Anda di halaman 1dari 10

BUDAYA JAWA PADA IBU POSTPARTUM DI DESA CANDIREJO KECAMATAN

NGAWEN KABUPATEN KLATEN

Java Culture On Postpartum In Candirejo Village


Klaten District

Sugita1*
1
Poltekkes Kemenkes Surakarta
Jl. Letjend. Sutoyo, Mojosongo, Surakarta 57127
gitibesar@yahoo.com

ABSTRAK
System penyembuhan di Indonesia mengalami pluralism, antara lain dengan adanya
humoral medicine dan elemen magis. Salah satu di antaranya pada masyarakat suku jawa
memiliki cara-cara tertentu dalam penyembuhan dan persepsi tertentu tentang sehat sakit
budaya yang dianut.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran budaya jawa pada
ibu postpartum di Desa Candirejo. Populasi adalah seluruh ibu post partum di Desa Candirejo
berjumlah 24 orang. Pengumpulan data dengan wawancara terstruktur dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian didapatkan bahwa budaya jawa pada periode postpartum yang masih
dilakukan antara lain pilis, parem, minum jamu, pijet, stagenan, gurita, kempitan,
walikdadah, duduk senden, pantang makan dan budaya duduk. Faktor sosial budaya
mempunyai peranan penting dalam memhami sikap dan perilaku manusia pada kehidupan
manusia, salah satunya pada priode post partum, yang di wariskan turun temurun

Kata kunci: budaya jawa, ibu postpartum

ABSTRACT
Healing system in Indonesia have pluralism, incluiding humora medicine magical
elements. One of them is that Javanese community has a certain way in healing and a certain
percaption about sick and healty according to their culture. This research aims to knowing
the description of Javanese culture in the post-partum mothers in Candirejo.The population
throughout the post partum mothers 24 people. Collecting data with structure interview and
data using percentage.The result showed that the Javanese culture in the post partum period
are still carried out among others pillis, parem, drink jamu, wearing stagen, wearing gurita,
kempitan, walikdadah, do sit senden, abstain from eating and sitting culture.Social and
cultural factors have important Perana Understand the attitudes and behavior of human to
human life, one of them on post partum period, which was passed on from generation to
generation

Keywords : java culture, post partum mother

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 25


PENDAHULUAN dalam kehidupan manusia. Namun respon
Kebudayaan sering diartikan sebagai masyarakat terhadap berbagai peristiwa
the general body of the arts, yang meliputi misalnya: rumah, gedung, alat-alat senjata,
seni sastra, seni musik, seni pahat, seni mesin-mesin, pakaian dan sebagainya dan
rupa,pengetahuan filsafat atau bagian- kebudayaan immaterial (spiritual=batin),
bagianyang indah dari kehidupanmanusia. yaitu: kebudayaan, adat istiadat, bahasa, ilmu
Pengertian kebudayaan ditempatkan pengetahuan dan sebagainya (Prasetya,
disamping pengertian ekonomi, politik, 1991).
hukum, sedangkan pengertian dalam ilmu Menurut Marmi (2012) masa
sosial adalah seluruh cara hidup dari sesuatu postpartum adalah masa dimulai beberapa
masyarakat. Hasil buah budi (budaya) jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6
manusia itu dapat kita bagi menjadi 2 macam minggu setelah melahirkan. Masa postpartum
yaitu kebudayaan material (lahir) yaitu dimulai setelah kelahiran plasenta dan
kebudayaan yangberwujud kebendaanhamil berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
yang berlangsung kira-kira seperti keadaan sebelumnya. Sistem
6minggu.Perawatan masa postpartum penyembuhan di Indonesia mengalami
mencakup berbagai aspek mulai dari pluralism. Dimana berbagai cara pengobatan
pengaturan dalam mobilisasi, anjuran untuk yang berbeda-beda hadir berdampingan
kebersihan diri, pengaturan diet, pengaturan termasuk humoral medicine dan elemen
miksi dan defekasi, perawatan payudara magis.
(mamma) yang ditujukan terutama untuk Salah satu suku yang ada di Indonesia
kelancaran pemberian Air Susu Ibu guna adalah Jawa, yang merupakan suku
pemenuhan nutrisi bayi, dan lain-lain terbanyak.Masyarakat suku jawa mempunyai
(Mochtar, 1998). Selain perawatan cara-cara tertentu dalam penyembuhan dan
postpartum dengan memanfaatkan system mempunyai persepsi tertentu tentang sehat
pelayanan biomedical, ada jugaditemukan sakit terkait budaya yang dianut (Pratiwi,
sejumlah pengetahuan dan perilaku budaya Arifah, 2011). Hal tersebut sesuai dengan
dalam perawatan masa postpartum. hasil penelitian Suryawati tahun 2007 di
Para ahli antropologi melihat bahwa Kabupaten Jepara terdapat 60 ibu
pembentukan janin, kelahiran dan masa postpartum. Hasil penelitian menunjukan
pasca kelahiran umumnya dianggap oleh 41,7% responden berpantang mengkonsumsi
berbagai masyarakat diberbagai penjuru daging dan ikan, 83,3% responden
dunia sebagai peristiwa-peristiwa yang wajar melakukan pijat badan untuk mengembalikan

