Anda di halaman 1dari 57

Pembentukan Karakter Kristen

Unknown 6:40 PM Tags: Pembentukan Karakter Kristen

Refisi 6 Agustus 2019


Pengertian Pembentukan Karakter Kristen

Berikut ini akan diuraikan tentang pengertian karakter, kepribadian dan pembentukan karakter
Kristiani.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata karakter diartikan dalam beberapa pengertian:
1. sifat-sifat kejiwaan,
2. akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Definisi kamus tersebut di atas menjadi definisi yang tidak berubah dari waktu ke waktu, definisi
ini disebut definisi kamus atau arti kata dalam sebuah kamus. Arti kamus tidak akan berubah
kecuali ada perubahan yang dilakukan oleh tim ahli Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Selain definisi di atas, kita juga diperkaya lagi dengan arti secara konseptual, atau lebih tepat
disebut definisi konseptual. Definisi konseptual artinya definisi yang dibuat oleh seseorang
setelah mengkaji arti suatu kata dalam sebuah variabel penelitian. Sekarang mari kita
memperhatikan beberapa definisi konseptual berikut ini.
1. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Kementerian
Pendidikan Nasional).
2. Menurut W.B. Saunders, karakter adalah sifat nyata yang ditunjukkan oleh setiap individu,
atau sejumlah atribut yang dapat diamati pada setiap individu.
3. Menurut Gulo karakter adalah kepribadian yang mempersoalkan dari titik tolak etis atau
moral, seperti kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif
tetap.
4. Definisi Saunders dan Gulo searah dengan definisi Kamisa. Menurut Kamisa, karakter adalah
sifat-sifat kejiwaan, perbuatan baik atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain,
tabiat, watak. Hal ini berarti seorang yang berkarakter berarti seorang yang mempunyai watak,
mempunyai kepribadian. Pembentukan karakter adalah terbentuknya sejumlah sifat atau
kebiasaan positif dalam kehidupan seseorang yang diwakilli oleh pemikiran, nilai, motivasi,
sikap, perasaan dan tindakan.
5. Karakter tidak lain adalah penggambaran tingkah laku setiap individu dengan menonjolkan
nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implicit dalam interaksinya dengan
lingkungan sosial.

Penjelasan tentang beberapa definisi di atas menolong kita untuk dapat membedakan karakter
dengan kepribadian. Kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang
ditujukan kelingkungan sosial. Bedanya yakni karakter adalah sifat yang terbentuk sedangkan
kepribadian adalah sifat yang diwariskan secara genetika. Misalnya seorang yang berkepribadian
periang tentu karena ada keluarga atau salah satu dari kedua orangtua adalah periang sehingga
sifat ini secara genetika terbentuk dalam diri seseorang sehingga di mana saja ia dapat bersikap
girang, hal yang sama berlaku untuk kepribadian seseorang yang bersifat pendiam. Sikap
pendiam adalah sesuatu yang diwariskan dari keluarga atau orangtua, dengan demikian anak
yang berkepribadian pendiam akan sangat berbeda dengan anak periang. Namun karakter atau
kebiasaan baik dapat dipelajari oleh kedua anak yang memiliki kepribadian berbeda. Contoh,
rajin, pekerja keras, jujur dapat dibentuk dalam diri anak yang berkepribadian periang dan
pendiam.Karakter dan kepribadian keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan
mengorganisasikan aktifitas individu.
Lalu kita bertanya, bagaimana karakter terbentuk dalam diri seseorang.

Kepribadian adalah bawaan sejak lahir, misalnya kepribadian sebagai orang yang pendiam.
Kepribadian demikian merupakan warisan karena genetika orangtua yang terbawa dalam diri
seseorang. Sementara karakter adalah sifat atau kebiasaan yang dapat terbentuk atau dimiliki
dalam diri seseorang karena lingkungan. Dalam hal ini pembentukan karakter atau sifat-sifat baik
itu merupakan usaha seseorang untuk bersedia melakukan hal-hal yang baik dalam dirinya.
Misalnya seorang anak menjadi rajin bekerja karena melihat keluarga, tetangga yang rajin
bekerja. Misalnya waktu bangun pagi merapikan tempat tidur, mencuci piring, memasak,
mencuci pakaian, dll. Seorang anak laki-laki yang tidak terbiasa memasak menjadi bisa memasak
karena pengaruh ketika studi dan kost ataupun tinggal di asrama dan mendapat jadwal memasak.
Mau tidak mau seorang anak harus belajar memasak. Saya mengalmainya. Waktu saya di daerah,
budaya saya membentuk saya yakni urusan masak adalah urusan perempuan. Maka saya tidak
terlatih untuk masak. Namun pada waktu kuliah dan tinggal di asrama, saya harus mengikuti
jadwal yang diatur di asrama seperti mendapat giliran masak, memberihkan halaman asrama,
merapikan tempat tidur sebelum kuliah. Dengan kesediaan melakukan hal-hal yang baik tersebut
maka terbentuklah kebiasaan baik dalam diri saya. Inilah yang disebut pembentukan karakter.
Dalam pembentukan karakter, seorang berusaha untuk menanamkan dalam dirinya atau
membiasakan diri melakukan hal-hal yang baik.

Apa yang saya katakan di atas searah dengan definisi yang diberikan E.Mulyasa tentang
pembentukan karakter. Bagi Mulyasa, pembentukan karakter adalah adalah usaha menanamkan
kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan, sehingga peserta didik memiliki
kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepeduliaan dan komitmen untuk menerapkan
kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakter
merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang diwujudkan
dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggungjawab, hormat terhadap orang
lain.
Seorang filsuf dunia yaitu Aritoteles menyatakan bahwa karakter erat kaitannya dengan habit
atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan diamalkan. Kita tahu bahwa Aristoteles
adalah seorang filsuf Yunani. Dalam bahasa Yunani karakter diartikan menandai atau Inggris “to
mark” dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata
atau perilaku sehari-hari”.
Karakter sebagaimana yang didefinisikan di atas adalah deskripsi tentang pembentukan karakter
positif atau karakter yang baik. Berlawanan dengan yang positif ada pula karakter negatif.
Karakter inipun terbentuk dalam diri seseorang karena lingkungan. Misalnya seseorang yang
berperilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter
jelek, sebaliknya orang yang berperilaku baik, jujur, dan suka menolong disebut sebagai orang
yang memiliki karakter baik.

Berdasarkan paparan di atas, pembentukan karakter Kristiani adalah terbentuknya sifat-sifat


positif dalam diri orang Kristen. Sifat-sifat yang terbentuk dalam diri orang Kristen adalah sifat-
sifat terbaik yang diajarkan dalam Alkitab. Misalnya ajaran tentang Kasih. Ketika nilai-nilai
kasih itu terwujud dalam kebiasaan seorang Kristen dalam kehidupan sehari-hari maka dapat
dikatakan maka orang Kristen tersebut telah membentuk dalam dirinya suatu karakter Kristen
yaitu karakter kasih. Selain itu orang Kristen Indonesia harus mebnetuk sebuah sifat positif
dalam dirinya sebagai bangsa Indonesia, misalnya cinta tanah air, mencintai kebhinekaan dan
seterusnya.
Jadi, individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat (KBBI, 2011:2013). Jadi,
menurut sumber-sumber di atas, karakter adalah sifat-sifat atau kebiasaan yang terbentuk dalam
diri.

Etika Kristen: Ciri-ciri, Fungsi dan Macam-


Macamnya
√ Quality Checked

 Post author

 Review by : Redaksi Tuhan Yesus Org


Kamu pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Etika dalam Kristen. Dalam hidup, kita
sering menemukan adanya masalah yang berkaitan dengan etika. Etika ini muncul ketika
manusia dihadapkan pada sebuah masalah. Saat menghadapi masalah, kita diwajibkan harus
mengambil sebuah keputusan. Namun, keputusan yang diambil sering kali melanggar etika atau
tata cara yang seharusnya. Misalnya, berbohong demi kebaikan. Apakah itu diperbolehkan?

Kata “Etika Kristen” berasal dari Bahasa Yunani “etos” yang memiliki arti adat istiadat dan
kebiasaan. Ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan Etika dalam Kristen, antara lain:

 Suatu cabang ilmu yang membahas tata cara atau penyelesaian masalah dari sudut pandang
Kristen
 Sebagai suatu ilmu yang membahas tentang moral manusia secara kritis
 Menurut Hukum Taurat, Etika dalam Kristen adalah segala perbuatan yang dikehendaki oleh
Allah untuk selalu melakukan perbuatan baik
 Tanggapan akan kasih setia Allah yang akan menyelamatkan hidup manusia

Fungsi Etika Dalam Kristen

Etika dalam Kristen ini sebagai penuntun arah tujuan hidup kita, ternyata fungsi etika juga
banyak membuat contoh yang besar dalam kehidupan kita. Secara umum, etika dalam Kristen
memiliki 10 fungsi yaitu:

 Untuk mengetahui atau membandingkan mana perilaku yang baik dan perilaku yang buruk
 Menjadikan umat Kristiani hidup dalam kedamaian, kesejahteraan, dan keharmonisan di dalam
cinta kasih
 Etika memberikan gambaran atau orientasi hidup bagi umat Kristiani
 Etika membuat manusia dapat bertanggung jawab atas hidupnya. Baik buruknya perbuatan yang
dilakukan, hasilnya akan dirasakan sendiri oleh orang yang bersangkutan
 Membuat manusia menjadi lebih baik dari yang sebelumnya
 Mengajak umat Kristiani untuk bersikap rasional saat mengambil keputusan di tengah-tengah
kehidupan Kristiani
 Etika dalam Kristen mempengaruhi umat Kristiani untuk selalu menjunjung tinggi moralitas
dalam kehidupan beragama
 Menjadikan umat Kristiani lebih independen alias tidak mudah diombang-ambingkan oleh
bisikan bahasa Roh
 Menjadikan manusia lebih dekat dengan Sang Pencipta dan taat pada aturan-Nya
 Etika Kristen membantu manusia untuk dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dalam
kehidupan Kristiani

Di dalam hidup, etika dalam Kristen bertugas untuk menyelidiki, mengoreksi, mengontrol, dan
mengarahkan tentang mana yang harusnya dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Tolak ukur untuk melakukan perbuatan baik bersumber pada titah Yesus Kristus, dimana
landasan untuk berbuat baik tertuang dalam Hukum Taurat. Apa sajakah pandangan Kristen
terhadap etika?

 Etika dalam Kristen bersumber dari Allah Tritunggal.


