Anda di halaman 1dari 22

MODEL ASUHAN KEPERAWATAN SESUAI PENDEKATAN BUDAYA

PADA BUDAYA JAWA TENGAH DI INDONESIA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Laporan Proyek Progress 2

Mata Kuliah Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan

Dosen Pembimbing:

Ns. Tesha Hestyana Sari, M.Kep

Disusun Oleh: Kelompok 8 Kelas A 2020 2

Angeli Silvia Wati 2011135227 Hikmawati Ilma 2011135230


Fadila Agita Oktaviani 2011135225 Latifa Murani 2011113251
Fadillah Andi Putri 2011135938 Rahmad Tina Aulia 2011113527
Fajriyatul Kamal 2011135238 Yanti Elfiani Lawolo 2011110939
Gesi Freona br Saragih 2011135233

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU
2021/2022
A. KONTROL LINGKUNGAN YANG MEMBENTUK BUDAYA (JAWA TENGAH)
a. Kebudayaan Lingkungan dan Kesehatan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya merupakan suatu pola
hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut
menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits


dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan diaanut oleh masyarakat
Jawa khususnya Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur . Budaya Jawa secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan Jawa Timur.
Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian dalam kehidupan
sehari-hari. Budaya Jawa menjungjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Bahkan budaya
Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri.
Beberapa Budaya Jawa yang paling diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris,
Kebaya, dan Gamelan. Budaya termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi
beberapa tingkat yaitu ngoko, madya, dan karma.

b. Klasifikasi Ekologi Manusia dan Pola-Pola Adaptasi

Adapun klasifikasi ekologi ialah sebagai berikut:

a. Lingkungan hidup (biotis) & tidak hidup (abiotis)


b. Lingkungan alamiah dan lingkungan buatan manusia
c. Lingkungan prenatal dan postnatal
d. Lingkungan biofisis dan lingkungan psikososial
e. Lingkungan air (hydrosfir), lingkungan udara (atsmosfir), lingkunga tanah (litosfir),
lingkungan biologis (biosfir), lingkungan social (sosiosfir).
f. Kombinasi dari klasifikasiklasifikasi tersebut
Adapun pola-pola adaptasi budaya Jawa Tengah ialah sebagai berikut:

a. Sistem pertanian
• Adaptasi tradisional dan modern
• Cara membakar lahan dengan teknologi land clearing
• Ikut berburu dengan pendatan dari suku lain
b. Belief system dan sistem religi
• Percaya pada adanya tuhan dan mempercayai adanya leluhur yang memberikan
keberkahan cocok tanam melalui doa-doa
c. Organisasi produksi
• Kolektif
• Tidak ada pembagian tegas
• Dilakukan secara bersama-sama
d. Kepemimpinan
• Patuh pada pemerintahan desa
• Kepemimpinan tokoh agama
e. Kelembagaan sosial produksi
• System pelarian (gentian tenaga) dan bagi hasil

c. Pola-Pola Penyakit dalam Ekologi Manusia

Menurut orang Jawa, sehat adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan batin.
Bahkan semua itu berakar pada batin. Jika batin karep ragu nututi artinya berkehendak, raga
atau badan akan mengikuti. Sehat dalam kontek raga berarti waras apabila seseorang tetap
mampu menjalakan peranan sosial sehari-hari. Untuk menentukan sebab-sebab suatu
penyakit ada 2 konsep yaitu, konsep personalistik dan konsep naluralistik.

Dalam konsep personalistik, penyakit disebabkan oleh makhluk supernatural


(makhluk ghaib, dewa), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat), dan
manusia (tukang sihir ,tukang tenun). Penyakit ini disebut ora lumbrah atau ora sabaeine
(tidak wajar/tidak biasa). Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara ghaib
atau supernatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi personalistik
jenis penyakit ini terdiri dari kesiku, kewalat. Penyembuhannya dapat melalui seorang
dukun.
Ada beberapa katagori dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi
masing-masing, yaitu:

a. Dukun bayi, menangani terhadap penyakit yang berhubungan dengan kesehatan bayi.

b. Dukun pijat, menangani sakit terkilir, patah tulang.

c. Dukun mantra, manangani orang yang kemasukan roh halus.

d. Dukun klenik, menangani orang yang terkena guna-guna atau “digawa uwong“

Sedangkan konsep naturalistik, penyebab penyakit bersifat natural dan


mempengaruhi kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan racun, bisa, kuman
atau kecelakaan. Di samping itu ada unsur lain yang mengakibatkan ketidakseimbangan
dalam tubuh, misalnya dingin, panas, angin atau udara lembab. Oleh orang Jawa hal ini
disebut dengan penyakit “Lumrah“ atau biasa.

Adapun penyembuhannya dengan model keseimbangan dan keselarasan, artinya


dikembalikan pada keadaan semula sehingga orang sehat kembali . Misalnya orang sakit
masuk angin, penyembuhannya dengan cara “kerokan“ agar angin keluar kembali. Begitu
pula penyakit badan dingin atau disebut “ndrodok” (menggigil, kedinginan),
penyembuhannya dengan minum jahe hangat atau melumuri tubuhnya dengan air garam dan
dihangatkan dekat api. Di samping itu juga banyak pengobatan yang dilakukan dengan
pemberian ramuan atau “dijamoni“. Jamu adalah ramuan dari berbagai macam tumbuhan
atau dedaunan yang dipaur, ditumbuk, setelah itu diminum atau dioleskan pada bagian yang
sakit. Di samping itu ada juga ramuan tumbuhan lain sebagai pelengkap, misalnya kulit
pohon randu yang sudah diberi mantera.

