Untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif yang diampu oleh Bapak Rinekso
Asmaul Khusnah
201810270211006
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Di era millenial ini, masih banyak penduduk Kota Batu yang masih menerapkan
praktik pengobatan Suwuk, meskipun sudah banyak rumah sakit yang telah modern
fasilitas pengobatannya. Suwuk atau dikenal sebagai mantra, merupakan salah satu sistem
penyembuhan tradisional pada masyarakat Jawa yang diyakini keampuhannya dalam
proses penyembuhan penyakit. Setiap kebudayaan dan masyarakat memiliki cara-cara
serta pengetahuan lokal tersendiri dalam mengatasi penyakitnya, termasuk metode
penyembuhan suwuk. Kebudayaan sinkretisme yang ada di Jawa rata-rata
melatarbelakangi metode penyembuhan suwuk hingga saat ini. Hal ini juga didukung oleh
pemahaman mengenai kelebihan fungsi pengobatan tradisional sebagai pengobatan
alternatif yang memenuhi kebutuhan kesehatan dari segi sosial, psikologi dan organik,
yang tidak didapat dari dokter ataupun pelayanan kesehatan (Foster dan Anderson,
1986:301).
Pengobatan Suwuk hingga saat ini masih tetap eksis di Kota Batu, khususnya di
Desa Temas yang notabenenya masih berada dipusat kota, dekat dengan rumah sakit
ataupun puskesmas yang mempunyai fasilitas maupun tenaga medis yang sudah ahli serta
memadai untuk keperluan pengobatan. Mbah Karmanu adalah salah satu dukun suwuk
yang ada di Desa Temas dan sudah cukup kondang ditelinga masyarakat sekitar dan
bahkan sampai luar kota. Metode yang digunakan oleh Mbah Karmanu dalam mengobati
pasiennya adalah dengan cara menggunakan doa-doa (mantra) serta dibantu oleh danyang
(penunggu desa setempat).
Selain melakukan suwuk pada orang dewasa, Mbah Karmanu juga dapat
melakukan suwuk pada bayi. Mbah Karmanu mengobati bayi yang terkena sawanen
(penyebutan sakit karena hal gaib). Bayi yang terkena sawan cenderung menangis terus
menerus dan disertai demam. Cara melakukan metode suwuk pada anak bayi yang
dilakukan oleh Mbah Karmanu antara lain adalah: daun sangket di kunyah (beliau yang
mengunyah daunnya) kemudian kunyahan dari daun sangket tersebut diusapkan pada dahi
bayi yang disuwuk tadi. Namun, apabila ramuan kunyahan daun sangket ini tetap tidak
berhasil membuat bayi “sembuh”, Mbah Karmanu ini akan memberikan sejumput garam
yang dibungkus dengan kertas yang sudah di beri asma’ (tulisan doa-doa yang
menggunakan tulisan arab), kemudian bungkusan garam tersebut ditaruh di bawah bantal
si bayi. dan apabila dalam satu atau dua hari si bayi masih tetap rewel, garam tadi di
campur dengan segelas air dan diminum oleh si ibu dan di susu kan ke bayi.
Penyakit sawan sendiri ditandai dengan sang bayi yang diganggu oleh mahluk halus
atau ketakutan tersendiri terhadap sesuatu yang mengakibatkan bayi tersebut menangis
sepanjang hari/malam dan hal tersebut tidak diketahui oleh orangtua sang bayi.
Pengobatannya pun, selain dilakukan dengan daun sangket ataupun garam, juga dilakukan
dengan membacakan doa-doa serta penulisan doa yang ditulis diselembar kertas yang
kemudian akan dibungkus menggunakan kain dan dilipat berbentuk persegi dan digunakan
sebagai kalung untuk bayi tersebut, dan nantinya kalung tersebut disebut sebagai jimat
penangkal gangguan mahluk halus, penangkal sial dll. Selain digunakan sebagai kalung, jimat
tersebut juga bisa diletakan pada benda yang digunakan sehari-hari seperti cincin.
Mantra dalam suwuk sebagai media doa dalam proses penyembuhan tradisional
masih menjadi pilihan penyembuhan masyarakat di Desa Temas, Kecamatan Batu, Kota
Batu. Kepercayaan masyarakat Desa Temas terhadap penyembuhan suwuk masih bertahan
kuat. Di desa yang terletak dipusat kota ini terdapat tiga hingga lima dukun yang salah
satunya adalah Mbah Karmanu, yang masih menggunakan suwuk untuk melengkapi
metode penyembuhan lain, seperti pijat dan ramuan herbal. Penyembuhan tradisional ini
menjadi pilihan metode penyembuhan dari berbagai penyakit yang ada, juga didukung
pekerjaan dan pola aktifitas masyarakat Desa Temas.
