Anda di halaman 1dari 32

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Hingga kini masyarakat di Kecamatan Petang, Badung masih percaya pada

mitos. Di Kecamatan Petang ini terdapat berbagai jenis dan bentuk mitos kehamilan

yang masih dipercaya oleh masyarakat setempat walaupun dunia kebidanan sudah

maju sedemikian rupa. Sebagai sebuah tradisi lisan, sampai saat ini mitos-mitos

kehamilan tersebut masih lestari bahkan digunakan sebagai pedoman masyarakat

Kecamatan Petang yang tergolong telah maju. Bertahannya mitos-mitos kehamilan

itu sangat menarik untuk dikaji secara kritis dalam perspektif kajian budaya.

Sesungguhnya masyarakat setempat sudah maju dalam kehidupan, tetapi

masih banyak mitos kehamilan tumbuh dan berkembang di Kecamatan Petang.

Misalnya, pantangan dan anjuran, baik terkait dengan makanan, minuman,

berperilaku, maupun melaksanakan upacara ritus tertentu yang bertujuan untuk

menjaga kesehatan ibu hamil agar terhindar dari ancaman keguguran.

Sebagaimana telah diungkapkan bahwa dalam penelitian ini juga digunakan

studi kepustakaan. Beberapa pustaka yang relevan dikaji dan digunakan sebagai

referensi dalam penelitian ini. Beberapa penelitian yang dimaksud, antara lain adalah

sebagai berikut.

12
13

Sumarno (2007) dalam penelitiannya berjudul “Persepsi Masyarakat dan

Perilaku Ibu Hamil terhadap Kehamilan dan Persalinan Ditinjau dari Sudut Adat

Budaya Suku Tengger di Kabupaten Probolinggo Jawa Timur menunjukkan bahwa

masyarakat Tengger masih tergolong tradisional. Masyarakatnya masih meyakini

adanya kekuatan gaib pada alam lingkungannya. Mereka meyakini bahwa kekuatan

alam dapat memberikan pengaruh cukup kuat terhadap perilaku masyarakatnya. Hal

ini dapat dilihat sampai sekarang dari berbagai upacara adat, seperti upacara waktu

krisis (crisis rites) untuk masa kehamilan dan persalinan yang dianggap sebagai masa

kritis yang berbahaya, baik bagi janin maupun ibunya, baik bersifat nyata maupun

gaib.

Penelitian tersebut digunakan sebagai pembanding dalam memaknai mitos-

mitos kehamilan dan pascabersalin di Kecamatan Petang. Penelitian tersebut

digunakan karena ada kesamaan bahwa masyarakat di Kecamatan Petang juga masih

percaya dengan adanya kekuatan-kekuatan supranatural yang ikut memainkan peran

dalam kehidupan masyarakat setempat, termasuk dalam hal kehamilan seseorang.

Relevansi penelitian tersebut terletak pada sistem garapan yang menjelaskan

makna mitos yang dikaitkan dengan ritual-ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat

yang meyakini mitos tersebut. Representasi di atas belum sampai membahas bagian-

bagian yang berhubungan dengan penelitian ini, terutama yang berhubungan dengan

bentuk, ideologi, dan makna mitos-mitos kehamilan dan pascapersalinan di

Kecamatan Petang.
14

Alawiyah (2009) mengadakan penelitian berjudul “Dinamika Keyakinan Ibu

Hamil terhadap Mitos-Mitos Kehamilan di Dusun Tumpang Rejo, Desa Ngenep

Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang“. Hasil penelitian tersebut adalah

sebagai berikut. Pertama, mitos kehamilan yang ada dapat dibagi menjadi dua, yaitu

mitos yang berhubungan dengan pantangan makanan dan mitos yang berhubungan

dengan perilaku. Ritual yang wajib dijalankan oleh ibu hamil adalah selametan tiga

dan tujuh bulan usia kandungan dan mencuci rambut saat rabu pasaran Wage. Kedua,

proses internalisasi mitos kehamilan terjadi dari orang tua terhadap anak dapat

dijelaskan dengan teori kognitif Piaget dan teori pemrosesan informasi. Ketiga,

keyakinan terhadap mitos menimbulkan gejala kecemasan berupa ketakutan apabila

belum sepenuhnya melaksanakan anjuran dari orang tua. Hal memengaruhi perilaku

ibu hamil, terutama dalam memilih makanan. Keempat, banyak ibu hamil yang

meyakini kebenaran mitos kehamilan dan melaksanakannya. Akan tetapi, mereka

tidak mengetahui sebab suatu mitos hanya melakukan agar tidak “kualat”. Mereka

tidak bersikap kritis dengan bertanya pada orang tua. Apabila bertanya, dianggap

membantah dan tidak hormat pada orang tua. Penelitian tersebut dijadikan acuan

karena memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu berusaha

menyajikan pemahaman terhadap kepercayaan terhadap mitos kehamilan dengan

kecemasan ibu hamil dalam menjalankan rutinitasnya.

Rahim (2013) dalam tesis berjudul “Gambaran Perilaku Ibu Hamil terhadap

Pantangan Makan Suku Toraja di Kota Makassar” menanyakan kepercayaan ibu

hamil yang mengikuti pantangan makan masyarakat suku Toraja. Hasil penelitian
15

menunjukkan bahwa pemahaman informan mengenai pantangan makan selama masa

kehamilan, yaitu tidak mengonsumsi nanas karena akan keguguran. Hal ini diperoleh

dari orang tua mereka yang menentang buah nanas untuk dimakan selama masa

kehamilan. Ada beberapa informan yang menyadari kebutuhan akan makanan yang

sangat diperlukan oleh ibu hamil, tetapi ikatan budaya memaksa mereka untuk

melakukan pantangan-pantangan, padahal mereka mengetahui makanan tersebut

sangat berguna untuk dirinya dan bayi yang akan dilahirkannya nanti.

Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian di Kecamatan Petang terletak

pada mitos pantang makan ibu hamil dan mengungkap keterlibatan masyarakat atas

mitos yang diyakini. Namun, penelitian Rahim belum membahas bentuk-bentuk,

ideologi mitos kehamilan dan pascapersalinan, serta cara masyarakat memaknai mitos

tersebut, yang dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian di Kecamatan Petang.

Kusuma (2002) mengadakan penelitian berjudul “Mitos Baike di Desa Suana,

Nusa Penida” yang dimuat dalam buku Austronesia: Bahasa, Budaya, dan Sastra.