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 26


kebugaran tubuh dan minum jamu dilakukan METODE
hampir oleh semuaresponden. Sedangkan Desain penelitian menggunakan
temuan pada penelitian yang dilakukan oleh deskriptif kuantitatif. Pada penelitian ini
Pratiwi dan Arifah (2011) di kabupaten peneliti mengidentifikasi distribusi
Sukoharjoteridentifikasi budaya pantangan frekwensiperawatan postpartum yang
makan gorengan dan cabe pada masa dilakukan pada ibu postpartum di Desa
postpartum. Hal tersebut di lakukan karena Candirejo Kecamatan Ngawen Kabupaten
ibu takut makanan tersebut dapat Klaten.Populasi dalam penelitian ini adalah
menghambat penyembuhan luka setelah ibu-ibu yang berada pada rentang waktu 1
melahirkan, Adapula seorang ibu yang minggu setelah periode postpartum
memberikan alasan tidak boleh makan ikan berakhirdi Desa Candirejo Kecamatan
asin dan makanan amis lainnya karena Ngawen Kabupaten Klaten.Teknik
khawatir ASI menjadi amis. Ibu juga pengambilan sampel yang digunakan adalah
dianjurkan minum jamu dan daun katu untuk sampling jenuh dengan mengambil semua
memperlancar ASI. Ibu postpartum tidak anggota populasi menjadi sampel. Adapun
boleh tidur telentang karena dapat sampel yang diambil adalah Ibu-ibu yang
menyebabkan darah putih naik ke mata, tidak telah 1 minggu melewati periode postpartum
dianjurkan kaki ditekuk dan kerja berat, di Desa Candirejo Kecamatan Ngawen
duduk kaki harus lurus, memakai pilis di Kabupaten Klaten. Analisis yang digunakan
dahi, tidak boleh banyak gerak, memakai analisis deskriptif.
stagen, perut diberi tapel, tidur setengah
duduk serta mandi wuwung pagi dan sore. HASIL
Berdasarkan studi pendahuluan yang Hasil wawancara terhadap 24
dilakukan di Bidan Desa Candirejo respondendi temukan beberapa budaya jawa
Kecamatan Ngawen Kabupaten Klaten dari yang masih umum dilakukan oleh ibu-ibu
hasil wawancara pada ibu-ibu yang pada masa postpartum di Desa Candirejo
melakukan kontrol setelah melahirkan adalah Kecamatan Ngawen Kabupaten
ibu memakai stagen, pilis, kempitan dan Klaten.Adapun menurut responden budaya-
minum jamu. Kondisi tersebut memotivasi budaya jawa tersebut sebagian besar
peneliti untuk mencari lebih baik dilakukan sampai hari ke-36 postpartum,
bagaimanakah gambaran budaya jawa pada yang dalam masyarakat jawa dikenal dengan
ibu postpartum. istilah selapan. Budaya Jawa pada periode
postpartum diantaranya memakai pilis,