Fenomena pengobatan ini menjadi suatu hal yang secara sadar ataupun tidak sadar
dijalani oleh masyarakatnya sebagai sebuah cerminan budaya setempat. Hal ini
dikarenakan pengobatan Suwuk tumbuh dan berkembang dalam pola masyarakat Jawa itu
sendiri, selain itu pengobatan ini masih terus digunakan di kalangan masyarakat Jawa
dengan asalan mencari kesembuhan dari penyakit yang dialami. Meskipun di era modern
saat ini pengobatan dunia Barat sudah maju dari segi peralatan dan penanganan medisnya,
namun cara pengobatan lama ini tetap mendapat tempat tersendiri bagi masyarakat Jawa.
Karena pengobatan tradisional sebagai cara pengobatan yang dipilih oleh seseorang bila
cara pengobatan konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
suatu permasalahan sebagai berikut:
Secara akademis diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
studi-studi mengenai kondisi masyarakat secara sosial terkait prngobatan tradisional yang
masih tetap eksis diera millenial ini. Melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya.
Terdapat beberapa penelitian yang mengulas mengenai pengobatan non medis, baik
pengobatan untuk anak atau pun pengobatan tradisional umum lainya yang digunakan
untuk mengobati pasien berasal dari pengetahuan masyarakat setempat dalam menangani
penyakit.
Adapun kesamaan dari penelitian tentang pengobatan tradisional ini dengan ke-3
penelitian terdahulu ialah sama-sama berorientasi pada pengobatan tradisional yang
berbasis mantra, sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan kajian pustaka adalah
cara pengobatinya yang berbeda, dengan menggunakan mantra diikuti penggunakaan daun
sangket, garam, jimat, maupun pijit pada tubuh. Selain itu lokasi dan kultur budaya
masyarakatnya juga berbeda, yaitu masyarakat Jawa, yang berada di Desa Temas, Kota
Batu. Sementara itu, penelitian mengenai model penyembuhan suwuk pada masyarakat
Jawa belum banyak dilakukan. Fokus penelitian ini adalah model penyembuhan suwuk
yang ada di Desa Temas. Lebih khusus lagi, adalah mengetahui aktivitas penyembuhan
suwuk dari sudut pandang pelaku budaya yakni sang penyembuh (dukun) dan latar
belakang pasien (masyarakat) yang kemudian menjadi faktor masih eksisnya
penyembuhan suwuk di era millenial. Bahkan, penyembuhan suwuk ini cenderung menjadi
penyembuhan yang favorit di Desa Temas.
2.2 Kerangka Teori
2.2.1 Mantra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mantra bisa diartikan sebagai susunan
kata yang berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap mengandung kekuatan
gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang
lain. Pengobatan menggunakan mantra dalam suwuk dilakukan oleh dukun. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, dukun mempunyai arti yang sangat luas yaitu orang mengobati,
menolong orang sakit, memberi jampi-jampi (mantra, guna-guna, dan sebagainya).
Terdapat spesifikasi dukun yang dapat dikenali seperti dukun beranak, dukun klenik,
dukun santet, dan dukun-dukun lainnya. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
dukun adalah orang yang mempunyai keterampilan atau mampu mengobati penyakit,
bahkan menimbulkan penyakit dengan menggunakan obat tradisional, cara tradisional, dan
mantra-mantra didalam melakukan praktiknya.
Para dukun di Jawa menggunakan teknik-teknik ilmu gaib, ucapan mantra dan
memberikan jamu tradisional, untuk mengobati pasiennya (Koentjaraningrat, 1984).
Kemampuan yang didapatkan oleh seorang dukun dapat diperoleh melalui beberapa hal
yaitu pembelajaran dengan para dukun senior, pembelajaran secara turun-temurun,
ataupun didapat dengan mukjizat atau petunjuk dari nenek moyang melalui mimpi.
Eksistensi dukun pada masyarakat Jawa tidak terlepas dari adanya kepercayaan yang
melekat pada diri mereka, hal ini sejalan dengan pendapat Bruce Kapferer (Alhumami
dalam Syuhudi, 2014), bahwa kepercayaan kepada dukun dan praktik perdukunan
merupakan local beliefs yang tertanam dalam kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai local
beliefs, dukun dan praktik perdukunan tidak bisa dinilai dari sudut pandang rasionalitas
ilmu karena punya nalar dan logika sendiri yang disebut rationality behind irrationality.
Orang yang kemudian mempercayai dukun dan praktik perdukunan tidak lantas
digolongkan ke dalam masyarakat tradisional atau tribal, yang melambangkan
keterbelakangan.