Penelitian tersebut menyajikan pemahaman terhadap nilai-nilai dan fungsi mitos

Baike bagi masyarakat Desa Suana, Nusa Penida Kabupaten Klungkung, Bali. Hasil

analisisnya menyebutkan bahwa nilai yang tercermin di dalam mitos tersebut

berfungsi sebagai pelestarian kehidupan.Adapun nilai yang dimaksudkan adalah (a)

nilai bakti yang diwujudkan dalam pelaksanaan upacara ngalabuh bhoga, (b) nilai

kebersamaan diwujudkan dalam aktivitas gotong royong, baik dalam melaksanakan

kebersihan lingkungan maupun dalam pelaksanaan tawur, dan (c) nilai pelestarian

terhadap kehidupan laut. Penelitian tersebut dijadikan acuan karena memiliki


16

relevansi dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Akan tetapi, penelitian di

Kecamatan Petang ini tidak menganalisis fungsi mitos. Adapun fokus penelitian pada

kajian tentang bentuk-bentuk, ideologi, dan cara masyarakat memaknai mitos

kehamilan.

Kajian tersebut menyajikan pemahaman terhadap mitos Baike di Desa Suana,

Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali sebagai warisan budaya bangsa yang

mengandung nilai-nilai luhur yang dijadikan pedoman masyarakat untuk melestarikan

hidupnya. Sementara itu penelitian yang dilakukan di Kecamatan Petang ini hanya

mengkaji bentuk-bentuk dan ideologi mitos kehamilan dan pascabersalin serta cara

masyrakat memaknai mitos kehamilan dan pascabersalin tersebut.

Argawa (2007) dalam tesis berjudul “Fungsi dan Makna Mitos Dewi Anjani

Dalam Kehidupan Masyarakat Sasak Lombok NTB” menanyakan struktur teks Ta

Melak Mayan (TMM). Teks ini berisi mitos Dewi Anjani yang memengaruhi

kepercayaan masyarakat Sasak. Kemudian dibahas mitos dalam teks dengan

hubungan teks-teks lain dan akhirnya dikaji fungsi dan makna mitos Dewi Anjani

dalam kehidupan masyarakat Sasak. Pada intinya Argawa mencoba memahami

gagasan dan ide mitos yang terekam dalam naskah Ta Melak Mayan. Selanjutnya

dilihat fungsi dalam kehidupan sosial religi masyarakat setempat. Hasil penelitian itu

memberikan pemahaman mengenai makna mitos Dewi Anjani.

Penelitian Argawa menjelaskan makna mitos yang dikaitkan dengan ritual-

ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat yang menyakini mitos Dewi Anjani dalam

kehidupan masyarakat Desa Sasak. Sementara itu, penelitian yang dilakukan di


17

Kecamatan Petang membahas bagian-bagian yang berhubungan dengan bentuk-

bentuk, ideologi, dan cara masyarakat memaknai mitos kehamilan dan pascabersalin.

Rinny Liando (2013) menyusun disertasi berjudul “Pemberdayaan Mitos

Burung Manguni dalam Industri Kreatif pada Masyarakat Minahasa Sulawesi Utara”.

Hasil analisisnya menyebutkan bahwa: (1) bentuk pemberdayaan mitos manguni

dalam industri kreatif pada masyarakat Minahasa adalah dijadikan sebagai lambang

daerah, lambang organisasi kemasyarakatan dan lambang denomenasi gereja terbesar

di Sulewesi Utara; (2) Ideologi pemberdayaan mitos manguni dijadikan sastra

legenda, ideologi religi, ideologi pelestarian, dan ideologi komodifikasi; (3) implikasi

pemberdayaan mitos manguni terhadap sosiokultural yang berlaku di Minahasa

meliputi (a) suprastruktural ideologis yaitu ideologi umum, sumber pengetahuan,

kesenian, dan kesusastraan; (b) stuktur social yaitu dalam bidang perpolitikan,

keluarga dan kekerabatan, serta pendidikan; dan (c) infrastruktur material yaitu di

bidang ekonomi dan ekologi.

Penelitian tersebut mengkaji bentuk-bentuk dan ideologi pemberdedayaan

mitos burung manguni dalam industri kreatif masyarakat Minahasa Sulewesi Utara.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Kecamatan Petang mengkaji bentuk-

bentuk, ideologi mitos-mitos kehamilan dan pascabersalin, serta cara masyarakat

memaknai mitos tersebut.

Hasil penelitian Sri Yuhandini, dkk (2014) dituangkan dalam buku berjudul

“Goyangan Lembut Jemari Dukun Bayi Oyog, Etnik Jawa Kabupaten Cirebon”, Di

dalam buku itu dinyatakan bahwa masyarakat masih memercayai tradisi-tradisi yang
18

harus dilakukan selama kehamilan, yaitu melakukan pijatan ibu hamil pada dukun

bayi yang dipercaya membenarkan posisi janin dikenal dengan istilah oyog.

Penelitian tersebut hanya mendalami satu mitos dan tradisi, yaitu oyog pada saat

kehamilan. Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Kecamatan Petang mengkaji

berbagai bentuk mitos dan tradisi yang masih dilakukan oleh masyarakat selama

kehamilan dan pascabersalin.

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani dkk. (2014) dituangkan dalam buku

berjudul “Hembusan Topo Tawui di Seberang Koala, Etnik Kaili Da’a Kabupaten

Mamuju Utara”. Kematian bayi merupakan salah satu masalah kesehatan ibu dan

anak yang terjadi di Etnik Kaili Da’a ini. Hal itu terjadi karena sebagian masyarakat

masih melakukan tradisi melahirkan di rumah dibantu oleh keluarga atau topo tawui

dibandingkan dengan ke fasilitas kesehatan.

Masyarakat juga masih memercayai mitos atau pantangan bagi ibu hamil,

seperti tidak boleh makan durian, es, telur, makanan berkuah santan, gorengan karena

dipercaya bayi yang dikandungnya bertambah besar dan sulit dilahirkan. Ibu hamil

juga tidak boleh duduk di depan pintu, tidak boleh ke luar rumah setelah jam empat

sore. Disamping itu, ibu hamil harus memakai sarung sebagai penutup kepala dan

memakai jimat penangkal setan seperti membawa bawang merah atau pisau.

