Anda di halaman 1dari 31

JABATAN GEREJAWI

Tradisi kekristenan Barat


• Dominasi panjang tradisi sacerdotal (imamat)
• Kritik dari dalam tradisi kekristenan Barat: imamat am orang percaya
• Tradisi sacerdotal dalam gereja Barat hasil dari a) pengabaian konteks
apostolik dan b) mentalitas apologetik
Tradisi apostolik
• Arti pertama: Apostolik menurut istilah PB adalah para rasul (apostle
– b. Inggris; apostolos – b. Yunani = utusan)
• Arti kedua – yang lebih umum: Apostolik dalam sejarah Kekristenan
untuk menunjuk kepada para bapa rasuli (b. Inggris: apostolik fathers,
para murid rasul, menurut tradisi gereja)
• Istilah apostolik succession dipergunakan oleh gereja mulai abad
ketiga dan keempat dalam pengertian warisan dari para (murid) rasul
Suasana Apologetik
• Kemunculan dan dominasi ajaran gnostik Kristen mendorong
proses pelembagaan jabatan uskup di dalam gereja:
Jabatan uskup dilihat sebagai benteng pertahanan melawan
ajaran-ajaran para pembelot pada masa pra-Konstantinus
Agung
Jabatan imamat adalah jabatan publik untuk melawan
kecenderungan agama misteri yang mulai merasuki
Kekristenan perdana
Uskup mulai abad ke III – abad penindasan
sistimatis
• Tekanan berikut atas Kekristenan yang membuat
menguatnya jabatan uskup adalah dari pihak kekaisaran dan
pemerintah setempat:
Cyprianus menekankan uskup sebagai penentu kesatuan
dan keutuhan gereja. Pendekatan yang dimaksudkan sebagai
situasional dan kontekstual, oleh gereja di kemudian hari
dianggap sebagai normatif
Untuk selanjutnya orang membaca Cyprianus sebagai
peletak dasar dari teologi jabatan yang hirarkis
Gereja-gereja pada abad ke III
• Padahal Cyprianus masih hidup di zaman ketika gereja-gereja masih
mengakui bahwa para pejabat gerejawi dicurahi Roh Kudus dan
sekaligus diterima oleh komunitas
• Seorang pejabatan yang ditahbiskan: mewakili Kristus di depan
komunitas, dan sekaligus merupakan wakil umat.
• Menekankan hanya yang pertama membawa pada hirarkialisme,
menekankan hanya yang kedua terjatuh pada kongregasionalisme
Gereja Perdana berbeda dengan gereja mulai
abad ke III dan sepanjang abad pertengahan
• Gereja perdana cenderung menghindari sistem imamat
• Gereja perdana meneruskan tradisi dewan penatua (sanhedrin) dari
keyahudian, dan tidak mengikuti sistem agama-agama misteri dengan
sistem imamatnya
• Mulai abad III, peran para penatua mulai menempati posisi imamat
dengan uskup sebagai imam tertinggi. Sekalipun demikian hingga
abad VIII, masih ada tradisi gereja yang memberlakukan sistem
penatua bagi para imamnya (mis. imam-iman yang berkeluarga)
Tradisi kekristenan Barat (Latin) menjadi
semakin hirarkies sepanjang abad pertengahan
• Keutamaan imam menjadi semakin menonjol dengan
semakin tingginya tuntutan atas kesucian hidup mereka
(hidup selibat)
• Sekaligus gagasan ini mulai berkembang pada abad III dan IV
(Hieronymus dan Augustinus), namun baru menjadi norma di
dalam Gereja Roma sejak abad XII
• Menguatnya tradisi spiritualitas baru (kebiaraan) semakin
memperkuat kecenderungan ini
Reformasi gereja pada abad XVI sebagai perlawan
tyerhadap orde hirarkies
• Reformasi di Geneva dan negara kota lain di Swiss
merupakan sekaligus perlawanan teologis dan sosial
• Kekristenan abad-abad pertengahan menjadikan kekuasaan
gereja sebagai kekuasaan masif yang dicerminkan oleh kuasa
kepausan: prince-bishop
• Calvin – tidak seperti yang dikira oleh para banyak
pengagumnya – justru belajar tentang kepemimpinan gereja
yang demokratis dari masyarakat Kristen di Swiss.
