Anda di halaman 1dari 5

BAB III

HASIL ANALISIS JURNAL

STANDAR FISIK IDEAL DALAM PERSPEKTIF BUDAYA DAN KESEHATAN


(Kasus: Obesitas Pada Etnis Bugis)
Hikmawati Mas’ud1
1Jurusan Gizi Politeknik kesehatan Makassar

Masyarakat pada etnis Bugis mendambakan tubuh yang padat dan berisi, atau disebut Mallise. Hal ini
mengacu kepada statemen berikut:
“Makanja’torita anana’e yakko malise-lise na makanjato tappana aja’na madoko”. Artinya, anak yang tubuhnya
berisi dan padat berpadu dengan rupa yang cantik cukup elok dipandang dibanding anak yang tubuhnya kurus.
“Iya pakkaleng makanjae iya mallise’pappada ase’, iya rupa makanjae iya pappadae ana’lolo mappakarennu
rennue, iya mpekke’makanjae na mpekke manu pede’maloppo pede’makanja kanja” . Artinya, tubuh yang bagus
adalah yangberisi seperti padi, wajah yang rupawan seperti wajah anak bayi yang enak dipandang dan
menggembirakan, pertumbuhan tubuh yang baik seperti tumbuhnya seekor anak ayam yang semakin besar
semakin cantik atau gagah.

Menyimak standar ideal tubuh pada etnis Bugis, dapat dikatakan bahwa obesitas dengan ukuran dan
bentuk tubuh dan struktur tubuh alamiah memenuhi kriteria tubuh ideal. Demikian halnya wajah obesitas seperti
wajah anak bayi dengan bentuk muka yang bulat dan lebar, wajah terlihat berseri, sehingga memenuhi kriteria
citra tubuh ideal. Pencitraan tubuh obesitas mulai dari bagian wajah sampai bagian kaki dengan ukuran dan
bentuk tubuh yang besar dan lebar. Pencitraan tubuh tersebut memperlihatkan struktur tubuh alamiah dengan
perubahan organ-organ tubuh yang merata. Artinya, ukuran dan bentuk wajah yang besar dan lebar diiringi
perubahan ukuran dan bentuk leher, dada, perut, lengan dan tangan, betis dan kaki.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pencitraam tubuh terhadap obesitas dalam pandangan kultural etnis
Bugis memenuhi standar daya tarik fisik secara kebudayaan.

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Kolostrum pada


Bayi Baru Lahir di RSUD Haji Makassar
Ayatullah Harun, Basmalah Harun, Hilda Nurfaida
Akademi Kebidanan Pelamonia Makassar
Akademi Keperawatan Makassar
Akademi Kebidanan Pelamonia Makassar

Ibu dengan dukungan keluarga rendah tidak dapat mempengaruhi pemberian kolostrum pada bayi baru
lahir lebih besar dari pada ibu dengan dukungan keluarga yang tinggi. Data proporsi dukungan keluarga hampir
seluruhnya berada pada dukungan keluarga rendah, peniliti mengamsumsikan bahwa tingginya pemberian
kolostrum dengan dukungan keluarga rendah dikarenakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemberian
kolostrum pada ibu nifas yaitu dari minat, pengalaman, pengetahuan maupun status pendidikan sehingga
dukungan keluarga ibu bukanlah salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian kolostum pada bayi baru
lahir.

TRADISI MAKKATTE’ DITINJAU DARI


ASPEK GENDER DAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA ETNIS BUGIS SULAWESI SELATAN
Subriah, Andi Syintha Ida
Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Makassar