Dari perhitungan–perhitungan Jawa, dapat ditarik berbagai jenis penyakit yaitu :

a. Dari Allah

b. Karena perkataannya sendiri

c. Dari jin/setan

d. Dari perbuatan jahat orang lain (teluh tarangyana)


Etiologi penyakit menurut primbon ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk
“diagnose penyakit“ yang disesuaikan dengan pandangan dan kondisi jaman primbon
tersebut pertama kali ditulis. Sebagai contoh, etiologi penyakit dapat ditentukan berdasarkan
lenggahipun dinten (tempat duduk hari).

d. Pemodelan Control Lingkungan yang Membentuk Budaya


Klien nama Ny. W, 30 tahun, Islam, SMP, petani, suku Jawa Tengah, didiagnosis
medis abortus. Klien hamil 12 minggu, klien sangat mengharapkan memiliki anak. Klien
mengeluh mengalami perdarahan dan perut mulas-mulas selama 3 hari. Klien dianjurkan
untuk kuretase. Klien memeriksakan kehamilannya di dukun dan berencana akan melahirkan
di sana. Klien mendapat informasi tentang kehamilan dari mertua. Klien masih percaya pada
sihir dan hal-hal gaib. Setelah didiagnosis abortus, klien tidak menerima dan merencanakan
akan berobat ke dukun. Mereka menganggap hal itu akibat ibunnya melanggar pantangan
dalam menyediakan sesaji. Hubungan kekerabatan yang lebih dominan adalah pihak laki-
laki, pola pengambilan keputusan dipihak laki-laki. Pantangan makanan jantung pisang,
gurita, dan air kelapa sedangkan suaminya pantang memanjat pohon kelapa atau pohon yang
tinggi. Aturan dan kebijakan diatur oleh pemuka agama dan para santri. Ada tabungan yang
sudah dipersiapakan oleh keluarga untuk persalinan ini.

A. PENGKAJIAN
1. Faktor Teknologi
Klien memeriksakan kehamilannya di dukun dan berencana akan melahirkan di
sana, Klien mendapat informasi tentang kehamilan dari mertua. Klien mengeluh mengalami
perdarahan dan perut mulas-mulas selama 3 hari. Klien biasa berobat kedukun. Klien masih
percaya pada sihir dan hal-hal gaib.

2. Faktor Agama dan Filsafah Hidup


a. Agama yang dianut yaitu agama Islam
b. Kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan menurut aturan yang
dibuat oleh pemuka agama dan para santri bahwa bagi para laki-laki yang istrinya
hamil dilarang memanjat pohon kelapa atau pohon tinggi.
c. Klien dan keluarga percaya bahwa banyak anak banyak rejeki dan percaya bahwa
abortus perbuataan dosa sehingga klien merencanakan akan berobat kedukun. Klien
masih mempercayai adanya hal-hal mistik, seperti tidak boleh memakan jantung
pisang, gurita, dan air kelapa sedangkan suaminya pantang untuk memanjat pohon
kelapa atau pohon yang tinggi.

3. Faktor Sosial dan Keterikatan Kekeluargaan


a. Nama lengkap: Ny. W
b. Nama panggilan: Ny. W
c. Umur: 30 tahun
d. Jenis kelamin: perempuan
e. Status: sudah menikah
f. Tipe keluarga: intim (tinggal sekeluarga tanpa ada keluarga lain)
g. Pengambilan keputusan dalam anggota keluarga: ada pada pihak laki-laki

4. Faktor Nilai-Nilai Budaya dan Gaya Hidup


a. Makanan pantangan yaitu jatung pisang, gurita, dan air kelapa
b. Persepsi sehat sakit berhubungan dengan aktifitas sehari-hari, yaitu:
1) Pasien memeriksakan kehamilannya didukun dan berencana akan melahirkan
disana.
2) Pasien mengeluh mengalami perdarahan selama 3 hari dan juga mulas-mulas,
pasien dianjurkan kuretase.

5. Kebijakan dan peraturan RS, yaitu:


a. Alasan mereka datang ke RS
Karena pasien mengeluh nyeri dibagian perut dan mules-mules serta mengalami
perdarahan.
b. Kebijakan yang didapat di RS
Klien disuruh melakukan kuretase karena pasien didiagnosa abortus.

6. Faktor ekonomi
a. Pekerjaan
Klien bekerja sebagai petani
b. Sumber biaya pengobatan
Klien dan keluarga telah menyiapkan tabungan untuk persalinan klien
c. Sumber ekonomi yang dimanfaatkan klien
Klien menggunakan tabungannya untuk biaya bersalin
7. Faktor pendidikan
a. Pasien hanya pendidikan akhirnya hanya SMP
b. Setelah didiagnosis abortus, klien tidak menerima dan merencanakan akan berobat ke
dukun.
c. Kemampuan klien masih minim karena masih percaya hal-hal gaib daripada medis.

