Anda di halaman 1dari 19

Tradisi Larung Sesaji di Masyarakat Telaga Ngebel, Ponorogo

Tugas Mata Kuliah: Sosiologi-Antropologi Masyarakat Muslim 


Dosen Pengampu: Nanum Sofia, S.Psi., S.Ant., M.A.

Kelas: A
Nama Anggota Kelompok:
Fitri Zahra Widjaya     20320005
Dila Mekarila               20320164
Sheila Azzahra             20320178
Lu’lu Malihatun Hizaz 20320233

Program Studi Psikologi


Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia 
2021
Daftar Isi

Bagian I
Pendahuluan

Bagian II
            Pengertian tradisi larung sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo
            Maksud dan makna tradisi larung sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo
            Manfaat tradisi larung sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo
            Implikasi sosial
            Hasil observasi

Bagian III
a.     Analisis karakteristik masyarakat Telaga Ngebel Ponorogo
b.     Modal sosial-ekonomi-politik-budaya-agama sebagai kekuatan khas masyarakat
Telaga Ngebel Ponorogo

Bagian IV
            Kesimpulan

Daftar Pustaka
 
 
 
 
 
 
Bagian I
Pendahuluan

     Indonesia merupakan negara yang sangat luas, negara yang memiliki banyak kepulauan,
memiliki banyak suku, kebudayaan dan adat istiadatnya. Hal tersebut membuat di Indonesia
banyak sekali perbedaan, dimana perbedaan tersebut menyebabkan timbulnya
keanekaragaman budaya. Budaya merupakan identitas dari suatu bangsa yang memiliki ciri
khasnya masing-masing, menurut Koentjaraningrat (2003:74) dalam Sari (2015) wujud dalam
sebuah kebudayaan yaitu artifact atau benda-benda fisik, tindakan maupun tingkah laku.

     Adapun menurut Pangarsa (2007) kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa
manusia yang merupakan kemampuan berakal budi manusia dengan nilai ketuhanan untuk
hidup dalam keselarasan dengan alam dan masyarakat. Kebudayaan di Indonesia sangat
beragam, salah satunya adalah kebudayaan di pulau jawa, banyak tradisi-tradisi yang 
dimiliki oleh masyarakat jawa yang salah satunya adalah tradisi larung sesaji. Larung sesaji
merupakan icon atau ciri khas dari daerah jawa timur, tradisi larung sesaji ini memiliki
keunikan dan ciri khas tersendiri. Tujuan kegiatan tersebut diantaranya bertujuan untuk
melestarikan nilai budaya dan nilai-nilai luhur sebagai ciri khas dari masyarakat suatu daerah
yang merupakan warisan dari leluhur. 

Bagian II

I. Pengertian tradisi larung sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo


 (Team, 1989:751) Menerangkan bahwa ritual, adalah perihal yang
berhubungan dengan ritus. Namun pada ritus tersebut, merupakan tata cara pada
upacara keagamaan. Oleh karena itu, ritual memiliki keterkaitan dengan ritus sebagai
tata cara  pada upacara keagamaan yang tepatnya pada upacara kejawen larung sesaji
yang berada di Telaga Ngebel Ponorogo. Sedangkan (Team, 1989: 500) menjelaskan
terkait kata melarungkan, bahwasannya kata tersebut yang berarti dengan
menghanyutkan. Pada kata melarungkan tersebut, memiliki dasar sebagai larung atau
hanyut.
Oleh sebab itu, larung sesaji yang berarti dengan menghanyutkan sesaji yang
berisikan hasil bumi. Tradisi larung sesaji ini dilakukan oleh masyarakat Telaga
Ngebel Ponorogo, yang bertujuan sebagaimana ungkapan rasa syukur atas keberkahan
yang diberikan oleh sang tuhan kepada manusia, permohonan bagi perlindungan dan
permohonan untuk mendapatkan keselamatan kepada sang tuhan. Hal tersebut yang
berhubungan dengan hajat hidup masyarakat desa, dengan adanya hewan penjaga
berupa ular naga yang hidup di Telaga Ngebel. Dan biasanya kegiatan tradisi larung
sesaji yang dilakukan setiap satu tahun sekali, setiap 1 suro agar mendapatkan
perlindungan yang dijaga oleh penunggu Telaga Ngebel menjauhkan dari malapetaka
di dalam desa. Tentunya kegiatan itu dapat dilakukan dengan menjalani risalah do’a
bersama, dan ritual larung sesaji oleh masyarakat Ngebel Ponorogo. 
 