Penelusuran pustaka seperti yang disebutkan di atas sudah jelas berbeda

paradigma dengan substansi penelitian ini, baik secara ontologi, hubungannya setema

dengan penelitian, maupun secara epistemologi, terkait dengan konsep-konsep, teori,

model, termasuk kaitannya dengan aksiologi, tujuan, dan manfaat penelitian. Dengan
19

demikian, penjelajahan pustaka ini dimaksudkan untuk menunjukan signifikasi yang

berbeda dengan penelitian lainnya, seperti lokasi, subjek penelitian, konsep, dan teori

yang digunakan. Selain itu, penelusuran pustaka yang telah diacu dimaksud untuk

mempertajam analisis dan membuktikan orisinilnya penelitian ini, terhadap

subjek/objek penelitian dalam bentuk, ideologi, dan makna mitos-mitos kehamilan

pada masyarakat di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali.

Hasil penelitian tersebut dipakai sebagai rujukan dalam memaknai mitos-

mitos kehamilan dan pascapersalinan di Kecamatan Petang. Kedua penelitian

tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini, yang mencerminkan sistem dan

nilai budaya atau tradisi yang dapat menjadi potensi atau kendala bagi kesehatan.

2.2 Konsep

Ada beberapa konsep yang secara intensif digunakan dalam penelitian ini.

Selanjutnya, untuk memperkuat pemahaman operasional teori-teori yang digunakan

dan menghindari terjadinya perbedaan penafsiran, perlu dipaparkan konsep-konsep

yang digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini. Konsep sangat penting

dalam suatu penelitian. Menurut Ahimsa Putra (2001:6), sebuah teori dapat dibangun

apabila telah ada pemahaman dengan baik konsep-konsep analisis dan diketahui cara

penerapannya dalam penelitian. Untuk itu, dalam penelitian ini dikemukakan tiga

satuan konsep yang mendukung penelitian, yaitu konsep mitos, konsep ideologi,

konsep kehamilan dan nifas di Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali.


20

2.2.1 Konsep Mitos

Mitos adalah suatu informasi yang diyakini kebenarannya oleh suatu entitas

tertentu padahal sebenarnya belum tentu benar (salah) tetapi dianggap benar karena

telah beredar dari generasi ke generasi. Begitu luasnya suatu mitos beredar di

masyarakat seperti mitos kehamilan sehingga masyarakat tidak menyadari bahwa

informasi yang diterimanya itu tidak benar. Karena kuatnya keyakinan masyarakat

terhadap suatu mitos tentang sesuatu hal, seperti mitos kehamilan itu sehingga

mempengaruhi perilaku masyarakat termasuk di Kecamatan Petang.

Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi oleh para

dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kahyangan) pada masa

lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang punya cerita atau penganutnya.

Mitos juga disebut mitologi, yaitu cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan

bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan

konsep dongeng suci. Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah

kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu peristiwa yang

pernah terjadi pada masa dahulu. Jadi, Mitos adalah cerita tentang asal-usul alam

semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan

mengandung arti yang dalam. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah

percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya.

Masyarakat mempercayai mitos tersebut karena masyarakat beranggapan

mitos sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat

tradisional yang masih sangat kental budaya kedaerahannya. Mereka kebanyakan


21

mengabaikan logika dan lebih mempercayai hal-hal yang sudah turun temurun dari

nenek moyang. Pada dasarnya, mitos orang zaman dahulu memiliki tujuan yang baik

untuk kelangsungan hidup keturunannya termasuk pada masyarakat di Kecamatan

Petang pun sampai saat ini sehingga masih mempercayainya dan mitos kehamilan itu

dipercaya sebagai ajaran nenek moyang.

Terkait dengan mitos itu masing masing daerah di Indonesia beragam

bentuknya tergantung budaya dan aspek ruang (lingkungan geografis) dari suatu

entitas tertentu. Sementara di Kecamatan Petang dikelompokkan tentang bentuk

mitos itu ada yang berupa atau berbentuk larangan dan berbentuk anjuran yang aharus

dilakukan oleh para ibu yang sedang hamil agar terhindar dari berbagai persoalan

selama kehamilan dan mendapatkan keturunan yang sesuai harapan mereka.

Bentuk mitos itu semuanya berupa tradisi lisan yang disampaikan dari

generasi ke generasi sehingga di dalam mitos-mitos kehamilan tersebut secara

implisit mengandung nilai atau makna dan dipandang sangat berarti atau bermanfaat

bagi keselamatan para ibu yang sedang hamil sehingga mereka tidak beranai

melanggarnya karena takut akan berakibat fatal bagi kehamilannya. Bentuk mitos

dalam konteks kehamilan berwujud larangan dan anjuran yang berhubungan dengan

upaya preventif bagi kesehatan kehamilan.

Makna adalah arti dari suatu objek atau benda-benda. Istilah makna

dijabarkan sebagai maksud dari pembicara. Menurut Barthes ada dua macam sistem

pemaknaan yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan tingkat makna yang

deskriptif literal yang dipahami oleh hampir semua anggota suatu kebudayaan. Pada
22

tingkat yang kedua yakni konotasi, makna tercipta dengan cara menghubungkan

penanda-penanda dengan aspek kebudayaan yang lebih luas, keyakinan-keyakinan,

sikap, kerangka kerja, dan ideologi-ideologi suatu formasi sosial.

Mitos (bahasa Yunani mythos) atau mite (bahasa Belanda: mythe) adalah

cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung

penafsiran tentang alam semesta, dan keberadaan makhluk di dalamnya. Disamping

itu juga dianggap benar-benar terjadi oleh yang mempunyai cerita atau penganutnya

(Barthes, 2003).

Klasifikasi mitos Yunani terawal oleh Euhemerus, Plato (Phaedrus), dan

Sallustius dikembangkan oleh para neoplatonis dan dikaji kembali oleh para

mitograferzaman Renaisans seperti dalam Theologia Mythologica (1532). Mitologi

perbandingan abad ke-19 menafsirkan kembali mitos sebagai evolusi menuju ilmu (E.

B. Tylor), "penyakit bahasa" (Max Müller), atau penafsiran ritual magis yang keliru

(James Frazer). Penafsiran selanjutnya menolak pertentangan antara mitos dan sains.

Lebih lanjut lagi, mitopeia seperti novel fantasi, manga, dan legenda urban dengan

berbagai mitos buatan yang dikenal sebagai fiksi mendukung gagasan mitos sebagai

praktik sosial yang terus terjadi.

