Anda di halaman 1dari 5

S3 ILMU LINGUISTIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

Khaerun Nisa’a Tayibu | F013222008 | Mata Kuliah Pragmatik

JUDUL : ANALISIS PRAGMATIK METAFORA DALAM ‘RAPANG’ MASYARAKAT BUGIS

A. PENDAHULUAN
Metafora, sebagai salah satu kajian dalam linguistik kognitif, banyak
digunakan oleh para linguist kognitif untuk lebih memahami dan mencerna suatu
bahasa. Metafora adalah majas, tapi dalam pemahaman kognitif, matapora
tidak hanya dimaknai sebagai sekedar majas atau gaya bahasa, tetapi lebih
kepada makna yang terkandung didalamnya. Kridalaksana (2008:152) dalam
kamus linguistik menyatakan bahwa metafora adalah pemakaian kata atau
ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasar kias atau persamaan; misal
kaki gunung, kaki meja, berdasar kias pada kaki manusia.
Metafora sebagai majas melambangkan satu hal dengan lainnya
berdasarkan persamaan dan kias. Linguistik kognitif mengeksplor metafora
secara lebih mendalam dengan mencari apa makna yang tersirat dibaliknya
dan bagaimana makna yang tersirat tersebut dilambangkan dengan kata- kata
yang tersirat. Diperlukan kognisi dalam memahaminya. Dalam linguistik kognitif,
pemahaman tersebut muncul dalam konseptual metafora. Konseptual metafora
mengacu pada ide, yang direpresentasikan dalam tema, kata, atau bentuk
yang lain. Kutipan tersebut memperkuat pemahaman akan metafora bahwa
satu ide direpresentasikan oleh ide lain, tentunya yang mempunyai kias dan
persamaan.
Sikap membuang hal-hal lama dan segera jemu dengan hal-hal baru
merupakan cermin kehidupan masyarakat saat ini. Sikap tersebut dipengaruhi
oleh anggapan yang ‘lama’, kuno atau usang dan tidak relevan lagi untuk
digunakan. Cara pandang tersebut hampir jamak, meskipun demikian perlu ada
kajian lebih lanjut mengapa ‘yang lama’ hingga kini dianggap kuno. Tentu, hal
ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, langkah nyata harus dilakukan institusi
pendidikan untuk menjawab fenomena tersebut. Hal ini pula yang terjadi pada
anak-anak usia Sekolah dasar.
Penelitian ini memandang bahwa sesungguhnya ‘yang lama’
menyimpan nilai dasar kultural dan berisi sumber daya laten yang urgen untuk
diidentifikasi. Hasilnya pun dapat digunakan untuk kepentingan menumbuhkan

Street Address, City, ST ZIP Code

Office: Telephone | Website


pendidikan dasar berbasis budaya lokal. Menurut Sularso (2016) sumber daya
laten merupakan kearifan lokal budaya setempat. Salah satu bentuk kearifan
lokal dalam penelitian ini adalah Pangadereng.
Berdasarkan Kepmendikbudristek No. 56 Tahun 2022 menjabarkan
adanya proporsi beban belajar di SD/MI terdiri dari dua yaitu pembelajaran
intrakurikuler dan proyek penguatan profil pelajar Pancasila. Pembelajaran
berbasis proyek untuk penguatan profil pelajar pancasila dilakukan minimal 2 kali
dalam satu tahun ajaran.
Melalui Proyek penguatan profil pelajar Pancasila siswa mampu
mempelajari tema/isu penting seperti kebudayaan sebagai produk kearifan lokal
lingkungan siswa. Sehingga, melalui Proyek ini anak usia sekolah dasar mampu
terinspirasi dan berkontribusi nyata bagi lingkungan sekitarnya secara langsung.
Ada 5 (lima) tema dalam proyek penguatan profil pelajar Pancasila untuk
jenjang SD, salah satunya adalah Kearifan lokal. Dan salah satu bentuk kearifan
lokal masyarakat Sulawesi Selatan khususnya Bugis adalah Pangadereng.
Unsur-unsur Pangadereng dibangun dari lima unsur, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mattulada (1985) dalam “Latoa” yakni Ade, Bicara, Rapang,
Wari, dan Sara’. Ade’ adalah adalah adalah salah satu aspek dari
panngaderreng yang mengatur pelaksanaan sistem norma dan aturan-aturan
adat dalam kehidupan orang Bugis. Hal ini diperkuat oleh penelitian Rasdiana
(1995: 4) yang menyebutkan bahwa Pagadereng merupakan kumpulan catatan
dari ucapan-ucapan dan perbuatan raja-raja dan orang pandai dari berbagai
masalah.
Sedangkan menurut Slamet (2019:39) Rapang dalam Latoa menganding
makna sebagai pengokohan negara dan secara makna leksikalnya, memiliki arti
sebagai contoh, misal, ibarat, atau perumpamaan atau kiasan. Bahasa Bugis
memiliki ungkapan yang mencerminkan kebudayaan lokal di Masyarakat Bone.
Ungkapan ini memiliki fungsi sebagai simbol identitas budaya masyarakat bugis
Bone yang dipandang identik dengan sifat dan perilaku masyarakatnya.
Namun, di masyarakat Bugis Bone mulai terjadi pendangkalan nilai moral
yang disertai krisis jati diri dan kepribadian terutama kepada generasi muda. Hal
ini tentu saja mengancam ketahanan budaya lokal. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan langkah-langkah sebagai upaya untuk merevitalisasi eksistensi budaya
lokal masyarakat bugis Bone.
Tujuannya adalah supaya anak di Masyarakat Bugis memiliki pandangan
hidup yang bersumber pada kearifan lokal Masyarakat Bugis yang membuat
anak tidak inverior terhadap budaya asing yang secara kontekstual belum
tentu relevan dengan karakter dan jati diri bangsa. Upaya- upaya tersebut
dimulai dari usia sekolah dasar sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Street Address, City, ST ZIP Code