II. Maksud dan makna tradisi larung sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo

Tradisi larung sesaji ini bermaksud untuk dapat melestarikan nilai-nilai luhur
budaya bangsa Indonesia, mulai dri ciri khas dari masyarakat tertentu agar tetap
menjaga warisan luhur, hingga pada pelaksanaan ritual ini digunakan sebagai bentuk
untuk bisa melakukan pemujaan pada nenek moyang atau dikenal dengan istilah
danyangan. Dari tradisi ritual adat yang melekat pada kepercayaan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari, memiliki makna yang besar terkait ke religiusan. Dan ketika
melaksanakan hal tersebut, masyarakat merasakan bahwa mereka akan mendapatkan
ketenangan batin, ketenangan jiwa, hingga rasa aman yang melindungi sekitar.
 
III. Manfaat tradisi larung sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo
 
Eksistensi dari tradisi larung sesaji ini, ialah salah satu warisan budaya leluhur
yang sudah menjadi bagian peran penting pada masyarakat Telaga Ngebel Ponorogo.
Sebenarnya larung sesaji itu, merupakan adat yang sering dilakukan di zaman dahulu.
Namun sekarang adat tersebut menjadi kebiasaan, hingga menjadi sebuah tradisi di
masyarakat setempat. Maka karena itu, dari sebuah tradisi larung sesaji yang
dilaksanakan oleh masyarakat Ngebel Ponorogo memiliki berbagai manfaat. Hal
tersebut bisa dilihat dari adanya keberkahan dalam bentuk keselamatan, atas apa yang
telah diberikan diluar jangkauan pikiran manusia, tolak bala, dan terhindar dari
peristiwa buruk. 
 
IV. Implikasi sosial 

1. Masyarakat di desa Ngebel - Ponorogo, memaknai tradisi ritual larung sesaji yaitu
untuk sebagai bentuk permohonan kepada sang pencipta untuk senantiasa
mendapatkan keselamatan dan terhindar dari mara bahaya.
2. Tradisi ritual larung sesaji yang selalu dilaksanakan setiap tahunnya, pada 1
muharram oleh masyarakat desa Ngebel - Ponorogo.
3. Kegiatan yang diisi pada tradisi ritual larung sesaji, meliputi: Semaan Al-qur’an,
Istighosah Ngebel, Prosesi blebet seto, Prosesi kambing kendit, Prosesi upacara
tumpeng agung dan tumpeng purak, Kirab tumpeng agung dan tumpeng purak,
Tirakat sesepuh, Seribuan dian, Larungan malam suro, Larungan telaga Ngebel,
Pagelaran karawitan, Gelar tari bedoyo larung, Gelar reog, Wayang kulit (Dalang
Ki Sentho Yitno Carito), Lampah Ratri pawai obor, Gebyar kembang api, dangdut
bintang musik, Atraksi ski air, dan Parade perahu motor boat.
4. Adanya tradisi ritual larung sesaji masyarakat Ponorogo memiliki pengaruh dalam
kehidupan mulai dari batiniyah pada  ketenangan hati dan jiwa, serta lahiriyah
dengan terjaganya masyarakat dari mara bahaya di sekitar telaga Ngebel -
Ponorogo.