No. Data Masalah


1. DS:
Klien mengatakan bahwa klien lebih memilih
untuk berobat kembali ke dukun setelah Ketidakpatuhan dalam pengobatan
disarankan untuk kuretase dan menganggap itu
adalah perbuatan dosa.
DO: -
2. DS: Gangguan interaksi sosial
• Klien mendapat informasi tentang kehamilan
dari mertuanya.
• Klien percaya ibunya melanggar pantangan
dalam sesaji.
• Hubungan kekerabatan yang lebih dominan
adalah laki-laki.
• Aturan dan kebijakan lebih diatur oleh
pemuka agama dan para santri.
• Makanan pantangan untuk perempuan adalah
jantung pisang, gurita dan air kelapa.
3. DS: Kurang pengetahuan
• Klien percaya dengan sihir dan hal-hal gaib.
• Pasien tidak percaya dan tidak menerima
diagnosa dari dokter.
• Klien mempunyai pantangan makan jantung
pisang, gurita, dan air kelapa.
DO:
Pendidikan klien SMP.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Diagnosa
1. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan disorientasi sosiokultur
3. Kurang penngetahuan berhubungan dengan kepercayaan dan sistem nilai yang dianut klien tentang
aborsi.
B. BUDAYA, NUTRISI, DAN MASALAH SPESIFIK (BUDAYA JAWA TENGAH)

a. Definisi Budaya, Kultur, Nutrisi, dan Masalah Kesehatan Masyarakat Spesifik


1. Budaya

Menurut Koentjaraningrat (2000: 181) kebudayaan dengan kata dasar budaya


berasal dari bahasa sansakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti
“budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai “daya budi” yang
berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa
itu. Koentjaraningrat menerangkan bahwa pada dasarnya banyak yang membedakan antara
budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk budi daya, yang
berarti daya dari budi. Pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari
kebudayaan yang tidak ada perbedaan dari definsi. Jadi kebudayaan atau disingkat budaya,
menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.

2. Kultur
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok
masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam
wujud fisik maupun abstrak. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh
suatu generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain
untuk memeperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut (Ariefa Efianingrum,
2009: 21)
3. Nutrisi
Menurut Rock CL (2004), nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia
menggunakan makanan untuk membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan
dan untuk berlangsungnya fungsi normal setiap organ baik antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan nutrisi. Sedangkam menurut Supariasa (2001), nutrisi adalah suatu proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti,
absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-
organ, serta menghasilkan energi.
4. Masalah Kesehatan Masyarakat Spesifik
Makanan rebung dan ujung tanaman muda menyebabkan mudah tertipu karena
tanaman muda itu masih empuk dan lemah. Kemudian daun kelor menjadikan lemah atau
dilemahkan karena biasa digunakan untuk melumpuhkan ajian. Lalu daging kerbau dapat
menjadikan tubuh tidak kuat karena kerbau terkenal binatang yang malas, itu yang ada pada
Serat Munasiyat Jati,” terangnya.
Serat Munasiyat Jati juga memberikan beberapa larangan dan anjuran serta akibat
dari perbuatan- perbuatan mengkonsumsi jenis makanan tertentu.“Orang yang tidak makan
sehari artinya mendekatkan pada kematian. Lalu orang yang Begadang terus-menerus
menjadikan dirasuki siluman. Orang suka bertapa berperilaku seperti hewan. Kemudian
menghindari makan nasi, daging, dan garam menjadikan badan selalu sehat dan bebas dari
segala penyakit. Berikutnya orang yang canduk atau bekam akan menghilangkan pegal dan
linu,” imbuhnya.
Selain tradisi pengobatan secara herbal, masyarakat Jawa juga memiliki tradisi
pengobatan dengan binatang sejak ratusan tahun silam. Tradisi pengobatan tersebut biasanya
bercampur dengan kepercayaan atau ritual.“Binatang yang banyak digunakan untuk
pengobatan tradisional ialah ayam yang nantinya akan dimanfaatkan telurnya. Dalam budaya
Jawa, telur ayam yang biasa digunakan sebagai obat ialah telur ayam yang keluar pertama
dari ayam yang sebelumnya belum pernah bertelur. Telur ini disebut telur tembean yang
artinya baru bertelur. Telur ayam kampung juga dipercaya menyehatkan badan untuk semua
umur,” pungkasnya.

b. Definisi Nutrisi dalam Budaya


Menurut Supariasa (2001), nutrisi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorbsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ, serta
menghasilkan energi.

c. Dilema Nutrisi secara Umum dan Nutrisi dalam Perspektif Budaya

Dilema nutrisi merupakan suatu keadaan yang terdiri dari dua pilihan yang sama-
sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan bagi seorang perawat maupun klien
dalam pemberian asuhan keperawatan pemenuhan nutrisi bagi klien.
Contoh kasus:

Seorang pasien post op secar 2hr yang lalu menolak makan makanan dari rumah
sakit yang pagi itu menu makanannya adalah telurayam dan sayur. Perawat melihat
makananyang disediakan dari RS tidak dimakan,setelah ditanyakan pada pasien dan
keluarga,mereka mengatakan tidak makan telurkarena menurut kepercayaannya kalau
adaluka tidak boleh makan telur karenaditakutkan dapat menyebabkan gatal-gatalpada area
luka sehingga luka tidak segera sembuh.