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 27


parem, minum jamu, pijet, walikdadah, memakai pilis kurang dari empat puluh hari,
memakai gurita, memakai stagen, kempitan, sedangkan 16,66 % atau dua orang
duduk senden, pantang makan dan budaya memakainya sampai empatpuluh hari. Pilis
duduk. digunakan dengan cara ditempel di dahi.Pilis
Hasil di peroleh 16,66% responden diperoleh dengan cara membeli di pasar atau
memakai pilis 0-40%,25% memaikainya tukang jamu tradisional. Alasan responden
kurang dari 40 hari , 37,5% memakai parem memakai pilis adalah untuk menjaga
di tangan dan kaki selama 40 hari, 75 % kesejukan mata.
minum jamu beras kencur, 87,5% minum Budaya jawa Memakai parem
jamu wejahan, 37,5% minum jamu daun Hasil penelitian menunjukan 37,5 %
papaya, 8,33% minum jamu kunir asem, atau sebanyak sembilan responden, memakai
4,16% minum jamu temulawak, 37,5% parem pada tangan dan kaki.
minum jamu uyup-uyup, 37,5% melakukan Budaya Jawa Minum Jamu
pijat, 58,33% melakukan walik dadah pada Jamu yang dikonsumsi responden
waktu selapanan, 37,5 %memakai gurita merupakan jamu tradisional diantaranya
simpul, 8,33% memakai korset50 memakai jamu beras kencur, kunir asem, temu lawak,
stagen sepanjang 4 meter, 41,66% memakai godhong kates, wejahan atau jamu campuran
stagen sepanjang 10 meter, 50 melakukan dan jamu uyup-uyup. Sebagian besar
kempitan kurang dari 40 hari, 95,83% responden mengkonsumsi jamu wejahan.
melakukan duduk senden kurang dari 40 hari, Alasan responden mengkonsumsi jamu
66,66% pantang makanan pedas, 33,33% adalah 3 responden mengatakan untuk
pantang makan amis-amis, 4,16 pantang memperlancar ASI dan 22 responden lainnya
minum banyak, 12.5 pantang minum es, mengatakan selain untuk memperlancar ASI
8,33% pantang makan makanan manis, juga untuk menjaga agar badan sehat dan
87,5% duduk kaki lurus, 100% duduk kaki padat.
rapat, sejajar tidak menggantung dan 75% Budaya jawa pijet
duduk dengan kaki di ganjal kursi kecil. Hasil penelitian menunjukan hanya
Berikut paparan dari masing-masing budaya sebagian kecil responden melakukan pijet
jawa pada masa postpartum pada masa postpartum. Sebanyak 6
Budaya jawa memakai pilis responden memulai pijet pada hari pertama
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh setelah bersalin, 1 responden pada hari ke-
hasil sebagian kecil responden memakai 2,1 responden pada hari ke-3 dan 1
pilis. Sebesar 25 % atau enam orang responden lainnya mulai pijet pada hari