 Etika dalam Kristen didasarkan pada Wahyu Allah.
 Sifatnya yang mutlak alias tidak dapat duganggu gugat oleh manusia.
 Bersifat menentukan jalan hidup umat Kristiani. (baca juga: Alasan Orang Islam Masuk Kristen)

Baca juga:

 Makna Kebangkitan Yesus


 Perceraian Dalam Kristen
 Arti Imanuel

Ciri-ciri Etika Dalam Kristen

Etika dalam Kristen itu sendiri selalu berkaitan dengan iman dan kepercayaan terhadap Tuhan
sang pencipta. Perwujudan etika mungkin terjadi jika kamu memahami betul apa yang tertuang
dalam Hukum Taurat Tuhan. Dari fungsi etika Kristen yang telah dibahas di atas, sudahkah
kamu dapat menggambarkan bagaimana ciri-ciri etika Kristen? Berikut adalah ciri etika Kristen
yang harus kamu ketahui:

1. Etika Dalam Kristen Didasarkan Pada Iman

Iman adalah hal yang terpenting. Iman sendiri bukanlah kekayaan intelektual atau pengetahuan
yang tidak dapat dibuktikan. Namun, iman adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan Yesus yang
membuat manusia lebih dekat dengan-Nya. Jika iman seseorang kuat, maka etika Kristennya
juga akan baik dan tidak akan menyeleweng. Dengan iman, kita dapat menjadi murid Kristus
2. Etika Dalam Kristen Didasarkan Pada Tabiat

Tabiat merupakan sifat lahiriah yang menyangkut batin manusia untuk memilah-milah mana
yang baik dan buruk. Tabiat ini sendiri tidak dapat disamakan dengan watak. Karena watak dapat
berubah, tergantung lingkungan sosial seseorang dan bagaimana peran Gereja dalam masyarakat.
Namun tabiat lebih kepada sifat asli seseorang yang dapat mempengaruhi etika.

3. Etika Dalam Kristen Bersumber dari Tuhan

Sudah jelas jika etika dalam Kristen bersumber dari Tuhan. Hal ini terbukti dengan adanya
aturan dalam menjalankan kehidupan. Dimana etika itu sendiri harus ditaati, jika tidak, sama saja
kita telah menentang Tuhan. (baca juga: Tanda Tanda Kiamat Menurut Kristen)

4. Etika Dalam Kristen Merupakan Pilihan yang Sukar

Hidup menurut peraturan yang sudah ditetapkan itu sangatlah sulit. Apalagi jika harus hidup
menurut karakter Kristus. Hal ini juga dirasakan oleh umat Kristiani. Contoh kecilnya saat
seseorang rela berbohong kepada orang tua demi kebaikan dirinya sendiri.

Baca juga:

 Gambaran Neraka Menurut Kristen


 Tanda-tanda Kiamat Menurut Kristen
 Janji Tuhan Bagi Orang Percaya

Macam-Macam Etika Dalam Kristen

Setelah kita membahas banyak tentang fungsi dan ciri-ciri yah pasti yah juga etika dalam Kristen
mempunyai banyak macam-macam yah yang harus kita taati. Agar dalam kehidupan nanti yah
kita bisa sesuai dan sejalan dalam prinsip dalam ajaran agama Kristen. Etika dalam Kristen
dikelompokkan menjadi 7 jenis, antara lain:

1. Etika Filosofis

Kata filosofis berasal dari Bahasa Yunani “philos” yang berarti cinta. Etika filosofis adalah
pengelompokan perbuatan-perbuatan yang menyangkut moralitas yang dipandang dari sudut
filsafat. Hubungan antara etika, moral, dan kemanusiaan akan dianalisa secara mendalam melalui
sebuah rasio perbuatan menurut hukum Kristiani. (baca juga: Bertumbuh dan Berbuah di dalam
Kristus)

2. Etika Teologis

Kata teologis berasal dari “teologi” yang berarti agama. Jadi, etika teologis merupakan suatu
etika yang dibahas sesuai dengan ajaran dalam Kristen. Etika ini akan terwujud ketika seseorang
mengetahui tujuan hidup orang Kristen. Tanpa adanya ajaran tersebut, etika teologis tidak pernah
terwujud. Etika teologis ini akan memandang perbuatan sebagai suatu tindakan yang
berhubungan dengan:

 Perbuatan yang dilakukan manusia harus sesuai dengan perintah Tuhan


 Perbuatan tersebut harus diwujudkan dalam tindakan nyata dalam cinta kasih
 Suatu bentuk penyerahan diri manusia kepada Tuhan, Sang Pencipta

3. Etika Sosiologis

Etika yang satu ini lebih fokus pada keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia. Secara luas,
etika sosiologis ini akan membahas hubungan seseorang dengan masyarakat dalam menjalankan
hidupnya. (baca juga: Sejarah Penulisan Alkitab)

4. Etika Deskriptif

Berfokus pada penilaian terhadap sikap manusia dalam mencapai apa yang diinginkannya dalam
hidup. Pada etika ini, pola perilaku manusia akan kelihatan saat orang tersebut berusaha
menggapai keinginan namun situasi di sekitar tidak mendukung. Secara singkat, etika ini
berkaitan dengan penghayatan serta pandangan Iman Kristen terhadap gaya hidup modern.

5. Etika Normatif

Merupakan usaha untuk menetapkan hasil yang ideal antara pola dengan perilaku umat Kristiani
dalam bertindak di dalam kehidupan bermasyarakat. Etika ini berupa himbauan yang nantinya
akan mengikat tata kehidupan umat Kristiani. Etika normatif ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

 Etika khusus: mengatur kehidupan umat Kristiani secara khusus, hanya pada bidang-bidang
tertentu saja
 Etika umum: mengatur kehidupan yang bersifat universal tanpa membedakan suku, budaya,
kelas sosial, dan situasi pada kelompok tertentu

6. Etika Deontologis

Merupakan etika yang berlaku secra mutlak di dalam kehidupan. Etika ini harus dijalankan,
tanpa memperhatikan kondisi dan situasi yang terjadi. Dampak dari etika ini tidak
memperhitungkan keuntungan, namun lebih kepada terciptanya perbuatan baik dalam kehidupan
masyarakat.

7. Etika Teleologis

Etika teleologis ini menjadi tolak ukur tentang baik buruknya suatu perbuatan. Agar perbuatan
baik dapat terwujud, seseorang perlu mempertimbangkan suatu tindakan sebelum melakukannya.
Dalam etika ini, perbuatan yang memiliki tujuan yang baik akan selalu dinilai baik.

Demikianlah informasi mengenai etika dalam Kristen. Semoga dapat menambah pengetahuanmu
tentang ilmu Kristiani. Semoga dengan kita sudah membahas artikel ini kita bisa lebih belajar
lagi, apa arti sesungguhnya etika dalam Kristen yang baik dan benar dalam kehidupan kelak.
Hidup yang sesuai dengan etika dalam Kristen akan membuahkan hasil yang terbaik di
kehidupan kita kelak.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

 Tags

Ciri-ciri etika Kristen, etika kristen, fungsi etika Kristen, kristen, Macam-macam etika Kristen,

A.    Etika

Istilah etika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, etos artinya kebiasaan
(costum). Istilah etika pertama kali  dalam sejarah yang tertulis diperkenalkan oleh filsuf Yunani,
Aristoteles melalui karyanya yang berjudul Etika Nicomachiea. Buku tersebut berisikan tentang
ukuran - ukuran perbuatan. 
Ditinjau dari sudut asal katanya, etika adalah studi terhadap kebiasaan manusia. Dalam
perkembangannya, studi etika tidak hanya membahas kebiasaan yang semata - mata berdasarkan
sebuah tata cara (manners), melainkan membahas kebiasaan (adat) yang berdasarkan pada
sesuatu yang melekat pada kodrat manusia. Sehingga, dapat dikatakan bahwa yang hendak
diketahui dengan penyelidikan oleh etika itu sendiri adalah kebiasaan - kebiasaan dalam arti
moral atau kesusilaan. Oleh karena itu, etika sering diartikan sebagai studi tentang yang benar
atau salah (right and wrong) dalam tingkah laku manusia.
Etika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan -
perbuatan yang di lakukan oleh manusia untuk dikatakan baik atau buruk, dengan kata lain
aturan ataupun pola - pola dari tingkah laku yang di hasilkan oleh akal manusia. Karena adanya
etika, pergaulan dalam masyarakat/bermasyarakat akan terlihat baik dan buruknya. Etika itu
bersifat relatif yaitu dapat berubah - ubah sesuai dengan kemajuan zaman. Etika juga diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya
perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak serta didasari pikiran yang jernih dengan
pertimbangan perasaan.

Jenis – Jenis Etika


Karena sebagai suatu ilmu, maka etika terdiri atas berbagai macam - macam jenis dan juga
ragamnya diantaranya :
1.      Etika deskriptif 
Memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingkah laku manusia ditinjau dari nilai -nilai baik
dan juga buruk serta hal - hal yang mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma etis, yang
dianut oleh masyarakat.
2.      Etika normatif
Membahas dan mengkaji ukuran baik, buruknya tindakan manusia, yang biasanya
dikelompokkan menjadi, sebagai berikut ini :
a.       Etika Umum
Membahas berbagai macam hubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam
mengambil berbagai macam kebijakan berdasarkan teori - teori dan juga prinsip - prinsip moral.
b.      Etika khusus
Etika yang terdiri dari etika sosial, etika individu dan etika terapan, pengertiannya yaitu :
   Etika sosial adalah yang menekankan tanggung jawab sosial dan hubungan antar sesama
manusia dalam aktivitas yang dilakukannya.
   Etika individu adalah lebih menekankan kepada kewajiban manusia sebagai pribadi.
   Etika terapan adalah etika - etika yang diterapkan pada sebuah profesi.
B.     Moral
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab.
Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi,
berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi,
berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian diterjemahkan
menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari - hari, yang dimaksud dengan kesusilaan
bukan mores, tetapi petunjuk - petunjuk untuk kehidupan sopan santun dan tidak cabul. Jadi,
moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku
yang baik. Pengertian moral dibedakan dengan pengertian kelaziman, meskipun dalam praktik
kehidupan sehari - hari kedua pengertian itu tidak jelas batas -batasnya. Kelaziman adalah
kebiasaan yang baik tanpa pikiran panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama, dan
sebagainya. Jadi, kelaziman itu merupakan norma - norma yang diikuti tanpa berpikir panjang
dianggap baik, yang berdasarkan kebiasaan atau tradisi.
Tahap-tahap perkembangan moral menurut John Dewey, yaitu :
     Tahap pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada aturan.
     Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan pada kekuasaan.
     Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang didasarkan pada
resiprositas.

Adapun tahap - tahap perkembangan moral yang sangat terkenal adalah yang dikemukakan
oleh Lawrence E Kohlberg. Tahap - tahap berkembangan moral tersebut, yaitu :
  Tingkat Prakonvensional yaitu tahap perkembangan moral yang aturan - aturan dan ungkapan -
ungkapan moral yang masih ditafsirkan oleh individu atau anak berdasarkan akibat fisik yang
akan diterimanya, baik itu berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Pada tingkat ini
terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan serta orientasi relativitas
instrumental.
  Tingkat Konvensional ialah tahap perkembangan moral yang aturan - aturan dan ungkapan -
ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat. Pada
tingkat ini terdapat juga dua tahap, yaitu tahap orientasi kesepakatan antara pribadi dan tahap
orientasi hukum atau ketertiban.
  Tingkat Pascakonvensional adalah tahap perkembangan moral yang aturan - aturan dan ungkapan
- ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai - nilai dan prinsip moral yang
memiliki keabsahan dan dapat diterapkan. Hal ini terlepas dari otoritas kelompok atau orang
yang berpegangan pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok
tersebut. Pada tingkatan ini terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi kontrak sosial legalitas dan
tahap orientasi prinsip etika universal.

