bugis; 2). proses pewarisan pesan-
pesan tersebut kepada perempuan dalam masyarakat Bugis.dan 3). Bentuk karakter perempuan ideal bagi
masyarakat Bugis. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif naratif. Data dianalisis dengan tiga tahap,
yaitu: mengidentifikasi dan memahami data Pappaseng berdasarkan pesan yang ditujukan kepada perempuan,
menguraikan data berdasarkan narasumber yang ditemui dilapangan dan menganalisis hubungan antara paseng
yang ada dalam lontaraq dengan data lapangan dari narasumber. Data dalam penelitian ini berupa naskah yang
telah dikumpulkan oleh para filolog dan budayawan Bugis yang telah ditranskripsikan dan diterjemahkan, serta
didukung dengan wawancara terhadap beberapa informan. Hasil penelitian menunjukkan banyak warisan dalam
lontaraq maupun dalam budaya tutur yang mengandung makna pembentukan karakter perempuan Bugis agar
senantiasa : Matanre siriq (menjaga kehormatan), malebbiq (sederhana), mapakkeq (disiplin), misseng dapureng
(pintar memasak), malabo (dermawan), serta setia kepada suami. Pewarisan pesan pesan komunikasi budaya
pada masyarakat Bugis terhadap perempuan terjadi melalui proses sosialisasi dan enkulturasi. Sosialisasi
melalui proses verbal yakni melalui nasehat, petuah, wejangan dan juga tindakan yang berupa orang tua
memberi contoh mengenai apa yang baik, dan tidak baik kepada anak, adapun proses enkulturasi terjadi melalui
pembiasaan oleh anak terhadap nilai-nilai yang dipelajari dari orang tua maupun terhadap lingkungan
sekitarnya.
Kata kunci : Pappaseng, Pewarisan Budaya, Karakter Perempuan Bugis

ABSTRACT
This study aims to invertigate (1) the form messages in pappaseng whinch were made as the cultural heritance
related to the caharacters building of Bugis Women, (2) the process of the inheritance of messages to the
women in Bugis society, and (3). The form of the ideal character of the women of Bugis society. The type of the
research was qualitative-narative research. The data were analyzed in three stages, namely identifying and
understanding Pappaseng data based on the messages directed to the women, explaining the data based on the
sources person met in the field, and analyzing the relationship between pasengs in lontaraq with field data from
the resource person. The research data were in the forms of manuscripts collected by philologists and Bugis
cultural observers, which had been transcipted and translated,and was supported by the interviews with several
informants. The research results indicated a lot of inheritances in lontaraq and in oral tradition which implies
the formation of Bugis women so that they always: Matanre siriq (matanre siriq), malebbiq (sederhana),
mapakkeq (disiplin), misseng dapureng (pintar memasak), malabo (dermawan), and loyal to their husband. The
inheriting proccesses of the messages about the cultural communication within Bugis society to the women were
done through the socialization and enculturation processes. The socialization was carried out through the
verbal process (through advice, religious advice and wejangan), and also through action (the parents showed
example about what were considered good, and bad whinch should not do), while the process of enculturation
was done through occustoming the children with the values they learned from their parents and from
environment.

Keywords: Pappaseng, Cultural Inheritance, characters of Bugis women

120
PENDAHULUAN berhubungan dengan konsep siriq na pesse

Komunikasi adalah komponen vital yang dianut masyarakat Bugis (Rahman,

dalam kebudayaan, kedudukan pesan 2012).

menjadi fokus sentral karena pesan Sejarah perjalanan Bangsa Bugis

menjadi komponen sistem kebudayaan. mencatat peran perempuan yang cukup

Manusia sebagai pelaku dalam proses signifikan. Perempuan juga turut

peradaban dunia menggunakan pesan menjalankan fungsi-fungsi sosial tidak

untuk melakukan perubahan, kontinyuitas hanya bergelut dengan wilayah domestik

dan progresivitas kehidupan melalui tapi juga sektor publik. Di sisi lain,

proses-proses komunikasi. Pesan pada perempuan pada masyarakat Bugis sering

akhirnya menjadi “inti” kehidupan diasosiasikan sebagai simbol kehormatan

bermasyarakat. keluarga (siriq) sehingga tradisi suku

Budaya mempunyai koneksi dengan Bugis menempatkan perempuan pada

kebangkitan bahasa dan bangsa.Simbol posisi yang perlu dilindungi agar tidak

atau tanda yang berwujud bahasa inilah mempermalukan keluarga.