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 28


ketujuh setelah bersalin. Sebanyak tiga memakai stagen dengan ukuran panjang
responden melakukan pijet sebanyak 5 kali, sepuluh meter para responden dibantu oleh
lima responden melakukan pijet sebanyak orang lain sedangkan responden yang
tiga kali dan satu responden melakukan pijet memakai stagen dengan panjang empat meter
sebanyakdua kali selama periode postpartum. dapat memakainya sendiri. Alasan responen
Bagian yang dipijet adalah seluruh tubuh memakai stagen adalah untuk mengecilkan
kecuali perut. Alasan responden melakukan perut dan menjaga keindahan tubuh.
pijet adalah untuk menghilangkan rasa lelah Budaya jawa kempitan
setelah bersalin. Separuh dari jumlah seluruh responden
Budaya Jawa Walik dadah melakukan budaya kempitan. Kempitan
Hasil penelitian menunjukan didapat dilakukan kurang dari empatpuluh hari,
separuh lebih responden yang melakukan biasanya hanya selama lokhea masih
walik dadah atau pengurutan yang terakhir. keluar.Alasan responden melakukan budaya
Daerah utama yang diurut adalah perut. kempitan adalah agar jalan lahir menjadi
Responden melakukan walik dadah pada rapat kembali.
selapan hari atau hari ke 36 periode Budaya jawa duduk senden
postpartum. Tujuan responden melakukan Duduk senden merupakan budaya jawa
walikdadah adalah untuk mengembalikan pada ibu postpartum yang dilakukan sebagian
posisi rahim kebentuk semula besar responden selama kurang dari
Budaya jawa memakai gurita empatpuluh hari. Alasan responden
Hasil penelitian menunjukan bahwa melakukan duduk senden adalah untuk
hanya sebagian kecil responden yang menjaga kesehatan.
memakaigurita pada periode postpartum. Budaya pantang makan
Delapan responden memakai gurita dengan Menurut para responden terdapat
alasan mengecilkan perutdan menjaga budaya pantang makan pada makanan yang
keindahan tubuh sedangkan satu responden perlu dilakukan oleh ibu-ibu postpartum
lainnya mengatakan alasan memakai gurita dengan berbagai alasan tertentu. Sebagian
agar perut menjadi kencang. besar responden berpantang makan pedas
Budaya jawa stagen atau cabai, dengan alasan anak bisa diare.
Terdapat sebagian besar responden Sebanyak 33,33 % atau 8 responden
memakai stagen pada periode postpartum. melakukan pantang makan pada makanan
Ukuran panjang stagen terdiri dari dua jenis amis-amisan dengan alasan ASI menjadi
yaitu empat meter dan sepuluh meter. Ketika amis dan luka setelah bersalin tidak lekas

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 29


sembuh. Sebanyak 4,16 % atau 1 responden delingobengle, pala, bahan tersebut
berpantang minum banyak dengan alasan dihaluskan kemudian dijemur jika hendak di
anak bisa pilek. Sebanyak 12,5 % atau 3 pakai dicampur dengan air terlebih dahulu.
responden berpantang minum es dengan Kemudian dioleskan pada dahi. Ramuan pilis
alasan anak bisa sakit panas atau pilek. bertujuan mengembalikan kesejukan mata.
Sebanyak 8,33 % atau 2 responden Isinya antara lain rimpang akar tinggal
berpantang makan makanan manis dengan bengle (Cassumanuari rhizoma) yang
alasan anak bisa beleken atau sakt mata. menurut Tilaar (1996) berkhasiat
Budaya jawa duduk pada ibu postpartum menghangatkan tubuh dan menghilangkan
Terdapat beberapa budaya duduk pada pusing kepala, buah kapulaga (Cardamon
ibu postpartum. Seluruh responden fructus) dan sintok (Sintok cortex), daun
melakukan budaya duduk dengancara kaki kemuning. Cara penggunaan ialah
sejajar tidak saling tumpang tindih, mengoleskan pada dahi. Kalau mata segar
merapatkan kaki serta kaki tidak tentunya tidak mengantuk dan dapat
menggantung, mereka melakukan hal menghindarkan tidur siang. Tidur siang yang
tersebut agar tidak mengalami varises, berlebihan kurang baik bagi kesehatan dan
merapatkan kembali jalan lahir dan agar menjadikan badan gemuk dan berair.
jahitan tidak rusak. Sedangkan sebagian Budaya Jawa Memakai Parem
besar responden yang duduk dengan kaki Menurut budaya jawa wanita pada
lurus dan diganjal kursi kecil agar kaki tidak periode postpartum dianjurkan untuk
bengkak, tidak varises dan mudah menyusui. memakai parem, hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Tilaar (1996) agar memakai
PEMBAHASAN parem sesudah melahirkan, dan sesudah
Budaya jawa memakai pilis mandi manfaat pareman adalah untuk
Salah satu budaya jawa yang dilakukan memberi rasa segar dan menghilangkan
perempuan pada periode postpartum adalah kelelahan. Parem dipakai pagi dan sore
memakai pilis. Pemakaian pilis dipercaya sesudah mandi. Ramuan untuk parem antara
dapat mencegah darah putih naik ke lain mengandung jahe, kencur, minyak sereh,
mata.Berdasarkan kepercayaan responden, dan bengle Bila ditinjau dari literature lain
yang diperoleh dari orang tua terdahulu, bila milik Manurung (2009) pemakaian parem
tidak memakai pilis maka mata dapat rusak berkhasiat untuk mencegah masuk angin, hal
seperti penglihatan menjadi kabur. Adapun tersebut sesuai dengan pernyataan berikut:
bahan pilis terdiri dari kayu manis, “kandungan kencur (Kaempferia galanga)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 30