V. Hasil observasi
Ada di daerah Jawa Timur, yang terletak pada daerah Ponorogo yang memiliki
telaga yang unik dibandingkan dengan berbagai telaga di daerah Jawa Timur lainnya.
Hal dilihat dari keindahan yang dimiliki Telaga Ngebel itu sendiri, mulai dari Udara
yang masih sangat sejuk,  Panorama yang sangat mengagumkan, Kondisi alam yang
masih perawayang hingga saat ini yang dikenal dengan Telaga Ngebel. Telaga
tersebut yang berlokasi di kecamatan Ngebel, dengan letak wilayah 24 km mengarah
Timur Laut Ponorogo. Untuk lokasi dari Telaga Ngebel sendiri, yaitu pada ketinggian
734 MDPL dengan luas permukaan mencapai 1,5 Km . Untuk lokasi Telaga Ngebel
sendiri dikelilingi  jalanan panjang mencapai 5 Km, dengan kisaran suhu sekitar 22-
23°C di lereng gunung Wilis. Dan asal mula Telaga Ngebel sendiri yaitu, yang
berawal dari adanya sayembara yang dilakukan untuk bisa siapa saja yang dapat
mencabut lidi yang tertancap di tanah. Namun sayangnya tidak ada satupun
masyarakat yang bisa mencabut lidi tersebut, hingga akhirnya setelah tercabutnya lidi
itu menyebabkan keluarnya air hingga membentuk genangan yang berupa telaga.

Pada wilayah Telaga Ngebel - Ponorogo, yang memunculkan adanya ritual


sosial budaya. Dimana dari segi sosial, hal ini yang mengarah pada kehidupan
masyarakat di desa Ngebel yang mempercayai akan adanya berkah keselamatan yang
berada diluar jangkauan manusia. Sedangkan untuk budaya nya sendiri, mengarah
pada kehidupan masyarakat yang bermula dari sebuah adat hingga menjadi sebuah
tradisi akibat dari kebiasaan masyarakat. Oleh karena itu, dari ritual sosial budaya
tersebut  menciptakan eksistensi dari tradisi larung sesaji ini. Dan, yang
melatarbelakangi eksistensi dari tradisi larung sesaji ini meliputi berbagai aspek
seperti:
 Pendidikan, yang ditandai dengan masyarakat yang dapat berpikir secara logis,
efektif dan efisien. Sebagaimana masyarakat lebih dapat berpikir secara
sederhana, serta mampu untuk melanjutkan apa yang sudah ada.
 Religi, yang sebagian besar memeluk agama islam. Namun masih
mempercayai kepercayaan kejawen, yang diwarisi oleh para leluhur. Sehingga
membuat segala hal akan dikaitkan dengan hal-hal supranatural yang mampu
menyakinkan masyarakat untuk selalu melaksanakan tradisi tersebut.
 Budaya, merupakan salah satu jati diri suatu bangsa. Karena dari budaya yang
masih memelihara kearifan lokal dari warisan budaya leluhur, sebagai bentuk
atau ciri identitas suatu bangsa untuk kedepannya.
 Mata pencarian, yang ditandai dengan masyarakat yang sebagian besar bekerja
sebagai petani agar bisa menyeimbangkan diri dengan alam. Hal itu dilakukan
masyarakat, agar mampu memelihara tradisi budaya agar tetap bertahan.
 Ekonomi, yang disebabkan atas terjaganya budaya leluhur hingga
menghasilkan aset wisata yang dapat memberikan PAD atau pendapatan asli
daerah yang diperlihatkan dari kegiatan wisata religi spiritual larung sesaji.
Dan untuk simbolisme yang tertera dalam tradisi budaya larung sesaji ini,
diwarnai dengan berbagai simbol untuk mengikuti bentuk yang mendasarkan diri atas
berbagai simbol. Untuk simbolisme nya sendiri yang paling terlihat dari aspek
religinya, sebagaimana ini dibuktikan dari upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh
masyarakat Ngebel - Ponorogo. Karena pada aspek religi ini, kita tau bahwa ritual
yang dijalani dengan adanya beragam prosesi yang mempunyai berbagai makna yang
tertuju pada sang pencipta. Dan diungkapkan oleh Budiono Herusatoto (2005:26)
bahwasannya simbolisme dapat memberikan warna dalam tindakan dan perilaku,
bahasa, ilmu pengetahuan ataupun dari religi pada sepanjang sejarah budaya manusia.