Dari segi pandangan medis orang yang memiliki luka dianjurkan makan makanan
yang TKTP. Salah satu protein yang disediakan RS denganpemberian makanan telur. Jika
pasien memiliki keyakinan dengan makanan yang dikonsumsi bahwa telur dianggap
menyebabkan luka menjadi gatal dan tidak segerasembuh, kita harus menghargai. Namun
harustetap diberi penyuluhan sesuai dengan kondisi pasien. Dan perawat dapat mengatasi hal
ini dengan Culture Care Accomodation/Negotiation Yaitu menggantikan protein telur
denganprotein yang lain misalnya protein nabati (tahu tempe)

Dilema nutrisi dalam perspektif budaya


1. Data yang ditemukan peneliti dilapangan didapatkan bahwa ibu hamil tidak
diperbolehkan mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas karena dianggap akan
berakibat pada janin yang akan dilahirkan. Ibu hamil beranggapan bahwa anaknya kelak
akan mengeluarkan banyak tahi mata atau yang sering disebut dengan belekkan, selain itu
pada saat di dalam kandungan berat janin akan berkurang. Dilihat dari pandangan
kesehatan, mengonsumsi makanan pedas tidak berhubungan dengan keluarnya kotoran
mata namun apabila mengokonsumsi makanan pedas berlebihan akan merangsang saluran
cerna meningkatkan peristaltik usus.
2. Data yang ditemukan peneliti dilapangan didapatkan bahwa ibu hamil tidak
diperbolehkan untuk mengkonsumsi jamu-jamuan. Hal ini dianggap akan berakibat pada
air ketuban yang berubah menjadi keruh. Menurut kepala Balitbangkes Depkes, Umar
Fahmi Achmadi Jamu merupakan alternatif obat alamiah yang berfungsi untuk menjaga
kondisi kesehatan, "Bukan mencegah dan mengobati kemungkinan seseorang terkena
penyakit karena yang digunakan untuk mengobati penyakit adalah obat-obatan”. Ibu
hamil tidak diperbolehkan sembarangan mengkonsumsi jamu. Jamu yang boleh diminum
adalah jamu yang tidak menggunakan obat sintetik.
d. Kualitas Panas dan Dingin dalam Makanan

The U. S. Department of Agriculture (USDA) menyebutkan bahwa meninggalkan


makanan pada suhu ruang dalam jangka waktu yang lama bisa menyebabkan bakteri
berkembang biak dengan sangat cepat sehingga dapat menyebabkan penyakit. Bakteri
terdapat di mana-mana, dan mereka dapat tumbuh dengan cepat bila memperoleh cukup
nutrisi, kelembapan, waktu, dan suhu yang sesuai.

Untuk mencegah makanan menjadi rusak/basi, maka setelah dimasak harus pastikan
makanan tidak berada terlalu lama dalam “danger zone”. Bakteri dapat bertumbuh sangat
cepat pada suhu 5°C - 60°C (41°F - 140°F), bahkan mereka mampu berlipat ganda setiap 20
menit, rentang suhu inilah yang disebut juga dengan istilah “danger zone”. Itulah mengapa
makanan sebaiknya dimakan segera setelah dimasak. Aturan ini berlaku terutama pada makan
yang mudah basi/perishable foods.

Namun, karena suhu “aman” untuk setiap makanan berbeda-beda, maka masing-
masing harus disajikan secara khusus. Makanan panas harus dikonsumsi selagi panas dan
makanan dingin harus dimakan saat masih dingin. Hal yang sama berlaku ketika akan
membawa bekal atau ingin menyiapkan MPASI ketika ingin traveling. Makanan seperti sayur
dan buah segar, serta ragam olahan susu sebaiknya disimpan pada suhu dingin. Sedangkan,
makanan seperti sup dan yang berkuah harus disimpan pada tempat tahan panas. Terdapat
pula makanan yang tahan pada suhu ruang dengan cara penyimpanan yang lebih mudah,
seperti roti, kacang dan buah kering (dried fruit).

Pada budaya Jawa Tengah untuk makan atau sarapan pagi biasanya disajikan saat baru
masak dan masih terasa panas. Pada siang dan malam hari biasanya disajikan dengan menu
sama yang dimasak pada siang hari dan dipanaskan pasa saat akan makan dimalam hari.