Dengan demikian moral dan etika memiliki perbedaan tolak ukur yang dipakai dengan
moral untuk mengukur tingkah laku manusia yaitu adat istiadat, kebiasaan, dan lain – lain yang
berlaku di masyarakat. Etika dan moral sama artinya tetapi pemakaiannya dalam sehari-hari
terdapat sedikit perbedaan. Moral digunakan untuk perbuatan yang sedang di nilai, sedangkan
etika digunakan untuk sistem nilai yang ada.
C.     Norma
Pengertian norma secara singkat adalah aturan yang mengikat. Norma adalah pedoman,
ketentuan dan acuan yang menjadi keharusan bagi para anggota masyarakat dan segala objek
yang menjadi milik masyarakat tersebut untuk mengikuti dan mematuhi serta mengakui dan
sekaligus memberi sanksi bagi yang tidak mengikuti, mematuhi dan mengakui pedoman
tersebut.  Norma menetapkan larangan untuk bertindak atau tidak bertindak dan memerintahkan
untuk berbuat dan tidak berbuat. Larangan dan perintah tersebut untuk menuntun individu agar
tidak berbuat buruk serta dapat membahayakan pergaulan hidup dan memerintahkan agar
berbuat baik bagi kehidupan bersama. Dengan norma, kelompok berusaha menunjukkan
perbuatan yang baik dan yang buruk dalam bertingkah laku. Individu yang patuh pada norma,
maka pergaulan kelompoknya adalah individu yang normal, individu yang wajar dimana tidak
mengalami kelainan. Individu normal ialah mereka yang perilakunya tidak menyeleweng dari
norma kelompoknya.
Macam - Macam Norma yang Berlaku dalam Masyarakat

1.      Norma agama

Norma agama adalah norma yang hadir dan menjadi pedoman atas keyakinan terhadap
pencipta. Dalam norma agama, beberapa ketentuan diberikan hukuman pada hari akhir atau
setelah kematian individu tersebut, dan dibeberapa ketentuan untuk pelanggaran terhadap norma
agama tertentu langsung diberi hukuman selama dia hidup oleh anggota individu lainnya seperti
hukum rajam, dan lainnya. Norma agama memiliki kekuatan yang bervariasi tergantung keadaan
negara atau masyarakat tersebut. Apabila negara tersebut adalah negara yang menjunjung tinggi
ajaran agama, maka norma agama akan menjadi aturan yang sangat mengikat, contoh di Aceh,
sedangkan bila masyarakat tersebut adalah negara yang kurang menjunjung tinggi agama maka
akan menjadi aturan atau norma yang lemah. Contohnya penerapan norma agama di Jakarta. Jadi
pengertian norma agama adalah norma yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai
pedoman dalam hidup manusia dan janji Tuhan terhadap manusia.
2.      Norma Kesusilaan

Pengertian norma kesusilaan adalah pedoman hidup yang berkaitan dengan perilaku baik
dan buruk yang didasarkan atas kemampuan untuk mengenali kebenaran dan keadilan serta
membuat pembeda diantaranya. Sanksi yang dapat terjadi bagi pelanggar norma kesusilaan
adalah pengucilan, pencibiran bahkan dapat pula pengancaman.
3.      Norma Kesopanan

Pengertian norma kesopanan adalah pedoman dan peraturan hidup atau nilai - nilai yang
telah diatur dalam agama ataupun dalam adat - istiadat masyarakat. Sesuatu dikatakan perilaku
tidak sopan dan dikatakan sopan oleh karena adanya norma kesopanan. Norma kesopanan
merupakan gabungan dari kedua elemen penting pembentuk kebudayaan dalam masyarakat yaitu
adat istiadat dan agama sehingga norma kesopanan sering disebut sebagai norma moral. Salah
satu contoh norma kesopanan adalah cara berpakaian seseorang. Apabila dia berpakaian tidak
sesuai dengan norma kesopanan maka akan mendapatkan cibiran, hinaan dari orang disekitarnya
dan diapun akan malu dengan hal tersebut.
Macam macam norma kesopanan :

 Tidak menggunakan perhiasan dan pakaian yang menor dan mencolok ketika berada
dalam acara berkabung.
 Memberikan ucapan terima kasih kepada pemberi bantuan ketika memperoleh bantuan
atau pertolongan.
 Meminta maaf ketika melakukan perbuatan yang salah atau membuat seseorang merasa
jengkel. 

4.      Norma Hukum

Pengertian norma hukum adalah aturan - aturan dan ketentuan dalam hidup bermasyarakat
bernegara yang berlaku kepada setiap anggota masyarakat yang dibuat berdasarkan kesepakatan
antara penguasa negara, rakyat atau perwakilan rakyat ataupun lembaga adat tertentu dalam
masyarakat tersebut. Ciri utama dari norma hukum adalah bersifat memaksa dan mengikat.
Keduanya berlaku bahwa aturan tersebut wajib dipatuhi oleh siapa pun dan berlaku untuk siapa
pun. Selain itu, norma hukum memiliki penegak norma disebut penegak hukum yang telah
diakui oleh masyarakat.
Macam macam norma hukum contohnya:

 Tidak melakukan perbuatan kriminal seperti mencuri dan membunuh karena telah diatur
dalam KUHP dan memiliki hukuman yang berat.
 Setiap warga negara wajib membayar pajak kepada negara atas apa yang dimilikinya.

5.      Norma Kebiasaan

Pengertian norma kebiasaan adalah ketentuan dan pedoman yang dihasilkan dari perbuatan
yang dilakukan berulang - ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan dalam
suatu masyarakat. Anggota masyarakat yang tidak melakukan atau tidak mengikuti norma
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakatnya akan dianggap aneh.
Macam macam contoh norma kebiasaan :

 Salah satu kebiasaan melakukan acara selamatan atau doa tertentu bagi anak yang baru
dilahirkan.
 Aktivitas mudik atau pulang ke tempat kelahiran dan keluarga besar berada saat atau
menjelang hari raya.
 Kebiasaan memperingati anggota masyarakat yang meninggal dengan mengadakan acara
di Flores.

D.    Etika Kristen

Etika Kristen adalah etika yang dianut oleh agama Kristen dan berlandaskan Alkitab
sebagai sumber otoritas tertinggi segala kebaikan.
      Emanuel E. James : Etika Kristen mempertimbangan relasi dan pengertian akan Allah dalam
perilaku manusia dan menunjukkan respon kepada Allah melalui Kristus sebagai syarat mutlak.”
      DR. .S. Heath : Etika Kristen adalah suatu hal yang mutlak, yang tertulis dalam
hukum Allah yang tidak dapat dilanggar (Yoh 10:35), dan yang ada dalam Yesus Kristus yang
tidak pernah berubah (Ibrani 13:8).
Jadi, Etika Kristen adalah sesuatu yang baik dalam manusia dan Allah sebagai
pencipta.
Perbedaan Etika Kristen Dan Etika Umum
ETIKA KRSTEN ETIKA UMUM
Kebutuan, ide - ide dan aspirasi Kebutuan, ide - ide dan
PERHATIAN
seseorang aspirasi seseorang
DASAR HIDUP Alkitab dan Kristus Alasan Manusia

TITIK TOLAK Sistem nilai moral Proses Moral


Hasat, nilai - nilai
SUMBER Allah
masyarakat
PENUNTUN Roh Kudus, Firman dan Gereja Masyarakat yang ada
Mencapai kehendak Allah dan
TUJUAN Aktivitas budi pekerti
rencana - Nya

2.      Dua contoh pergaulan bebas adalah sebagai berikut.


      Seks Bebas
Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki - laki dan perempuan tanpa
adanya ikatan perkawinan. Perilaku seks bebas yang terjadi pada remaja dapat disebabkan oleh
kurangnya perhatian orang tua terhadap anak yang disebabkan karena kesibukan masing –
masing, sehingga anak tidak memperoleh pengetahuan tentang seks bebas dari orang tua dan
oleh sebab itulah kadang kala anak terjerumus pada pergaulan yang salah. Perilaku seks bebas
juga dapat terjadi jika remaja kurang mempunyai pemikiran yang matang untuk berbuat sesuatu,
di tambah lagi karena dorongan dari teman sebaya. Kadang, teman mempunyai pengaruh yang
buruk dan memaksa mencoba sesuatu yang baru sehingga mereka mencoba melakukan
hubungan seks dengan lawan jenis tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi.

 Penyebab Timbulnya Seks Bebas

1. Pengaruh lingkungan yang buruk.


2. Kurangnya perhatian dari orang tua.
3. Pergaulan yang tidak baik/negatif.
4. Rendahnya pengetahuan tentang seks.
5. Hasutan/ajakan dari teman.
6. Berkepribadian buruk.
7. Pergaulan bebas yang melebihi batas sewajarnya.
8. Rasa penasaran ingin mencoba hal - hal yang berbau seks.
9. Fasilitas pendukung yang diberikan orang tua.
10. Rendahnya kekuatan iman pada Tuhan.
 Akibat dari Seks Bebas

1. Prestasi belajar cenderung menurun.


2. Sering bolos/izin sekolah.
3. Terjadi kawin muda dan hamil di luar nikah.
4. Drop Out sekolah.
5. Terjangkit penyakit kelamin (Sifilis, Gonorhe, HIV, AIDS, PMS, dan lain - lain).

 Penanggulangan Seks Bebas

1. Mempertebal rasa keimanan.


2. Bergaul dengan baik/positif.
3. Memilih teman yang baik.
4. Menghindari pergaulan bebas.
5. Berkomunikasi secara terbuka dengan orang tua.
6. Selalu berpikir positif.
7. Berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu.
8. Mengikuti kegiatan siraman rohani.

 Cara Menghindari Seks Bebas

1. Mempertebal rasa keimanan.


2. Menghindari berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi.
3. Menghindari perilaku yang menimbulkan rangsangan seksual.
4. Mengekspresikan masa pacaran.
5. Memperkenalkan teman dekat (pacar) kepada orang tua dan minta izin bila ingin berdua.
6. Mampu menjaga perilaku seksual yang sehat.
7. Memilih teman yang berakhlak baik.
8. Memperbanyak aktivitas olahraga untuk mengisi waktu luang.
9. Berani mengatakan tidak terhadap ajakan teman untuk melakukan seks bebas.
10. Jangan mudah percaya pada rayuan/bujukan dan janji - janji manis.

      Ketergantungan Narkoba.


Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Narkoba menjadi ancaman
terberat bagi bangsa ini. Puluhan ribu orang sudah terjangkit narkoba. Narkoba terdiri dari
beberapa macam yaitu :
      Opiat ( heroin, morfin, ganja )
      Amfetamin ( shabu, ekstasi, inex )
      Kokain
      Benzodiazepin ( pil nipam, BK, magadon)
Begitu banyak macam narkoba yang sudah menyebar di negeri ini. Berapa jiwakah yang
akan terjangkit narkoba lagi? Kita tidak akan tahu berapa jumlah anak muda yang akan
terpengaruh oleh narkoba sebelum pemerintah berusaha memberantas narkoba itu. Seorang
pengguna narkoba bisa terjangkit virus HIV/AIDS jika dia menggunakan jarum suntik secara
bergantian. Memang sungguh berbahaya, tetapi mengapa para pemakai itu nekat
menggunakannya?
Narkoba membuat penggunanya merasa lebih percaya diri bahkan ada yang mengatakan
sebagai gaya hidup zaman sekarang. Narkoba juga sebagai pelarian dari suatu masalah. Yang
lebih ironis lagi, banyak orang yang beranggapan, mengkonsumsi narkoba sebelum melakukan
hubungan seksual bisa menambah kemampuan dan kekuatan. Sehingga, sering kita dengar
adanya pesta narkoba yang kemudian dilanjutkan dengan pesta seks, atau ada suatu anggapan
yang mengatakan komplek pelacuran identik dengan narkoba. Mengkonsumsi narkoba bukannya
akan menambah kekuatan, namun sebaliknya justru akan menimbulkan masalah dan berakibat
buruk terhadap fungsi seksual. Gangguan fungsi seksual karena menggunakan barang haram ini,
tergantung dari jenis narkoba yang digunakan.