yang merupakan suku tumbuhan jaman dulu, yaitu bagaimana merawat tubuh
Zingiberaceae, digolongkan sebagai tanaman dan mengobati berbagai macam penyakit,
jenis empon-empon yang mempunyai daging dimana pada saat itu belum mengenal ilmu
buah paling lunak dan tidak berserat, kedokteran modern mereka hanya mengenal
merupakan tanaman kecil yang tumbuh subur adanya orang-orang ”pintar” dan ramuan-
di daerah dataran rendah atau pegunungan ramuan tertentu yang diperoleh menurut
yang tanahnya gembur dan tidak terlalu pengalaman dan perkiraan pribadi. Begitu
banyak air. Banyak dikenal sebagai tanaman pula dengan ramuan khusus wanita, yang
yang berguna untuk mencegah masuk angin”. muncul akibat adanya masalah kewanitaan
Budaya jawa minum jamu seperti keputihan, ingin awet muda,
Sesuai pernyataan Aria (2008) jamu mempertahankan kondisi tubuh pada saat
adalah sebutan orang Jawa terhadap obat hamil, untuk menjaga janin yang ada dalam
hasil ramuan tumbuh tumbuhan asli dari kandungan, untuk menjaga kemesraan
alam yang tidak menggunakan bahan kimia pasangan suami istri, dan lain-lain. Hal
sebagai aditif. Konotasi tradisional selalu tersebut sesuai dengan pendapat Manurung
melekat pada jamu sebab jamu memang (2009) bahwa penggunaan obat tradisional
sudah dikenal lama sejak jaman nenek seperti jamu telah lama dipraktekkan di
moyang sebelum farmakologi modern masuk seluruh dunia, baik negara yang sedang
ke Indonesia. Jamu semula hanya dikenal di berkembang seperti Indonesia maupun di
daerah Wonogiri-Surakarta kemudian meluas negara yang telah maju seperti Cina, dan
ke daerah-daerah lain yang selintas terkesan lain-lain.
seiring dengan program transmigrasi. Budaya jawa pijet
Penggunaan jamu yang memasyarakat ini Budaya pijet pada ibu postpartum
sudah menjadi kebiasaan turun temurun masih banyak dilakukan oleh responden
secara tradisional dan diwariskan dari dengan alasan menghilangkan rasa lelah
generasi ke generasi tanpa perubahan setelah bersalin. Dalam hal ini sesuai
sedikitpun, baik mengenai bahan tanaman pendapat Manurung (2009) daerah yang
yang digunakan, cara meramunya maupun dipijet adalah seluruh bagian tubuh kecuali
kepercayaan terhadap khasiatnya. perut. Banyaknya bervariasi pada tiap
Jamu dinilai bermanfaat bagi responden. Pijet diserahkan kepada seorang
pemeliharaan kesehatan. Jamu merupakan wanita yang sudah ahli dalam menolong
ramuan yang muncul sebagai akibat adanya persalinan maupun merawat wanita setelah
masalah yang dihadapi masyarakat pada