Pandangan Barthes (2007:Iii) mitos memperkuat ideologi masyarakat

kapitalis. Ensesi mitos adalah menyamarkan apa yang sebenarnya merupakan

representasi borjuis sebagai fakta dari natural dan universal. Seperti ideologi, mitos

senantiasa hadir dan mustahil untuk lepas atau mengelak darinya dalam tingkatan

kehidupan sehari-hari.
23

Sejalan dengan hal tersebut, Danandjaya (2003:107) mengatakan bahwa:

“mitos adalah cerita yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang

empunya cerita”. Hutomo (1999:63) berpendapat bahwa “mitos adalah cerita-cerita

suci yang mendukung kepercayaan atau religi”. Mitos merupakan model untuk

bertindak yang selanjutnya berfungsi untuk memberikan makna dan nilai bagi

kehidupan.

Menurut Peursen (1988:37), “mitos mengatasi makna cerita dalam arti kata

modern, isinya lebih padat daripada semacam rangkaian peristiwa yang

menggetarkan”. Mitos tidak hanya terbatas pada semacam reportase mengenai

peristiwa yang dahulu terjadi dan dunia ajaib. Mitos memberikan arah kepada

kelakuan manusia dan merupakan pedoman untuk kebijaksanaan manusia. Lewat

mitos itu manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian sekitarnya dan

dapat menanggapi daya kekuatan alam.

Lebih lanjut Peursen (1988:37), menjelaskan bahwa “fungsi mitos adalah

menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan ajaib”. Mitos tidak memberikan informasi

mengenai kekuatan dunia ajaib, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati

daya itu sebagai suatu kekuatan yang memengaruhi kehidupan. Fungsi mitos lainnya

adalah memberikan jaminan bagi masa kini dan pengetahuan tentang dunia. Bila

diringkas dalam dunia mistis, manusia belum merupakan seorang individu (subjek)

yang bulat, tetapi ia dilanda oleh gambaran dan perasaan ajaib yang seolah diresapi

oleh daya dari luar.


24

Mitos adalah satu cerita, pendapat, atau anggapan dalam sebuah kebudayaan

yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu perkara yang pernah berlaku

pada suatu masa dahulu, yang kebenarannya belum tentu benar adanya (Peursen,

1988:38). Mitos mungkin sama tuanya dengan bahasa itu sendiri. Beberapa mitos

dapat bertahan karena memberikan nasihat yang sesuai dengan pengalaman sehari-

hari. Namun, banyak mitos yang meluas. Salah satu diantaranya adalah mitos sekitar

kehamilan dan pascapersalinan, yang terbukti salah atau tidak efektif sesuai dengan

kemajuan kedokteran dan teknologi.

Dapat dipahami bahwa mitos kehamilan dan pascapersalinan dalam penelitian

ini adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh anggota masyarakat yang diwariskan

secara turun-temurun dari nenek moyang. Mitos ditampilkan sebagai sesuatu yang

sangat dekat bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Di samping itu, mitos

diyakini keberadaannya dan dijadikan pedoman hidup, khusus berkenaan dengan

perawatan kehamilan dan pascapersalinan.

2.2.2 Konsep Ideologi

Ideologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata

yaitu edios yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian

ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan

yang menyeluruh dan sistematis. Dalam arti luas, ideologi adalah pedoman normatif

yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nilai dasar dan keyakinan

yang dijunjung tinggi.


25

Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang

sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju cita-cita yang mereka

inginkan. Ideologi merupakan sesuatu yang dihayati dan diresapi menjadi suatu

keyakinan. Ideologi merupakan suatu pilihan yang jelas membawa komitmen

(keterikatan) untuk mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis

seseorang, maka akan semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya.

secara etimologis (asal-usul bahasa) ideologi berarti ilmu tentang gagasan-gagasan

atau ilmu yang mempelajari asal-usul ide. Ada pula yang menyatakan ideologi

sebagai seperangkat gagasan dasar tentang kehidupan dan masyarakat, misalnya

pendapat yang bersifat agama ataupun politik.

Berbicara tentang ideologi, tidak dapat dilepaskan dari bagaimana ideologi

muncul dan untuk apa saja ideologi digunakan. Sejak awal kemunculannya, ideologi

mempunyai beragam pengertian, bergantung pada sudut pandang dan bagaimana

konteks ideologi tersebut digunakan. Eagleton mengatakan bahwa tidak ada seorang

pun yang bisa memberikan satu definisi tentang ideologi secara memadai karena

ideologi merupakan sesuatu yang kompleks (dalam Takwim, 2003:2). Pandangan

Eagleton ini tidak berarti bahwa pengertian yang diberikan oleh pemikir lain tentang

ideologi tidak merujuk pada keabsahan pandangan pemikir-pemikir itu terhadap

ideologi. Pernyataan Eagleton ini menjadi dasar bagi pemahaman tentang luasnya

makna ideologi dan pemakaiannya yang hampir tidak terbatas.

Eagleton (Takwim, 2003:3—4) memaparkan pengertian tentang ideologi yang

berkembang hingga saat ini dengan melihat berbagai konteks penggunaannya.


26

Misalnya, ideologi dapat dilihat sebagai suatu produksi makna-makna, tanda-tanda,

dan nilai-nilai dalam kehidupan sosial. Ideologi merupakan sekumpulan karakteristik

ide atau pikiran dari sebuah kelompok atau kelas tertentu. Di samping itu, ideologi

juga dapat dimaknai sebagai ide-ide yang membantu melegitimasikan kekuatan

politik yang dominan, sesuatu yang menempatkan subjek dalam posisi tertentu,

pemikiran tentang identitas, dan medium yang sangat penting bagi individu untuk

menjalani hubungan-hubungan mereka dalam struktur sosial.

Lelland (2005:18) menguraikan makna peyoratif ideologi Marx. Pertama,

ideologi berhubungan dengan idealisme, sebagai sebuah sudut pandang filosofis,

yang tidak bisa dipertentangkan dengan materialisme. Kedua, ideologi berhubungan

dengan ketidaksetaraan distribusi sumber daya dan kekuasaan dalam masyarakat.

Ruang lingkup ideolgi dapat dilihat pada individu dan kelompok. Dalam setiap

individu manusia muncul dorongan untuk memperoleh pengakuan dari orang lain

dengan cara menciptakan simbol-simbol individu agar dimaknai oleh orang lain.

Ideologi selalu berelasi dengan diri individu dan hubungan luar individu. Itulah

sebabnya ideologi diciptakan melalui suatu yang abstrak semacam ide. Kemudian ide

tersebut direlasikan dengan beragam macam cara, seperti kemunculan ide ditengah

pergaulan sosial, karya individu, eksistensi individu, perilaku, bahkan konflik.