SOLUSI (PENCEGAHAN) PERGAULAN BEBAS

Pergaulan bebas memang sangat meresahkan, tidak hanya orang tua saja, tetapi masyarakat
pun juga dibuatnya resah. Hal ini dapat dikurangi bahkan dapat dicegah dengan cara – cara
berikut :
1)      Pentingnya kasih sayang dan perhatian yang cukup dari orang tua dalam hal dan keadaan
apapun.
2)      Pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. Pengekangan terhadap seorang anak akan
berpengaruh terhadap kondisi psikologisnya. Di hadapan orang tuannya dia akan bersikap baik
dan patuh, tetapi setelah dia keluar dari lingkungan keluarga, dia akan menggunakannya sebagai
pelampiasan dari pengekangan itu, sehingga dia dapat melakukan sesuatu yang tidak diajarkan
orang tuannya.
3)      Seorang anak hendaknya bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda 2 atau 3 tahun
baik lebih tua darinya. Hal tersebut dikarenakan apabila seorang anak bergaul dengan teman
yang tidak sebaya yang hidupnya berbeda, sehingga dia pun bisa terpengaruh gaya hidupnya
yang mungkin belum saatnya untuk dia jalani.
4)      Pengawasan yang lebih terhadap media komunikasi, seperti internet, handphone, dan lain-lain.
5)      Perlunya bimbingan kepribadian bagi seorang anak agar dia mampu memilih dan membedakan
mana yang baik untuk dia maupun yang tidak baik.
6)      Perlunya pembelajaran agama yang diberikan sejak dini, seperti beribadah dan mengunjungi
tempat ibadah sesuai agamanya.

DAFTAR WEBSITE
http://www.pengertianku.net/2014/06/pengertian-moral-dan-etika-lengkap.html
http://www.apapengertianahli.com/2015/05/pengertian-moral-dan-pengertian-etika-
perbedaan.html
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-moral-dan-tahap.html
http://www.apapengertianahli.com/2015/07/pengertian-norma--macam-macam-norma-
perbedaan.html
http://www.pengertianpakar.com/2014/11/apa-itu-pengertian-norma.html#_
https://sdiyah12.wordpress.com/my-task/etika-kristen/
http://lewisjuntak.blogspot.co.id/2014/04/etika-kristen.html
http://b4ngd3ni.blogspot.co.id/2012/11/sebab-akibat-dan-cara-menghidari-seks.html
http://masalahpergaulanbebas.blogspot.co.id/2009/06/contoh-contoh-pergaulan-bebas.html
http://catatanmakalah.blogspot.co.id/2014/04/makalah-tentang-pergaulan-bebas.html

Dalam Kristen, moralitas diartikan sebagai suatu upaya filosofi untuk tetap dapat
memelihara keberlangsungan hidup kemanusiaan itu sendiri atau lebih mudahnya upaya untuk
manusia membenarkan diri tanpa Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat manusia yang
mempesonakan itu.
Dimulai dari kejatuhan Adam dan Hawa, dimana manusia memiliki inisiatif atas keberdosaannya
         Kejadian 3 : 7 Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang;
lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.
         Kejadian 3 : 8 Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan
dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap
TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.
Manusia menyembunyikan diri dari hadapan Allah
         Kejadian 3 : 9 Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di
manakah engkau?"
Manusia bersembunyi dalam keberdosaannya dan berargumen denga Tuhan Allah karena takut
akan kebenaran tuha Allah dan selalu permisif atau selalu beralasan”exuse”.
         Kejadian 3 : 10 Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku
menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi."
Manusia merasa tidak bersalah, merasa semua ini salah Tuhan Allah.
         Kejadian 3 : 12 Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang
memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan."
Manusia yang egosentris
         Kejadian 4 : 9 Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, adikmu itu?" Jawabnya: "Aku
tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?"
Manusia yang cenderung menurunkan standar Allah.
         Kejadian 4 : 13 Kata Kain kepada TUHAN: "Hukumanku itu lebih besar dari pada yang dapat
kutanggung.
Manusia angkuh terhadap kasih karunia Allah.
         Kejadian 4 : 24 sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh
tujuh kali lipat."
         Kejadian 11 : 2 Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar di tanah
Sinear, lalu menetaplah mereka di sana.
         Kejadian 11 : 3 Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita membuat batu bata dan
membakarnya baik-baik." Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu dan ter gala-gala sebagai
tanah liat.
Manusia yang cenderung memikirkan kebaikannya tanpa melibatkan Tuhan Allah, melawan
perintah Tuhan Allah
         Kejadian 11 : 4 Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah
menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan
terserak ke seluruh bumi."
[tutup]

Anda juga bisa ikut ambil peran dalam penyebaran pengetahuan bebas. Mari bergabung dengan
sukarelawan Wikipedia bahasa Indonesia!

Etika Kristen
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Lukisan detail St. Agustinus di sebuah jendela kaca hias karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner,
St. Agustine, Florida, Amerika Serikat.

Etika Kristen (Yunani: ethos, berarti kebiasaan, adat) adalah suatu cabang ilmu teologi yang
membahas masalah tentang apa yang baik dari sudut pandang Kekristenan.[1] Apabila dilihat dari
sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, maka etika Kristen adalah segala sesuatu yang
dikehendaki oleh Allah dan itulah yang baik.[1] Dengan demikian, maka etika Kristen merupakan
satu tindakan yang bila diukur secara moral baik.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika
Kristen ialah kehendak Allah dari manusia yang diciptakan menurut gambarNya, serta sikap
manusia terhadap kehendak Allah itu.[1]
Daftar isi

 1 Etika Perjanjian Lama


o 1.1 Anugerah Allah Dalam Penciptaan
o 1.2 Etika dan Moral Abraham
o 1.3 Hukum Taurat
 2 Etika Perjanjian Baru
o 2.1 Ajaran etik Yesus
o 2.2 Yesus dan Hukum Taurat
 3 Etika Gereja Mula-mula
o 3.1 Klemens dari Roma
o 3.2 Ignatius dari Antiokhia
o 3.3 Agustinus dari Hippo
 4 Etika Protestan
 5 Referensi

Etika Perjanjian Lama

Titik tolok etika Perjanjian Lama adalah anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan
perintahnya yang terikat pada tindakannya demi keselamatan umat manusia.[3] Oleh karena itu,
bentuk etika Perjanjian Lama berkisar pada tindakan Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang
menuntut respon yang serasi.[3] Hal ini juga menyebabkan konsep etika Perjanjian Lama selaras
dengan sebuah etika yang dinamakan etika teonom yang berlandaskan hubungan antara Allah
dan umatnya.[3] Sesuai dengan konsep ini, maka dasar etika Perjanjian Lama dapat disoroti dari
empat sisi.[3] Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel harus memiliki
dorongan untuk mengarah pada kelakuan etis dalam wujud tanggapan akan tindakan-tindakan
Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3] Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel
wajib untuk memperlihatkan sifat Allah melalui kelakuan mereka.[3] Ketiga, hidup dibawah
pemerintahan Allah, maksudnya adalah kedaulatan dan kewibawaan Allah sebagai Raja ilahi
yang karenanya manusia harus tunduk sebagai makhluk ciptaan dan hamba.[3] Keempat adalah
menaati perintah Allah.[3]
Anugerah Allah Dalam Penciptaan

"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, gambaran Taman Eden oleh seorang Jerman dari abad ke-16

Etika Perjanjian Lama pada dasarnya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama.[4]
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang istimewa, yaitu sebagai gambar Allah, dalam
bahasa Ibrani disebut tselem dan dalam bahasa Latin disebut Imago Dei.[4] Tidak hanya itu saja,
manusia yang diciptakan Allah juga memiliki kesamaan moral dengan Allah yang maha suci, hal
itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4] Manusia yang telah
diciptakan Allah selanjutnya merupakan makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa
yang akan dilakukannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah
menentangnya.[4] Hal ini terjadi karena manusia adalah pribadi bebas yang juga memiliki
kehendak bebas.[4] Namun, kehendak bebas haruslah disertai dengan tanggung jawab.[4] Pada
waktu Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberikan sebuah perintah kepada Adam yaitu
berupa larangan untuk memetik dan memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang
jahat yang berada dalam taman Eden.[4] Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam
dan Hawa dan mereka mengambil sebuah keputusan etis yaitu dengan memetik dan memakan
buah tersebut.[4] Ketika Allah mengetahui perbuatan tersebut ada sebuah tindakan yang dilakukan
oleh Allah dan hal ini merupakan ethos Allah (ethos:sikap dasar dalam berbuat sesuatu).[4]
Tindakan Allah ini merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya
pada manusia, terdapat dua hal yang dilakukan Allah:

1. Ketika manusia pertama jatuh ke dalam dosa yang kemudian telanjang dan merasa malu dan
bersembunyi di antara pohon-pohon dalam taman, Allah mencarinya dan lebih dahulu
menyapanya, dimanakah engkau?(Kej 3:9).[4]
2. Untuk menutupi ketelanjangan manusia, Allah membuatkan pakaian dari kulit binatang, lalu
mengenakannya pada kedua manusia berdosa,Adam dan istrinya Hawa (Kej 3:21). [4]

Ethos yang ditunjukkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah mau merendahkan diriNya dan
memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.[4] Namun, sikap dan respon manusia
terhadap kebaikan Allah justru semakin meningkatkan perbuatan dosanya.[4] Hal ini dapat terlihat
pada anak Adam yaitu Kain yang begitu tega dan kejam membunuh adiknya Habel, hanya
karena iri terhadap soal persembahan.[4] Tidak hanya itu saja, ketika manusia bertambah banyak,
perbuatannya semakin dipenuhi kejahatan, sampai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia
(Kej 6:5-6).[4]

Etika dan Moral Abraham

"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634

Etika dan moral Abraham dapat terlihat ketika ia dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.[4]
Pada saat itu, ia bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan
melalui Sikhem dan Betel sekitar tahun 2091 SM (Kej 12:1-5).[4] Abraham yang pada waktu itu
bernama Abram pergi hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan dan ia sendiri tidak
mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan tersebut.[4] Ketika ia sampai di Kanaan,
ternyata negri itu sedang mengalami bencana kelaparan, oleh karena itu ia bersama dengan
keluarganya pergi ke Mesir melalui Negep.[4] Peristiwa Abraham yang menuruti perintah Allah
memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, antara lain:

1. Berani melangkah mentaati perintah Tuhan untuk menuju ke negeri yang belum diketahui
keadaannya.[4]
2. Bersedia meninggalkan rumahnya dan pergi mengembara yang penuh suka duka serta ancaman
bahaya.[4]
3. Ketika Abraham mencapai tempat yang ia tuju, ada bencana kelaparan disana, namun Abraham
tidak meninggalkan tempat itu melainkan tetap percaya dan setia pada Tuhan. [4]
4. Percaya bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik dan hal itu terjadi hingga Abraham
menjadi Bapa orang beriman bagi segala bangsa. [4]

Selain dari sikap iman dan moral yang ditunjukkan Abraham, ada juga moral buruk yang ia
tunjukkan ketika menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
1. Ketika ia berada di Mesir dimana ia kuatir dirinya akan dibunuh supaya orang bisa mengambil
istrinya.[4]
2. Abraham berbohong demi menyelamatkan dirinya dengan mengakui istrinya sebagai adik. [4]
3. Sikap egois dan tidak mengasihi istri dimana Abraham tidak melindungi istrinya dan membiarkan
istrinya rela diambil orang.[4]
4. Abraham tidak menyerahkan perlindungannya pada Allah tetapi ia tenggelam pada perasaan
takutnya yang bisa mengancam nyawanya. [4]

Hukum Taurat

Istilah Taurat berasal dari bahasa Ibrani yaitu torah yang artinya ajaran.[1][4] Asal kata torah ada
hubungannya dengan kata kerja hora yang memiliki arti memimpin, mengajar, mendidik, dan
juga sering diterjemahkan dengan istilah pengajaran.[1][4] Istilah torah diartikan pengajaran tetapi
bisa juga diartikan hukum yang berasal dari kata yarah yang artinya mengarahkan atau mengajar.
[1][4]
Kata tora kemudian juga dipakai untuk menyebutkan Pentateuch (yakni kelima kitab pertama
yang ada dalam Alkitab).[1][4]

Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, dapat dibagi dalam tiga kelompok,
yaitu:

1. Hukum Moral yang membicarakan peraturan-peraturan Allah bagi umat Israel untuk hidup
kudus, mengasihi Allah dan mengasihi sesama yang prinsip dasarnya tertulis dalam sepuluh
perintah Tuhan (Kel 20:1-17).[4]
2. Hukum Perdata atau Hukum Sosial yang membicarakan serta membahas kehidupan hukum dan
sosial kemasyarakatan bangsa Israel (Kel 21:1-23:33). [4]
3. Hukum Peribadatan yang membicarakan bentuk dan upacara penyembahan umat Israel kepada
Tuhan, juga mengenai sistem pesembahan korban dan kehidupan keagamaan (Kel 24:12-31:18).
[4]

Etika Perjanjian Baru

Etika Perjanjian Baru adalah sebuah petunjuk-petunjuk sikap dan kelakuan orang-orang Kristen.
[5]
Oleh karena itu, etika Perjanjian Baru saling terkait dengan kelakuan orang-orang Kristen yang
pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.[5]
Ajaran etik Yesus

"Kotbah di Bukit", karya Gustave Doré.

Ajaran etik Yesus Kristus di antarakokonya terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus,
Lukas), salah satu ajaran tersebut adalah khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49).[6] Dalam
khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang sangat berpegang teguh pada
pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan hukum taurat dan kitab para
nabi.[7] Dalam hal ini Yesus mengatakan bahwa "jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar
daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak
akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) karena Kerajaan Allah sudah dekat kepadamu
(Luk 10:9.[7]

Selain itu, ajaran etik Yesus juga meminta kepada manusia untuk menjadi seorang manusia yang
bersifat ilahi.[8]. Kata ilahi ini memiliki arti menjadi seseorang yang lebih baik dari yang lain.[8]
Sebagai contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat
kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.[8]
Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah
juga jubahmu.[8] Dan siapa yang menyuruh engkau berjalan berjalan sejauh satu mil, berjalanlah
bersama dia sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).[8]

Yesus dan Hukum Taurat

Pada zaman Yesus, terdapat orang Farisi yang menganggap isi taurat sebagai sejumlah tuntutan
dan larangan yang harus dipatuhi.[5] Semua peraturan itu berjumlah 613.[5] Masing-masing
peraturan ditambah dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat yang menentukan
situasi dan waktu di mana peraturan tersebut harus dilaksanakan.[5] Petunjuk dan nasihat yang
ditambahkan berfungsi sebagai pagar keliling taurat dan dikenal dengan sebutan halakha
(=jalan).[5] Halakha merupakan penjelasan taurat tetapi sekaligus juga hukum adat yang
berdasarkan taurat.[5] Oleh karena tindakan yang dilakukan orang Farisi, maka ada sebuah sikap
etis yang dilakukan oleh Yesus yang terdapat dalam keempat Injil.[3] Sikap Yesus terhadap
hukum Taurat juga berhubungan dengan pengajaran-pengajaran yang Ia lakukan.[3] Salah satu
sikap yang ditunjukkan Yesus tedapat dalam Matius 5:17, "Janganlah kamu menyangka, bahwa
Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.[3] Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya".[3] Maksud dari kata menggenapi adalah
memenuhi atau menyempurnakan.[3] Namun muncul pertanyaan bagaimana cara Yesus untuk
menggenapi hukum Taurat itu?[3]

1. Yesus mensyaratkan sesuatu yang lebih mendasar daripada hukum Taurat. [3] Yesus dengan
segenap hatiNya tunduk kepada tuntutan-tuntutan Hukum Taurat, kerena menurutNya tiada
kehendak yang berlaku kecuali kehendak Bapa yang dinyatakan dalam Hukum Taurat. [3] Dengan
kata lain Yesus tidak mengartikan kehendak Allah atas dasar hukum taurat melainkan hukum
taurat atas dasar kehendak Allah.[3] Sebagai contoh Markus 2:23-28, "Pada suatu kali, pada hari
Sabat, Yesus berjalan di ladang gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya memetik
bulir gandum.[3] Maka kata orang-orang Farisi kepada-Nya: "Lihat! Mengapa mereka berbuat
sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?" [3] Jawab-Nya kepada mereka: "Belum
pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya
kekurangan dan kelaparan, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat
sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam
dan memberinya juga kepada pengikut-pengikut. [3] Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat
diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga
Tuhan atas hari Sabat."[3]
2. Yesus bertindak dengan wibawa terhadap hukum taurat. [3] Sebagai contoh, dalam hukum Taurat
(Imamat 11-15) dikatakan mengenai peraturan tentang hal yang tahir dan hal yang najis,
tentang makanan yang halal dan yang haram, tetapi Yesus mmengatakan bahwa apa yang
masuk ke dalam tubuh seseorang tidak dapat menajiskannya tetapi apa yang keluar dari tubuh
tersebut itulah yang menajiskannya.[3] Dengan demikian Yesus ingin mengatakan bahwa semua
makanan halal (Mark 7:15,19).[3]

Etika Gereja Mula-mula

Pada masa patristik (zaman para Bapa Gereja), perkembangan etika dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama selalu diperdebatkan dan menjadi
masalah yang cukup besar.[9] Oleh karena permasalahan ini, muncul pendapat dari beberapa Bapa
Gereja, yaitu St Klemens dari Roma, St Ignatius dari Antiokhia, dan St Agustinus.[9]
Klemens dari Roma

Santo Klemens, oleh Giovanni Battista Tiepolo

Santo Klemens dari Roma (Paus Klemens I) adalah orang yang disebut oleh Paulus sebagai
sahabat yang setia dalam perjuangan pemberitaan Injil (Flp 4:3).[10] Klemens dikenal karena ia
memiliki hubungan dengan surat Paulus kepada jemaat di Korintus.[10] Pada saat di Korintus,
terjadi kericuhan yaitu presbiter yang tua dipecat oleh presbiter yang muda.[10] Klemens
menasihatkan kepada jemaat agar mereka hidup dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih,
rendah hati, dan hidup suci meniru teladan Kristus, terutama teladan Paulus dan Petrus.[10] Ia
meminta supaya presbiter yang telah dipecat dipulihkan kedudukannya serta jemaat
menghormati pemimpin-pemimpinnya.[10] Klemens menyatakan bahwa Tuhan Allah membenci
kekacauan, Allah menghendaki ketertiban.[10] Dalam pandangan teologinya, Klemens mengikuti
teologi Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.[10] Ia mengatakan bahwa semua orang
besar dan mulia bukan karena diri mereka sendiri atau pun oleh pekerjaan mereka, tetapi karena
kehendak Allah.[10]

Dalam pemikiran Klemens tentang etika, ia menyatakan bahwa sikap hidup jemaat mula-mula
seharusnya tidak terfokus pada materi.[9] Hal ini ia katakan untuk menentang pengajaran kaum
gnostik yang menganggap tingkat kekayaan dapat dijadikan tolak ukur atau menentukan tingkat
kehidupan sesorang.[9] Permasalahan moral mengenai kekayaan, Klemens tuliskan dalam sebuah
tulisannya yang berjudul Who Is The Rich Man That Shall Be Saved?[9] Tulisan Klemens ini
mencoba untuk menyelidiki maksud dari cerita mengenai orang kaya sukar masuk kerajaan Allah
(Markus 10:17-27).[9] Menurut Klemens, tidak ada masalah mengenai kekayaan, yang menjadi
masalah sebenarnya adalah sikap kita terhadap kekayaan.[9]

Ignatius dari Antiokhia

Santo Ignatius dari Antiokhia adalah seorang yang berasal dari Siria.[10] Ia dilahirkan sekitar
tahun 35.[10] Sebelum menjadi kristen, ia adalah seorang kafir yang diduga turut menganiaya
orang Kristen.[10] Menurut tradisi, Ignatius adalah uskup dari Antiokhia yang merupakan murid
dari rasul Yohanes.[10] Ia hidup pada masa pemerintahan kaisar Trajanus.[10] Pada masa itu, kaisar
sempat mengunjungi Antiokhia dan mengancam orang-orang disana untuk mau
mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa, namun apabila ada yang tidak melakukan hal ini,
maka ia akan dihukum mati.[10] Perintah kaisar ini tidak didengarkan oleh Ignatius, ia tetap
mempertahankan imannya dan menolak mempersembahkan korban kepada dewa-dewa karena ia
tidak mau menyangkal Yesus.[10] Oleh karena tindakannya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati
dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma untuk menjadi mangsa singa-singa.