Masyarakat bugis memahami tradisi makkatte’ sebagai ritual budaya yang sangat penting untuk
dilaksanakan pada anak perempuan. Anak perempuan yang belum melaksanakan makkatte’ dianggap belum
sah memeluk agama islam sehingga tradisi ini sangat penting untuk dilaksanakan, biasanya makkatte’ ini
dilakukan pada umur anak sekitar 4–7 tahun. Sanro biasanya melakukan tindakan pada daerah kemaluan anak
perempuan yang di khitan kemudian dilanjutkan dengan tata cara adat makkatte’ hal ini menunjukkan
dilaksanakannya tradisi ini dengan baik dan apabila tradisi makkatte’ ini terlambat untuk dilakukan ataupun tidak
dilakukan maka si anak perempuan ataupun orangtuanya akan merasa malu.
Implikasi khitan perempuan terhadap gender dan kesehatan reproduksi dapat dilihat dari ada tidaknya
resiko yang di timbulkan dari praktik makkatte’’ tersebut dan dapat dilihat bahwa praktik makkatte’’ tidak
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dapat mengganggu kesehatan reproduksi perempuan yang
melakukan praktik makkate’ bila dilakukan secara steril dan tanpa tindakan yang berlebihan pada alat genitalia
luar perempuan sehingga dapat ditegakkan suatu konsep bahwa : “ Praktik makkatte’’ yang dilakukan secara
steril dan tanpa tindakan yang berlebihan ataupun tanpa melukai alat genitalia externa dan interna tidak
menimbulkan implikasi terhadap gender dan kesehatan reproduksi seorang perempuan “.

Perilaku Menyusui Bayi pada Etnik


Bugis di Pekkae
Asiah Hamzah* Sukri** Hariani Jompa***

1. Perilaku perempuan Bugis di Pekkae dalam menyusui bayinya tidak lepas dari Siri’.
2. Perilaku perempuan Bugis di Pekkae mulai dari masa persiapan menyusui, proses menyusui sampai
proses penyapihan berdasarkan Significant Others dan Genaralized Others.
3. Semua perilaku perempuan Bugis di Pakkae mulai dari masa hamil sampai anak lahir dan proses
menyusui, tidak lepas dari Ininnawa Madeceng (harapan yang baik) kepada anak sehingga untuk
merubah perilaku yang membahayakan kesehatan bayi (Prelactal Feeding) tidaklah mudah, karena
terkait dengan nilai normatif, budaya dan etnik masyarakat Bugis.
4. Perilaku perempuan Bugis yang tidak memberikan bayinya sesuatu yang jelek atau kotor, bermakna
perempuan Bugis melindungi anak dari penyakit. Hal ini terkait dengan nilai normatif masyarakat Bugis
yaitu Acca dan Paccing (pintar dan bersih), bermakna anak yang tidak sakit-sakitan dan bersih akan
menjadi anak yang pandai kelak di kemudian hari.

FAKTOR DETERMINAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI


WILAYAH KERJA PUSKESMAS JUMPANDANG BARU
KECAMATAN TALLO KOTA MAKASSAR
Syahruni, M.Tahir Abdullah, Leo Prawirodihardjo
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin
E-mail: syahruni.buraerah.a.hakim@gmail.com

Nilai sosial budaya diekspresikan sebagai norma-norma dan nilai-nilai dalam kelompok tertentu
berdasarkan cara hidup dan pemberian asuhan yang diputuskan,dikembangkan, dan dipertahankan oleh
anggota kelompok tersebut. Dari pemahaman tentang nilai budaya tersebut cukup berperan dalam menentukan
seorang ibu menyusui untuk memberikan atau tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

KONSEP PERAWATAN KEHAMILAN ETNIS MAKASSAR


DI KABUPATEN JENEPONTO
CONCEPTS PREGNANCY CARE IN THE DISTRICT JENEPONTO OF
ETHNIC MAKASSAR
Sri Wahyuni. M1, Ridwan M. Thaha1, Suriah1
Bagian PKIP Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,
(Sriwahyuni.ayhuu@yahoo.com, 085275209501)

