A. PENDAHULUAN
Metafora, sebagai salah satu kajian dalam linguistik kognitif, banyak
digunakan oleh para linguist kognitif untuk lebih memahami dan mencerna suatu
bahasa. Metafora adalah majas, tapi dalam pemahaman kognitif, matapora
tidak hanya dimaknai sebagai sekedar majas atau gaya bahasa, tetapi lebih
kepada makna yang terkandung didalamnya. Kridalaksana (2008:152) dalam
kamus linguistik menyatakan bahwa metafora adalah pemakaian kata atau
ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasar kias atau persamaan; misal
kaki gunung, kaki meja, berdasar kias pada kaki manusia.
Metafora sebagai majas melambangkan satu hal dengan lainnya
berdasarkan persamaan dan kias. Linguistik kognitif mengeksplor metafora
secara lebih mendalam dengan mencari apa makna yang tersirat dibaliknya
dan bagaimana makna yang tersirat tersebut dilambangkan dengan kata- kata
yang tersirat. Diperlukan kognisi dalam memahaminya. Dalam linguistik kognitif,
pemahaman tersebut muncul dalam konseptual metafora. Konseptual metafora
mengacu pada ide, yang direpresentasikan dalam tema, kata, atau bentuk
yang lain. Kutipan tersebut memperkuat pemahaman akan metafora bahwa
satu ide direpresentasikan oleh ide lain, tentunya yang mempunyai kias dan
persamaan.
Sikap membuang hal-hal lama dan segera jemu dengan hal-hal baru
merupakan cermin kehidupan masyarakat saat ini. Sikap tersebut dipengaruhi
oleh anggapan yang ‘lama’, kuno atau usang dan tidak relevan lagi untuk
digunakan. Cara pandang tersebut hampir jamak, meskipun demikian perlu ada
kajian lebih lanjut mengapa ‘yang lama’ hingga kini dianggap kuno. Tentu, hal
ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, langkah nyata harus dilakukan institusi
pendidikan untuk menjawab fenomena tersebut. Hal ini pula yang terjadi pada
anak-anak usia Sekolah dasar.
Penelitian ini memandang bahwa sesungguhnya ‘yang lama’
menyimpan nilai dasar kultural dan berisi sumber daya laten yang urgen untuk
diidentifikasi. Hasilnya pun dapat digunakan untuk kepentingan menumbuhkan
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian etnografi. Etnografi dipilih
berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini bertujuan mendeskripsikan
secara mendalam dan holistik bentuk Rapang Pangadereng yang masih
revelan dengan profil Pancasila bagi Siswa Sekolah Dasar. Selain itu, penelitian
ini dikategorikan ke dalam jenis penelitian etnografi karena data-data penelitian
diambil melalui fenomena yang teramati dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Frey et al (Mulyana,2010:161) etnografi digunakan untuk meneliti
perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Gabungan antara etnografi
dan komunikasi itu pada akhirnya akan memunculkan penelitian yang khas.
Etnografi komunikasi sangat relevan dengan ranah metode penelitian kualitatif,
hal ini dikarenakan dalam penelitian kualitatif akan menuntun etnografi
komunikasi untuk memahami bahasa, komunikasi, dan kebudayan saling bekerja
sama untuk menghasilkan perilaku yang khas. Hal inilah yang akan menuntun
peneliti untuk merevitalisasi makna dan kontekstualitas nilai Rapang
Pangadereng bagi siswa Sekolah dasar menuju Profil pelajar Pancasila.
C. ANALISIS DATA
Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik
analisis etnografi (Spradly, 1980). Secara umum alur analisis etnografi itu berawal
dari analisis domain, kemudian secara urut dilanjutkan dengan analisis
taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural.
E. KESIMPULAN
Setelah melalui proses reduksi,klasifikasi dan analisis, ternyata metafora
dalam nilai ungkapan bahasa bugis masyarakat Bone mempresentasikan dan
menyajikan tiga macam nilai, yang meliputi nilai relegius, nilai filosofis, dan nilai
etis. Nilai relegiusmerupakan nilai yang berhubungan dengan keilahian atau
keterjalinan manusia dengan Tuhan dengan segala Ciptaan-Nya. Nilai tersebut
merupakan salah satu nilai yang sering ditemukan dalam ungkapan. Akidah
atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsip bagi manusia,
sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya. Dengan akidah
akan mengimbangi akhlak seseorang, akhlak ialah menangnya keinginan dari
beberapa keinginan manusia dengan langsung berturutturut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata Metafora nilai ungkapan
Bugis Masyarakat Bone memiliki nilai relegius yang mengandung pengakuan
adanya Tuhan dan tentang pengakuan adanya takdir baik dan takdir buruk.Nilai
filosofis merupakan adalah perenungan dan pemikiran mengenai kehidupan
dunia dan akhirat. Pemikiran nilai-nilai filosofi orang-orang bugis Bone tidak
mencari hakekat manusia tetapi mengakui kehidupan manusia sebagai
kenyataan hidup yang harus diterima, baru mencari hakekat manusia dari mana
asalnya dan mau ke mana nantinya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa ternyata nilai ungkapan Bahasa Bugis Masyarakat Bone memiliki nilai
tentang manusia sebagai makhluk Tuhan, manusia sebagai makhluk pribadi, dan
manusia sebagai makhluk sosial.