Bagian III

A. Analisis karakteristik masyarakat Telaga Ngebel Ponorogo


Masyarakat Jawa tidak terlepas dari adanya tradisi-tradisi tertentu sesuai
dengan kepentingannya. Tradisi tersebut dilestarikan masyarakat tanpa meninggalkan
hal-hal yang memang merupakan warisan leluhurnya. Tradisi semacam ini merupakan
wujud ideal dari kebudayaan yang fungsinya mengatur sikap juga etika manusia. Hal
tersebut dapat memperlihatkan berbagai macam ragam dan nilai tradisi yang
berhubungan dengan etika masyarakat (Mitanto & Nurcahyo, 2012).
Unsur pembentuk masyarakat di Telaga Ngebel ini pada hakekatnya ialah makhluk
budaya. Karena memang dipenuhi simbol yang masyarakat disini diwarnai dengan
simbolisme diri menonjol dalam kegiatan religi berupa upacara keagamaan.
Masyarakat Telaga Ngebel ini sendiri mayoritas menganut agama Islam namun juga
sebagian masih memegang kepercayaan kejawen. 
Definisi masyarakat sendiri ialah kumpulan individu yang disatukan oleh
adanya hubungan tertentu bersifat berkelanjutan dan terkait oleh identitas bersama.
Ada 10 karakteristik masyarakat menurut Jacky (2015) (dalam Putra, 2017) yaitu:
wilayah, kolektifitas orang, perasaan kelompok yang kuat, interelations individu dan
kelompok, interaksi timbal balik, interaksi yang terlembagakan, hubungan tertutup
dan informal, kesamaan budaya, nilai-nilai umum dan keyakinan, serta hubungan
impersonal. Dari hal tersebut, masayarakat di sekitar Telaga Ngebel tergolong
memiliki configuration yaitu tidak pasif dalam mensosialisasikan diri dengan pola-
pola budaya, justru masyarakat aktif menngintrepretasikan ethos yang ada sesuai cara
mereka masing-masing. 
Masyarakat di Telaga Ngebel ini pun ikut berpartisipasi guna memberikan
dukungan guna melestarikan tradisi larung sesaji. Peran serta masyarakat ini berupa
mempersiapkan kebutuhan untuk acara larungan. Pastisipasi ini dapat dilihat juga
sebagai suatu keterlibatan mental juga emosi masyarakat dalam situasi kelompok agar
tercapainya tujuan bersama. Selain itu, partisipasi masyarakat ini merupakan keadaan
sukarela disertai dengan ketertarikan sesuatu secara sadar.
 
B. Modal sosial-ekonomi-politik-budaya-agama sebagai kekuatan khas masyarakat
Telaga Ngebel Ponorogo
Adanya beberapa aspek yang menjadi kekuatan khas masyarakat Telaga
Ngebel ini menjadikan eksistensi tradisi disekitaran daerah ini bertahan. Seperti yang
sudah dijelaskan pada hasil observasi, yang melatarbelakangi eksisnya tradisi larung
sesaji di Telaga Ngebel ini ialah:
 Aspek pendidikan yang menunjukkan belum mampunya masyarakat
berpikir logis, efektif juga efisien sehingga cenderung sederhana dalam
berpikir dan melanjutkan hal yang memang sebelumnya sudah ada.
 Aspek mata pencaharian ini bisa juga tergolong aspek sosial-politik karena
adanya penyesuaian diri dengan lingkungan sosial. Mayoritas penduduk
berprofesi sebagai buruh tani ataupun pemilik ladang menjadikan
masyarakat berusaha menyeimbangkan diri dengan alam dan menjaga
tradisi agar tetap lestari.
 Aspek budaya dimana akan mulai hadir perubahan terkait budaya tersebut
namun diusahakan agar unsur khasnya tidak hilang ataupun terganti
sehingga warisan budaya lama dapat berfungsi sebagai ciri identitas yang
berlanjut.
 Aspek ekonomi memberikan pengertian bahwa budaya warisan yang tetap
terjaga memiliki peran penting dalam bidang ekonomi. Karena memang
keduanya saling berkesinambungan secara kompleks, misal suatu daerah
wisata memiliki aset yang mampu ditampilkan sebagai suatu sajian, maka
warisan leluhur secara turun temurun akan dapat memberikan keuntungan.
 Selain itu, aspek religi atau keagamaan juga berperan besar dalam
eksistensi tradisi larung sesaji, apalagi mayoritas masyarakat memeluk
agama Islam dengan masih bertoleransi pada masyarakat yang memegang
kepercayaan kejawen. Hal semacam itu masih terjadi karena adanya
keyakinan kepada Tuhan yang serba mistis, rohaniah juga magis dengan
menghormati nenek moyang terdahulu serta kekuatannya yang tak nampak
oleh kita.
Fenomena semacam ini sebenarnya terkandung di dalam Al-Qur’an Surat An-
Nisa ayat 114 yang berkaitan dengan tradisi dan Allah menganjurkan manusia untuk
bersedekah dengan nantikan akan diberikan balasan sepadan, Firman Allah SWT
yang artinya “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali
bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat
ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di anatara Allah, maka kelak kami memberi
kepadanya pahala yang besar” (Pramuditya, 2018).
Tradisi larung sesaji ini sangat kental dengan budaya bersifat mistik. Ada
beberapa kalangan yang menganggap larung sesaji bersifat syirik atau menyekutukan
Allah SWT. Namun para ulama sudah menegaskan bahwa tradisi ini tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Hal itu dikarenakan tujuan dilakukannya tradisi
sebagai dasar melestarikan budaya asli Desa Ngebel. 