Office: Telephone | Website


Bukti kearifan lokal Pangadereng yang terabaikan ini terlihat ketika nilai-
nilai lokal tidak terserap dan mewujud dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Salah satunya adalah unsur Rapang. Nilai Rapang dalam Pangadereng belum
termanifestasikan dalam perilaku atau sikap hidup, identitas masyarakat
pemiliknya turut terbentuk. Apalagi karakteristik Indonesia yang multikultur
kearifan lokal cukup beragam dan masing-masing memiliki kekhasan. Kenyataan
yang terlihat, lokalitas acapkali justru tergerus oleh tatanan gaya hidup yang di
dalamnya mengandung nilai pragmatis-kapitalistik.
Sehingga, dengan pemaknaan Rapang yang kemudian diterjemahkan
menjadi lebih sederhana sesuai dengan tingkat pemahaman anak usia Sekolah
dasar di Kabupaten Bone diharapkan mampu mengembalikan keotentikan
budaya bugis Bone terhadap anak sejak usia sekolah dasar melalui cerita
pribahasa, taklim, ataupun petuah kuno terkait ungkapanungkapan populer
masyarakat bugis bone.

B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian etnografi. Etnografi dipilih
berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini bertujuan mendeskripsikan
secara mendalam dan holistik bentuk Rapang Pangadereng yang masih
revelan dengan profil Pancasila bagi Siswa Sekolah Dasar. Selain itu, penelitian
ini dikategorikan ke dalam jenis penelitian etnografi karena data-data penelitian
diambil melalui fenomena yang teramati dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Frey et al (Mulyana,2010:161) etnografi digunakan untuk meneliti
perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Gabungan antara etnografi
dan komunikasi itu pada akhirnya akan memunculkan penelitian yang khas.
Etnografi komunikasi sangat relevan dengan ranah metode penelitian kualitatif,
hal ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif akan menuntun etnografi
komunikasi untuk memahami bahasa, komunikasi, dan kebudayan saling bekerja
sama untuk menghasilkan perilaku yang khas. Hal inilah yang akan menuntun
peneliti untuk merevitalisasi makna dan kontekstualitas nilai Rapang
Pangadereng bagi siswa Sekolah dasar menuju Profil pelajar Pancasila.

C. ANALISIS DATA
Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik
analisis etnografi (Spradly, 1980). Secara umum alur analisis etnografi itu berawal
dari analisis domain, kemudian secara urut dilanjutkan dengan analisis
taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural.