Kekuatan ideologi individu bergantung pada kemampuannya mencipkan pengaruh

dalam relasi dan penerimaan jaringan relasi terhadap ideologi individu tersebut.

Ideologi kelompok membangun semacam sistem yang disepakati bersama

untuk membentuk identitas dengan tujuan memperoleh pengakuan dari kelompok


27

lain. Karena ideologi berangkat dari tujuan tertentu, ideologi tidak dapat dilepaskan

dari sistem, baik dalam pengertian bagaimana bentuk ideologi tersebut diciptakan

maupun bagaimana pengoprasian ideologi. Misalnya, ideologi yang terdapat dalam

aturan-aturan, adat istiadat, sampai pada hukum suatu negara. Sebelum melihat

bagaimana ideologi digunakan dalam kelompok, pertama kali harus diperhatikan

bentuk-bentuk aturan, adat istiadat, dan hukum. Kedua hal ini senantiasa bersifat

kesatuan yang semakin mengokohkan posisi ideologi dalam kelompok sebagai

sesuatu yang tidak dapat dilepaskan.

Ideologi adalah istilah yang murni deskriptif sebagai sistem berpikir, sistem

kepercayaan, dan praktik-praktik simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial

dan politik. Penggunaan istilah ini memunculkan konsepsi netral (neutral conception)

tentang ideologi. Basis konsepsi ini tidak memisahkan antara jenis-jenis tindakan dan

animasi ideologi. Namun, terdapat pemahaman bahwa secara mendasar ideologi

berhubungan dengan proses pembenaran dominasi. Penggunaan istilah ini

memunculkan konsepsi kritis ideologi (critical conception of ideology). Konsepsi ini

memiliki konotasi negatif dan selalu mengikat analisis ideologi pada pertanyaan ktitis

(Thompson, 2007:17). Jadi, yang dimaksud ideologi dalam konteks ini adalah sistem

kepercayaan dan praktik-praktik simbolik yang berkaitan dengan kehamilan, bersalin,

dan masa nifas.


28

2.2.3 Konsep Kehamilan dan Nifas

2.2.3.1 Masa Kehamilan

Hamil adalah suatu masa dari mulai terjadinya pembuahan dalam rahim

seorang wanita sampai bayinya dilahirkan. Kehamilan terjadi ketika seorang wanita

melakukan hubungan seksual pada masa ovulasi atau masa subur (keadaan rahim

ketika mengeluarkan sel telur matang), dan sperma (air mani) pria pasangannya akan

membuahi sel telur matang wanita tersebut. Telur yang sudah dibuahi sperma

kemudian akan menempel pada dinding rahim, lalu tumbuh dan berkembang selama

kira-kira empat puluh minggu (280 hari) dalam rahim pada kehamilan normal

(Wiknjosastro, 2005).

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

kehamilan normal adalah 280 hari (empat puluh minggu atau sembilan bulan tujuh

hari) dihitung dari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam tiga triwulan, yaitu

triwulan pertama di mulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan

keempat sampai bulan ke-7, triwulan ketiga dari bulan ke-7 sampai 9 bulan

(Saifuddin, 2008). Kehamilan matur (cukup bulan) berlangsung kira-kira empat

puluh minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang

berlangsung antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan prematur, sedangkan bila

lebih dari 43 minggu disebut kehamilan postmatur (Mansjoer, 2001).

Menurut usia hamil, kehamilan dibagi menjadi tiga, yaitu seperti di bawah ini.

a. Kehamilan trimester pertama, yaitu 0-14 minggu

b. Kehamilan trimester kedua, yaitu 14-28 minggu


29

c. Kehamilan trimester ketiga, yaitu 28-42 minggu

Kehamilan sebagai keadaan fisiologis dapat diikuti proses patologis yang

mengancam keadaan ibu dan janin. Kebijakan program dalam antenatal care minimal

dilakukan empat kali selama kehamilan. Satu kali pada trimester pertama, satu kali

pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Antenatal care bertujuan

untuk menyiapkan fisik dan mental ibu. Selain itu, juga menyelamatkan ibu dan anak

dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas agar sehat dan normal setelah ibu

melahirkan (Mansjoer, 2001).

Pemeriksaan ini dapat dilakukan di pusat pelayanan dasar kebidanan (BPM,

Puskesmas) yang memberikan pelayanan atau asuhan standar minimal termasuk 14T,

yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian

imunisasi tetanus toxoid lengkap, pemberian tablet zat besi minimal sembilan puluh

tablet, pemeriksaan Hb minimal dua kali, tes penyakit menular seksual (PMS),

perawatan payudara, terapi kebugaran, temu wicara dalam rangka persiapan rujukan,

pemeriksaan protein urine atas indikasi, pemeriksaan reduksi urine atas indikasi,

pemeberian terapi yodium untuk daerah endemis gondok, dan pemberian terapi anti-

malaria untuk daerah endemis malaria (Mandriawati, 2011).

Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari atau sama dengan

lima ratus gram yang pernah dilahirkan, baik hidup maupun mati. Apabila berat

badan tak diketahui, dipakai umur kehamilan, yaitu dua puluh empat minggu

(Siswosudarmo, 2008). Penggolongan paritas bagi ibu yang masih hamil atau pernah
30

hamil berdasarkan jumlahnya menurut Perdinakes-WHO-JPHIEGO, yaitu seperti

berikut.

a. Primigravida adalah wanita hamil untuk pertama kalinya.

b. Multigravida adalah wanita yang pernah hamil beberapa kali, tetapi kehamilan

tersebut tidak lebih dari lima kali.

c. Grandemultigravida adalah wanita yang pernah hamil lebih dari lima kali.

Menurut sumber lain jenis paritas bagi ibu yang sudah partus antara, lain yaitu

sebagai berikut.

1) Nullipara adalah wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu

hidup (Siswosudarmo, 2008).

2) Primipara adalah wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi yang telah

mencapai tahap mampu hidup (Siswosudarmo, 2008).

d. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua janin viabel atau lebih

(Siswosudarmo, 2008).

e. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi enam kali atau lebih

(Mochtar, 1998). Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan lima

orang anak atau lebih (Wiknjosastro, 2002).

f. Great Grandemultipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang

sudah viable 10 kali atau lebih (Wiknjosastro, 2002).


31

2.2.3.2 Masa Nifas

Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai dan

berakhir setelah kira-kira enam minggu (Kapita Selekta Kedokteran) jilid 1:336.

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai

sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil (Sinopsis Obstetri Jilid I:115).