e. Fungsi dan Klasifikasi Makanan berdasarkan Budaya

Makanan tradisional dapat ditinjau dari tujuannya, kapan, dan apa yang disajikan, hal
ini terutama berkaitan dengan aspek ritual. Beberapa makanan tradisional mempunyai arti
khusus dari segi ritual dan kepercayaan yang sudah turon temurun. Sebagai contoh
dikalangan suku Jawa dikenal upacara selamatan yang menggunakan jenis makanan tertentu,
misalnya beberapa jenis bubur. Ada bubur merah putih, bubur sengkala dan bubur tujuh
warna, bubur sapar, bubur sura dan lain sebagainya. Biasanya sajian bubur ini untuk menolak
bala atau untuk memperingati peristiwa tertentu misalnya kelahiran.
Bagi suku Jawa tumpeng merupakan hidangan yang dihidangkan pada beberapa
peristiwa penting baik syukuran, kelahiran atau kematian. Dikenal bermacam-macam
tumpeng, antara lain tumpeng robyong, tumpeng pungkur dll. Pada upacara bingkeng di desa
Lebakrejo, Kabupaten Purwodadi Kabupaten pasuruan Jawa Timur yaitu upacarayang
bertujuan agar desa selamat danjauh dari bala, disajikan tumpeng bayi, tumpeng agung dan
tumpeng kendit (soejono, 1992).
Tumpeng disajikan dengan lauk pauk tertentu yang mempunyai makna khusus. Antara
lain sayur kluwih dengan harapan rejekinya luwih-luwih; kacang panjang yang tidak dipotong
biar usinya panjang. Beberapa tanaman untuk pelengkap sesaji antara lain tebu yang berarti
anteping kalbu; cengkir kencenging pikir (Puspitaningtias, 1992).
Nasi atau pulut (ketan) kuning merupakan makanan sacral untuk beberapa suku baik
Jawa, Sumatera maupun Kalimantan. Beberapa daerah menyajikannya dengan lauk pauk dan
daerah lain dengan kelapa parut yang diberi gula merah.
Makanan tradisional juga membedakan makanan untuk kelompok umur tertentu dan
bahkan mempunyai makanan khusus untuk peristiwa daur hidup manusia mulai dari
kehamilan. kelahiran maupun kematian. (Kasniyah, 1995).
Makanan yang disajikan pada upacara kehamilan pada umumnya bertUjuan untuk
keselamatan dan kesehatan ibu dan bayinya. Makanan tertentu digunakan sebagai prediksi
jenis kelamin bayi dalam kandungan ibu, misalnya hidangan rujak Manis yang rasanya sedap
pertanda bayi di dalam kandungan bakallahir wanita. Sebaliknya bila rasa rujak hambar
diduga bakallahir laki-laki.
Anjuran dan pantangan makan makanan tertentu juga terdapat pada suku Jawa dan
Sunda. Makan buah nanas merupakan pantangan bagi Ibu hamil muda dibeberapa daerah.
Pada suku Sasak Lombok wanita hamil dilarang makan nanas dan mangga rawe. Bagi ibu
haroil dianjurkan untuk sering makan kunyit karena dianggap anak yang bakallahir akan
berkulit kuning.

Klasifikasi makanan secara budaya menurut Helman:


1. Makanan dan non makanan
Makanan yang dapat dimakan (nutrition) dan bermanfaat dan makanan yang bukan jenis
makanan (non nutrition) tetapi bermanfaat bagi tubuh misalnya serat makanan.
2. Makanan sacral/suci
Makanan yang khusus disiapkan untuk upacara ritual.
3. Makanan pokok, makanan tambahan dan makanan selingan
Makanan pokok setiap suku bangsa berfariasi dari nasi, jagung, roti, sagu, mie dan
sebagainya. Sedangkan makanan tambahan adalah jenis makanan yang ditambahkan baik
lauk maupun sayuran yang terdiri dari berbagai macam olahan sesuai daerahnya. Makanan
selingan merupakan makanan jajanan yang juga bervariasi di setiap daerah.
4. Makanan yang berkhasiat obat
Makanan yang berkhasiat memiliki efek penyembuhan.
5. Makanan kategori usia (Swasno, 1995)

f. Masalah Berbagai Kecendrungan Penolakan Nutrisi di RS yang berhubungan dengan


Budaya
Hasil penelitian Rofi’ah dkk (2017: 7) di Pucakwangi, Pati Jawa Tengah, yang
menemukan bahwa perempuan hamil pada umumnya memang ditabukan mengonsumsi
berbagai jenis ikan, udang dan kerang, juga buah-buahan seperti kurma, salak, anggur, durian,
dan papaya. Informasi tentang larangan-larangan ini menurutnya didapatkan sebagian besar
dari orang tua, bidan, dan internet.

Jenis makanan tabu bagi ibu hamil menurut Suku Jawa Tengah (Harnany, 2006)
N0 Jenis makanan Makna simbolis (hal yang terjadi bila dilanggar)
1. Daging kambing Khawatir terjadi abortus, dapat memicu hipertensi,
membahayakan janin
2. Telur (semua jenis) Bayi yang dikandung akan besar, bayi akan bisulan,
"memeti", setelah lahir bayi lemah dan bodoh, lapisan
selaput ketuban menjadi tebal seperti telur sehingga bayi
sulit keluar pada saat melahirkan
3. Udang Darah menjadi bau, sulit melahirkan, "Mletik-mletik", anak
akan susah keluar saat melahirkan, bayi lahir sungsang, bayi
bisa ngiler, anak akan bungkuk dan berwarna merah seperti
udang
4. Terung Anak lahir benjol-benjol, bayi akan mengecil kembali
meskipun lahirnya besar, menyebabkan gatal-gatal pada
anak
5. Durian "Landep", menyebabkan keguguran, kandungan akan terasa
panas, anak menjadi ingusan, mengandung pewangi yang
berbahaya bagi kehamilan
6. Nanas Menyebabkan keguguran, "Landep", menyebabkan
korengan, Diare, proses persalinan akan sulit dan kulit bayi
bersisik, gatal, kepala anak seperti nanas, menyebabkan
panas pada janin, anak akan membesar sehingga sulit saat
persalinan, membahayakan jani
7. Es/Air yang dingin Bayi menjadi besar didalam kandungan sehingga
menyebabkan sulit dikeluarkan saat persalinan,
Menyebabkan perdarahan, Bayi yang dikandung menjadi
influenza, Darah menjadi kental, Menyebabkan bayi lahir
cacat
8. Jamu Air ketuban berubah menjadi keruh
9. Makanan pedas Keguguran, Diare, Anak akan mengeluarkan banyak tahi
mata, Berat janin dalam kandungan akan berkurang, Wajah
bayi berwarna merah, Bayi sakit mata, Berpengaruh buruk
terhadap kondisi bayi, Gangguan perut, Sifat anak menjadi
pemarah
10. Minuman bersoda Membahayakan janin, "Landep”
11. Penyedap rasa Kelainan pada janin yang dikandung dan berpengaruh
berlebihan terhadap kesehatan ibu
12. Tape Menyebabkan keguguran, Janin menjadi kepanasan,
"Landep”

