Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir (BBL)
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena segala
kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor
memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan
penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan
sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat,
seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi
yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan
yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-
kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih
percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang
berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai
dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat
membahayakan si ibu, seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar
persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau
"nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-
jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca
persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya,
ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan
tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-
praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu, Misalnya
mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan ramuan-ramuan
seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena
proses persalinan atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.
Sebenarnya, kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan
dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental berhubungan
dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya
jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi
selama persalinan. Disini peran bidan sangat diperlukan dalam memberikan informasi yang tepat untuk
mempersiapkan mental dan fisik ibu hamil dalam menghadapi pesalinan dan pasca persalinan.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia
(keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat
berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan.
Kuranganya pengetahuan dan ilmu menyebabkan salah kaprah dalam menyikapi kesehatan ibu dan bayi,
meraka tidak mementingkan kebutuhan nutrisi dan vitamin serta gizi meraka bahkan tidak tahu tentang suatu
ancaman bahaya yang mengintai mereka sehingga menyebabkan kematian pada ibu dan bayi, kasus lain sering
di temukan pada bayu baru lahir. Mereka memperlakukan bayi baru lahir dengan setidak mana mestinya, karena
mereka masih berpegang teguh dengan mitos dan kurangannya pengetahuan.
Contoh - Contoh Aspek Soisal Budaya Yang Berkaitan Dengan Praperkawinan, Perkawinan, Kehamilan,
Persalinan, Nifas Dan Bayi Baru Lahir (BBL)
1. Adanya tahap taaruf sebelum menikah,
2. Melakukan pacaran setelah pernikahan,
3. Sebelum hari pernikahan mempelai wanita di culik terlebih dahulu oleh calon prianya,
4. Sebelum pernikahan para calon pengantin tidak boleh pergi kemana-mana,
5. Mas kawin atau srah-srahan dalam pernikahan seorang laki-laki harus banyak, karena untuk menunjukan
bahwa dia mampu menghidupi sang istri,
6. Pada saat hamil ketika keluar malam harus membawa gunting atau pisau kecil, agar tidak di ganggu oleh
makhluk halus,
7. Ada kepercayaan kalau pada saat hamil perutnya bulat, berati bayi perempuan,
8. Minum jamu pada saat hamil, akan membuwat ibu dan bayinya sehat,
9. Pada saat hamil tidak boleh menyakui telor, di percaya pada saat persalinan akan sulit atau di kenal istilah
bebelen,
10. Wanita hamil tidak boleh makan buah nanas dan duren, karen bisa menyebabkan keguguran,
11. Saat hamil tidak boleh membicarakan orang lain tentang kejelekannya karna dapat berbalik pada anak
yang di kandungnya,
12. Saat hamil juga di larang untuk membangun rumah,karena bisa membuat janin yang di kandung
keguguran,
13. Ketika hamil tidak boleh menyakui sesuatu yang kemudian di diamkan di kantong secara lama dan tidak
di ambil dan mengusap minyak sembarangan d bagian tubuh ,karena menyebabkan adanya toh (tanda lahir)
yang banyak di seluruh tubuh,
14. Pada saat hamil tidak boleh mengkonsumsi santan,karena manyebabkan bayinya kotor,
15. Pada saat upacara jutuh bulan seorang ibu membuat rujak buah, katanya kalau rasa rujaknya itu enak
anaknya cewek, kalau tidak enak berarti anaknya cowok,
16. Kemudian ada ritual suami pecah kelapa, jika pecahanya lurus dan pas anaknya cowok, tapi kalau
melenceng anaknya cewek,
17. Pada saat pitonan di adakan pengajian yang di beri nama berjanjen (Sejenis pembacaan solawat-
solawat, dan membaca ayat-ayat suci),
18. Pada saat kakinya sakit atau pegal-pegal di suruh memberi air ludah pertama setelah bangun tidur,
sebelum turun dari tempat tidur,
19. Sebelum persalinan ibunya tidak boleh tidur dan harus berjalan-jalan sampai pembukaan lengkap,
20. Setelah persalinan ibu di larang tidur,
21. Ketika masa nifas harus minum ramuan-ramuan agar darahnya tidak bau amis,
22. Sebelum persalinan meminum minyak kelapa agar mudah untuk persalinan,
23. Pada masa nifas ibu pantangan memakan makanan yang pedas, karena menyebabkan ASI nya juga pedas,
24. Bayi baru lahir di bedakin tepung kanji agar rambut kecil di tubuh atau lanugo hilang,
25. Bayi baru lahir tidak boleh di bawa jauh keluar rumah sebelum 40 hari,karan di takutkan terkena penyakit
orang lain dan di ganggu mahluk halus,
26. Menggunting bulu mata bayi agar bisa lentik,
27. Bayi di pakaikan gurita agar perutnya kecil dan tidak kembung,
28. Ketika memasuki azan magrib, bayi harus di gendong atau di pangku, agar bayi tidak menangis di ganggu
roh jahat,
29. Jika anak demam,pasti di bawa ke dukun untuk dalam istilahnya di suwok,
30. Ketika anak demam di kompres menggunakan parutan ketimun,
31. Jika masuk angin di kerokin menggunakan bawang merah,
32. Pada saat anak mengalami gangguan nafas seperti nafasnya susah atau mengalami gangguan seperti ada
suara wheezing dan ronkhi di obati menggunakan darah haid ibunya dengan cara dalam istilahnya di cekokin,