Masa nifas (puerperium), yaitu dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-

alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-

kira enam minggu (Prawirohardjo, 2005: 122). Masa nifas adalah masa dimulai

beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai enam minggu setelah melahirkan.

Pasca partum adalah masa yang dimulai dari persalinan dan berakhir kira-kira setelah

enam minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali, seperti sebelum ada

kehamilan dalam waktu tiga bulan (Wiknjosastro, 2002:237).

Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita umumnya adalah empat

puluh hari, dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-

tanda kelahiran) (Anggraini, 2010:1).

Adapun tahapan-tahapan masa nifas (post partum/puerperium) adalah sebagai

berikut.

1. Puerperium dini, yaitu masa kepulihan, yakni saat-saat ibu telah diperbolehkan

berdiri dan berjalan-jalan.

2. Puerperium intermedial, yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ

genital, kira-kira antara 6--8 minggu.


32

3. Remot puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna, terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai

komplikasai.

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teori utama, yaitu teori

mitologi, dekonstruksi, dan semiotika. Selain teori-teori utama itu digunakan pula

teori-teori lainnya, seperti teori hermeneutik, hegemoni, dan lainnya yang dianggap

relevan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dan digunakana secara

eklektik. Teori-teori tersebut digunakan untuk membedah atau menganalisis masalah

dan data yang ditemukan di lapangan sehingga sasaran yang direncanakan dapat

dicapai. Berikut ini dijelaskan lebih lengkap teori-teori yang dimaksud.

2.3.1 Teori Mitologi

Dalam teori yang dikemukakan oleh Roland Barthes dinyatakan bahwa mitos

bukanlah pembicaraan yang sembarangan. Mitos adalah suatu sistem komunikasi atau

suatu pesan. Mitos tidak mungkin merupakan suatu objek, konsep, atau gagasan,

tetapi merupakan kode pertandaan (a mode of signification), suatu bentuk (a form).

Hal itu berbeda dengan makna kata mitos yang selama ini dikenal (cerita tentang

dewa-dewi yang dipercaya oleh masyarakat pendukungnya). Barthes mengemukakan

bahwa mitos sebagai suatu jenis ujaran (a type of speech). Yang dimaksud dengan

ujaran di sini adalah sesuatu yang mengandung pesan (Barthes, 2007:295) .


33

Upaya untuk memahami bentuk mitos-mitos kehamilan dan pascasalin berarti

pemahaman dan persepsi melalui analisis ideologi, seperti yang dikembangkan

Roland Barthes. Pemanfaatan teori mitologi ini memandang teks adalah mitos

(Barthes, 2003). Mitos adalah jenis tuturan yang tidak semata-mata cerita asal usul

atau cerita dewa-dewa yang diyakini sebagai kebenaran. Mitos adalah pembawa

pesan yang komunikatif, yang memaknai bentuk, bukan objek, konsep atau gagasan.

Di atas ditegaskan oleh Barthes bahwa mitos adalah suatu sistem komunikasi,

membawakan pesan yang menyebabkan kita menentukan bahwa mitos bukanlah

merupakan suatu objek, suatu konsep, ataupun suatu gagasan, melainkan suatu cara

untuk memaknai suatu bentuk. Misalnya dalam menentukan atau memaknai bentuk

mitos-mitos kehamilan dan pascapersalinan di Kecamatan Petang sebagai alat

pembedahnya.

Teori mitologi dalam penelitian ini digunakan sebagai tiang penelitian untuk

membedah rumusan-rumusan masalah secara keseluruhan, yakni mengetahui bentuk-

bentuk mitos kehamilan dan pascapersalinan di Kecamatan Petang, menemukan

ideologi yang terkandung dalam mitos kehamilan dan pascapersalinan, serta

menginterpretasi makna mitos–mitos kehamilan dan pascapersalinan di Kecamatan

Petang. Di samping teori mitologi ada beberapa teori pendamping untuk membedah

secara khusus rumusan-rumusan masalah sesuai dengan kondisi yang ada di

lapangan.
34

2.3.2 Teori Dekonstruksi

Dekonstruksi dilakukan dengan cara memberikan perhatian terhadap berbagai

gejala yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan dalam memaknai mitos

kehamilan dan pascasalin. Agar kedalaman makna tidak tertunda, maka pemaknaan

harus diulang dan dihasilkan kembali. Pemaknaan akan selalu berubah sesuai dengan

situasi yang berhadapan dengan manusia. Pencarian makna dilakukan dengan cara

pembongkaran sebagai proses secara terus menerus. Melalui dekonstruksi akan

diperoleh segala sesuatu yang selama ini tidak mendapatkan perhatian atau dengan

sengaja dilupakan masyarakat.

Sehubungan dengan hal di atas, Lubis (2004) mengatakan bahwa dekonstruksi

mencoba untuk menjadikan hal-hal yang semula dianggap tidak penting “pinggiran”

menjadi sesuatu yang penting. Jorge (1996:50) mengatakan bahwa dekonstruksi

sebenarnya adalah ‘menganalisis dengan teliti’. Chris (2005:101) mengatakan bahwa

dekonstruksi dilakukan dengan memberikan perhatian terhadap gejala-gejala yang

tersembunyi, seperti ketidakbenaran, tokoh sampingan, dan ketidakadilan. Menurut

Piliang (2003:126), dekonstruksi adalah penyangkalan dan oposisi upacara atau

tulisan, ada atau tak ada, murni atau tercemar, dan penolakan akan kebenaran dan

logos itu sendiri.

Dari semua pendapat di atas, dikenal salah seorang tokoh dekonstruksi, yaitu

Derrida Chris (2009:81) mengatakan bahwa Derrida biasanya hanya dikaitkan

dengan praktik dekonstruksi. Secara khusus dekonstruksi melibatkan pelucutan

oposisi biner hierarkis semisial tuturan/tulisan, realitas/penampakan,


35

alam/kebudayaan, kewarasan/kegilaan, dan lain-lain yang berfungsi menjamin

kebenaran dengan cara mengesampingkan dan mengevaluasi bagian “inferior”

oposisi biner tersebut.

Teori dekonstruksi Derrida menunjukkan sikap kritis yang menekankan

gagasan tentang keberagaman bahwa realitas bersifat terbuka sehingga beragamnya

cara dan sudut pandang dalam membaca realitas secara logis akan menghasilkan

makna yang beragam pula (Nawai & Hibah, 2002:66). Dekonstruksi berarti

membongkar dimensi-dimensi ideologi atau kekuasaan yang dominan dan hegemonik

dalam rangka mengawali suatu permulaan baru tanpa perlu melakukan penghancuran

(destruction) dari elemen-elemen yang telah ada untuk menemukan dan menelanjangi

berbagai asumsi, strategi retoris, dan ruang kosong teks (Chris, 2005:402--403).