Menurut pendapat Ignatius, permasalahan etika yang muncul pada masa gereja mula-mula adalah
banyaknya orang yang tidak memperhatikan tentang kasih.[9] Menurutnya, orang kaya tidak
memperhatikan janda-janda, orang-orang yang ada dipenjara, orang-orang yang lapar maupun
orang-orang yang haus.[9]

Agustinus dari Hippo

St. Agustinus dari Hippo dikenal sebagai pelawan penyesat-penyesat yang gigih.[10] Dalam
perlawanannya dengan Donatisme menyebabkan ia menguraikan pandangannya tentang gereja
dan sakramen.[10] Pemikiran etis Agustinus terkhusus mengenai seksualitas dan materi.[9]
Pemikiran etis Agustinus mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman etika individu dan
sosialnya mengenai pertikaian kebaikan (virtue).[11] Menurut Agustinus, kebaikan akan
memimpin orang ke dalam hidup yang bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh tiap
orang melalui cinta kasih yang sempurna dari Allah.[11] Agustinus juga menyatakan bahwa baik
atau buruknya moral seseorang ditentukan dari cintanya terhadap orang lain.[11] Permasalahan
mengenai materi, bagi Agustinus kekayaan bukanlah hal yang salah.[9] Jika kekayaan itu
dipergunakan untuk memuliakan Allah, maka hal itu adalah hal yang baik.[9] Namun, apabila
motivasi kita menyembah Allah hanya untuk kekayaan, maka itulah yang salah.[9]

Etika Protestan

Dalam abad pertengahan, hal-hal yang berhubungan dengan etika diterangkan dalam kumpulan-
kumpulan tulisan yang disebut kitab-kitab pengakuan dosa.[9] Tokoh-tokoh yang berperan pada
saat itu antara lain Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza.[9] Tokoh-tokoh ini sering kali menuliskan
tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti masalah kesusilaan, masalah
perang, etika politik, etika jabatan, serta tentang pengajaran iman yang terdapat dalam hukum
taurat.[9]

Salah satu tokoh dalam perkembangan etika abad 20 adalah Reinhold Niebuhr.[9] Niebuhr
memberikan sebuah ajaran etis mengenai dosa asal atau dosa warisan.[9] Ia berpendapat bahwa
dosa warisan itu adalah sifat universal manusia yang cenderung memilih untuk berdosa.[9] Hal itu
dikarenakan manusia kekurangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang bermoral.[9]
Selain itu, Karl Barth juga memberikan pandangannya mengenai etika, ia menyatakan etika
bersumber dari kasih karunia Tuhan yang ditunjukkan melalui Yesus Kristus.[9] Oleh karena itu
manusia tidak dapat menghindar dari keputusan bebas dari kasih Allah yang meletakkan Yesus
Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.[9]
Referensi

1. ^ a b c d e f g J. Verkuyl. 1993. Etika Kristen bag. Umum. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hlm.15-17.
2. ^ (Indonesia)Norman L. Geisler. 2000. Etika Kristen. Malang: Seminari Alkitab Asia
Tenggara. Hlm.17.
3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x Verne H. Fletcher. 1990. Lihatlah Sang Manusia.
Yogyakarta: Duta Wacana University Press.Hlm. 124-125, 160.
4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah Karel Sosipater. 2010. Etika Perjanjian
Lama. Jakarta: Suara Harapan Bangsa. Hlm. 9-21.
5. ^ a b c d e f g Henk ten Napel. 1991. Jalan yang Lebih Utama Lagi: Etika Perjanjian Baru.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 5-7.
6. ^ J.A.B. Jongeneel. 1980. Hukum Kemerdekaan: Buku Pegangan Etik Kristen, Jilid 1:
Bagian Umum. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 84.
7. ^ a b (Inggris)Richard A. Burridge. 2007. Imitating Jesus: an Inclusive approach to New
Testament Ethics. Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans. hlm. 40.
8. ^ a b c d e Bernhard Kieser. 1987. Moral Dasar: Kaitan Iman dan Perbuatan. Yogyakarta:
Kanisius, hlm. 54.
9. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v (Inggris)J. Philip Wogaman. 1993. Christian Ethics: A
Historical Introduction. USA: Westminster/John Knox Press. hlm. 23-36, 218-221.
10. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q F.D. Wellem. 1993. Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam
Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 82-83.
11. ^ a b c (Inggris)George Wolfgang Forell. 1979. History of Christian Ethics. Minneapolis:
Augsburg Publishing House. Hlm.165.

Kategori:

 Etika Kristen
 Etika
 Katolik

Menu navigasi

 Belum masuk log


 Pembicaraan
 Kontribusi
 Buat akun baru
 Masuk log

 Halaman
 Pembicaraan

 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Versi terdahulu
Lainnya

Pencarian

 Halaman Utama
 Perubahan terbaru
 Artikel pilihan
 Peristiwa terkini
 Halaman baru
 Halaman sembarang

Komunitas

 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan

Wikipedia

 Tentang Wikipedia
 Pancapilar
 Kebijakan
 Menyumbang
 Hubungi kami
 Bak pasir

Bagikan

 Facebook
 Twitter

Dalam proyek lain

 Wikimedia Commons

Cetak/ekspor

 Buat buku
 Unduh versi PDF
 Versi cetak
Perkakas

 Pranala balik
 Perubahan terkait
 Halaman istimewa
 Pranala permanen
 Informasi halaman
 Item di Wikidata
 Kutip halaman ini
 Pranala menurut ID

Bahasa lain

 ‫العربية‬
 Deutsch
 English
 한국어
 Polski
 Русский
 Svenska

Sunting interwiki

 Halaman ini terakhir diubah pada 20 Maret 2020, pukul 14.51.


 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan tambahan
mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

 Kebijakan privasi
 Tentang Wikipedia
 Penyangkalan
 Pengembang
 Statistik
 Pernyataan kuki
 Tampilan seluler

Lanjut ke konten
Ando's Blog
berbagi itu indah

 About me

Moral

NORMA MORAL SEBAGAI TOLOK


UKUR TINDAKAN
28 Desember 2013 andosipayung

Suatu Tinjauan Moral

ABSTRAK

Manusia adalah makhluk yang bebas. Kebebasan manusia menjadi salah satu unsur pembeda
dengan ciptaan yang lain. Hanya kepada manusia dikenakan istilah bebas. Bebas yang dimaksud
adalah mengekspresikan diri apa adanya sehingga hasil ekspresi diri itu menunjukkan suatu
pribadi yang utuh dan otonom dan hasil ekspresi itu sendiri dapat dipertanggungjawabkan. Selain
itu Kebebasan ini mengarahkan orang untuk sampai pada kebebasan mengambil keputusan tanpa
paksaan atau tekanan dari luar. Di sisi lain manusia adalah makhluk sosial, yang tidak mungkin
hidup tanpa orang lain. Kelangsungan hidup dan eksistensi seseorang tergantung pada eksistensi
yang lain.

Antara manusia sebagai makhluk yang bebas dan makhluk sosial, tak jarang bahwa aspek bebas
lebih mendominasi dibandingkan dengan aspek sosial. Artinya bahwa orang semakin cenderung
melakukan tindakan yang sesuai dengan kehendaknya. Kenyataan yang kita lihat dari tahun ke
tahun bahwa seseorang atau kelompok tertentu yang memiliki kekuasaan telah merampok hak
orang banyak, orang-orang yang tidak dapat kekuatan untuk berbicara. Hal ini dilihat sebagai
dekadensi atau penurunan moral. Manusia seolah-olah tidak mampu lagi dalam bertindak untuk
membedakan apa yang boleh dan yang tidak boleh, yang baik dan yang jahat, yang bermoral dan
yang amoral. Banyak orang melakukan suatu tindakan sesuka hati tanpa memperhatikan hak dan
kepentingan orang lain. Tindakan yang dilakukan tidak lagi berdasar pada norma moral yang
berlaku. Pengabaian peran norma moral sangat dirasakan saat mengalami krisis dalam bidang
kehidupan.[1] Misalnya saja orang muda sekarang ini kurang menunjukkan sikap hormat terhadap
orang tua. Anak sudah lebih berani untuk melawan orang tua, cara berpakaian yang kurang sopan
dan masih banyak contoh lain. Sering norma moral yang diwariskan turun-temurun itu dianggap
sebagai pembatas kebebasan manusia dalam bertindak dan juga tidak lagi sesuai untuk jaman ini.
I. HANTARAN UMUM

1. Norma Moral

Kata norma sudah begitu memasyarakat dan bukan monopoli dunia moral. Karena kata ini telah
lama digunakan dalam dunia meteorologi, hukum, ekonomi, sosial dan budaya. Kata norma
beretimologi latin yaitu norma. Arti dasarnya adalah siku yang dipakai tukang kayu untuk
mengecek apakah benda yang ditukanginya sudah lurus atau normal. Dalam hidup harian norma
dimengerti sebagai pegangan atau pedoman, aturan, tolak ukur, atau kaidah untuk menilai suatu
sikap dan tindakan sehingga tindakan tersebut disebut baik atau tidak baik, dapat
dipertanggungjawabkan atau tidak. Suatu tindakan disebut baik kalau hal itu sesuai dengan
kodrat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berakal budi yang berbadan dan berjiwa, di
cipta Tuhan, hidup bersama manusia dan memelihara hidupnya dengan ciptaan lain.[2]

Kata moral berasal dari bahasa latin yakni: mos (singularis) dan ,mores (plural), yang artinya
adat, kebiasaan. Jadi norma moral dapat dikatakan sebagai adat atau kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat yang berfungsi sebagai pegangan, tolak ukur dalam bertindak dalam
kehidupan bersama. Norma moral ini dalam dirinya menyentuh semua orang atau dengan kata
lain semua orang menerimanya sebagai sesuatu yang berguna dan layak untuk diikuti.

2. Norma Moral dan Nilai

Norma moral tidak dipandang sebagai pembatasan kebebasan manusia sewenang-wenang.


Norma moral dipandang sebagai seruan kepada umat manusia agar bertindak sesuai dengan
norma moral itu. Norma itu berusaha melindungi, mengolah nilai, dan membantu manusia untuk
memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya. Norma yang tidak berdasarkan nilai dan yang tidak
menegaskan keharusan yang dianggap penting dengan sendirinya akan mengalami kehilangan
kekuatan moral yang mewajibkan. Makna norma moral berasal dari nilai. Seandainya tak
bernilai, maka norma itu kehilangan makna. Walaupun begitu, norma moral mengandung
ambivalensi. Dari satu segi, norma moral mengungkapkan nilai dan dari segi lain norma moral
adalah “persembunyian” nilai.[3]

Nilai moral merupakan nilai yang paling tinggi. Karena nilai moral berkaitan dengan tanggung
jawab dan tuntutan suara hati. Oleh karena itu nilai moral mewajibkan secara mutlak dan sangat
perlu diterapkan pada nilai-nilai umum.[4]

3. Fungsi Norma Moral

Berbicara tentang fungsi kita sampai pada pemahaman untuk apa norma moral itu dalam
kehidupan bersama. Sekaitan dengan itu dapat dikemukakan empat fungsi norma moral.
Pertama, membungkus nilai-nilai moral (cinta kasih, kebaikan, kejujuran, keadilan,
kemanusiaan) yang menjadi orientasi (orient). Kedua, mengingatkan manusia untuk melakukan
yang baik untuk diri dan sesama. Ketiga, menarik perhatian (orang jadi tahu) pada masalah-
masalah yang kurang diperhatikan. Keempat, agar manusia tidak hanyut oleh perasaan, misalnya
jangan membunuh, dengan norma ini manusia mengolah emosinya.[5] Mengerti dengan baik akan
fungsi norma ini kiranya tidak lagi ada orang jatuh pada pemikiran atau anggapan bahwa norma
moral membatasi tindakan seseorang.

4. Pembentukan Norma Moral

Sejak awal tahun 1970-an, telah muncul dialog dan diskusi di kalangan teolog mengenai
pembentukan dan pembenaran norma-norma moral. Diskusi secara khusus terpusat pada
pembentukan norma moral menurut teori deontologi dan teleologi.