Terdapat pantangan ataupun mitos-mitos pada masyarakat selama masa kehamilan


yang dapat merugikan ibu hamil. Pantangan terhadap makanan tentu akan merugikan
apabila berbeda dengan tinjauan medis. Dalam pantangan agama, tahayul, dan kepercayaan
tentang kesehatan, terdapat bahan makanan bergizi yang tidak boleh dimakan (Foster &
Anderson, 2006). Makanan merupakan konstruksi sosial yang dibangun oleh masyarakat
melalui budaya setempat. Bukan hanya masalah gizi yang terdapat dalam makanan, namun
juga persoalan tentang budaya yang meliputi ketersediaan makan, kebiasaan makan,
pantangan makan dan pengambilan keputusan.
Sebagai contoh dalam hal pantangan makan yaitu terdapat mitos bahwa ibu hamil
tidak boleh makan telur. Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan (Wibowo, 1993). Padahal dalam tinjauan medis
ibu hamil dianjurkan lebih banyak mengonsumsi makanan yang mengandung banyak
protein, karena dapat menjadi cadangan energi yang akan digunakan untuk mengejan saat
melahirkan. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil sekaligus juga akan dikonsumsi oleh
janin sehingga perlu menjaga pola makan agar bayi yang dilahirkan tidak lahir berat bayi
lahir rendah (BBLR). Pada wanita hamil, terdapat pertumbuhan janin dan jaringan pada
wanita terhubung dengan keperluan pertumbuhan janin tersebut. Sehingga wanita hamil
memerlukan tambahan kalori di atas keadaan normal biasanya. Menurut penyelidikan dan
berbagai pertimbangan, dianjurkan suatu penambahan sekitar 300 kalori untuk wanita
hamil, terutama pada triwulan terakhir (Soedarmo & Sediaoetama, 1977).

Dalam budaya Jawa Tengah, para ibu hamil tidak boleh makan buah nanas dan
durian karena bersifat panas. Pantangan ini dilakukan demi mencegah keguguran pada ibu
hamil. Selain itu, ini dipercaya juga dapat menyebabkan keputihan. Dalam budaya Jawa
Tengah juga para ibu hamil tidak boleh atau tidak dianjurkan memakan daging yang
bersifat panas seperti daging rusa dan daging kuda. Sebab jika memakan daging hewan
tersebut akan mengakibatkan pendarahan. Ibu hamil yang terlalu banyak memakan daging
dianggap berpotensi menimbulkan tensi darahnya naik dan juga membahayakan
perkembangan janin dan ibunya.

Adapula pantangan untuk ibu hamil di Jawa Tengah agar tidak memakan ikan
gabus, hal ini dikhawatirkan dapat membuat bayi sewaktu dikandungan hilang. Ikan gabus
merupakan jenis ikan tawar yang secara simbolik merupakan ikan yang bisa memakan
dirinya sendiri. Masih banyak lagi pantangan-pantangan makanan bagi ibu hamil menurut
Jawa Tengah, ada yang beranggapan ibu hamil tidak boleh makan jeroan, minum minuman
yang bersoda, yang mengandung kafein, dll.

g. Penyebab Penolakan Nutrisi

Ada beberapa penyebab para ibu hamil menolak nutrisi di RS :


1. Pantangan Makan
Pantangan makanan merupakan suatu perilaku individu dalam masyarakat untuk tidak
mengonsumsi atau menghindari bahan makanan tertentu karena terdapat larangan yang
bersifat budaya dan diperoleh secara turun-temurun pada kondisi tertentu (Foster &
Anderson, 2006). Dalam istilah lokal di daerah penelitian, pantangan makanan dikenal
dengan sebutan tarak atau sirik. Seiring perkembangan zaman, adat memantang makanan
kian lama semakin memudar.

Hal ini terjadi karena pengetahuan masyarakat akan kesehatan yang semakin luas.
Sehingga mereka bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk dikonsumsi
dari segi medis. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada beberapa yang masih
mempercayai dan mempraktekkan pantangan makan ketika masa kehamilan. Orang yang
melakukan pantang makanan sudah tidak seketat dahulu. Upaya-upaya untuk memperbaiki
gizi telah dilakukan oleh tenaga medis dalam bentuk pengarahan kepada masyarakat,
khususnya ibu hamil. Masyarakat pun banyak yang menerima pengetahuan baru tentang
makanan untuk ibu hamil dari segi medis. Sebenarnya dari sisi medis, pantang makanan
sangat tidak dianjurkan karena semua makanan itu pada dasarnya baik semua untuk tubuh
asalkan tidak berlebihan dalam mengonsumsinya.

Perilaku memantang makanan diakui oleh ibu hamil di Desa Tiripan diperoleh dari
orang tua, mertua, atau tetangga. Mereka mengakui bahwa apabila tidak dilakukan pantangan
pada makanan tertentu sebenarnya tidak memberikan pengaruh apa-apa. Dipercaya bahwa
dilakukan pantangan agar mendapatkan keselamatan bagi ibu maupun bayi dalam kandungan.