yang dapat menjadi pemantik bagi Ada banyak tokoh-tokoh perempuan

kegandrungan pada harapan akan masa Bugis yang tampil secara politik sosial dan

depan bangsa (Iswary, 2012). Simbol- budaya dalam sejarah perjalanan bangsa

simbol dari sebuah masyarakat adalah Bugis di Sulawesi Selatan. Tampilnya

simbol budaya yang mungkin paling bisa perempuan-perempuan sebagai pemimpin

dilihat (Rubent, 2014). dalam sejarah masyarakat Bugis

Suku Bugis merupakan salah satu menunjukkan bahwa perempuan Bugis

etnis terbesar di Indonesia, yang tersebar memiliki karakter yang unik, berani serta

di seluruh dunia, populasinya tersebar memiliki jiwa-jiwa kepemimpinan.

hampir di berbagai wilayah Republik Mereka mampu bergerak secara sosial

Indonesia (Cangara, 2014), tidak ada karena berada pada kultur yang fleksibel

negeri yang tidak didatangi oleh bangsa dalam memandang laki-laki dan

Bugis (Kesuma, 2002). perempuan serta menjunjung nilai nilai

Karakter orang Bugis sebagai pribadi persamaan keduanya. Hal ini sesuai

yang suka bekerja keras dan tangguh, dengan prinsip mauni makkunrai yako

kompetitif, mobilitas (merantau), adaptif, massipa uranei, urane muitu asenna,

mempunyai jiwa kepemimpinan, serta mauni uranei yakko massipa makkrunrai,

setia kawan (Cangara, 2014). Hal ini makkunrai muitu asenna (kendati ia laki-
laki apabila bersifat perempuan , maka

121
perempuanlah ia, sebaliknya kendati ia BAHAN DAN METODE
perempuan apabila bersifat laki-laki maka Rancangan Penelitian
laki lakilah ia) (Pelras, 2006). Jenis penelitian ini adalah deskriptif
Kondisi tersebut memberikan kualitatif. Dimana peneliti menjadi subjek
gambaran akan keunikan dan kebesaran penelitian dan Pappaseng menjadi objek
masyarakat Bugis. Hal ini dapat penelitian. Hasil penelitian dipaparkan
berlangsung karena masyarakat Bugis dalam bentuk naratif.
secara tradisional telah menjalankan sistem Objek Penelitian
pemerintahan yang demokratis serta Objek dalam penelitian ini adalah
menjunjung tinggi nilai-nilai persamaan papaseng yang memuat pesan-pesan yang
termasuk kesamaan hak antara laki-laki ditujukan kepada perempuan dan berisi
dan perempuan. tentang pesan pesan pembentukan karakter
Nilai-nilai pembentukan karakter perempuan Bugis.
tertuang dalam pappaseng karena Sumber Data dan Teknik Pengumpulan
mengandung nilai luhur masyarakat Bugis, Data
serta dijadikan referensi orang tua dalam Data dalam penelitian ini adalah
pengasuhan anak. Lambat laun Pappaseng data primer dan sekunder. Data primer
sebagai nilai-nilai luhur tidak lagi diperoleh dari naska lontaraq yang sudah
tersosialisasi dan dipegang teguh bagi disadur dan diterjemahkan oleh para
sebagian masyarakat Bugis, tidak lagi filolog dan budayawan Bugis yang
menjadi pedoman bagi orang tua dalam memuat berbagai pesan-pesan/nasihat-
mendidik, mengasuh, dan membesarkan nasihat dari para leluhur manusia Bugis
anak agar sesuai dengan tuntutan budaya yang secara khusus ditujukan kepada
masyarakat Bugis. Sehingga dalam perempuan.
penelitian ini di fokuskan pada bagaimana Data sekunder didapatkan dari
bentuk pesan-pesan komunikasi budaya Wawancara kepada beberapa informan
serta proses pewarisannya terhadap guna menggali dan menemukan proses
perempuan Bugis. Penelitian ini bertujuan pewarisan Budaya melalui pesan-pesan
untuk..... Penelitian ini diharapkan dapat komunikasi dari orang tua kepada anak
menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya perempuan, serta berbagai referensi atau
dan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal sumber dokumentasi, seperti buku-buku,
masyarakat Bugis yang dapat jurnal, laporan penelitian, makalah, atau
disosialisasikan kepada masyarakat. pun tulisan-tulisan yang tersebar di media
online yang di analisis sebagai data untuk

122
mendukung dan memperkuat hasil sipaqdua iko makkunraie, apaq iatu
assipaqdua-duaangge’ malomo nauttamai
penelitian. setang majaq”

“Inilah pesan tua kepada anak-anak dan


cucu mereka, janganlah seorang pria duduk
Analisis Data berdua-duaan dengan seorang perempuan
Data dianalisis dengan tiga tahap, karena berdua-duaan dapat dengan mudah
tergoda oleh setan jahat”
yaitu: mengidentifikasi dan
Pappaseng dalam bentuk perintah, yaitu:
mengelompokkan data Pappaseng yang E makkunrai sappoq i alemu nasabak
siriqna, e worawane sappq i alemu nasabaq
ditujukan kepada perempuan, menafsirkan assabarakeng
dan membuat kesimpulan (Ghony & “Hai perempuan pagari dirimu demi
kehormatanmu, hai laki-laki pagari dirimu
Fauzan, 2012). demi kesabaranmu”

HASIL Nigi-nigi makkunrai mannasuangngi


lakkainna inanre ripabelaingngi ri Allah
Bentuk Pesan Pappaseng Kepada Taala apinna ranaka”
“Barangsiapa perempuan memasakkan
Perempuan Bugis
suaminya nasi dijauhkan oleh Allah dari api
Berdasarkan bentuknya pappaseng neraka”

yang ditemukan dalam teks pada Harusui makkunraiye pakaingeq


worawanena rekko macelewoi pagauq
penelitian ini dikelompokkan ke dalam pakkasiwiyang ri Allah Taala, enrengnge ri
agamana Rasulullahi
beberapa bentuk antara lain:
“Diharuskan kepada perempuan itu selalu
Pappaseng dalam Bentuk Werekkada mengingatkan suaminya kalau
seumpamannya teledor melaksanakan
(perkataan atau kelompok kata yang
pengabdian kepada Allah taala ataupun
khusus digunakan untuk menyatakan suatu dalam melaksanakan agama Rasulullah”

maksud dengan arti kiasan), yaitu: Pappaseng dalam bentuk deskriptif, antara
“Iyamakkunraiyé rirapangngi aju mamata. lain:
Naiya worowané rirapangngi wara api “Sabbaraq Mappa sonae’, ri padanna rupa
namasuwa. Namauni mamata ajuwé, tau, uranegi malabo, makurraigi mapakkeq,
naddeppéri wara apiyé nanrémuwatu api namappaseuwa ati, kua ri padanna tau”
paggangkanna”
“Sabar penuh kepasrahan, terhadap sesama
“perempuan itu diibaratkan kayu basah dan manusia, laki-laki yang pemurah,
laki-laki itu diibaratkan api yang menyala. perempuan yang apik, berpasrah diri
Walau kayu masih basah bila terus-menerus terhadap sesama manusia”
berada didekat api yang menyala maka
kayu-kayu tersebut akan terbakar juga” “Makkunrai gi malabo, kuwa ripadanna tau
pangujui to laoe, dupaiwi to polede, panreqi
Pappaseng yang Diucapkan Secara to malupuqe, paenunggi to madekkae,
pallipaki to mallojoqe, timanggi to
Monolog (Pappaseng yang diucapkan mammase-mase, pattadaga to tappaliqe,
natimang to riabacci. Nalureng maneng to i,
secara monolog adalah yang diucapkan ti rigauq bawangge, kua ripadanna tau”
seorang diri, bukan dalam bentuk “Perempuan yang dermawan, terhadap
sesama manusia, mengantar orang pergi,
percakapan dua orang, yaitu:
menjemput orang datang, memberi makan
Ia nae Pappasengna to matoa rioloe ri anaq orang lapar, memberi minum orang haus,
eppona, ajaq lalo mussitudangeng oroanae memakaikan sarung orang telanjang,

123
menerima orang susah, menampung orang Nasehat kepada perempuan juga
terdampar, menerima orang yang dibenci, ia
menampung semua orangnyang dizalimi diberikan yang berkaitan dengan hal-hal
oleh sesama manusia”
yang dianggap penting berkenan dengan

Proses Pewarisan Pappaseng Terhadap posisi perempuan ketika telah menikah.


Anak Perempuan. Nasehat tersebut dimulai dari perihal
mencari jodoh hingga hal-hal yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
berkaitan dengan posisi perempuan ketika
kedudukan orang tua diisi oleh figur ayah,
telah menikah.
ibu, tante,atau sosok lain yang dituakan
“kalau mau memilih jodoh banyak harus
dalam keluarga. mereka berperan penting diperhatikan de’na diterima bawang. Nomoro
dalam mengajarkan dan mewariskan seddi di ita dolo maga sempajangna, maga
agamana, nomoro dua diita maga
pesan-pesan serta nilai dalam pappaseng keturunanna, magellomo ga ulu salo’na. Di ita
to waramparang na.”
melalui proses verbal (nasehat dan Artinya:
“kalau memilih jodoh banyak harus
wejangan), dan non verbal (contoh melalui diperhatikan tidak diterima begitu saja.
Pertama harus dilihat agamanya, kedua
perbuatan dan perilaku), hal ini senada bagaimana keturunannya, juga hartanya.”
dengan yang dikemukakan oleh Badruddin
Wawancara pada beberapa informan
(2012) bahwa orang tua memiliki peranan
memperlihatkan orang tua sering kali
penting dalam proses pewarisan nilai-nilai
menyisipkan nilai-nilai kedisiplinan
melalui pappaseng kepada anak-anaknya.
kepada anak-anaknya melalui nasehat-
Pewarisan paseng yang diterapkan
nasehat (verbal) misalnya:
dalam keluarga pada perinsipnya tidak
“Anak dara parellu moto’ maele
membedakan antara jenis kelamin, laki- massempajang subuh bukai tollongenna,
aja’ monro ri sumpang e maetta. Ajaq
laki dan perempuan diajarkan mengenai mutudang ri adengg nge”
nilai-nilai masyarakat Bugis dalam bentuk Artinya:
“ anak gadis harus bangun lebih pagi untuk
pappaseng seperti nilai getteng, lempuq, sholat subuh dan membuka jendela, jangan
duduk lama di depan pintu. Jangan duduk di
dan ada tongeng, dalam keluarga Bugis depan tangga”
nilai yang paling penting diajarkan kepada
Pesan-pesan orang tua kepada
anak adalah nilai siriq sehingga menjadi
anaknya melalui pappaseng adalah salah
acuan orang tua dalam mengasuh dan
satu cara bagi orang tua dalam
mendidik anak. Selain diajarkan dalam
memberikan pelajaran nilai-nilai positif
bentuk pappaseng, nilai nilai tersebut juga
yang berkaitan dengan nilai yang dianggap
diperoleh melalui contoh dan perilaku
baik oleh budaya dan bagi masyarakat
yang ditanamkan oleh orang tua dalam
banyak.
kehidupa sehari-hari.

124
Pappaseng yang diperoleh dari kepada suami berarti juga memperlakukan
orang tua diteruskan dan diwariskan keluarga suami layaknya keluarga sendiri
kepada anak-anaknya karena dianggap hal
tersebut memiliki nilai dan manfaat, PEMBAHASAN
namun beberapa informan tidak serta Hasil penelitian menunjukkan bahwa
merta mengajarkan apa yang diterima dari pappaseng tidak membedaan laki- laki dan
orang tuanya kepada anak-anaknya karena perempuan dalam proses transformasi
menganggap hal tersebut tidak sesuai lagi pewarisan budaya saat mengajarkan nilai-
dengan kondisi yang ada. nilai adat, laki-laki dan perempuan Bugis
tidak menjadi pihak yang mendominasi
Perempuan Ideal Bagi Masyarakat Bugis dan mensubordinasi satu sama lain.