2.2.2 Etnomedisin
- Sistem Medis Personalistik, adalah suatu sistem dimana penyakit (illness) yang
disebabkan oleh intervensi suatu agen yang aktif, dapat berupa mahluk
supranatural (mahluk gaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (hantu,roh
leluhur,atau roh jahat). Orang yang sakit adalah korbanya, objek dari agresi atau
hukuman yang ditujukan khusus kepadanya untuk alasan-alasan yang khusus
menyangkut dirinya sendiri.
- Sistem Medis Naturalistik, menyebutkan bahwa penyakit (disease) dijelaskan
dengan istilah sistemik yang bukan pribadi. Sistem-sitem naturalistik merupakan
sebuah model keseimbangan. Sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap pada
tubuh, seperti panas, dingin, cairan tubuh (humor atau dosha), (yin dan yang),
berada dalam keadaan keseimbangan menurut usia dan kondisi individual dalam
lingkungan alamiah dan lingkungn sosial. Jika keseimbangan itu terganggu ,maka
hasilnya adalah timbulnya penyakit.
Dalam buku Rivers (1942) berjudul Medicine, Magic dan religion mengatakan
terdapat konsep-konsep dasar yang menjadi penting terutama mengenai sistem pengobatan
asli yang mana pranata-pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti
mempelajari pranata-pranata sosial pada umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli
adalah rasional bila dilihat dari sudut kepercayaan mengenai sebab-akibat (Wellin
1977:49). Tergambar dari pengobatan tradisional Suwuk, merupakan pengobatan asli
masyarakat Jawa yang diwarisi secara turun temurun serta dapat dikatakan sebelum
masuknya pengobatan yang berbasis modern.
Konsep sakit menurut Foster/Anderson (2006) memiliki arti dan makna yang
berbeda yaitu antara suatu kondisi patologi dan pada sisi yang lain melihat dari sudut
budaya tentang sebuah sakit penyakit. Dari pandangan budaya penyakit adalah pengakuan
sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peranya secara normal, dan harus
dilakukan sesuatu untuk mengatasi kondisi seperti ini. Dengan kata lain harus dibedakan
penyakit (disease) sebagai sebuah konsep patologi dan penyakit (illness) sebagai konsep
kebudayaan.
Dua pandangan antara penyakit (disease) dan penyakit (illness) mempengaruhi satu
sama lain meskipun memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat kesehatan. Peran
dan fungsinya sering dipergunaakan secara bersama sama, yang mana Penyakit (disease)
yang berkonsep Patologi lebih mengarah kepada ilmu Kedokteran dengan analisa hasil
laboratorium dalam mengetahui penyakit. Sedangkan Penyakit (illness) yang berkonsep
budaya mempengaruhi lebih luas yang mana penyakit memiliki definis tersendiri bagi
setiap masyarakat, begitu juga cara menanganinya sesuai dengan apa yang mereka ketahui
dari budayanya tersebut. Secara ilmiah penyakit (disease) diartikan sebagai gangguan
fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat terjadi infeksi atau tekanan dari
lingkungan. Jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya sakit (illness) adalah penilaian
individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit (Sarwono, 1993:31). Fenomena
subyektif ini ditandai dengan perasaan tidak enak.
Begitu pula dengan pengobatan Suwuk ini. Masyarakat Jawa masih mengadopsi
mitos yang dipercayai dengan adanya kemampuan dari Danyang (penunggu desa) sebagai
pelindung dari marabahaya. Danyang juga memberitahukan kepada para warga kejadian-
kejadian yang akan timbul. Danyang umumnya adalah nama lain dari demit (yang adalah
kata dasar Jawa yang berarti “mahkluk halus”). Seperti demit, Danyang tinggal menetap di
suatu tempat yang disebut punden; seperti demit, mereka merespon permintaan tolong
orang dan sebagai imbalannya, menerima janji akan slametan. Seperti demit, mereka tidak
menyakiti orang, hanya bermaksud melindungi. Namun, berbeda dengan demit, beberapa
Danyang dianggap sebagai arwah dari tokoh-tokoh yang sudah meninggal; pendiri desa
tempat mereka tinggal, orang pertama yang membabat tanah. Mitos dalam perspektif ini,
merupakan sebuah penyampaian pesan dari masa lalu ke masa kini. Sama halnya dengan
pranata kesehatan dan budaya berhubungan satu sama yang lain kepercayaan terhadap
penyakit pada banyak masyarakat sangat berkaitan erat dengan supranatural dan religi
sehingga tidak mungkin untuk memisahkan keduanya dalam mitologi, dewa-dewa
supranatural dan mahluk-mahluk lain yang diduga mendatangkan penyakit.
