PENDAHULUAN
berharga dan juga memiliki nilai. Pada umum nya tiap etnik melahir kan tradisi
berbagai etnik dimana tiap etnik memiliki tradisi dan menjadi kebanggaan etnik
keunikan yang menjadi modal bagi Indonesia sebagai negeri wisata dunia.
mempertahankan tradisi secara turun menurun adalah etnik Karo. Etnik Karo
yang masih dominan mempertahankan adat istiadat sebagai dasar kearifan lokal,
Praktek budaya yang di warisi itu berlangsung sejak lama dan mentradisi
dalam berbagai aspek kehidupan etnik karo hingga sekarang. Khususnya etnik
karo yang berdomisili di wilayah Kabupaten Karo masih sering melakukan tradisi
lama ketika menghadapi suatu masalah. Diantara tradisi tersebut yang masih
sering di lakukan adalah Erlau – lau (mandi – mandi air) hingga dewasa ini masih
1
Bagi etnik Karo di desa Lingga Kecamatan Simpang Empat, Erlau-lau di
maknai sebagai suatu cara untuk memanggil hujan turun. Erlau–lau dilakukan
gagalnya panen. Tradisi Erlau - lau untuk memanggil hujan turun di desa Lingga
Pelaksanaan Erlau –lau ini di mulai dengan ritual di suatu tempat yang di
anggap keramat atau memiliki kekuatan magic. Di tempat itu di lakukan upacara
penyembahan yang di pimpin oleh tokoh adat setempat. Tokoh adat berperan
seekor ayam yang berbulu hitam atau putih. Setelah melepas ayam persembahan
pemimpin ritual (tokoh adat) menyiram impalnya dengan air. Setelah ritual selesai
desa. Pelaksanaan acara inilah yang menjadi puncak Erlau–lau dalam ritual
pemanggilan hujan. Pada acara ini pemimpin upacara (toko adat) mempersilahkan
warga desa untuk menyiramkan air kepada lawan jenis nya, yang dalam
Uniknya dalam acara saling siram ini tidak ada yang protes, emosi atau
marah jika mendapat siraman hingga basah kuyup. Malah jika mendapat siraman
2
menyiramnya. Berdasarkan informasi sementara acara saling siram ini
warga di desa Lingga Kecamata Tigabinanga, biasanya setelah acara ini hujan
selalu turun tetapi apabila hujan tidak kunjung turun maka ritual akan diulang
kembali.
penduduk desa Lingga mana kala terjadi musim kemarau yang berkepanjangan,
seluruh warga desa pada acara ini turut berpatisipasi, untuk saling siram-siram
impalnya. Tampaknya warga desa Lingga yang dominan adalah etnik Karo
memandang tradisi Erlau-lau ini sebagai salah satu solusi alternatif untuk
pertanian mereka.
pandang sebagai sesuatu yang unik. Sebab dalam berbagai aspek, kehidupan
masyarakat desa ini sudah menggunakan teknik pertanian modern. Di mana dalam
(mesin: traktor ) demikian juga dalam hal perawatan tanaman sudah mengenal
penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Di samping itu, seluruh warga desa ini
sudah memeluk agama ( kristen dan islam ) yang meyakini tuhan sebagai pencipta
segala sesuatu.
3
Secara umum masyarakat yang telah mengalami proses modernisasi dan
modernisasi dan telah memeluk agama (kristen dan islam) ritual Erlau-lau
tampaknya masih diyakini sebagai solusi yang tepat untuk mendatangkan hujan
Erlau-lau.
4
Apabila tercapainya penelitian di atas, maka hasil penelitian diharapkan
kepercayaan).
2. Kegunaan praktis :Penelitian ini dapat sebagai bentuk penyampaian tradisi
salah satu etnik, yang akan menjadi aset untuk menarik wisatawan lokal
maupun non-lokal dan juga sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang
Simpang Empat)”.
5
BAB II
dengan tema yang diangkat peneliti sebagai pedoman penulisan kajian pustaka.