Derrida memeriksa strukrur-struktur yang terbentuk dalam paradigma

modernisme dan senantiasa dimapankan batas-batasnya dan ditinggalkan

pengertiannya. Dalam hal ini dekonstruksi hendak memunculkan dimensi-dimensi

yang tertindas di bawah totalitas modernisme. Dekonstruksi menolak otoritas sentral

dalam pemaknaan budaya karena makna budaya tidak harus tunggal, tetapi dapat

bersifat terbuka pada makna lainnya. Di samping itu, dekonstruksi juga menolak

segala bentuk asumsi yang membelenggu.

Teori dekonstruksi dalam penelitian ini didukung oleh konsep ideologi untuk

membongkar dan mengetahui ideologi yang terkandung dalam mitos-mitos

kehamilan dan pascapersalinan di Kecamatan Petang. Dalam konteks mitos-mitos


36

kehamilan dan pascapersalinan, konsep ideologi sangat penting untuk memahami ciri

serta arti yang diarahkan pada mitos-mitos kehamilan dan pascapersalinan.

Larrain (1996:7) mengatakan bahwa ideologi memiliki ciri dan konotasi

positif yang justru ditujukan untuk menghindari prasangka agama dan metafisika.

Sebagai pandangan dunia, ideologi merupakan institusionalisasi sistem pengetahuan

bersama. Melalui ideologi tiap-tiap individu dapat mengidentifikasi diri dalam

kelompok yang bersangkutan. Ideologi adalah keterkaitan sejumlah asumsi yang

memungkinkan penggunaan tanda. Ada keterkaitan yang sangat kuat antara ideologi

dan kebudayaan, bahkan ideologi merupakan bagian dari kebudayaan. Pemahaman

tersebut dapat diperkuat oleh pendapat Van Zoes (1993:53) yang menyatakan sebagai

berikut.

“Setiap ideologi terkait pada budaya. Siapa pun yang mempelajari suatu
budaya, maka ia harus berhubungan dengan ideologi dan siapa pun yang
mempelajari ideologi, maka ia harus mempelajari budayanya. Mencari titik
tolak ideologi dalam ungkapan budaya merupakan pekerjaan penting. Ideologi
mengarahkan budaya. Ideologilah yang menentukan visi atau pandangan suatu
kelompok budaya terhadap kenyataan. Dengan mengenali ideologinya, kita
akan memahami suatu kelompok budaya secara lebih baik”.

Sejalan dengan hal tersebut, Thompson (2003:18) mengungkapkan bahwa

fungsi ideologi sebagai perekat relasi sosial yang merekat anggota masyarakat secara

bersama-sama dengan menerapkan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati

secara kolektif. Dalam kekuatan dan relasi dominasi tercermin kekuatan kata dan

wacana. Makna sosial ideologi pun terkonstruksi dalam wacana sehingga solidaritas,

bahkan soliditas terjaga dan kesatuan langkah terpelihara pula berkat ideologi. Kajian

ideologi yang membentuk tradisi lisan mengenai mitos-mitos kehamilan dan


37

pascapersalinan pada masyarakat di Kecamatan Petang unik dan menarik untuk

dikaji.

Kajian ideologi diarahkan pada penyingkapan dan penggalian ideologi yang

berkontribusi pada lingkungan dan ideologi perusak sangat penting dalam kerangka

kajian budaya. Ideologi justru bekerja secara cermat dan halus melalui bahasa. Patut

dipahami pula bahwa bahasa adalah medium yang paling nyata dari tindakan sosial.

Kode khususnya bahasa yang digunakan, yaitu di dalamnya ada ideologi (Volosinov,

1973:11).

Kajian ideologi mempertanyakan bentuk-bentuk simbol yang dipakai untuk

menciptakan, memelihara, mendukung, mengembangkan, dan mempertahankan relasi

kekuasaan yang sistematis. Ideologi adalah “perekat sosial” yang menjaga kestabilan

masyarakat dengan mengikat secara kolektif para anggotanya untuk menerapkan

nilai-nilai dan norma-norma. Analisis bentuk sosial sebagai fungsi, berarti

menganalisis bentuk-bentuk relasi yang digunakan dan dikendalikan dalam konteks

sosial historis tertentu. Apabila seseorang atau kelompok masyarakat ingin

menanamkan ideologi, ia akan menampilkannya dalam salah satu ungkapan budaya,

baik dalam bahasa verbal maupun dalam cara berkomunikasi lainnya (Sumantri &

Zaimar, 2001:164).

Konsep ini bermanfaat untuk menghindarkan kecenderungan melihat ideologi

hanya sebagai relasi bentuk kekuasaan yang dilembagakan dalam negara modern,

tetapi dalam sistem relasi kehidupan sehari-hari, dan tidak terfokus pada hal-hal kecil

dan mengabaikan ciri dan batas struktur yang lebih luas (Thompson, 2003:17).
38

Selanjutnya dalam pemahamannya ideologi adalah pesan penting yang perlu

disuarakan karena dimaksudkan untuk menggerakkan perubahan social. Ideologi

mengatur dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, bersuara,

mendapatkan kesadaran akan posisi dan perjuangan mereka. Dengan demikian,

ideologi tidak berhenti pada fantasi seseorang, tetapi menjelma dalam kehidupan

kolektif masyarakat.

Konsep ideologi ini diangkat karena pahamnya sangat erat berhubungan

dengan kajian budaya. Seperti pendapat Widja (2009:19) bahwa berbicara tentang

masalah ideologi terkait dengan kajian budaya sangat strategis. Dikatakan demikian

karena menjadi semacam gerbang bagi upaya memahami berbagai aspek esensi dan

praktis kehidupan budaya. Teori ini akan mengungkap ideologi apa yang terkandung

dibalik mitos-mitos kehamilan dan pascapersalinan di Kecamatan Petang, sesuai

dengan rumusan masalah kedua.

2.3.3 Teori Semiotika

Teori semiotika digunakan untuk menjelaskan praktik pemaknaan sebagai

praktik petandaan tata nilai yang terkandung dalam mitos-mitos kehamilan dan

pascapersalinan yang menjadi bagian dari pola hidup di Kecamatan Petang.