Bagi keluarga bugis permpuan Bagi masyarakat bugis menjaga

ditekan kan pada nilai-nilai yang lebih kehormatan menjadi keharusan bagi

spesifik ketika mereka memasuki masa seorang perempuan, karena hal tersebut

dewasa, sebagai mana di kemukakan oleh berhubungan dengan konsep siriq yang

subyek MM bahwa seorang perempuan dianut masyarakat Bugis (Idrus, 2016),

ketika memasuki usia tertentu harus sehingga menjaga kehormatan tidak hanya

misseng dapureng (bisa memasak). Orang menjadi keharusan bagi perempuan tetapi

tua juga mengajarkan tentang kesetiaan juga berlaku kepada laki-laki.

terhadap suami sebgai mana yang di Siriq sebagai nilai luhur yang

kemukakan oleh NH, kesetiaan kepada dipegang teguh oleh orang masyarakat

suami adalah hal yang sangat dijunjung Bugis tidak pernah hilang, tetap menjadi

tinggi. Kesetiaan tersebut bukan hanya hal yang penting untuk diwariskan kepada

sebatas ketika suami masih, hidup tetapi setiap generasi. Hal ini sekaligus

juga ketika suami sudah tidak ada membuktikan bahwa nilai-nilai siriq tetap

(meninggal). menjadi yang nilai utama bagi orang

Bentuk kesetiaan terhadap suami Bugis, dan masih dianggap mampu

juga diungkapkan oleh NK. Oleh orang- menjawab perkembangan dan perubahan

orang tua dalam keluarga besarnya NK zaman. Menjaga kehormatan (siriq) bagi

mengaku sering dinasehati bahwa seorang perempuan Bugis tercermin dari sikap dan

perempuan ketika telah menikah maka perilaku yang malebbiq (sederhana, dan

akan “berpindah keluarga ke keluarga tidak banyak bicara). Namun hal tersebut

suami”. yang berarti bahwa pengabdian tidak menjadikan perempuan Bugis

125
membatasi diri dalam interaksi sosial dan wejangan. Sementara proses
dengan lingkungannya. enkulturasi terjadi melalui pembiasaan
Pappaseng tentang kewajiban istri oleh anak terhadap nilai-nilai yang
terhadap suaminya menunjukkan besarnya dipelajari dari orang tua dan lingkungan
pengaruh Islam dalam kebudayaan Bugis, sekitarnya. Dalam hal ini penanaman nilai
sehingga semua perbuatan akan kepada anak tidak hanya dibentuk oleh
terdikotomi ke dalam surga dan neraka. lingkungan eluarga tetapi juga oleh
Dalam terminologi Islam laki-laki adalah lingkungannya (Lestari, 2014).
pemimpin bagi perempuan yang telah Orang tua menjadi modeling bagi
menikah, seorang istri haruslah patuh anak-anaknya dalam mengajarkan nilai-
kepada suami karena berkaitan dengan nilai tertentu (Krisnatuti & Putri, 2012),
posisinya sebagai pemimpin keluarga. melalui proses pemaknaan seorang anak
Namun hal tersebut tidak serta merta akan menafsirkan apa yang diperoleh dari
berlaku begitu saja dalam kultur orang tua dan lingkungannya yang
masyarakat Bugis. Masyarakat Bugis tercermin melalui pola pembiasaan dan
melihat hubungan antara laki-laki dan berprilaku sesuai dengan harapan yang
perempuan sebagai hubungan yang saling dibebankan oleh orang tua dan budayanya.
melengkapi dan saling mengisi satu sama Pappaseng yang diberikan dan ditanamkan
lain. Apa yang diwajibkan dan diharuskan oleh orang tua dimaknai sebagai sebuah
kepada perempuan diikuti dengan keharusan agar seorang anak berperilaku
kewajiban dan keharusan bagi laki-laki sesuai dengan tuntutan budaya Bugis.
sehingga perempuan tidak ditempatkan Nilai-nilai yang diperoleh dari orang
pada kelas kedua setelah laki-laki. tua akan diteruskan kepada anak-anak
Sebagaimana ungkapan: Naiyya sebagai penerus genersai selama nilai
oroworanewe naullepi mattuliling tersebut masih dianggap penting dan
dapurengnge wekka pitu nainappa sesuai dengan kondisi yang ada. Nilai
wedding mabbaine (bagi laki-laki, dapat tersebut tidak akan diwariskan jika tidak
menikah setelah mampu mengelilingi lagi sejalan dengan perkembangan zaman.
dapur tujuh kali). Hal ini menunjukkan bahwa dalam
Proses pewarisan pesan-pesan pewarisan budaya terjadi seleksi nilai
komunikasi budaya melalui pappaseng sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh
terjadi melalui sosialisasi dan enkulturasi. orang tua.
Sosialisasi dilakukan oleh orang tua dan
lingkungan sekitar melalui nasehat, petuah,