4.1 Teori Deontologi (‘deon’=kewajiban)

Dalam pembentukan norma, teori ini berasaskan argumen yang mengacu pada tatanan pengada
(struktur pengada) itu sendiri. Argumen utama untuk bagi norma deontologi ini berasal dari
keberadaan tatanan kodrat manusia. Teori ini menolak bahwa tindakan yang baik secara moral
ditetentukan hanya oleh dampak tindakan tersebut. Pendekatan deontologis selalu berpandangan
bahwa setidaknya ada sejumlah tindakan, atau kategori tindakan, yang dianggap benar atau salah
tanpa keterkaitan dengan akibat-akibat tindakan itu sendiri. Misalnya memberitahukan kebenaran
dan menjaga rahasia selalu baik, membunuh seseorang tak bersalah adalah selalu tak bisa
dibenarkan. Menurut pendekatan deontologis, norma moral menjadi acuan utama penentu benar
atau salahnya tindakan manusia. Posisi teori ini mengingatkan bahwa sejumlah tindakan yang
selalu dan di mana pun juga jahat dalam dirinya.[6]

4.2 Teori Teleologi (‘telos’ = tujuan)

Pembentukan norma moral menurut teori ini dipengaruhi oleh teori teleologi, yaitu pandangan
filosofis Aristoteles mengenai perubahan alam semesta. Atau kata yang dipakai hukum “sedang
menjadi”. Teori ini berpandangan bahwa kebenaran dan kesalahan tindakan manusiawi hanya
ditentukan oleh akibat-akibat baik dan buruk tindakan itu. Sejauh akibat baik atau positif
melebihi akibat negatif, maka secara etis tindakan itu dianggap benar. Misalnya, bunuh diri dapat
dibenarkan secara moral, jika bunuh diri merupakan satu-satunya tindakan untuk menyelamatkan
rahasia penting dan nasional. Penjagaan rahasia mendapat prioritas. Jadi pembentukan norma
moral harus mempertimbangkan akibat-akibat tindakan, yang setidaknya dapat diperhitungkan
sebelum tindakan itu dilakukan. Teori seperti ini disebut teori “konsekuensialisme absolut”.

Supaya tidak terjerumus ke dalam teori “konsekuensialisme absolut”, muncullah teori teleologi
moderat. Teori berpendapat bahwa melibatkan akibat-akibat tindakan dalam norma moral adalah
perlu, namun belum syarat yang memadai untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan.
Keadaan harus dilibatkan dalam konteks penilaian ini. Jadi kebenaran dan kesalahan tindakan
tergantung apakah diperbolehkan atau tidak dan penentuan yang benar dan salah harus
melibatkan konsekuensi-konsekuensi.[7]

II. NORMA MORAL SEBAGAI TOLAK UKUR TINDAKAN

1. Ukuran Moral dalam Bertindak[8]


Moral memuat dua segi yang berbeda, yakni segi batiniah (suara hati) dan segi lahiriah. Orang
yang baik adalah orang yang memiliki sikap batin yang baik dan melakukan perbuatan-perbuatan
yang baik pula. Moral dapat diukur secara tepat apabila adanya kesesuaian atau keseimbangan
antara segi batiniah dan lahiriah.

Segi batiniah atau suara hati merupakan ukuran subjektif yang memberitahukan kepada
seseorang mana yang benar. Sedangkan segi lahiriah merupakan ukuran objektif untuk
menunjukkan kepada semua orang mana yang benar itu. Hubungan antara suara hati dan norma
dapat dijelaskan sebagai berikut. Norma diberitahukan kepada seseorang supaya seseorang itu
memahami kebaikan dan hidup sesuai dengan kebaikan itu; tetapi suara hati itulah yang
mengatakan dengan lebih tegas tentang kebaikan yang harus dikejar. Dalam sejarah hidup kita,
ribuan norma telah disampaikan kepada kita. Tidak mungkinlah bagi kita untuk
mempertimbangkan semua norma itu sebelum melakukan sesuatu. Yang akhirnya menentukan
tindakan adalah suara hati, yang memberitahukan tindakan yang sepantasnya dilakukan. Menjadi
persoalan bahwa suara hati dapat juga keliru sehingga tindakan itu belum tentu baik. Untuk
itulah, di samping taat pada bisikan suara hati kita sendiri, kita juga harus berusaha agar suara
hati kita memberikan bisikan yang benar. Dan justru itulah kita perlu belajar norma.

Kita harus menghindarkan tindakan yang hanya berdasarkan norma yang disampaikan kepada
kita, karena terkadang norma itu bertentangan dengan keyakinan suara hati kita sendiri. Jadi
norma moral dengan suara hati merupakan tolak ukur untuk melihat tindakan kita itu baik atau
tidak baik.

2. Objektivitas Moral dan Universalitas Moral[9]

2.1 Objektivitas norma moral

· Ada sifat subjektivitas norma moral

· Nilai dan norma moral tidak ditentukan oleh selera pribadi

· Dapat dilakukan diskusi / dialog mengenai norma-norma moral

· Objektivitas norma moral tidak menghapus kebebasan

2.2 Universalitas norma moral

· Kalau absolut maka harus universal, berlaku selalu dan di mana-mana

· Mendapat tantangan dari etika situasi

· Etika situasi dalam bentuk ekstrem tidak tahan uji

3. Kristus sebagai Norma Moral[10]


Yesus Kristus menjadi norma hidup moral. Seluruh hidup-Nya, karya dan sabda-Nya, menjadi
gambaran dan teladan moral bagi hidup kita. Pendekatan kristiani atas moralitas manusia
berpusat pada pribadi manusia. Hubungan pribadi harus selalu berawal dan berlabuh pada
hubungan manusia dengan Allah dalam Kristus Yesus dan melalui Roh Kudus. Allah yang
terwujud dalam diri Yesus adalah cinta kasih yang menjadi perintah moral untuk kita.
Bagaimana kita memandang Yesus sebagai norma moral bagi hidup moral kita? Pertama ,
pribadi Yesus dan hidup-Nya menjadi norma, kedua Kitab Suci (tulisan tentang Yesus) yang
dipahami secara tepat menjadi orientasi hidup dan ketiga Kristus kegenapan Taurat. Keselamatan
bukan terletak dalam hukum tetapi dalam menghidupi ajaran kristus. Yesus Kristus adalah
penggenapan hukum Taurat.

4. Norma Moral dalam Masyarakat Kita

Pemeliharaan dan penegakan norma moral dalam masyarakat kita adalah suatu kemutlakan sebab
kemerosotan moral sedang mengobrak-abrik moralitas bangsa kita. Kehadiran norma moral
mengikat hubungan sosial antar anggota masyarakat. Misalnya anggota Masyarakat Batak di
daerah Tapanuli Utara, memiliki norma untuk menghormati mereka yang lebih tua atau dituakan.
Penghormatan ini diungkapkan dalam bentuk tegur sapa, pemberian makanan tertentu,
pengambilan keputusan tertentu, dan lain-lain.[11]

Kemajemukan masyarakat – budaya, sejarah, agama dan kompleksitas jati diri manusia –
disatukan oleh kepentingan bersama lewat norma moral yang telah ditentukan. Kepentingan
bersama mesti dirumuskan secara umum sekaligus kritis. Norma moral atau landasan moral
masyarakat merupakan suatu kontrak sosial yang atau kesepakatan bersama tentang nilai yang
mengikat, suatu tolak ukur yang tidak dapat ditawar-tawarkan, dan suatu sikap pribadi yang
membangun. Dibutuhkan kesepakatan mendasar tentang nilai–nilai yang mengikat dan norma
yang tidak dipersoalkan oleh lingkungan budaya atau agama manapun, yaitu sikap dasar yang
diterima oleh semua pihak.[12]

Masyarakat yang sungguh menjunjung tinggi peran nilai moral umumnya akan memelihara dan
hidup sesuai dengan norma yang masih berlaku. Norma dipandang sebagi tuntunan yang
mengarahkan mereka untuk hidup menjadi lebih baik. Biasanya masyarakat yang dengan setia
melaksanakan norma akan menunjukkan kualitas tertentu yang membanggakan. Dan satu lagi
mereka tidak akan mudah dicemari atau dipengaruhi unsur-unsur negatif dari luar. Mereka
dengan sangat kritis akan membandingkannya dengan norma yang mereka hidupi dan jalankan.
Tatanan nilai moral yang terselubung di balik norma akan mempengaruhi pola pikir, cara
pandang, tindak tanduk manusia sebagai makhluk sosial.[13]

III. PENUTUP

1. Rangkuman

Manusia yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain mengharuskan adanya suatu
kesadaran diri akan norma yang telah ditentukan untuk dilaksanakan bersama. Selain karena
sifatnya yang absolut dan universal misalnya, menghormati orang tua, norma juga bersifat
objektif yang berarti bahwa bukan manusia pribadi yang mencipta norma. Manusia hanya
menerimanya secara bebas bukan masalah suka atau tidak.[14] Bagaimanapun norma moral lahir
bukan karena kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Norma moral tidaklah
menguntungkan seseorang atau sekelompok orang. Norma moral lahir karena kesadaran dan
kerinduan akan hidup yang lebih baik, aman tenteram dan harmonis.

Dengan adanya norma, yang adalah pegangan atau pedoman, aturan, tolak ukur, atau kaidah
membantu orang melihat apakah tindakan yang dilakukannya baik atau tidak baik, pantas atau
tidak pantas. Orang tidak lagi melakukan tindakan tertentu karena kesenangan pribadi. Orang
semakin mempunyai orientasi untuk berbuat baik dan menjunjung nilai kehidupan bersama.`

Alkisah, pada suatu malam seekor ulat bermimpi. Ia bermimpi tentang kehidupan sesudah
kematian. Karena begitu gembira, ia langsung bangun, mencari kawan-kawannya, dan
mewartakan kabar gembira, katanya. “sesudah mati kita akan hidup kembali sebagai kupu-kupu
yang terbang di udara bebas,” akan tetapi teman-teman ulat bersikap skeptis dan tidak percaya.
“Kau sungguh tolol”, kata mereka, “kau takut mati dan karena itu kau mengarang cerita ini untuk
menghibur diri saja,”

Sesudah umat Allah lama menderita di Babilonia dan nyaris kehilangan harapan, YHWH
menghibur mereka, sabda-Nya: “Janganlah takut, hai si cacing Yakub, hai si ulat Israel! Akulah
yang menolong engkau, demikianlah firman YHWH, dan yang menebus engkau ialah Yang
Mahakudus, Allah Israel. Sesungguhnya, Aku membuat engkau menjadi papan pengirik yang
tajam dan baru, dengan gigi dua jajar; engkau akan mengirik gunung-gunung dan
menghancurkannya, dan bukit-bukit pun akan kau buat seperti sekam” (Yes 41:14-15).

Dari cacing menjadi pengirik, dari ulat menjadi pengirik bukit dan gunung. Kita percaya pada
Tuhan; kita harus percaya pula pada diri kita sendiri bahwa kita sanggup saling mendengar,
saling belajar, dan saling membangun masyarakat majemuk berasaskan norma-norma
kemanusiaan yang diilhami iman. Jika norma-norma dalam kehidupan bersama menjadi landasan
untuk menata kembali kehidupan bermasyarakat, pasti arah hidup menjadi lebih meyakinkan dan
kehidupan bersama menjadi lebih tampak.