P.Ginting (1999:75) dalam bukunya Religi Karo yang menjelaskan ulang
maupun yang sifatnya social budaya tetapi dikaitkan dengan praktek religi agama
masyarakat suku Lawahing dipercaya sebagai hasil dari kekuatan Dewa Mau
upacara memanggil hujan atau yang biasa disebut dengan Elkoil Od. Para kepala
klen (Lengleng Buung), para kepala kampung (Bang Kapal), para kepala adat
(Lengleng Bala O Aba Aiy), ketua dewa adat (Aba Aiy Mati) dan kepala kampung
6
besar (Bang Kapal Mati) bermusyawarah dengan masyarakat untuk
boleh menjadi penjemput Gong.Selama perjalanan Gong harus dijaga dan tidak
boleh dipukul sebelum sampai di tempat upacara. Pelanggaran akan hal ini akan
suatu tempat yang terdapat mesbah (dol) untuk menyambut datangnya Gong
Erlau-lau bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah festival tani, mengingat
Tanah Karo dikenal sebagai daerah tani yang subur di Sumatera Utara. Festival ini
bisa dikembangkan sebagai sebuah ajang doa kebudayaan Karo agar seluruh
usaha pertanian di Tanah Karo bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Sebab
toh, meski setiap desa memiliki otoritas untuk menggelar pesta panen versi
mereka tetapi belum pernah rasanya terjadi sebuah pesta panen yang digelar
missal.
Digelar massal artinya seluruh desa di wilayah Tanah Karo bahkan warga
bilamana sebuah tradisi baru diinisasi dan dilahirkan dari konsensus berbagai
tokoh Desa hingga lintas kabupaten. Mengingat diaspora Karo tersebar tak sebatas
di Tanah Karo saja. Dengan demikian, Tanah Karo bisa terus menanamkan
kecintaan budaya pada generasi mudanya. Melalui sebuah rangkaian festival baru
7
keluarga mereka turun temurun. Juga sekaligus kesempatan menjadikan ajang ini
sebagai agenda wisata selain festival Pesta Buah dan Bunga yang gemanya di
Tuhan kepadanya, tentu akan kehilangan akar sejarah dan identitas dirinya. tak
selamanya agama memberangus praktik budaya yang tafsir sesatnya bisa diberi
masyarakat. Menjaga budaya adalah tanggung jawab kita. Sebab bila kita percaya
bahwa Tuhan itu Maha Segala, maka segala kebaikan yang masih ada di dalam
generasi muda Karo di era modern kelak bisa bersyukur atas sisi spiritual
leluhurnya yang tak pernah melupakan kekuatan Sang Pencipta lewat berbagai
tradisinya.
Patrawidya,vol.14,no.4 Bagi mahkluk hidup, air merupakan salah satu
Terlebih bagi masyarakat agraris, air merupakan kebutuhan yang sangat vital.
Hidup matinya tanaman pertanian antara lain sangat tergantung kepada air, baik
air hujan maupun air irigasi. Seni Tradisi Pemanggilan Hujan Masyarakat
mendeskripsikan ritual pemanggilan hujan yang dilakukan oleh warga Desa Plana,
8
warga Desa Plana setiap kemarau berkepanjangan, malam Jumat Kliwon pada
masih bisa memberikan harapan warga Desa Plana dalam pemenuhan kebutuhan
gagasan, tindakakan dan hasil Karya Manusia dalam kehidupan masyarakat yang
dijadiakan milik dari manusia dengan belajar. Proses belajar dalam kelompok
masyarakat ini dilakukan dengan bentuk pewarisan secara turun temurun. Hasil
dari apa yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri mempunyai kegunaan sebagai
tradisi keseharian , ritual, makana, pakaian, kesenian dan sebagainya. Dalam ilmu
Antropologi dikatakan tidak pernah lepas dari tujuh unsur budaya yang ada dan
itu selalu ada selama manusia masih hidup guna mempertahankan kehidupanya.
aturan yang dibuat oleh para ketua adat. Penyediaan sesajen dalam upacara adalah
hal yang dianggap penting karena ini adalah wujud nyata dari sebuah tindakan
penghormatan yang diakui umat kepada penciptanya. Selain itu pernak pernik,
bunga, busana, alat musik, tarian dan letak aturan duduk bahkan berdiri juga
9
Menurut E.B Taylor (1871) Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
msyarakat. Kebudyaan terdiri dari sesuatu yang dipelajari oleh pola-pola perilaku
yang normatif. Atinya mencakup segala cara atau pola-pola berpikir, merasakan
menjadi tolak ukur terhadap pengertian kebudayaan yang berkaitan dengan tradisi
Desa Lingga. Tradisi Erlau-lau merupkan salah satu wujud dari kebudayaan Desa
terdiri dari dua hal dan saling berkaitan satu sama lainnya. Kedua hal kebudayaan
tersebut ialah:
1. Wujud kebudayaan ideas. Hal ini berupa suatu bentuk kompleks dari ide,
10
masyarakat karo, hal ini sekaligus menunjukkan masyarakat karo di tempat
tersebut begitu menjunjung kebudayaan yang diwariskan oleh para leluhur. Ritual
erlau-lau merupakan salah satu wujud kebudayaan dalam bentuk ideas, akan
tetapi wujud kebudayaan yang berupa ide ini juga saling berkaitan dengan wujud
kebudayaan pada tradisi Erlau-lau di Desa Lingga kedua hal ini saling berkaitan.
2.2.2 Religi
Religi adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai suatu maksud
dengan cara menyandarkan diri dengan kemauan dan kuasa mahluk-mahluk halus
232)
pada pokoknya religi adalah penyerahan diri kepada tuhan, dalam
keyakinan manusia tergantung pada diri tuhan, bahwa tuhanlah yang merupakan
keselamatan yang sejati dari manusia, bahwa manusia sendiri tidak mampu untuk
27-31)
Menurut koentjraningrat (1987 : 37) istilah religi adalah suatu sistem
Pada teori lang tentang religi timbul dari ajaran jiwa mengadung
pernyataan bahwadalam jiwa manusia ada suatu kemampuan gaib yang dapat
11
bekerja lebih kuat dengan makin lemahnya aktifitas pikiran manusia yang
setempat percaya bahwa adanya suatu kekuatan kuat yang mengatur dan
masyarakat di Desa Lingga dan terlihat dalam sebuah tradisi yang masih mereka
mula religi adalah kesadaran akan adanya jiwa itu disebabkan karena dua hal ,
yaitu: pertama perbedaan yang Nampak pada manusia pada manusia antara hal-
hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Suatu animism pada suatu saat bergerak
tingkatan yaitu: Pertama, pada tingkat tertua pada evolusi religinya, manusia
manusia itu, yang bertubu halus sehinnga tidak tertangkap oleh pancaindra
berupa doa, sajian, atau korban. Religi seperti itulah yang oleh taylor disebut
animisme. Kedua, pada tingkat ini evolusi religi, manusia yakin bahwa gerakan
alam yang hidup itu juga disebabkan adanya jiwa di balik peristiwa-peristiwa
dan gejala-gejala alam itu. Jiwa alam itu difersonifikasikan dan dianggap
12
pikiran, yang disebut dewa-dewa alam. Ketiga, pada tingkat ini evolusi religi
keyakinan bahwa dewa-dewa itu juga hidup dalam susunan kenegaraan, serupa
dialami oleh masyarakat Desa Lingga. Adanya anggapan bahwa hujan memiliki
jiwa atau roh menjadi awal melakukan tradisi Erlau-lau saat musim kemarau
berkepanjangan.
Teori religi tentang batas akal ini dikembangkan oleh J.G. Frazer (1890:9)
berbagai persoalan hidup dengan perantaraan akal dan ilmu pengetahuan; namun
dalam kenyataannya bahwa akal dan sistem pengetahuan itu sangat terbatas
sekali.Makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu, tetapi dalam
banyak kebudayaan batas akal manusia masih amat sempit.Persoalan hidup yang
tidak bisa dipecahkan dengan akal, dicoba dipecahkannya dengan melalui magic,
maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada pada alam, serta seluruh kompleks
mempergunakan ilmu gaib untuk memecehkan segala persoalan hidup yang ada di
luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Religi waktu itu belum
ada dalam kebudayaan manusia, lambat laun terbukti bahwa banyak dari
13
perbuatan magic itu tidak menunjukkan hasil yang diharapkan, maka pada saat itu
orang mulai percaya bahwa alam itu didiami oleh mahlu-mahluk halus yang lebih
Menurut Frazer, memang ada suatu perbedaan yang besar antara magic
dan religi; magic adalah segala sistem perbuatan dan sikap manusia untuk
hukum-hukum gaib yang ada di dalam alam. Sebaliknya, religi adalah segala
dan A.Van Gennep (1909:3); menurut ke dua orang ini, dalam jangka waktu
hidupnya, manusia mengalami banyak krisis yang menjadi sering obyek perhatian
orang, entah sering atau jarang terjadi bahwa orang itu akan ingat akan
terutama berupa bencana-bencana sekitar sakit dan maut (mati), suatu keadaan
yang sukar bahkan tidak dapat dikuasai dengan segala kepandaian, kekuasaan,
kemungkinan adanya sakit maut ini besar sekali, yaitu misalnya saat kanak-kanak,
masa peralihan dari usia pemuda ke dewasa , masa hamil, masa kelahiran, dan
14
akhirnya maut. Van Gennep menyebut masa-masa itu sebagai crisis rites atau rites
perbuatan serupa itu, yang berupa upacara-upacara pada masa krisis tadi itulah
yang merupakan pangkal dari religi dan bentuk-bentuk religi yang tertua.
Seperti halnya yang dijelaskan oleh teori batas akal tersebut bahwasanya
saat manusia itu sudah melampaui akal pemikiran mereka sendiri akan dapat
membentuk atau menciptakan suatu cara atau metode baru untuk suatu realitas
yang akan mereka ciptakan. Seperti halnya menciptakan suatu pemujaan atau
masyarakat modern ini. Merka percaya akan suatu hal ang gaib yang notabennya
hal tersebut jelas diluar akal mereka sendiri, namun Karena masa krisis itu begitu
melanda hingga menciptakan suatu hal atau mencari suatu cara mistis untuk
Sementara itu, seorang ahli filsafat atau filsuf bernama Karl Jaspers
dapat menjadi dirinya sendiri dan menunjukkan bahwa dirinya adalah makhluk
15
1. Eksistensi selalu memiliki hubungan dengan tradsi.
2. Eksistensi merupakan filsafat yang menghayati dan menghidupi
kebenaran.
3. Eksistensi seorang manusia dapat dibuktikan oleh cara berpikir dan
tindakannya.
orang paham dan sadar bahwa setiap orang memiliki keunikan yang berbeda satu
dengan yang lain. Sebab, eksistensi merupakan sesuatu yang sifatnya individual
semua orang memiliki cara keberadaan yang khas dan unik, itulah yang
dinamakan sebagai eksistensi seorang individu. Sehingga setiap orang yang dapat
menentukan jati diri atas keberadaannya dan mampu berdiri diantara eksistensi
Tradisi adalah suatu pola perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi
bagian dari suatu budaya yang telah lama dikenal sehingga menjadi adat istiadat
tradisi mappaccing yang dilaksanakan sehari sebelum hari akad nikah di Desa
Lingga.
Tradisi adalah merupakan salah satu kekayaan budaya. Hal ini terutama
16
pelaksanaannya. Sebagian tradisi menjadi terkikis dan hilang, namun ada pula
yang tetap bertahan walaupun dalam suatu proses adaptasi terhadap situasi dan
kondisi yang berlangsung. Soejito (1987: 4) melihat tradisi dari konsep “Social
merupakan pola tingkah laku yang dimiliki masyarakat. Sedangkan Brutu (1998:
2) menyatakan tradisi dari setiap kelompok sesungguhnya tidak ada yang tetap
dan baku. Selalu ada perubahan akibat faktor dari dalam dan luar masyarakat. Hal
ini dilihat dari pergeseran, perubahan atau pengurangan unsur-unsur tradisi. Salah
satu tradisi yang terdapat pada masyarakat Karo yaitu “kerja tahun”. Apa
Menurut pak Joko salah satu narasumber peneliti pada saat pra penelitian
bahwasanya tradisi Erlau-lau tersebut merupakan salah satu tradisi leluhur yang
masih eksis hingga saat ini. Sebagaimana acara tersebut selalu dilaksanakan pada
saat daerah tersebut tidak turun hujan selama berbulan-bulan. Biasanya selama
empat bulan sekali, acara tersebut dianggap sebagai suatu acara yang suci, dimana
sebelum melaksanakan kegiatan Erlau-lau maka masyarakat atau para tokoh adat
Para toko adat akan mempersembahkan ayam atau kambing sebagai salah
lokasi yang dianggap memiliki kekuatan gaib. "Dirr Ko Wari" begitu teriakan
17
warga biasanya sembari memercikkan air kepada siapa saja disekitarnya. Kalimat
dalam bahasa Karo itu bisa diartikan sepintas, deraslah hujan menghiasi
hari.Tradisi Erlau-lau (lau dalam bahasa Karo bermakna Air) merupakan bagian
pada Sang Maha Memberi agar mereka mendapatkan curahan hujan ditengah
kemarau yang panjang. Entah mengapa praktik demikian semakin sulit ditemui.
Pandangan oleh pengaruh agama yang kini banyak dianut oleh masyarakat
Karo, ritual kultural ini semakin banyak ditinggalkan. Baik penganut Islam dan
Kristen, agama yang dominan dianut oleh masyarakat Karo diluar animisme,
tampaknya risih menggunakan tradisi ini karena khawatir dituding tak beragama.
Tidak percaya pada kuasa Tuhan. Seperti halnya sinisme beberapa komentator di
video tersebut yang menuding praktik kebudayaan ini sebagai sebuah tindakan
yang tak sesuai dengan ajaran agama. Dipandang tak sesuai syariat dan
sebagainya. Padahal bila diteliti lebih jauh, ritual ini sejatinya bisa dimaknai
sebagai doa. Doa tak serta mereka selalu harus berwujud sholat istiqosah atau
ibadah ke gereja. Tuhan yang menyatu dan mewujud dalam peristiwa harian kita
dan semesta, rasanya tak melulu disapa dengan ritual doa versi agama.
Tuhan bagi saya juga hadir dalam suasana gembira dan percikan air yang
menepis sejenak muka masam karena efek kemarau. Bukankah dalam tradisi suci
beberapa agama tertentu membasuh diri dengan air dipandang menyucikan diri
agar layak menghadap serta memohon pada Sang Kuasa? Saya kira demikian pula
ritual kultural ini yang dalam perspektif baru harus dilepaskan dari bayang-bayang
18
sosial yang menarik. Melibatkan tumpukan keluh kesah warga tani yang sekian
waktu didera oleh kemarau panjang. Pada titik puncaknya, dengan membasahi diri
dan sesama serta tanah kampung, dalam suasana gembira dan percaya meminta
agar Sang Kuasa terlibat memberikan hujan. Sebuah pesan kultural yang secara
ETNIK
KARO
Karo
Tradisi
ErlauLau Ritual
19
Eksistensi Pelaksana Alasan
Desa Linggah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Simpang Empat yang
didiami oleh suku Karo yang masih mempertahankan adat istiadat yang di
wariskan oleh leluhur mereka. Suku karo yang berkediaman di Desa Lingga
pemanggilan hujan maka peneliti menggunakan dua teori yaitu religi dan teori
pemanggilan hujan dianggap sebagai suatu tradisi yang sangat mistis. Sebagai
mana suatu kepercayaan akan suatu roh gaib dianggap keberadaanya dapat
mistis masih berlaku di era monotheisme ini. tentunya akan menjadi pertanyaan
besar bagi kita. Hal tersebut lah yang tentunya dikaji kembali bahwasanya dalam
batas akal manusia dalam kehidupan senantiasa berbagai persoalan hidup dengan
perantaan akal dan ilmu pengetahuan, namun dalam kenyataan akal dan sistem
20
BAB III
METODE PENELITIAN
menghasilkan data deskriptif berupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang
persoalan tentang atau kondisi yang terjadi sekarang. Kondisi atau keadaan yang
menetahuai pola pada fenomena yang di teliti, peneliti memilih jenis penelitian
tigabinaga. Maka dalam hal ini peneliti juga melakukan penelitian lapangan (fiel
reseach)
3.2 Lokasi Penelitian
Adapun lokasi atau tempat penelitian yang berada di Desa Lingga
21
Kecamatan Tigabinaga. Peneliti memeilih beberapa tempat yang mempokuskan
lokasi ini karena di Desa Lingga terdapat sebuah tradisi Erlau-lau di daerah
3.3 Informan
1. Dua orang tokoh adat yang mengetahui fungsi dan proses tradisi Erlau
– lau
3. Tiga orang masyarakat setempat etnik Karo yang terlibat dalam tradisi
erlau–lau
keterangan tentang suatu fakta atau pendapat. peneliti mememilih raja adat
sebagai informan utama yaitu raja adat yang mampu memberikan informasi
mengenai kondisi yang sebenarna terkait tentang tradisi Erlau–lau pada etnik
Karo. Peneliti juga memilih orang yang dituakan agar mendapat informasi secara
jelas mengenai tradisi Erlau-lau yang memiliki informasi mengenai hal yang
22
diteliti dan peneliti juga memilih informan pada etnik Karo yang penah menjalan
1. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan observasi adalah metode yang digunakan
perkawinan .
Adapun lokasi penelitian ini adalah Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat
2.Wawancara
untuk mengetahui lebih akurat Tradisi Budaya Elau-lau sebagai bentuk ritual
pemanggilan hujan di masyarakat Karo khususnya Desa lingga. Selain itu, peneliti
disini berperan langsung bertanya pada tokoh adat, kepala desa dan masyarakat
tentang bagaimana eksistensi ritual tersebut dimasyarakat. Selain itu peneliti juga
23
Wawancara semi terstruktur adalah salah satu wawancara yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini, dikarenakan sudah termasuk dalam kategori in-depth
interview sehingga peneliti nantinya akan mendapatkan suatu data yang akurat
dan sesuai dengan fakta dari informan tersebut. Untuk penelitian ini informan
penelitian.Orang yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah tokoh adat
2. Studi Dokumen
atau menganalisa dokume-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang
fenomena dan keadaan dan kondisi yang sedang diamati dan diteliti, guna
Analisa merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara
melakukan sistesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang paling penting
dan harus dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga dapat dipahami oleh diri
24
Setelah semua yang diperlukan telah terkumpul maka keseluruhan data
Daftar Pustaka
25
Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia Dan Kebudayaannya Dalam Perspektif
Ilmu Budaya Dasar. Jakarta:Rineka Cipta
Brama, Putro. 1995. Sejarah Karo dari Zaman Ke Zaman.Djamin Ginting: Ulih
Saber
Sumber internet:
http://Sayeadoredille.bologspot.com//2014/05/arti-ritual.html.
http://eprints.uny.ac.id/18427/4/4.%20BAB%20II.pdf
http://www.duniapelajar.com/2014/07/18/pengertian-eksistensi-menurut-para-ahli/
http://www.kompasiana.com/sembirink86/erlau-lau-tradisi-karo-yang-terancam-
punah_570a13338723bd3307408d97
26
https://www.scribd.com/doc/211296324/Hubungan-Manusia-Dengan-Alam
http://elearningpendidikan.blogspot.co.id/2013/09/hubungan-manusia-dan-alam-
semesta.html
27