126
Dalam Rangka Harmonisasi
Kehidupan Berbangsa Di
KESIMPULAN DAN SARAN
Indonesia Bagian Timur".
Pesan-pesan komunikasi yang Makassar: Universitas
Hasanuddin (laporan Penelitian)
dijadikan warisan budaya oleh masyarakat
Ghony M. D. & Fauzan A. (2012).
Bugis dalam pappaseng disampaikan Metodologi Penelitian Kualitatif
Depok: Ar-Russ Media.
dalam beberapa bentuk yaitu : werekkada,
Idrus N.I. (2016). Siri', Gender,
monolog, perintah, dan deskriptif. Pesan- andSexualityamonthe Bugis in
South Sulawesi. Antropologi
pesan tersebut megandung nilai-nilai luhur
Indonesia Januari 2005, Vol 29 (1)
yang ditujukan kepada perempuan, yaitu: Iswary E. (2012). Interaksi Kelisanan
Dan Keberaksaraan : Ekspresi
Matanre siriq (menjaga kehormatan),
Simbolik "Kerinduan” Dalam
malebbiq (sederhana), mapakkeq Kelong Makassar. Disajikan pada
Seminar ATL, di Tanjung Pinang,
(disiplin), misseng dapureng (pintar
23 Juni27 Juni 2012.
memasak), malabo (dermawan), serta setia Kesuma A. I. (2002). Migrasi & Orang
Bugis. Yogyakarta: ombak
kepada suami. Pesan-pesan tersebut tidak
krisnatuti D. & Putri H. A. (2012). Gaya
mengusayaratkan dikotomi antara laki-laki Pengasuhan Orang Tua, Interaksi
Serta Kelekatan Ayah, Anak,
dan perempuan bagi masyarakat Bugis.
Remaja dan Kepuasan Ayah.
Apa yang diharuskan bagi perempuan Jurnal I1mu Keluarga Dan
Konsumen. Vol. 5 Agustus 2012.
diikitu dengan perintah dan anjuran bagi
P: 101-109. ISSN: 1907-6037
laki-laki. Proses pewarisan pesan tersebut Lestari S. (2014). Psikologi Keluarga
Penanaman Nilai &Penanganan
terjadi melalui proses sosialisasi dan
Konflik Dalam Keluarga. Jakarta:
enkulturasi dari generasi ke generasi kencana
Pelras C. (2006). Manusia Bugis. Jakarta:
selanjutnya.
Nalar bekerjasama dengan Forum
Jakarta-Paris.
Rahman N. (2008). Retna Kencana
DAFTAR PUSTAKA
ColliqPujie Arung PancanaToa
1812-1876. Intelektual Pengerak
Badruddin S. (2012). Gaukeng To Zaman. Makassar: Lagaligo Pres
Wajo'E; Manajemen Sukses Rahman N. (2012). Suara-Suara Dalam
Mengasuh Anak Etnik Bugis Lokalitas. Makassar: Lagaligo Pres.
Wajo. Yogyakarta: Leutika Books. Rubent B. ( 2014). CommunicationAnd
Cangara H. (2014). Perantau Bugis- Human Behaviour. America:
Makassar Dan Penduduk Asli Kendal Hunt
Daerah Tujuan "Menyikapi
Benth Konflik Antar Etnis

127
Gambar 1. Proses pewarisan pesan-pesan komunikasi budaya pada perempuan Bugis

lingkungan/keluarga

Orang Tua Anak

Simbol/isyarat Pappaseng Mengartikan pesan

128

Anda mungkin juga menyukai