Berhubungan dengan hal tersebut, Hoed (2008:41) berpendapat bahwa semiotika

merupakan studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja dalam kehidupan

manusia. Hal senada juga dikatakan Danesi (2010:8) bahwa makna dalam semiotika

adalah makna yang berada pada akar-akar budaya.


39

Teori semiotika merupakan evolusi teori struktur yang dikembangkan oleh

ilmuwan Amerika Serikat, Pierce Charles Sanders (1940). Teori dapat membantu

menjelaskan berbagai hal mengenai gejala budaya yang melibatkan proses penafsiran.

Pierce mengajukan tiga jenis tanda, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah

hubungan antara petanda dan penanda yang bersifat alamiah (berdasarkan identitas),

indeks adalah hubungan kausalitas atau bersifat langsung, sedangkan simbol adalah

hubungan arbitrer (manasuka) berdasarkan konvensi yang disepakati para pemakai

bahasa bersangkutan.

Tanda-tanda merupakan basis dari seluruh komunikasi. Dengan perantara

tanda-tanda manusia dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Sehubungan

dengan hal tersebut, Lechte (2001: 191) dalam Sobur (2009:17) mengatakan bahwa

semiotika adalah teori tentang tanda atau penandaan. Lebih jelas lagi, semiotika

adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan

saran sign “tanda-tanda” dan berdasarkan sign sistem “(code) sistem tanda”.

Pendekatan semiotik didasarkan pada asumsi bahwa tindakan manusia atau hal yang

dihasilkannya menunjukkan makna asalkan tindakan tersebut berfungsi sebagai tanda,

tentu ada sistem konvensi dan pembedaan yang mendasarinya yang memungkinkan

adanya makna tersebut.

Menurut Hoed (2008) ada empat hal yang mesti diperhatikan dalam

semiotika, yaitu jenis tanda (ikon dan lambang), jenis sistem tanda (bahasa, music,

gerak tubuh), jenis teks, dan jenis konteks atau situasi yang memengaruhi makna

tanda (kondisi psikologis, sosial, historis, dan kultural). Melalui pemahaman diatas
40

diketahui bahwa semiotika memberikan kemungkinan kepada manusia untuk berpikir

kritis. Di samping itu, memahami adanya kemungkinan makna lain atau penafsiran

lain atas segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sosial budaya, termasuk

masyarakat di Kecamatan Petang.

Selanjutnya Rolland Barthes (1915—1980) merupakan salah seorang pemikir

strukturalis yang mempraktikkan model linguistik dan semiologi saussurean tentang

signifier (penanda) dan signified (petanda). Dalam teorinya tentang tanda ia

mengembangkan dua tingkat pertandaan (staggered system) yang memungkinkan

dihasilkannya makna yang bertingkat-tingkat pula, yaitu denotation stage (tingkat

denotasi) dan connotation stage (tingkat konotasi).

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dan petanda atau antara tanda dan rujukannya (referent) yang selanjutnya

menghasilkan makna secara eksplisit, secara langsung, dan pasti. Makna denotatif ini

adalah makna dari apa yang tampak yang biasa disebut juga makna leksikal atau

makna referensial.

Kontotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara

penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak

langsung, dan tidak pasti, yang terbuka terhadap berbagai kemungkinan penafsiran.

Berkaitan dengan makna konotatif ini Barthes berbicara tentang mitos sebagai

pengkodean makna dan nilai-nilai sosial yang dianggap sebagai sesuatu yang ilmiah

(Pilliang dalam Wilfridus Silab, 2008:38—39).


41

Pandangan Barthes tentang tanda, baik denotatif maupun konotatif terkait

dengan bahasa yang mengomunikasikan suatu pesan (tanda) bermakna. Oleh karena

itu, teori ini secara khusus digunakan untuk mengungkapkan makna di balik kata-

kata, ungkapan-ungkapan, dan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan makna

mitos-mitos kehamilan. Dari kata-kata, tindakan, atau ungkapan-ungkapan tertentu

dapat dipahami sebagai wacana yang menggambarkan makna mitos-mitos kehamilan

itu sendiri.

Teori semiotika dalam penelitian ini digunakan sebagai alat analisis dalam

menginterpretasi dan memahami makna yang ada di balik mitos-mitos kehamilan dan

pascapersalinan di Kecamatan Petang.


42

2.4 Model Penelitian

Alur pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Budaya Lokal Budaya Global

Perawatan Kesehatan
Kehamilan dan
Pascapersalinan

Faktor Internal Faktor Eksternal


Mitos-Mitos Kehamilan - Teknologi
-Tradisi dan Pascapersalinan di -Lingkungan
-Mitos Kecamatan Petang -Pendidikan
-Kepercayaan -Ekonomi

Bentuk-bentuk Ideologi yang ada di Makna dari mitos-


mitos kehamilan balik mitos-mitos mitos kehamilan dan
dan pascabersalin kehamilan dan pascabersalin
pascapersalinan

Temuan Penelitian

Keterangan :
: Hubungan saling memengaruhi
: Hubungan searah
: Temuan/ Hasil Penelitian

Penjelasan Bagan Model Penelitian

Dalam setiap kebudayaan masa hamil merupakan kondisi penting dan masa

kritis sehingga diperlukan perawatan khusus. Perilaku perawatan pada masa hamil

dan pascapersalinan disamping dipengaruhi oleh faktor eksternal atau faktor

globalisasi yang meliputi aspek teknologi, lingkungan, pendidikan, dan ekonomi. Di


43

samping itu, juga dipengaruhi faktor lokal atau faktor internal yang menyangkut

aspek tradisi, mitos dan kepercayaan. Budaya sebagai landasan perilaku baik budaya

yang berasal dari luar maupun budaya yang diwariskan secara keturunan dalam

bentuk tradisi, kepercayaan, dan mitos - mitos.

Sebagaimana dipahami dan diyakini para ilmuwan sosial bahwa globalisasi

dan modernitas akan menghilangkan atau menggerus tradisi budaya lokal dalam

berbagai aspek kehidupan termasuk dalam perawatan kesehatan kehamilan dan

pascapersalinan. Namun realitas empirik menunjukkan hal yang sebaliknya.

Eksistensi mitos kehamilan justru masih tetap eksis di tengah kuatnya arus globalisasi

di suatu wilayah, di antaranya di Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Fenomena

tersebut menarik untuk dikaji dengan pendekatan kritis dalam upaya memahami

keberadaan praktik-praktik perawatan kehamilan dan pascapersalinan dalam

kaitannya dengan mitos.

Anda mungkin juga menyukai