2. Faktor Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan untuk memilih suatu makanan terkadang didasari atas


pertimbangan yang tidak rasional. Hal ini sulit diubah karena dalam budaya sudah mengakar
kepercayaan yang ada pada suatu makanan tertentu yang dipantang (Swasono, 1998).

Keluarga memang memiliki banyak peran dalam mengarahkan perilaku seorang


wanita hamil. Oleh karena itu terjadi pewarisan pengetahuan budaya tentang cara menjaga
kehamilan, melakukan pantangan karena dianggap baik bagi ibu dan calon bayi, serta upaya-
upaya lainnya agar persalinan lancar dan bayi lahir dengan fisik yang sehat. Ibu dan nenek
merupakan orang yang selalu tepat dalam pengambilan keputusan mengenai kehamilan.
Keluarga maupun bukan keluarga biasanya juga memberikan pendapat dan saran-saran untuk
wanita hamil (Sukandi, 1998)
h. Gambaran Masyarakat dengan Kasus Nutrisi yang berhubungan dengan Budaya

Di Desa Sejahtera hiduplah kelurga kecil. Keluarga tersebut berjumlah empat anggota
keluarga yang terdiri dari Nenek N (60 tahun), Ny. X (35 tahun), An. Z (12 tahun), dan An.
W (10 tahun). An. Z (12 tahun) kini sedang duduk dibangku sekolah dasar kelas 6,
sedangkan An. W (10 tahun) sedang duduk dibangku sekolah dasar kelas 4. Sang Nenek
sehari-hari hanya berada di rumah dengan kegiatan memasak dan bersih-bersih rumah,
sedangkan Ny. X bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah tetangganya. Keluarga
Ny. X mempunyai kebiasaan memasak sayur blendrang. Di Desa Sejahtera tersebut warga
desanya sudah turun temurun memasak dan memakan sayur blendrang tersebut. Sayur
blendrang ini merupakan sayur yang sering dipanasi berhari-hari hingga menimbulkan rasa
gurih dan menjadi bubur. Setiap hari, Nenek N sering sekali memasak sayur blendrang
tersebut. Keluarga tersebut tidak mengetahui tentang dampak dari memasak sayur blendrang
terlalu sering bisa menyebabkan penyakit gondongan akibat kekurangan yodium. Hal
tersebut bisa terjadi karena proses pengolahan makanan yang lama dan proses pemanasan
berulang-ulang membuat manfaat yodium dalam garam hilang. An. Z mengeluh sakit pada
bagian lehernya dan merasa lehernya mengalami bengkak disertai demam. An. Z mengeluh
sakit sudah beberapa hari, namun keluhan dari An. Z tersebut dianggap sebagai hal biasa.
Gejala An. Z bertambah disertai susah makan karena leher dan pipinya membengkak. Ny. X
sebagai ibu memeriksakan anaknya ke mantri terdekat dari rumahnya untuk mengetahui
sakitnya tersebut. Dari beberapa keluhan diatas, keluarga tidak memahami atau kurangnya
pengetahuan penyakit apa yang sedang terjadi pada An. Z dan apa penyebab dari sakit dari
An. Z tersebut.

A. PENGKAJIAN

a. Faktor Teknologi (Technological Factors)


Perkembangan teknologi yang semakin canggih dapat membawa masyarakat ke
kehidupan yang lebih baik lagi. Namun beda halnya bagi orang yang tidak memanfaatkan
teknologi dengan benar ataupun orang yang tidak mengenal teknologi memiliki fungsi
yang berbeda dari yang diharapkan. Keluarga Ny. X merupakan keluarga yang masih
gaptek atau gagap teknologi sehingga tidak dapat mengakses teknologi tersebut. Hal ini
juga mempengaruhi pada informasi yang didapat oleh keluarga Ny. X kurang uptodate
atau informasi yang terbaru
Dalam keluarga Ny. X hanya ada ibu dari Ny. X dan kedua anak dari Ny. X yang
masih Sekolah Dasar. Ibu dari Ny. X berumur 60 tahun dan ibu tidak dapat menggunakan
alat teknologi contohnya Hp begitupun dengan Ny. X yang masih gagap dalam
menggunakan alat teknologi.
Hal yang perlu dikaji:

• Teknologi apa yang digunakan

• Bagaimana cara penggunaan teknologi tersebut

b. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)


Sosial yang sangat tinggi di Desa Sejahtera dan keterikatan keluarganya juga erat
mempengaruhi kebiasaan memakan makanan blendrang. Informasi dari warga tentang rasa
dari blendrang terus menerus dibicarakan sehingga semua warga juga menerapkan masakan
yang diceritakan oleh warga yang lain. Dari hal ini makanan blendrang semakin banyak
dikonsumsi oleh warga di Desa Sejahtera tersebut tanpa memikirkan apakah makanan
tersebut masih layak dikonsumsi atau tidak.

Hal yang perlu dikaji:


• Bagaimana sosialisasi keluarga dengan masyarakat

• Bagaimana kepercayaan antar tetangga

c. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Budaya yang masih kental dalam keluarga Ny. X mempengaruhi kebiasaan yang
dilakukan oleh keluarga Ny. X. Kebiasaan menghangatkan makanan secara terus-menerus
yang dilakukan oleh Ny. X merupakan kebiasaan dari ibunya yang juga sering memasak
dengan cara demikian, sehingga Ny. X menirunya. Kebiasaan-kebiasaan ini diturunkan dari
keluarga ke keluarga yang lain dan menjadi suatu warisan resep makanan sehingga menjadi
kebiasaan di daerah tersebut.