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 31


bersalin, yang dalam masyarakat jawa dan agar perut tidak melebar. Pemakaian
dikenal dengan dukun beranak. gurita juga bermanfaat bagi sebagian
perempuan yang menapali perutnya dengan
Budaya walikdadah daun sirih agar tidak lepas.
Upaya lain yang dilakukan masyarakat Berdasarkan penelitian ilmiah dalam
suku jawa untuk mempertahankan kesehatan ilmu kesehatan milik Manurung (2009),
adalah dengan melakukan walikdadah. dinyatakan pemasangan gurita tidak baik
Walikdadah sesuai penjelasan Manurung bagi kesehatan ibu serta mengganggu
(2009) adalah istilah untuk mengatakan kenyamanan ibu. Disamping itu, pemakaian
pengurutan yang terakhir dan daerah utama gurita terlalu ketat dalam jangka waktu lama
yang diurut adalah perut.Walikdadah akan menyebabakan aliran darah tungkai
dilakukan pada selapan hari atau hari ke-36 kurang lancer, sehingga tungkai terasa sakit
periode postpartum.Manfaat dari walikdadah atau bengkak. Kerugian lain apabila gurita
adalah mengembalikan posisi rahim ke posisi dipakai dua jam postpartum, maka akan
normal.Keluhan perempuan bahwa mempersulit pelayan kesehatan untuk
“kandungan turun” setelah melairkan melakukan pemeriksaan fundus uteri, guna
dikarenakan oleh ligament, fasia, jaringan memastikan baik tidaknya kontraksi uterus.
penunjang alat genetalia kendor.tidak jarang Budaya jawa memakai stagen
ligamentum rotundum kendor yang Pemakain stagen pada ibu postpartum
mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. dilakukan dengan tujuan mengecilkan perut
Menurut Suherni (2009) untuk dan menjaga keindahan tubuh. Manurung
mengembalikan kepada keadaan normal dan (2009) menerangkan selama kehamilan
menjaga kesehatan agar tetap prima senam abdomen mengalami peregangan mencapai
nifas sangat baik dilakukan pada ibu setelah kira-kira dua kali lipat dari panjang semula
melahirkan. Ibu tidak perlu takut untuk pada akhir minggu masa kehamilan.Seluruh
banyak bergerak, karena dengan ambulasi otot abdomen memerlukan latihan untuk
dini (bangun dan bergerak setelah beberapa mencapai panjang dan kekuatan semula,
jam melahirkan) dapat membantu rahim namun otot yang terpenting ialah otot
untuk kembali kebentuk semula. tranversus.Latihan tranversus dapat dimulai
Budaya jawa memakai gurita kapanpun ibu merasa mampu.Senam
Pada masyarakat suku jawa, pemakaian teranversus dilakukan dengan berbaring dan
gurita didaerah perut dianggap bermanfaat kedua lutut ditekuk dan kaki datar menapak
untuk mempercepat proses pengecilan perut di tempat tidur. Letakkan kedua tangan di

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 32


abdomen bawah di depan paha. Tarik nafas atau makanan pedas dengan alasan dapat
pada saat akhir, hembuskan nafas, menyebabkan diare pada bayi. Hal tersebut
kencangkan bagian bawah abdomen dibawah sejalan dengan pendapat Manurung (2009)
umbilicus dan tahan dalam hitungan sepuluh, yaitu makanan pedas dapat merangsang
lanjutkan dengan bernafas normal, ulangi saluran cerna, pada ibu postpartum saluran
sampai sepuluh kali cerna sensitive karena masa adaptasi
Budaya jawa kempitan fisiologis terhadap keseimbangan hormone
Kempitan adalah budaya memakai dari ketika hamil.
kain. Hal tersebut sesuai dengan Suherni Budaya jawa duduk pada ibu postpartum
(2012) untuk menjaga kebersihan diri Budaya jawa duduk pada ibu
dianjurkan memakai pembalut dan postpartum yaitu kaki lurus, rapat, sejajar
mengganti setiap kali mandi, BAB/BAK, tidak saling tumpang tindih, tidak
paling tidak dalam waktu 3-4 jam. menggantung dan duduk dengan kaki
Budaya jawa duduk senden diganjal kursi kecil dengan alasan agar tidak
Perempuan pada periode postpartum varises, tidak bengkak dan jahitan tidak
menurut budaya ini harus duduk seharian rusak. Disebutkan Marmi(2012) untuk
ditempat tidur dengan bantal disusun mengembalikan keadaan ibu seperti
dibagian belakang tubuh untuk menopang sediakala sebelum kehamilan dapat
tubuh agar tetap dalam posisi setengah duduk dilakukan senam nifas dengan salah satu
dan kaki dirapatkan. Mereka menganggap manfaatnya adalah memperbaiki sirkulasi
cara ini dapat menjaga kerapatan vagina dan darah sehingga mencegah terjadinya
agar posisi berjalan mereka tidak buruk pembekuan (trombosis) pada pembuluh
(mengangkang). Mochtar (1998), darah terutama pembuluh tungkai, selain itu
mengatakan walaupun istirahat dan tidur beraktifitas sedang serta cukup istirahat
perlu bagi ibu setelah melahirkan, tetapi dengan kaki dinaikkan merupakan cara yang
bukan berarti ibu harus berbaring atau duduk umumnya berhasil mengurangi
terus selama beberapa hari periode ketidaknyamanan selain itu duduk dengan
postpartum. Dalam literatur dikatakan bahwa kaki tidak menggantung atau diganjal kursi
wanita postpartum dianjurkan untuk tidur kecil dapat membuat nyaman ibu pada saat
terlentang selama 8 jam pasca persalinan. menyusui bayinya.
Budaya pantang makan
Pantang makan yang dilakukan oleh KESIMPULAN
resonden antara lain pantang makan cabai

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 33


Faktor sosial budaya memiliki peranan Kota Sukabumi, [Skripsi]. Program
Studi Gizi Masyarakkkat Dan Sumber
penting dalam memahami sikap dan perilaku
Daya Keluarga Fakultas Pertanian
kehidupan manusia salah satunya adalah Institute Pertanian Bogor, Bogor.
Manurung,Y. D. 2009, Perawatan
pada periode postpartum. Sebagian
Postpartum Menurut Budaya Jawa,
pandangan budaya telah diwariskan turun- [Karya Tulis Ilmiah]. Program D-IV
Bidan Pendidik FakultasKedokteran
temurun dalam kebudayaan masyarakat yang
Universitas Sumatra Utara
bersangkutan Mochtar , R.,1998, Synopsis Obstetric Edisi
2 Jilid 1, Buku Kedikteran EGC:
Hasil penelitian menunjukan gambaran
Jakarta
budaya jawa pada ibu postpartum didapat Marmi. 2012, Asuhan Kebidanan Pada Masa
Postpartum, Pustaka Pelajar,
antara lain adalah pilis, parem, minum jamu,
Yogyakarta
pijet, stagenan, gurita, kempitan, walik Pratiwi, A., Arifah S. 2011, Perilaku,
Persalinan Dan Postpartum Terkait
dadah, duduk senden, pantang makan dan
Dengan Budaya Kesehatan Pada
budaya duduk. Masyarakat Jawa Di wilayah
Kabupaten Sukoharjo’ Jurnal
Komunikasi Kesehatan, [Online], Vol.
UCAPAN TERIMA KASIH 2 No.01.
Prasetyo, Joko Tri dkk. 1991.Ilmu Budaya
Penulis mengucapkan terimakasih
Dasar. PT Rineka Cipta. Jakarta
kepada UPT Penelitian dan Pengabdian Suherni, Widyasih, H. & Rahmawati, A.
2009, Perawatan Masa Nifas:
Masyarakat STIKES Al-Irsyad Al-
Fitramaya, Yogyakarta
Islamiyyah Cilacap atas diterbitkannya Suryawati, Chriswardani. 2007, Factor
Sosial Budaya Dalam Praktik
artikel penelitian ini.
Perawatan Kehamilan, Persalinan Dan
Pasca Persalinan Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia, [Online], Vol. 2,
DAFTAR PUSTAKA
No. 1.
Aria, G. N. 2008, Analisis Kepuasan Dan
Loyalitas Konsumen Jamu Gendong Di

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 34

Anda mungkin juga menyukai