33. Jika anak terkena flu, kepalanya di beri bawang merah yang di haluskan,
34. Kalau anak terkena step (kejang) di beri setetes kopi.
Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, mengenai persalinan, pelayanan
keluarga berencana, dan pengayoman medis kontrasepsi.
2. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, dengan melakukan
penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
3. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
4. Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya masyarakat.
6. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya.
7. Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-
penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh bidan. Sesuai
kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam Permenkes, serta
sistem pemerintahan desa dengan cara:
1. Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian wilayah
pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing
RT.
2. Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh masyarakat,
kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
3. Mempelajari data penduduk yang meliputi:
- Jenis kelamin
- Umur
- Mata pencaharian
- Pendidikan
- Agama
4. Mempelajari peta desa
5. Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus mengupayakan hubungan
yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi.
Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa
yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat
pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan
nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan
promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian
atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini
diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.
adirranyunn.blogspot.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era globalisasi
sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut semua manusia harus
memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak merebak di kalangan
masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak
terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-
konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi
sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun
negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik maupun mental,
karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang siap mengabdi di kawasan pedesaan
mempunyai tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan masyarakat yang
mempunyai dampak negatif tehadap kesehatan masyarakat. Tidak mudah mengubah pola pikir
ataupun sosial budaya masyarakat. Apa lagi masalah proses persalinan yang umum masih
banyak menggunakan dukun beranak.
Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah kemiskinan,
pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali masalah dan mencari solusi
bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki bidan.
Untuk itu seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu
mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk,
struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai,
agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aspek Sosial Budaya Perkawinan
Perkawinan merupakan wujud menyatukan dua sijoli ke dalam satu tujuan yang sama. Salah satu
tujuan perkawinan adalah mencapai kebahagiaan yang langgeng bersama pasangan hidup.
Namun, jalan menuju kebahagiaan tak selamanya mulus. Banyak hambatan, tantangan, dan
persoalan yang terkadang menggagalkan jalannya rumah tangga. Perbedaan latar sosial,
budaya, ataupun faktor lainnya merupakan penyebab munculnya hambatan dan konflik dalam
proses komunikasi dalam membina hubungan perkawinan, sebab karakter tiap individu berbeda-
beda antara satu dengan yang lainnya sehingga hal itu dapat berpengaruh pada cara
pandangnya. Dalam aspek sosial budaya perkawinan, ada faktor pendukung dan penghambat.
Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam hal
saling memberi dan menerima cinta, ekspresi afeksi, saling menghormati dan menghargai, saling
terbuka antara suami dan istri. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami-istri
menjaga kualitas hubungan antar pribadi dan pola-pola perilaku yang dimainkan oleh suami
maupun istri, serta kemampuan menghadapi dan menyikapi perbedaan yang muncul, sehingga
kebahagiaan dalam hidup berumah tangga akan tercapai.
Faktor penghambat yang mempersulit penyesuaian perkawinan mayoritas subjek terletak dalam
hal baik suami maupun istri tidak dapat menerima perubahan sifat dan kebiasaan di awal
perkawinan, suami maupun istri tidak berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya
dan agama di antara suami dan istri, suami maupun istri tidak tau peran dan tugasnya dalam
rumah tangga. Hal tersebut tercermin pada bagaimana pasangan suami istri menyikapi
perubahan, perbedaan, pola penyesuaian yang dimainkan dan munculnya hal-hal baru dalam
perkawinan, yang kesemuanya itu dirasa kurang membawa kebahagiaan hidup berumah tangga,
sehingga masing-masing pasangan gagal dalam menyesuaikan diri satu sama lain.