Makanan pantang dari golongan hewani seperti udang dilarang karena dapat menyebabkan bayi maju
mundur menjelang persalinan artinya masyarakat percaya bahwa dengan mengonsumsi udang akan
menyulitkan pada proses persalinan. Pemaparan informan tersebut sejalan dengan hasil wawancara informan
keluarga dan sanro pamana‟ (dukun bayi) yang menganjurkan ibu hamil untuk menghindari makanan
pantangan dari golongan hewani dan golongan nabati.
Makanan pantangan dari golongan nabati seperti pepaya karena dipercaya bahwa ibu hamil akan
merasakan sakit perut yang lama pada saat menjelang persalinan dan daun kelor dilarang karena mengandung
getah yang pedis yang akan menyebabkan rasa sakit dalam proses kelahiran dikenal dengan sebutan “gatta
kelorang”.
Pantangan lain seperti dilarang mandi terlalu sore karena dipercaya dapat menyebabkan air ketuban
berlebihan pada proses persalinan, dilarang minum tablet penambah darah karena dapat menyebabkan kepala
anak besar, dilarang makan memakai piring besar karena akan memiliki ari-ari yang besar dan dapat
menyulitkan persalinan dan suami dilarang membunuh binatang karena dipercaya dapat mengakibatkan anak
menjadi cacat.
Peran penolong persalinan dalam perawatan kehamilan pada umunya ibu hamil lebih memilih jasa
bidan dalam perawatan kehamilan.Jasa bidan digunakan pada saat ibu hamil mulai merasakan adanya tanda-
tanda kehamilan hingga persalinan.Sedangkan jasa dukun digunakan terutama dalam upacara adat tujuh
bulanan atau appassili.

PENGOBATAN TRADISIONAL
ORANG BUGIS-MAKASSAR
THE TRADITIONAL MEDICINE OF BUGIS-MAKASSAR PEOPLE
S. Dloyana Kusumah
Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
e-mail: yanakusumah@yahoo.co.id

Dalam kehidupan Masyarakat Bugis dikenal tiga macam penyakit yakni: penyakit fisik, penyakit karena
“dibuat” orang atau guna-guna, dan penyakit akibat gangguan makhluk halus.
Penyakit ini dikenal dalam dunia antropologi dengan sebutan magi, baik magi putih maupun magi hitam.
Sementara penyakit yang diakibatkan oleh gangguan makhluk halus terjadi karena manusia dianggap
melanggar pemali (tabu), pantangan atau hal lain yang pantang dilakukan.

Pengobat tradisional sanro masih tetap berfungsi sebagai orang yang dimintai bantuan oleh masyarakat
untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Jika dilihat dari sikap masyarakat terhadap pengobat
tradisional ini dapat dikategorikan menjadi dua jenis yakni: pertama anggota masyarakat bila sakit hanya minta
bantuan sanro/dukun, kedua, mereka meminta bantuan jasa sanro/dukun setelah berulangkali ke dokter atau
klinik namun merasa belum ada kemajuan.

Adapun model pengobatan yang dilakukan oleh para pengobat tradisional dikategorikan atas tiga
macam yaitu:

a. Dengan menggunakan ramuan obat yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan tertentu, tata caranya
dioleskan atau dibalurkan pada bagian tubuh yang sakit.
b. Dengan cara mengurut atau memijat, dilengkapi dengan ramuan obat.
c. Dengan doa atau mantera sebagai pelengkap tata cara pengobatan.
SISTEM PENGOBATAN DAN PENYEMBUHAN PENYAKIT
(Studi Sosiologi Kesehatan Pada Masyarakat Sinjai Timur
Sulawesi Selatan)

Oleh: Zulkifli Arifin


Dosen STISIP Muhammadiyah Sinjai

Proses pengobatan dukun dalam menyembuhkan penyakit adalah penggunaan doa-doa atau
bacaan-bacaan, air putih, dan ramuan tra-disional. Pengobatan maupun diagnosis yang dilakukan
dukun selalu identik dengan campur tangan kekua-tan gaib ataupun yang memadukan antara kekuatan
rasio dan batin. Selain itu dukun juga mengobati pasien dengan cara menekan-nekan titik-titik syaraf
pada bagian tubuh, yang bertujuan untuk melancarkan jalannya darah dan melonggarkan urat-urat
yang kaku.

Anda mungkin juga menyukai