Street Address, City, ST ZIP Code

Office: Telephone | Website


Analisis domain dilaksanakan dengan prinsip membaca data ungkapan
secara berulang-ulang dan teliti sehingga diperoleh data yang benar-benar
mengandung bentuk Rapang Pangadereng bahasa Bugis, fungsi Rapang
Pangadereng, dan, nilai Rapang Pangadereng dalam masyarakat Bone. Analisis
domain ini dipandu instrument pemandu analisis domain. Analisis domain
digunakan untuk mencari sejumlah konsep umum (cover term) mengenai
Rapang Pangadereng.
Analisis taksonomi. Setelah tahap ranah dilanjutkan analisis taksonomi,
yaitu mencari sejumlah konsep warga (include term) dari setiap konsep ranah
umum yang ditemukan saat analisis ranah. Dari analisis ranah ditemukan konsep
umum, misalnya (1) dimensi bentuk Rapang Pangadereng yang relevan dengan
profil Pelajar Pancasila , (2) dimensi makna Rapang Pangadereng, (3) dimensi
penggunaan Rapang Pangadereng., (4) Langkah revitalisasi Rapang
Pangadereng yang relevan dengan profil Pelajar Pancasila. Aspek-aspek ini
kemudian dicari unsurnya. Kemudian Unsur-unsur dalam hal ini berupa unsur
yang lebih kecil (bagian kecil) dari tiga ranah tersebut. Langkah ini dipandu oleh
instrumen pemandu analisis taksonomi.
Analisis komponensial. Analisis komponensial dilaksanakan terhadap
unsur-unsur yang lebih kecil lagi, serta menganalisis struktur internal masing-
masing unsur yang telah ditemukan misalnya dari temuan gaya penuturan
Rapang Pangadereng ditemukan bahwa gaya penuturan ungkapan ditemukan
bahwa gaya penuturan ungkapan Rapang Pangadereng dalam bahasa Bugis
mencakup (1) peribahasa, pepatah, ibarat, pemeo, dan idiom: (2) ragam
bahasa yang digunakan; (3) penuturan sebagai motif motivasi, sindiran; dan (4)
penuturan ungkapan dalam kegiatan pendidikan secara formal.
Analisis tema Kultural. Analisis tema kultural dilaksanakan untuk
menemukan tiga hal, yaitu (1) tema-tema dari setiap ranah, (2) hubungan
antarranah, dan (3) tema umum dari seluruh ranah. Dalam tahap analisis tema
kultural digunakan tiga perangkat instrumen analisis data yang mengacu
kepada fokus permasalahan penelitian. Ketiga instrumen analisis data tersebut
mengacu pada tiga aspek, yaitu misalnya (1) dimensi bentuk Rapang
Pangadereng yang relevan dengan profil Pelajar Pancasila , (2) dimensi makna
Rapang Pangadereng, (3) dimensi penggunaan Rapang Pangadereng., (4)
Langkah revitalisasi Rapang Pangadereng yang relevan dengan profil Pelajar
Pancasila.

Street Address, City, ST ZIP Code

Office: Telephone | Website


D. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data sementara yang diperoleh disimpulkan bahwa


terdapat rapang dalam pangadereng sebagai methapora dalam ungkapan
masyarakat bugis membaut masyarakat lebih tertarik dan lebih berbudaya
sesuai dengan fungsi yang dari rapang dalam pangadereng.
Ungkapang dalam Rapang Pangadereng bahasa bugis masyarakat Bone
mempresentasikan dan menyajikan empat macam fungsi, yang meliputi fungsi
edukatif, fungsi etik pribadi, fungsi moral, dan fungsi sosial. Masing-masing fungsi
tersebut memiliki pesan-pesan baik yang berguna bagi masyarakat Bone untuk
menjaga eksistensi nilai-nilai tradisional mereka. Ungkapan bahasa bugis
masyarakat Bone banyak sekali yang memiliki fungsi edukatif. Ungkapan-
ungkapan tersebut mengandung pesan tentang etos kerja,sikap konsisten, sikap
berhemat, menjaga kebersihan, sabar dan ikhlas, sikap mandiri, syukur nikmat,
mengubah kebiasaan buruk, percaya diri, mengejar prestasi, pantang
menyerah, dan bersikap netral.

E. KESIMPULAN
Setelah melalui proses reduksi,klasifikasi dan analisis, ternyata metafora
dalam nilai ungkapan bahasa bugis masyarakat Bone mempresentasikan dan
menyajikan tiga macam nilai, yang meliputi nilai relegius, nilai filosofis, dan nilai
etis. Nilai relegiusmerupakan nilai yang berhubungan dengan keilahian atau
keterjalinan manusia dengan Tuhan dengan segala Ciptaan-Nya. Nilai tersebut
merupakan salah satu nilai yang sering ditemukan dalam ungkapan. Akidah
atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsip bagi manusia,
sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Dengan akidah
akan mengimbangi akhlak seseorang, akhlak ialah menangnya keinginan dari
beberapa keinginan manusia dengan langsung berturutturut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata Metafora nilai ungkapan
Bugis Masyarakat Bone memiliki nilai relegius yang mengandung pengakuan
adanya Tuhan dan tentang pengakuan adanya takdir baik dan takdir buruk.Nilai
filosofis merupakan adalah perenungan dan pemikiran mengenai kehidupan
dunia dan akhirat. Pemikiran nilai-nilai filosofi orang-orang bugis Bone tidak
mencari hakekat manusia tetapi mengakui kehidupan manusia sebagai
kenyataan hidup yang harus diterima, baru mencari hakekat manusia dari mana
asalnya dan mau ke mana nantinya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa ternyata nilai ungkapan Bahasa Bugis Masyarakat Bone memiliki nilai
tentang manusia sebagai makhluk Tuhan, manusia sebagai makhluk pribadi, dan
manusia sebagai makhluk sosial.

Street Address, City, ST ZIP Code

Office: Telephone | Website

Anda mungkin juga menyukai