Selain menimbulkan kebahagiaan bagi wanita dan pasangannya, kehamilan juga dapat
menimbulkan kekhawatiran pada wanita pada trimester 1, 2 dan 3. Dengan menerapkan
manajemen asuhan kebidanan diharapkan bidan memperhatikan kebutuhan dasar manusia
dalam aspek bio-psiko-sosial-budaya dan spiritual. Tingkat kebutuhan tiap individu berbeda-
beda. Masa kehamilan dan persalinan pada manusia dideskripsikan oleh Bronislaw Malinawski
(1927) sebagai fokus perhatian yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ibu hamil dan
yang akan bersalin dilindungi secara adat, religi dan moral atau kesusilaan berdasarkan tujuan
untuk menciptakan keseimbangan fisik antara ibu dan bayi, serta terutama untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan. Kondisi tersebut dihadapkan pada kenyataan adanya trauma
persalinan dalam masyarakat, yang mengakibatkan ansietas pada ibu hamil (Malinowski, 1927)
1. Keinginan ideal perorangan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu.
Berbagai pandangan budaya dan faktor-faktor sosial tersebut dapat menjadi stressor yang
mendukung pandangan bahwa masa hamil dan bersalin dianggap kritis dan mengakibatkan
kekhawatiran bagi warga masyarakat. Pada masa kehamilan dan saat menjelang kelahiran,
aspek financial juga dapat menjadi masalah jika ibu hamil dan pasangannya belum bekerja,
berhenti bekerja, atau dengan penghasilan yang kurang. Ibu hamil mungkin tinggal di rumah
kontrakan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan dalam lingkungan kumuh sehingga
membuat ibu rentan terhadap kekurangan gizi pada masa kehamilan. Dalam setiap masyarakat
ada mitos atau kepercayaan tertentu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya
dan adat istiadat tertentu, seperti mitos mitoni :
3. Ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih
banyak dan bagian yang lebih baik dari pada anggota keluarganya yang lain.
4. Anak laki-laki diberi makan lebih dulu dari pada anak perempuan dan lain sebagainya.
Yang menentukan kuantitas, kualitas, dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak
seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan kedudukan,
usia jenis kelamin, dan situasi-situasi tertentu. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi
atau kebiasaan, yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan
makanan kepada keluarga adalah ibu. Dengan kata lain, ibu mempunyai peran sebagai gate-
keeper keluarga.
Persalinan normal adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir secara spontan dengan
presentasi belakang kepala dan tanpa komplikasi. Persalinan/partus dibagi menjadi 4 kala, yaitu
kala I, II, III, dan IV.
1. Kala I
Periode persalinan ini dimulai dari pembukaan 1 cm sampai 10 cm (lengkap). Dalam kala ini ada
beberapa fase, yaitu :
a. Fase laten : pembukaan servik kurang dari 3 cm, servik membuka perlahan selama fase
ini dan biasanya berlangsung tidak lebih dari 8 jam
b. Fase aktif : kontraksi di atas 3 kali dalam 10 menit, lama kontraksi 40 detik atau lebih dan
mulas, pembukaan dari 4 cm sampai 10 cm (lengkap) dan terdapat penurunan bagian terbawah
janin.
2. Kala II
Periode ini dimulai dari ketika pembukaan lengkap sampai lahirnya seluruh tubuh janin. Tanda
dan gejala persalinan kala II meliputi :
b. Perineum menonjol.
Diagnosis pasti persalinan kala II adalah bila saat dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan
pembukaan serviks lengkap dan kepala bayi terlihat pada introitus vagina.
3. Kala III
Periode ini dimulai sejak bayi lahir sampai plasenta lahir. Normalnya pelepasan plasenta berkisar
15-30 menit setelah bayi lahir. Pada persalinan kala III miometerium akan berkontraksi mengikuti
berkurangnya ukuran rongga uterus ini menyebabkan pula berkurangnya ukuran tempat
pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjadi kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah, plasenta akan terlepas dari dinding uteri. Setelah lepas, plasenta akan turun ke
segmen bawah rahim.
a. Cara Schultze
Pelepasan dimulai pada bagian tengah plasenta dan terjadi hematoma retroplasentae yang
selanjutnya mengangkat plasenta dari dasarnya. Plasenta dengan hematoma di atasnya
sekarang jatuh ke bawah dan menarik lepas selaput janin. Bagian plasenta yang tampak pada
vulva adalah permukaan fetal, sedangkan hematoma sekarang berada dalam kantong yang
berputar balik. Pada pelepasan secara Schultze tidak ada pendarahan sebelum plasenta lahir
atau sekurang-kurangnya terlepas seluruhnya. Baru seluruh plasenta lahir darah banyak
mengalir.
b. Cara Ducan
Pelepasan dimulai dari tepi plasenta. Darah mengalir antara selaput janin dan dinding rahim, jadi
pendarahan sudah ada sejak sebagian dari plasenta lepas dan terus berlangsung sampai
plasenta lepas secara keseluruhan. Pelepasan secara Ducan sering terjadi pada plasenta letak
rendah.
4. Kala IV
Periode ini dimulai setelah lahinya plasenta sampai 1 jam setelah itu. Pemantauan pada kala IV
meliputi:
c. Laserasi atau luka episiotomy pada perineum dengan pendarahan aktif, dan
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena
segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Di
daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong
persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data survey kesehatan rumah tangga tahun 1992
menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang
pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek persalinan oleh dukun yang
dapat membahayakan ibu.
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan oleh beberapa
alasan antara lain:
2. Biaya murah.
3. Mengerti dan dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran
anak.
4. Dapat merawat ibu dan bayi sampai 40 hari di samping akibat keterbatsan jangkauan
pelayanan kesehatan yang ada.
Interaksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat
menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara medis, penyebab klasik
kematian ibu akibat melahirkan adalah pendarahan, infeksi dan ekslamsia (keracunan
kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat
berakibat fatal bagi ibu dan proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya
karena penanganan yang kurang baik tetapi, juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan
keputusan dalam keluarga. Umumnya, di daerah pedesaan, keputusan perawatan medis yang
akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan ada di tangan
suami yang sering kali menjadi panic melihat keadaan kritis yang terjadi. Kepanikan dan ketidak
tahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang
seharusnya dilakukan secara cepat. Tidak jarang pula nasihat yang diberikan oleh teman atau
tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil.
Selain itu, sering kali kondisi tersebut diperberat oleh faktor geografis, karena jarak rumah ibu
dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau kendala
ekonomi dan adanya tanggapan bahwa membawa ibu ke rumah sakit akan membutuhkan biaya
yang mahal. Selain faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan
faktor ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga sikap pasrah dari
masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tidak dapat dihindari.
Selain pada masa hamil, pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca
persalinan.
Pantangan atau anjuran yang berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya:
1. Ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI
2. Ada makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan
bayi.
Secara tradisional ada praktik-praktik yang dilakukan dukun beranak untuk mengembalikan
kondisi fisik dan kesehatan ibu. Misalnya;
Masa nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan
kembali seperti sebelum hamil, lama masa nias yaitu 6-8 minggu (Rustam Mochtar, 1998, hal.
115). Tujuan perawatan masa nifas yaitu:
5. Agar penderita dapat melaksanaan perawatan sampai masa nifas selesai dan
memelihara bayi dengan baik.
Keadaan psikologis pada masa nifas meliputi insting keibuan, yang merupakan perasaan dan
dorongan yang dibawa sejak manusia dilahirkan, yang ada dalam seorang wanita untuk menjadi
seorang ibu yang selalu memberi kasih sayang kepada anaknya. Sikap ini berada dengan sikap
pria dewasa. Walaupun mereka menyukai anak bayi, tetapi pendekatannya berbeda dengan
wanita. Reaksi ibu setelah melahirkan ditentukan oleh tempramennya. Bila ibu bertempramen
gembira, ibu biasanya menjadi ibu yang lebih sukses, sedangkan ibu yang selalu murung
kemungkinan mengalami kesulitan dalam tugasnya sebagai seorang ibu. Selain itu, kemungkinan
pula timbul reaksi kecemasan reaksi kekecewaan karena kedatangan bayinya belum diharapkan.
Untuk mengadakan penyesuaian tersebut kemungkinan ibu dapat mengatasinya sendiri atau
memerlukan bantuan. Oleh karena itu, tugas bidan untuk memberi bantuan yang merupakan
bimbingan agar ibu dapat mengatasi masalahnya. Kebutuhan ibu masa nifas meliputi:
1. Kebutuhan fisik,
Selama hamil umumnya menurun walaupun tidak sakit. Untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti
istirahat, makanan yang bergizi, lingkungan bersih dilakukan pengawasan dan perawatan yang
sempurna serta pengertian dari lingkungan setelah ibu pulang nanti.
2. Kebutuhan psikologis.
Kebutuhan bagi tiap-tiap individu bahwa manusia butuh diakui, dihargai, diperhatikan oleh
manusia lain. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan psikologis, bidan dan keluarga harus
bersikap dan bertindak bijaksana dan menunjukan rasa simpati dan menghormati.