Hal yang perlu dikaji:


• Bagaimana kebiasaan keluarga
• Bagaimana penerapan budaya nenek moyang yang mengandung mitos
d. Faktor ekonomi ( Economical Factors)
Keluarga Ny. X dalam perekonomian tergolong dalam menengah ke bawah dan
faktor ekonomi memicu untuk melakukan penghangatan makanan berkali-kali atau yang
disebut dengan blendrang. Menurut kelurga makanan blendrang yang enak dan juga
menghemat makanan dengan cara menghangat kembali makanan-makanan sebelumnya.

Hal yang perlu dikaji:


• Siapa yang menafkahi.

• Berapa anggota keluarga dalam satu kepala keluarga.

• Berapa gaji yang didapat oleh keluarga.

e. Faktor pendidikan (Educational Factor)


Salah satu warga yang sering memanaskan makanan blendrang terlalu sering
merupakan keluarga dari Ny. X dengan pendidikan terakhir yang ditempuh yaitu SD kelas
IV. Dalam keluarga tersebut terdiri dari ibu dari Ny. X dan kedua orang anaknya sedangkan
suami dari Ny. X sedang merantau di luar kota. Ibu dari Ny. X (Ny. N) buta huruf atau
tidak dapat membaca sedangkan pendidikan dari anak Ny. X masih duduk di kelas VI dan
IV SD. Dilihat dari pendidikan terakhir Ny. X dapat diketahui bahwa pada keluarga tersebut
masih minim mengetahui informasi terkini dari berbagai media.
Pekerjaan dari Ny. X yaitu sebagai pembantu rumah tangga yang hanya bermodal
praktek tanpa didasari ilmu dengan penghasilan tak menentu. Ny. X yang berperan sebagai
kepala rumah tangga dalam keluarganya membuat Ny. X bekerja keras dan hanya terbantu
oleh gaji suami yang tidak menentu kapan datangnya. Ny. X setiap harinya dari lagi hingga
sore menjelang maghrib dan hanya libur hari minggu saja sehingga memiliki waktu dengan
keluarga hanya sehari dalam seminggu. Ibu dari Ny. X hanya mengurus rumah dan
memasak untuk Ny. X dan kedua cucunya. Ny. N yang tidak mengikuti perkembangan
zaman begitupun dengan Ny. X hanya melakukan kegiatan sehari-hari dengan kebiasaan
yang dilakukan oleh Ny. N disaat dahulu. Keputusan yang diambil dalam keluarga Ny. X
tergantung oleh Ny. N Sehingga Ny. X tidak dapat mengambil keputusan sendiri tanpa
adanya persetujuan dari Ny. N serta peraturan dan kebiasaan yang dilakukan oleh Ny. N
menurun pada kebiasaan Ny. X dan juga kedua cucunya. Dalam artian, pada keluarga Ny.
X pendidikan sangat mempengaruhi kebiasaan yang dilakukannya hal ini berhubungan
dengan ketidaktahuan tentang gaya hidup yang benar dan sehat dan juga tidak dapat
mengakses media informasi sehingga menimbulkan keminimalan pengetahuannya tentang
dunia luar.
Hal yang perlu dikaji:

• Pendidikan terakhir dalam keluarga

• Anggota yang berperan dalam mengambil keputusan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

• Defisit pengetahuan keluarga b.d ketidaktahuan keluarga dalam proses pengolahan


makanan.

• Ketidakpatuhan pengobatan b.d budaya keluarga yang dianut.


Daftar Pustaka

Amaluddin. (2015, Februari 22). Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Tinggi. Retrieved Mei
27, 2015, dari Metrotvnews: file:///G:/Angka%20Kematia n%20Ibu%20di%20Indonesi
a%20Masih%20Tinggi.htm

BKKBN. (2012). Peduli Selamatkan Ibu di Indonesia. http://www.bkkbn.go.id/


kependudukan/Pages/DataL ainlain/Profil_kesehatan_ind onesia/kesehatan_ibu/Jumla
h_Ibu_Hamil/Nasional.aspx.

Cakrawati, D., dan NH, M. (2012). Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. (2012). Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Rajawali Per

Depkes RI. (2011). Kesehatan Ibu “Refleksi Hari Ibu: Skenario Percepatan Penurunan Angka
Kematian Ibu”. http://www.kesehatanibu.de pkes.go.id/ archives/335.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. (2014). Data Ibu Hamil.

Fikawati, S., Syafiq, A., dan Karima, K. (2015). Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: Rajawali Pers.

Foster, G. M., dan Anderson, B. G. (1986). Antropologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).

Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: Alfabeta.

Istianty, A., dan Rusilanti. (2013). Gizi Terapan. Jakarta: Rosda.

Kartasapoetra, dan Marsetyo. (2005). Ilmu Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Mahardika, A. (2011). Hal-Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Ibu Hamil. Yogyakarta:
Araska.

Miles, M. B., dan Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis second edition. California:
Sage Publications. Miles, M. B., dan Huberman, A. M. (2009). Data Management and Analysis
Methods. In N. K. Denzin, dan Y. S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research (pp. 591-609).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pratiwi, A. (2011). Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Purwitasari, D., dan Maryanti, D. (2009). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogjakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai