Anda di halaman 1dari 6

Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus.

Dalam
upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses pembungkusan jenazah,
pembubuhan ornament dari benang emas dan perak pada peti jenazah, penurunan jenazah ke
lumbung untuk disemayamkan, dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan
terakhir.

Selain itu, dalam upacara adat ini terdapat berbagai atraksi budaya yang
dipertontonkan, diantaranya adu kerbau, kerbau-kerbau yang akan dikorbankan di adu
terlebih dahulu sebelum disembelih, dan adu kaki. Ada juga pementasan beberapa musik dan
beberapa tarian Toraja.

Jenis-Jenis Upacara Rambu Solo

Berdasarkan status sosial orang atau tingkat ekonomi keluarga yang diupacarakan, aluk
rambu solo’ dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

1. Silli’, yakni upacara pemakaman untuk kasta paling rendah, yaitu kasta kua-kua atau
budak. Upacara jenis ini tidak ada pemotongan hewan sebagai persembahan dan
dibagi dalam beberapa bentuk, seperti dedekan (upacara pemakaman dengan
memukulkan wadah tempat makan babi) dan pasilamun tallo manuk (pemakaman
bersama telur ayam).
2. Pasangbongi, yakni upacara yang hanya berlangsung satu malam. Yang termasuk
jenis ini antara lain bai a’pa’ (persembahan empat ekor babi), si tedong tungga
(persembahan satu ekor babi), di isi (pemakaman untuk anak yang meninggal sebelum
tumbuh gigi dengan persembahan seekor babi), dan ma’ tangke patomali
(persembahan dua ekor babi).
3. Di batang atau di doya tedong, yakni upacara untuk kasta tana’ basi (bangsawan
menengah) dan tana’ bulan (bangsawan tinggi). Selain kerbau, upacara jenis ini juga
mempersembahkan babi dan ayam. Upacara biasanya digelar selama 3-7 hari
berturut-turut. Pada akhir acara, dibuatkan sebuah simbuang (menhir) sebagai
monumen untuk menghormati orang yang wafat.
4. Rapasan, yakni upacara khusus bagi golongan tana’ bulan (bangsawan tinggi) yang
digelar selama 3 hari 3 malam. Termasuk upacara jenis ini, antara lain rapasan
diongan (rapasan tingkat rendah hanya memenuhi syarat minimal persembahan 9-12
kerbau), rapasan sundun (rapasan lengkap persembahan 24 ekor kerbau dan babi tak
terbatas), dan rapasan sapu randanan (rapasan simbolik dengan persembahan yang
diandaikan 30 ekor kerbau).

Prosesi Upacara Pemakaman

Secara garis besar upacara pemakaman terbagi kedalam 2 prosesi, yaitu Prosesi
Pemakaman (Rante) dan Pertunjukan Kesenian. Prosesi-prosesi tersebut tidak dilangsungkan
secara terpisah, namun saling melengkapi dalam keseluruhan upacara pemakaman.

Prosesi Pemakaman atau Rante tersusun dari acara-acara yang berurutan. Prosesi
Pemakaman (Rante) ini diadakan di lapangan yang terletak di tengah kompleks Rumah Adat
Tongkonan. Acara-acara tersebut antara lain :

 Ma’Tudan Mebalun, yaitu proses pembungkusan jasad


 Ma’Roto, yaitu proses menghias peti jenazah dengan menggunakan benang emas dan
benang perak.
 Ma’Popengkalo Alang, yaitu proses perarakan jasad yang telah dibungkus ke sebuah
lumbung untuk disemayamkan.
 Ma’Palao atau Ma’Pasonglo, yaitu proses perarakan jasad dari area Rumah
Tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian.

Prosesi yang kedua adalah Pertunjukan Kesenian. Prosesi ini dilaksanakan tidak hanya
untuk memeriahkan tetapi juga sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi orang yang sudah
meninggal. Dalam Prosesi Pertunjukan kesenian Anda bisa menyaksikan:

1. Perarakan kerbau yang akan menjadi kurban

Kerbau memiliki dua nilai dasar, yaitu nilai filosofis dan nilai materials. Simbol filosofis
memaknai kerbau sebagai kurban atau persembahan utama, sebagai lambing harapan
kemakmuran hidup dan usaha manusia, sebagai ukuran nilai. Pada setiap ritus , kerbau di
kurbankan yang di pahami untuk menyucikan.

Masyarakat setempat memiliki keyakinan roh tersebut akan diantarkan oleh kerbau-kerbau
yang telah dikurbankan selama prosesi upacara adat berlangsung ke alam roh. Semakin
banyak kerbau yang dikurbankan menandakan semakin cepat roh tersebut tiba di alamnya.
Kemudian tanduk-tanduk kerbau tersebut akan dipajang di depan pintu Tongkonan. Semakin
banyak dan semakin tinggi peletakkan tanduk tersebut, menandakan derajat sang tuan rumah.

2. Ma’lambuk

Ma’lambuk adalah kegiatan menumbuk padi di dalam lesung kayu yang dilakukan
oleh masyarakat Toraja. Kegiatan ma’lambuk biasanya juga dilakukan dalam upacara-
upacara tradisional baik upacara syukuran (Rambu Tuka') maupun dukacita (Rambu
Solo'), yang berfungsi sebagai irama yang dapat meramaikan upacara-upacara
tersebut.
Kegiatan ma’lambuk yang dilakukan dalam upacara-upacara tradisional menjadi
pertanda adanya keramaian di suatu kampung sekaligus untuk mengundang
masyarakat berkumpul. Orang yang ma’lambuk menandakan bahwa mereka sedang
mempersiapkan beras yang akan dikonsumsi pada upacara yang akan dilaksanakan.

3. Pa’Pompan,
4. Pa’Dali-dali, dan
5. Unnosong.
6. Pa’Badong,

Ma’Badong,
Ma’badong terdiri dari dua kata yaitu Ma’ berarti ‘melakukan’ dan “Badong”
berarti sebuah tarian dan nyanyian kedukaan berisi syair dukacita yang dilakukan di
upacara kematian di Tana Toraja dan Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Jika Badong
ditambah dengan awalan pa’ yang berarti pelaku maka akan menjadi pa’badong yaitu
orang yang melakukan tarian dan nyanyian badong. Tarian ini dilakukan secara
berkelompok oleh pria dan wanita setengah baya atau tua dengan cara membentuk
lingkaran besar dan bergerak sambil bernyanyi.
Ma’badong dilakukan di pelataran tempat berlangsungnya sebuah upacara
rambu solo’ ,yaitu ditengah-tengah lantang (pondok yang hanya dibuat untuk sekali
pakai pada saat upacara kematian. Pa’badong dipimpin oleh empat orang yang disebut
“Indo’ badong” dan pada umumnya menggunakan pakaian seragam hitam-hitam.
Pada saat ma’badong, semua anggota tubuh pa’badong digerakan, seperti
menggerakkan kepala ke depan dan ke belakang, bahu maju-mundur dan ke kiri-ke
kanan, kedua lengan diayunkan serentak ke depan dan belakang, tangan saling
bergandengan lalu hanya dengan jari kelingking, kaki disepakkan ke depan dan
belakang secara bergantian.
Badong berisi tentang syair (Kadong Badong) yaitu cerita riwayat hidup dan
perjalanan kehidupan orang yang meninggal dunia, mulai dari lahir hingga meninggal.
Selain syair tentang riwayat hidup, badong pada saat upacara kematian juga berisi
doa, agar arwah orang yang meninggal bisa diterima di alam baka. Ada empat fungsi
badong, yaitu badong pa’ pakilala (badong nasihat), badong umbating (badong
ratapan), badong ma’ palao (badong berarak), dan badong pasakke (badong selamat
atau berkat).

7. Pa’Dondi,

Ma’dondi adalah suatu kegiatan yang hampir sama dengan Ma’badong dengan
memiliki lirik yaang mengandung makna ratapan (bating) . Ma’dondi’ hanya dilakukan
dengan duduk ditempat sedangkan Ma’badong dilakukan dengan cara membentuk lingkaran
sambil berpegangan tangan.

8. Pa’Randing,

Tari ma’randing merupakan tarian perang atau tarian prajurit yang ditampilkan
untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya. Tari Ma’randing masih
dipentaskan dalam upacara adat Rambu Solo’. Ini terlihat dari setiap atribut-atribut
yang dipakai memiliki arti atau pesan masing-masing yaitu baju dan celana yang
terbuat dari tenunan khas Toraja, sarung yang diselempangkan miring dari pundak
sampai lutut bahkan perlengkapan penari mulai dari tameng (balulang), tombak
(doke) dan parang (la’bo), taring (tora-tora), ekor kuda (bembe), buluh ayam jantan
(bulu londong), tanduk yang terbuat dari seng dan rumput (padang-padang). Gerakan-
gerakan penari juga memiliki makna masing-masing mulai dari gerakan biasa,
gerakan tekka tallu atau gerakan tiga langkah, dan gerakan memutar.
Atribut-atribut yang dipakai memiliki arti atau pesan masing-masing yaitu :
sarung putih yang digunakan melambangkan falsafah kepemimpinan orang Toraja
yaitu “Tallu Silolok” yang terdiri dari dari kaya dan berani (Sugi’ na barani), pintar
dan bijak (Manarang na kinaa), menguasai ilmu “Tongkonan” (Bidah). Mahkota dan
hiasannya melambangkan keberanian. Baju adat melembangkan kebesaran. Tameng
(Balulang) melambangkan kesiapan untuk menghadapi suatu tantangan.

9. Pa’katia,

Tarian duka tradisional untuk menyambut tamu pada upacara pemakaman golongan
bangsawan. Para penari memakai pakaian seragam dengan topi kepala (sa’pi).

10. Pa’Papanggan,

Kegiatan yang dilakukan untuk menyambut tamu dengan membawa siri pinang
sebagai tanda silaturahmi masyarakat adat Toraja yang dilakukan oleh seluruh rumpun
keluarga yang berduka diiringi suling dan lagu duka (Pa’marakka).

11. Passailo

Selama orang yang meninggal dunia, mayatnya disemayamkan di rumah


dimana tiap malam orang-orang menghibur keluarga dengan lagu-lagu duka.

12. Pa’Silaga Tedong.

Ma’pasilaga tedong merupakan salah satu budaya yang sampai saat ini masih
diselenggarakan dan dilestarikan oleh mayarakat Toraja. Ma’pasilaga tedong adalah budaya
dengan mengadu kerbau yang satu dengan yang lainnya. Biasanya diselenggarakan ketika ada
upacara rambu solo (upacara kematian). Dalam adat masyarakat Toraja, Kerbau merupakan
hewan yang dianggap suci, begitu pula dalam acara ini kerbau yang diadu bukanlah kerbau
sembarangan tetapi merupakan kerbau aduan (pilihan) yang mempunyai otot yang kekar dan
jenis jenis tertentu.

13. Mantunu Tedong (Penyembelihan kerbau dan babi sebagai hewan kurban)

Mantunu tedong yaitu penyembelihan kerbau sebagai hewan kurban. Kerbau yang
disembelih dengan cara menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan, ini merupakan
ciri khas masyarakat TanaToraja dan Toraja Utara. Penyembelihan dilakukan dengan
menggunakan golok. Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk
melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau.
Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman
yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan
bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal
itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.

14. Tau-tau (Patung jenasah)

Tau-tau ini adalah bagian dari adat istiadat Toraja yang paling dikenal. Istilah tau-tau
berasal dari tau = orang. Jadi tau-tau=orang-orangan=menyerupai orang”. Karena patung ini
dibuat sedapat mungkin menyerupai orang yang meninggal tersebut. Bahkan para pembuat
patungnya pun harus membuat patung ini langsung di dekat jenazah.

Makna dari keberadaan tau-tau ini bagi rakyat Toraja adalah bahwa orang-orang yang
sudah meninggal tidak sepenuhnya meninggal. Hanya raga mereka saja yang meninggal,
tetapi roh mereka masih hidup di alam lainnya. Jadi ya dapat dikatakan sebagai replika dari
orang yang sudah meninggal. Patung ini akan diletakkan persis di sekitar makam orang yang
sudah meninggal ini. Tau-tau dijadikan sebagai salah satu komponen penting dalam upacara
kematian besar yang akan digelar oleh suku Toraja (atau disebut upacara rambu solo’).

15. Mangrui’ batu,

yaitu prosesi penarikan batu atau menhir kesuatu tempat yang disebut rante.

Anda mungkin juga menyukai