3. Kebutuhan sosial,
Ibu dipenuhi dengan memfasilitasi pasangan atau keluarga mendampingi ibu bila murung,
menunjukkan rasa saying pada bayi, memberi bantuan dan pelajaran yang dibutuhkan untuk
mengembalikan kesehatannya.
Bayi baru lahir adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm (37-42 minggu). Bayi baru lahir
yang dilahirkan dalam kondisi normal mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
5. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 denyut/menit kemudian menurun
sampai 120-160 denyut/menit.
7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk dan diliputi verniks
kaseosa.
8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut tampak sempurna.
10. Pada bayi laki-laki Testis sudah turun, pada bayi perempuan genetalia labia mayora telah
menutupi labia minora.
12. Reflek moro sudah baik, bayi dikagetkan akan memperlihatkan gerakan tangan seperli
memeluk.
13. Reflek Graff sudah baik, bila diletakkan suatu benda ke telapak tangan maka akan
menggenggam.
14. Eliminasi, urine dan mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama (Saifuddin, 2006)
Beberapa aspek sosial budaya yang dilakukan dikalangan masyarakat Indonesia terkait dengan
bayi baru lahir, antara lain:
2. Bayi dibedong supaya tidak mudah terkejut, juga dapat menghangatkan badannya.
4. Ari-arinya harus dicuci bersih sebelum di kubur supaya bau badan tidak bau nantinya.
5. Ibu tidak boleh membiasakan duduk dalam posisi tidur waktu menggendong bayi agar
dahi bayi tidak maju (jenong atau nonong).
6. Bayi baru lahir diberi minum grape water agar perutnya tidak kembung.
7. Bayi baru lahir diberikan minum kopi setets agar tidak terkena penyakit stroke.
8. Bayi baru lahir rambutnya dipotong atau di botakin dan diberi minyak kemiri atau lidah
buaya agar rambutnya tumbuh cepat dan hitam.
9. Bayi cegukan diberi tisu basah atau kertas dibasahi di kening agar cegukannya hilang.
10. Sapu lidi atau bangle bumbu dapur ditaruh di sebelah bantal untuk mengusir hantu jahat.
13. Di bawah bantal bayi ditaruh gunting lipat dan di tempat tidurnya dipukul-pukul
menggunakan sapu lidi agar bayi tidur nyenyak.
14. Bayi yang baru lahir tidak boleh difoto agar tidak menjadi narsis ketika dewasa.
15. Bayi tidak boleh diajak keluar rumah sebelum berusia 40hari.
16. Terkait makanan pada bayi baru lahir, ibu dilarang makan pedas, nanti feses bayi ada cabe
rawit utuh, padahal maksudnya adalah mencegah bayi mengalami sakit perut jika ibu
menggonsumsi makanan pedas, makan semangka menyebabkan perut bayi besar dan keras
sebab sawan semangka dan sebagainya.
Diantara berbagai aspek sosial budaya yang dilakukan oleh masyarakat tersebut, yang terbukti
kebenarannya dan benar-benar tidak masuk akal kadang membuat masyarakat menjadi bingung.
Memang ada benarnya bebrapa aspek sosial budaya yang ada, yang terkadang jika kita ikuti
akan bermanfaat. Misalnya, Bayi tidak boleh keluar sebelum 40 hari, sebab fisik bayi belum
sekuat fisik orang dewasa jika kontak dengan udara luar akan menyebabkan sakit, dan supaya
bayi tidak tertular virus dari orang sakit yang kadang kita tidak sadari pada tempat yang ramai.
Sedangkan kerugiannya jika kita sangat mempercayai hal tersebut antara lain bayi pada usia
sebelum 40 hari mempunyai beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi dan harus keluar rumah.
Misalnya untuk imunisasi, berubat ke pelayanan kesehatan ketika bayi mengalami demam atau
pilek, Bayi memakai gurita agar perutnya tidak buncit, padahal jika dikaitkan dengan kesehatan,
bayi memakai gurita terlalu kencang dapat mengurangi daya pernafasan pada bayi yang pada
akhirnya bayi tersebut sesak nafas, karena bayi lebih banyak menggunakan pola pernafasan
perut, berbeda dengan orang dewasa yang menggunakan dada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat,
khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan
dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut.
Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta
tanggung jawabnya.
Seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat
pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari,
pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
wilayah tersebut.
Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk
melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di
sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang diharapkan, karena
masih terbatasnya pengetahuan penulis. Olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun. Makalah ini perlu dikaji ulang agar dapat sempurna dan makalah ini
harus digunakan sebagaimana mestinya.