Sistem demokratis di Genewa
• Geneva mencurigai sistem hirarki-monarik, baik di gereja
maupun kekaisaran
• Geneva dan kanton-kanton di Swiss mempraktikkan sistem
yang kita warisi sebagai negara demokratis-modern
• Dewan kota adalah kekuasaan dominan dengan pola
kepemimpinan kolektif
Dewan kota menyelenggarakan pemerintahan
Kristen
• Konsistori atau majelis jemaat untuk membimbing dan
mengawasi kehidupan umat
• Procurators untuk melakukan pemeliharaan dan merawat
kesejahteraan penduduk miskin dan anak-anak yatim-piatu
sebagai anggota masyarakat
Institutio – proyek Gerejawi Dalam pemikiran Yohanes
Calvin
• Kita mengenal empat jabatan pelayanan dalam Institutio
Calvin: gembala, pengajar, penatua, dan diaken.
• Dua jabatan yang pertama bertanggungjawab untuk
kehidupan spiritual dan ajaran yang sehat
• Dua jabatan berikutnya bertanggungjawab untuk mengawasi
dan memelihara masyarakat agar hidup dalam nilai-nilai
Kristen. Sesungguhnya dua jabatan terakhir ini adalah
jabatan sekular yang diadopsi ke dalam gereja
Siapakah Pendeta itu?
• Apakah para pendeta gereja-gereja reformasi sama dengan para
imam dari gereja Barat pada abad-abad pertengahan?
• Perlu disadari bahwa tidak semua imam abad-abad pertengahan
memiliki pengetahuan dan wawasan teologis yang memadai.
Umumnya para imam lokal adalah pekerja lapangan yang melayani
sakramen secara otomatis, tanpa harus memiliki kemampuan teologis
dan kepandaian berkotbah
• … sacramental and disciplinary, not doctrinal
Para Pendeta Reformasi dituntut
• Para pendeta reformasi, khususnya generasi ketiga dituntut untuk
pernah menempuh pendidikan tinggi (universitas):
Menjalani pendidikan tinggi menjadi syarat penting, karena para
pendeta reformasi harus mampu berdebat teologis, mengajar dan
menggembalakan umat berdasarkan pemikiran teologis yang kokoh
Karena tuntutan yang tinggi itu, umumnya seorang pendeta baru
ditahbiskan rata-rata pada usia 33 tahun
Dewan kota dan konsistori
• Dewan kota harus memberikan persetujuan untuk pendeta yang akan
ditahbiskan di kota tertentu
• Pemanggilan dan penahbisan dilakukan oleh konsistori
• Dengan cara ini dewan kota dan konsistori menghilangkan praktik
kekuasaan sentralistik dari sistem gereja Roma dan kekaisaran di
Eropa
• Dengan demikian habislah karakter sakral dari jabatan gerejawi di
dalam gereja. Pendeta tidak kebal seperti para imam di masa lalu.
Desakaralisasi Jabatan Gerejawi
• Proses desakralisasi ini justru membuat seorang pendeta
reformasi menjadi lebih dekat dengan orang biasa
• Pendeta reformasi adalah orang biasa, seperti warga
jemaatnya, namun sekaligus menjadi cermin bagi warganya.
Misalnya, keluarganya harus menjadi keluarga teladan.
• Oleh karena itu di kalangan gereja-gereja reformasi tidak
dikenal istilah priest/imam, melainkan minister-pelayan atau
pastor-gembala.
Imama am orang percaya
• Dalam tradisi reformasi minister tidak eksklusif untuk
pendeta, melainkan juga berlaku bagi semua jabatan
gerejawinya – gembala, pengajar, penatua, dan diaken
• Semua ini sesuai dengan asas penting dari reformasi yaitu
imamat am orang percaya, priesthood of all believers
• Namun secara historis – sekalipun banyak teolog yang
berkeberatan secara teologis – prinsip ini menjadi lost
doctrine of reformation.
IMAMAT AM ORANG PERCAYA DAN JABATAN
GEREJAWI
• 1. Yesus Kristus adalah Imam Besar yang benar, yang
menggenapi tugas keimaman sebagaimana ditetapkan pada
masa Perjanjian Lama. Tugas ini dilaksanakan dengan
sempurna, sekali untuk selamanya, dan tidak dapat diulangi
lagi. Yesus Kristus mempersembahkan tubuh, nyawa dan
darahNya sendiri sebagai korban tebusan bagi manusia.
Pekerjaan ini tidak dapat diulangi ataupun ditiru oleh
siapapun, dan tidak akan ada lagi korban yang baru untuk
menebus dosa manusia (Ibr 2:17; 4:14-15; 5:7,10; 6:20; 9:11-
12; 10:10,12,14 dan 26).
• 2. Sebagai buah dari pelaksanaan tugas keimaman itu oleh Iman
Besar itu, orang-orang percaya berpindah dari kegelapan kepada
terangNya yang ajaib. Mereka dijadikan Allah sebagai bangsa yang
kudus dan terpilih, imamat yang kudus dan rajawi, umat kepunyaan
Allah (1 Pet 2:5,9). Dengan demikian karya Imam Besar itu
mengangkat harkat manusia yang beriman kepadaNya, sebagai imam-
imam Perjanjian Baru yang melayani Tuhan dan sesamanya menurut
teladan pelayanan Kristus, sehingga mereka disebut kerajaan imam,
yang oleh bapa-bapa gereja disebutg juga imamat am orang percaya.
• 3. Tujuan pembentukan kerajaan dan persekutuan imam
ini adalah memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar
dan ajaib dari Allah. Melaksanakan tugas pemberitaan itu
bukanlah mengulangi karya penebusan Kristus atas manusia,
melainkan berperan sebagai batu-batu yang hidup bagi
pembangunan suatu rumah rohani (1 Ptr 2:5). Itu berarti
mempersembahkan diri bagi pembangunan persekutuan dan
imamat yang kudus, pembangunan umat Tuhan di dunia ini.
• 4. Kualitas persembahan diri yang bersifat rohani ini tidak
tergantung pada hal-hal yang melekat pada diri orang itu: status,
kedudukan sosial, jabatan ataupun kecakapannya, melainkan pada
perkenan Yesus Kristus, Imam Besar itu, untuk mempergunakan dia,
kualitas persembahan sebagai bagian dari imamat yang rajawi itu juga
tidak bergantung pada kemauan seseorang untuk dipergunakan
sebagai batu yang hidup dalam bangunan rohani. Tanpa kecuali,
setiap orang percaya terpanggil untuk mewujud nyatakan statusnya
sebagai anggota imamat am orang percaya.
• 5. Masing-masing imam Perjanjian Baru, yaitu setiap
orang Percaya, dipanggil untuk menunaikan tugas pelayanan,
dan kepada masisng-masing diberi kemampuan sesuai
dengan pemberian Imam Besar itu. Kerajaan imam itu juga
disebut Tubuh Kristus, di mana setiap anggota tubuh
berfungsi untuk pembangunan Tubuh Kristus. Kemampuan
untuk berperan dan berbuat, berupa talenta dan karunia,
berasal dari Kristus sebagai Kepala Tubuh itu (Rm 12:4-8; 1
Kor 12:1-11 dan Ef 4:11-16).
• 6. Dengan demikian warga kerajaan imam itu tidak menetapkan
dan membagi tugas, melainkan melaksanakan tugas, yang tidak
ditentukan oleh jabatan tertentu yang diemban di dalam gereja,
melainkan oleh apa yang ia perbuat sebagai warga gereja, sebagai
warga kerajaan imam itu. Karena itu seluruh warga jemaat terpanggil
mempersembahkan hidupnya dan apa yang ada padanya, dalam
bentuk material, moral maupun spritual, sebagai batu yang hidup bagi
pembangunan dan pelayanan rumah rohani, yaitu imamat yang kudus
itu.
• 7. Jabatan gerejawi pada hakikatnya adalah fungsi
pelayanan, sebagaimana Kristus adalah Pelayan. Jabatan
gerejawi diadakan bukan supaya pejabat gereja dilayani
melainkan supaya Ia melayani, sebagaimana Kristus datang
bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mrk 10:45;
Yoh 13:14)
• 8. Seluruh warga gereja terpanggil menjadi pelayan, sesuai dengan
talenta dan karunia yang diterima masing-masing dari Tuhan, dan
seusai dengan asas imamat am orang percaya. Di antara warga gereja
ada yang dipanggil menjadi pelayan/pejabat khusus. Pengadaan,
pengangkatan, dan pengukuhan pejabat khusus adalah untuk
melayani dan menuntun jemaat dalam persekutuan, pembinaan dan
pelayanan di tengah dunia. Pelayan dan jabatan khusus itu ditetapkan
Tuhan melalui gerejaNya melalui tahbisan ataupun pemilihan secara
periodik. Penetapan pelayan dan pejabat khusus itu bertujuan
memperlengkapi orang orang kudus yakni seluruh warga gereja bagi
pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan Tubuh Kristus (Ef 4:11-16).
• 9. Jabatan gerejawi ditetapkan bukan didasarkan pad
kemampuan dan kelayakan si pejabat, melainkan pada
karunia Tuhan yang menganugerahkan dan menetapkan
jabatan itu (bnd 1 Kor 12:4-6). Pejabat gereja bukanlah
perantara Tuhan dengan umatNya, bukan pula membuat
penyandangnya mempunyai perbedaan kualitatif dari warga
gereja, sebab pada hakikatnya jabatan dan pejabat gereja
ditetapkan dalam rangka pengaturan dan pembagian bidang
tugas pelayanan.
• 10. Setiap jabatan gerejawai secara hakiki
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, Raja Gereja, yang
mempercayakan jabatan itu. Dalam bentuk yang kelihatan
jabatan itu dipertanggungjawabkan kepada gereja menurut
tingkatan masing-masing, dari tingkat jemaat hingga
Pusat/Sinode, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sejarah pemakaian jabatan Pendeta
• Orang Kristen di Indonesia yang memakai "pendeta" yang berasal dari bahasa
sansekerta "pandita" yang berarti brahmana/ guru agama dalam tradisi Hindu
atau Buddha. Ucapan pandita adalah suara kebenaran, atau darma. Karena itu,
ada empat sifat pandita yaitu:
• 1. Sang Satya Wadi artinya selalu membicarakan kebenaran.
• 2. Sang Apta artinya selalu dapat dipercaya.
• 3. Sang Patirthan artinya tempat memohon kesucian.
• 4. Sang Penadahan Upadesa artinya pandita memiliki kewajiban memberi
pendidikan moral kepada masyarakat.
• Oleh karenanya, pandita disebut Adi Guru Loka yaitu guru utama dalam
lingkungan masyarakat.
• Tradisi Kristen Indonesia memang dalam hal ini mengadopsi
istilah bahasa Sansekerta, "pandita" menjadi "pendeta". Hal
ini tidak ada salahnya. Pendeta diartikan memiliki kewajiban
untuk menentukan suasana dalam jemaat, sehingga jemaat
dapat lebih giat memenuhi panggilannya. Penuntun sebuah
komunitas yang belajar-mengajar. Pendeta adalah pengajar
jemaat. Ia, juga merupakan seorang pengajar khusus, dimana
sang pandito berjibaku melibatkan diri secara langsung.
• Pastor/ gembala yang lazim di sebut "pendeta" dalam
masyarakat Kristen Indonesia itu hanya jabatan, bukan gelar,
karena nantinya setelah selesai mengembankan tugasnya.
Seorang gembala itu bisa pensiun disebut emeritus [bagi
perempuan disebut emerita]. Namun ada pula Pendeta di
gereja-gereja tertentu, mengizinkan pendetanya bertugas
seumur hidup sebagai gembala jemaat.
• Ada jawatan "Pastor" (gembala) tertulis dalam Alkitab, dan jabatan ini
ada sejak Jemaat mula-mula :
• Efesus 4:11
• Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul (1) maupun nabi-nabi (2),
baik pemberita-pemberita Injil (3) maupun gembala-gembala (4) dan
pengajar-pengajar (5),

• Gembala ini juga mempunyai fungsi sebagai Pengajar.

Anda mungkin juga menyukai