Mitos merupakan hal-hal yang tidak masuk akal berhubungan dengan realitas,
suatu yang biasanya dianggap dan yang masuk akal telah dianggap tidak. Ia dipenuhi
dengan hal-hal irasional (Umar Yunus, 1981:89). Mitos yang ada dalam masyarakat,
sangat erat kaitanya dengan sejarah masa lampau setempat. Hal itu berkenaan dengan
perkembangan foklore maka Willian R. Bascom membaginya menjadi 3 golongan yaitu
mitos, legenda, dan dongeng. Tetapi dalam konsep pengobatan Suwuk lebih menekankan
pada mitos, dalam sebuah foklore memiliki motif, yang mana motif ini memegang peranan
penting untuk memperjelas suatu cerita terkait fungsi dan peranan sesuai kebutuhannya.
Yang dimaksud dengan istilah motif dalam ilmu foklore adalah unsur-unsur suatu cerita
(narrative element), dapat berupa benda peninggal yang dikeramatkan (wasiat), hewan
yang luar biasa, suatu konsep (larangan/tabu), suatu perbuatan (ujian/ketangkasan),
penipuan terhadap suatu tokoh (raksasa/dewa), tipe orang tertentu, atau sifat struktur
tertentu seperti pengulangan berdasarkan angka keramat, misalnya angka tiga dan tujuh
(James Danandjaja, 2002:51-53).
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu. Desa Temas
terletak sekitar 1 Km dari pusat Kota Batu. Di Desa Temas terbagi menjadi 6 dusun, yaitu
Dusun Genting, Dusun Krajan, Dusun Putuk, Dusun Glonggong, Dusun Mbesul, dan
Dusun Nggenengan. Pada masyarakat Desa Temas upaya penyembuhan penyakit masih
dilakukan secara tradisional salah satunya melalui metode suwuk.
Adapun dalam pemilihan informan ini adalah para dukun suwuk dari Desa Temas
yang memiliki pengetahuan dan terlibat langsung dalam praktek pengobatan suwuk. Lebih
lanjut, informan pada penelitian ini adalah masyarakat yang menjadi pasien dari
pengobatan suwuk. Peneliti menentukan informan yang terdiri dari dukun dan pasien
suwuk. Selain itu, peneliti juga mewawancarai tenaga medis di Desa Temas untuk
memberikan pandangannya mengenai fenomena suwuk.
Teknik penyajian dilakukan dengan cara mengkoding data yang telah dituangkan
dalam bentuk narasi. Data yang telah dipilah dikomparasikan dengan teori yang diambil
sehingga dalam penyajiannya menghasilkan data yang akurat. Dalam pengujian akurasi
data sebuah laporan perlu mengalami proses reliabilitas dan validitas. Reliabilitas dan
validitas data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan data dalam suatu penelitian,
mulai dari penjabaran konsep-konsep sampai data siap untuk dianalisis (Effendi, 1982:87).
Dalam penelitian ini, data mengenai aktivitas penyembuhan suwuk masyarakat Desa
Temas dilihat dari sudut pandang dukun, pasien, serta masyarakat. Hasil observasi serta
wawancara dicatat, dideskripsikan, dicoding, kemudian data dikomparasikan dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Azwar & Jacob. (1996). Antropologi Kesehatan Indonesia, Jilid I, Pengobatan
Tradisional. Jakarta : EGC
Clifford Geertz. (1989). Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya.
Danandjaja,J. (2002). Foklor Indonesia, Ilmu gosib,dongeng,dan lain lain (Cet.VI). Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
Effendi, Masri Singarimbun dan Sofian (ed) eds. (1982). Metode Penelitian Survey.
Jakarta:LP3ES
Foster, George M, dan Barbara Anderson. (1986). Antropologi Kesehatan. Jakarta: UI-Press.
Ismanto, Manggala. dkk. (2014) Nan Jauh di Mudik, Buruk Kelaku,Etnik Melayu Jambi,
Kabupaten Sarolangun. Balitbangkes 2014.
Mayang dan Elmustian dan Rahman Abdul Jalil. Mantra Pengobatan Pada Masyarakat Pangean
Rantau Kuantan. Diakses dari http://repository.unri.ac.id/xmlui/handle/123456789/2164
pada 31 Oktober 2018
Sarwono, S., 1993, Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Serta Aplikasinya, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Sugiyono, Prof. Dr. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Syuhudi, M. I dkk. (2013) Etnografi Dukun: Studi Antropologi Tentang Praktik Pengobatan
Dukun Di Kota Makassar. Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar, halaman
1-16.
Zamzami, L. (2013). Sekerei Mentawai: Keseharian dan Tradisi Pengetahuan Lokal yang Digerus
oleh Zaman. ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 34 No. 1 , 1-91.