Bagian IV
a) Kesimpulan
Kebudayaan di Indonesia sangat beragam, salah satunya adalah kebudayaan di
pulau jawa, banyak tradisi-tradisi yang  dimiliki oleh masyarakat jawa yang salah
satunya adalah tradisi larung sesaji. Larung sesaji merupakan icon atau ciri khas dari
daerah jawa timur, tradisi larung sesaji ini memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri.
Tradisi larung sesaji ini dilakukan oleh masyarakat Telaga Ngebel Ponorogo, yang
bertujuan sebagaimana ungkapan rasa syukur atas keberkahan yang diberikan oleh
sang tuhan kepada manusia, permohonan bagi perlindungan dan permohonan untuk
mendapatkan keselamatan kepada sang tuhan. Hal tersebut yang berhubungan dengan
hajat hidup masyarakat desa, dengan adanya hewan penjaga berupa ular naga yang
hidup di Telaga Ngebel. Dan biasanya kegiatan tradisi larung sesaji yang dilakukan
setiap satu tahun sekali, setiap 1 suro agar mendapatkan perlindungan yang dijaga
oleh penunggu Telaga Ngebel menjauhkan dari malapetaka di dalam desa. Tentunya
kegiatan itu dapat dilakukan dengan menjalani risalah do’a bersama, dan ritual larung
sesaji oleh masyarakat Ngebel Ponorogo.
 
 
 
 
 

Daftar Pustaka

FUNGSI legenda “Asal-usul telaga ngebel Bagi Masyarakat ... (n.d.). from
https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/undas/article/download/3411/1517

Google. (n.d.). Google search. Retrieved December 23, 2021, from https://www.google.com/search?q=larung
%2Bsesaji%2Bponorogo&tbm=isch&ved=2ahUKEwjfh9ipvOL0AhW8k9gFHXORCusQ2-
cCegQIABAA&oq=larung%2Bsesaji
%2Bponorogo&gs_lcp=CgNpbWcQAzoFCAAQgAQ6BggAEAcQHjoECAAQHjoGCAAQBRAeOgQIAB
AYUKwFWIodYLYfaABwAHgAgAHDAYgBggmSAQMzLjeYAQCgAQGqAQtnd3Mtd2l6LWltZ8ABAQ&
sclient=img&ei=7h-4Yd_YAryn4t4P86Kq2A4&bih=601&biw=1280#imgrc=0y6idejrKmuy2M

Google. (n.d.). Google search. Retrieved December 23, 2021, from https://www.google.com/search?
q=gambar%2Bwilayah%2Btelaga%2Bngebel
%2Bponorogo&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiRoq3hxfr0AhUuT2wGHeDJDEcQ
_AUoAXoECAEQAw&biw=1280&bih=609&dpr=1.5#imgrc=8gkpI68zXw4qFM

Mitanto, M., & Nurcahyo, A. (2012). RITUAL LARUNG SESAJI TELAGA NGEBEL PONOROGO (STUDI
HISTORIS DAN BUDAYA). AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA, 2(2).
https://doi.org/10.25273/ajsp.v2i2.1459

Pebrianti, C. (n.d.). Warga Ponorogo Larung Sesaji di Telaga ngebel sebagai pertanda 1 suro. detiknews.
Retrieved from https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4689184/warga-ponorogo-larung-sesaji-di-
telaga-ngebel-sebagai-pertanda-1-suro

Pramuditya, F. E. (2018). TRADISI LARUNGAN SESAJI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (Study kasus di
Telaga Ngebel Kecamatan Ngebel Kabupaten Ponorogo). Retrieved from
https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9959

Putra, T. A. H. P. (2017). Kearifan Lokal Upacara Larungan Telaga Ngebel. Jurnal Civic Hukum,
2(November), 65–77.

Sardjono, A. B., & Iswanto, D. (2012). Perubahan Bentuk Rumah Tradisional Pesisir Jawa-Studi Kasus Rumah

Tradisional di Demak dan Kudus. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 1(1), 39.

Sari, E. P. (2015). Mitos Dalam Ritual Larung Sesaji Bumi Masyarakat Jawa Kota Probolinggo.
Scribd. (n.d.). Asal Usul Telaga ngebel ponorogo 1. Scribd. from
https://www.scribd.com/doc/172982282/Asal-Usul-Telaga-Ngebel-Ponorogo-1

Lampiran
   
https://goo.gl/maps/MKw2foM39Z5KPsqH6 
Pembagian Tugas :

·       Fitri Zahra Widjaya     


-       Pendahuluan
-       foto dokumentasi
-       google maps
-       mendata nama anggota serta perannya masing-masing
·       Dila Mekarila
-     analisis karakteristik masyarakat dan menjelaskan modal sosial-ekonomi-
politik-budaya-agama sebagai kekuatan khas masyarakat sesuai konten materi
pada halaman empat panduan.           
·       Sheila Azzahra
-       Kesimpulan
-       PPT      

·       Lu’lu Malihatun Hizaz


-       Topik (pengertian, maksud, makna, manfaat, implikasi sosial, hasil observasi
berupa deskripsi).
-       Daftar Pustaka

Nama Peran Waktu Tempat

 Membuat WA Grup
Sheila  Azzahra  Memberikan jurnal referensi 30 WA
 Membuat Google Dokumen  September
2021
WAG
01
Desember
2021

 13
Desember
2021

 Memulai obrolan untuk


Dila Mekarila mengerjakan tugas 30 WAG
 Memberi saran topik  November
 Memberi saran dan masukan 2021
untuk tugas
 Mengingatkan dalam WAG
pengambilan topik  01
 Mengingatkan mengenai Desember
tugas dan membuat data 2021 WAG
pembagian tugas
 Mengundi pembagian tugas 02
 Mengumpulkan daftar isi Desember
2021 WAG
 Mengerjakan bagian 3 terkait
analisis karakteristik
masyarakat dan menjelaskan WAG
03
modal sosial-ekonomi-
Desember
politik-budaya-agama
2021
sebagai kekuatan khas
masyarakat sesuai konten WAG
materi pada halaman empat 08
panduan. Desember
2021 Google
Document
13
Desember
2021

27
Desember
2021

 Memberi saran topik


Fitri Zahra W  Memberi saran  01 WAG
 Membuat pendahuluan Desember
 Mengumpulkan lampiran 2021
foto WAG
 Mengumpulkan lampiran 03
google maps Desember Google
2021 Dokumen

13
Desember Google
2021 Dokumen

20
Desember
2021

Lu’lu  Memberi referensi jurnal


Malihatun  Memberi saran dan judul 01 WAG
Hizaz  Mengumpulkan judul  Desember
 Mengerjakan bagian 2 2021
(pengertian, maksud dan  WAG
makna, serta manfaat) 03
 Menambahkan lampiran foto  Desember
 Melanjutkan mengerjakan 2021  Google
Bab 2 terkait dengan Dokumen
Implikasi Sosial dan Hasil
Observasi 17
 Mengumpulkan dan Desember
menyusun daftar pustaka 2021

 Google
Dokumen

22
Desember
2021

Anda mungkin juga menyukai