2. Refleksi

Manusia adalah makhluk yang bebas dan sekaligus makhluk sosial. Kebebasan manusia menjadi
titik tolak untuk bertindak dan mengambil Keputusan dalam hidupnya. Semakin orang bebas
dalam mengambil keputusan semakin pula ia bertanggung jawab. Mengingat aspek sosial yang
ada dalam diri setiap orang, orang dihadapkan pada keputusan untuk kepentingan bersama.

Norma moral yang berlaku sekarang harus sungguh-sungguh disadari sebagi petunjuk hidup
untuk hidup yang lebih baik. Namun dalam keadaan tertentu norma moral bukanlah yang
terutama. Ada kalanya kita harus bersikap kritis dan tentu saja harus mendengarkan suar hati.
Antara suara hati dan norma moral menjadi dua tolak ukur dalam menentukan tindakan kita,
apakah tindakan kita itu baik atau tidak baik, pantas atau tidak pantas untuk dilakukan. (Iwan
Suwanto Lumban Gaol)

 
DAFTAR PUSTAKA

Chang, William, DR. Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Go, Piet, O. Carm, dkk.. Etos dan Moralitas; Seni Pengabdian untuk Kesejahteraan Umum.
Yogyakarta: Kansius, 2003.

Hadiwardoyo, Purwa, MSF. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius, 1990

Nadeak, Largus. Diktat Moral Fundamental I Pematangsiantar: tanpa tahun.

http://fra_daus.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9068/etika+11.doc

[1] William Chang, Pengantar Teologi Moral (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 89.

[2] Largus Nadeak, Diktat Moral Fundamental I (Pematangsiantar (tanpa tahun)), hlm. 25.

[3] William Chang, Pengantar…, hlm. 86.

[4] http://fra_daus.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9068/etika+11.doc

[5] Largus Nadeak, Diktat Moral…, hlm. 26.

[6] William Chang, Pengantar…, hlm. 91-92.

[7] William Chang, Pengantar…, hlm. 92-93.

[8] Dr. Al. Purwa Hadiwardoyo MSF, Moral dan Masalahnya (Yogyakarta: Kanisius, 1990),
hlm. 13-16.

[9] http://fra_daus.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9068/etika+11.doc.

[10] William Chang, Pengantar…, hlm. 95-97.

[11] William Chang, Pengantar…, hlm. 97-99.

[12] Piet Go, O. Carm, dkk., Etos dan Moralitas; Seni Pengabdian untuk Kesejahteraan Umum
(Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 161-164.

[13]William Chang, Pengantar…, hlm. 97-99.

[14] Largus Nadeak, Diktat Moral…, hlm. 26.

[15] Piet Go, O. Carm, dkk., Etos dan Moralitas…, hlm. 183-184.
Iklan

Powered by wordads.co

Seen ad many times

Not relevant

Offensive

Covers content

Broken

Laporkan iklan ini


Iklan

Powered by wordads.co

Seen ad many times

Not relevant

Offensive

Covers content

Broken

Laporkan iklan ini

Beri peringkat:
 
 
 
 
 
 
1 Vote

Terkait

REFLEKSI SISTEMATIS ATAS OPSI FUNDAMENTALdalam "Moral"

REFLEKSI SISTEMATIS ATAS OPSI FUNDAMENTALdalam "Moral"

OPSI FUNDAMENTAL - Refleksi Sistematisdalam "Moral"


Bagikan:

 Facebook
 Twitter
 Surat elektronik
 Cetak

nilai moral norma moral. moral


Navigasi pos
Tulisan SebelumnyaSELIBAT SEBAGAI PERWUJUDAN CINTA ALLAH

Tulisan SelanjutnyaKONTROVERSI HUKUMAN MATI

Tinggalkan Balasan

 Beranda
 Moral
 Filsafat
 Teologi
 Liturgi
 Spiritualitas
 Kotbah/Renungan
 Katekese
 Varia
 Simalungun
 Lirik Lagu Batak

Cari
Cari untuk:

Tulisan
 1 (1)
 Filsafat (10)
 Lirik Lagu Batak (3)
 Moral (12)
 Pastoral (1)
 Simalungun (3)
 Teologi (13)
o Katekese (2)
o Kotbah/Renungan (1)
o Liturgi (2)
o Spiritualitas (2)
 Varia (6)

Kalender Liturgi Gereja Katolik


imankatolik.or.id

Kalender bulan ini

Start here
 About me

Arsip
Arsip
Iklan

Powered by wordads.co

Seen ad many times

Not relevant

Offensive

Covers content
Broken

Laporkan iklan ini

Blog di WordPress.com. Tema: Button oleh Automattic.

Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda
setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie


 b. menggali dan membangun karakter Kristiani, dan hubungannya degan iman dan Etika
Kristen
 Karakter adalah apa dan siapa kita tanpa orang lain melihat kita atau tidak. Karakterku
adalah orang macam apa saya (siapa saya). Ada macam-macam karakter: fisik,
emosional, intelektual, dll. Yang terutama adalah karakter moral (moral character).
Mungkin, suatu latihan yang baik, kalau kita membayangkan apa kata orang kelak pada
saat penguburan kita. Bukan gelar, harta yang mereka katakan tetapi karakter kita, bahwa
kita seorang yang murah hati suka menolong atau orang akan mengatakan kita sangat
pelit Kedua, nilai-nilai (values). Konsep lain yang perlu kita bahas dalam upaya
memahami apa itu karakter dan pembentukannya, adalah konsep mengenai nilai-nilai
(values). Sekali lagi perhatian kita dalam bagian ini adalah tentang karakter moral dan
etis. Ketiga, kebajikan-kebajikan (virtues). Menurut Gill lebih baik menggunakan bahasa
nilai-nilai secara terbatas saja, dan berusaha menemukan kembali bahasa klasik yang
penting: virtues (kebajikan-kebajikan). Pada waktu lalu umum untuk berbicara tentang
atribut atau ciri (trait) dari karakter yang baik sebagai virtues (kebajikan- kebajikan)
sedangkan karakter yang buruk disebut dengan vices (sifat buruk). Virtues berasal dari
bahasa Latin virtus yang secara harfiah berarti sesuatu seperti “power” (kekuatan/kuasa).
Jadi, virtues pada dasarnya bukan sekadar values (nilai-nilai) yakni ciri-ciri (traits) yang
kita rasakan berguna/layak, tetapi kekuatan-kekuatan yang merupakan kemampuan yang
riil untuk mencapai sesuatu yang baik. Jadi karakter yang baik adalah sifat mengetahui
apa yang baik, mencintai yang baik, dan melakukan apa yang baik. Ketiganya secara
dekat berhubungan. Kita lahir dengan orientasi yang berpusat pada diri sendiri, dan tidak
tahu apa-apa di mana dorongan- dorongan primitif kita menguasai penalaran kita. Semua
upaya pendidikan dan pengasuhan adalah untuk membawa kecenderungan, perasaan, dan
cita-cita dalam harmoni dengan penalaran.

 Alkitab
 Anak
 Doa
 Doktrin
 Keluarga
 Kesaksian
 Konseling
 Leadership
 Misi
 Pelayanan Gereja
 Renungan
 Wanita

e-Artikel
Situs Artikel Kristen Indonesia

Login/Register

 Beranda
 Daftar Artikel
 Kirim Artikel
 Kontak
 Tentang Kami
 Partisipasi

You are here


Home » Membangun Dan Mengembangkan Karakter Kristen yang Kuat

Membangun Dan Mengembangkan Karakter


Kristen yang Kuat

Oleh: Samuel T. Gunawan, M.Th


Khotbah Ibadah Raya GBAP El Shaddai Palangka Raya
Minggu, 13 Oktober 2013

MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN


KARAKTER KRISTEN YANG KUAT
Samuel T. Gunawan, SE, M.Th

“Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak
baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah
yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-
18)

PENDAHULUAN

Dr. Tim La Haye dalam bukunya yang berjudul You and Your Family, memberikan diagram
silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max Jukes, seorang
penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan Edwards, seorang
pendeta yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani. Jonathan Edwards ini menikah dengan
seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang baik. Melalui silsilah kedua orang
ini ditemukan bahwa dari Max Jukes terdapat 1.026 keturunan : 300 orang mati muda, 100 orang
dipenjara, 190 orang pelacur, 100 orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729
keturunan : 300 orang pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis, 3 orang
pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika. Dan, kisah ini mengantarkan kita pada
pembahasan yang sangat penting, yaitu tentang karakter Kristen.

Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai dari generasi
terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya yang menyatakan bahwa lingkungan dan agen
yang banyak mempengaruhi pembentukan karakter, iman, dan tata nilai seseorang adalah
keluarga asal (the family of origin). (Sijabat, B.S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif.
Penerbit Andi: Yogyakarta, hal. 17-18). Dengan kata lain, keluarga asal dianggap paling
berperan dan berharga dengan berbagai dinamika dan kondisi apapun dalam membentuk karakter
dan kebiasaan seseorang.

APAKAH KARAKTER KRISTEN ITU?

Tema tentang karakter adalah bahasan yang penting, tetapi jarang dibicarakan dan telah
diabaikan, bahkan dikalangan Kristen sekalipun. Dua kemungkinan alasan pengabaian ajaran ini
adalah : (1) Bahasan ini dianggap kurang manarik dibanding dengan tema doktrinal lainnya; (2)
Tidak semua orang suka membahas karakter karena ini menyangkut wilayah “kepribadian”
seseorang yang dianggap tidak boleh diusik. Puluhan buku teologi yang pernah saya baca tidak
mencantumkan tema ini sebagai bahasan penting seperti tema-tema doktrinal lainnya.

Akibat dari pengabaian ini banyak orang Kristen yang tidak mengetahui ajaran dari tema yang
sangat penting ini, padahal Jerry C. Wofford telah mengamati bahwa “bagi seorang pemimpin
gereja, tidak ada atribut yang lebih penting ketimbang karakter”. Selanjutnya Wofford
menjelaskan, “Dalam pengajaranNya Yesus sangat menekankan karakter para muridNya. Surat
Paulus kepada Timotius dan Titus juga berbicara mengenai karakter pemimpin gereja. Karakter
itu meliputi kualitas seperti: integritas, kemurnian moral, kelemahlembutan dan kesabaran.
Kualitas kepemimpinan dibahas diseluruh Perjanjian Baru. Unsur karakter Kristen sangat
penting sehingga Yesus mengambil waktu khusus untuk mengajarkannya kepada mereka yang
akan memimpin gereja mula-mula” (Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang
Mengubahkan, terj, Penerbit ANDI: Yokyakarta, hal 115-116). Tragisnya, akibat ketidaktahuan
ini, banyak orang Kristen tidak bertumbuh dalam karakter Kristen yang baik, dan lebih buruk
lagi, tetap merasa bertumbuh padahal stagnan!

1. Pengertian Karakter Kristen

W.J.S Poerwadarminta menyebutkan karakter sebagai, “tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya” (Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka: Jakarta). Karakter adalah istilah psikologis yang menunjuk kepada “sifat khas
yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dari individu lainnya”. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Baru, Pustaka Phoenix: Jakarta). Jadi, pada dasarnya karakter adalah sifat-sifat
yang melekat pada kepribadian seseorang. Sedangkan Kristen adalah sebutan bagi seseorang
yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta
meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, karakter
Kristen disebut juga sifat-sifat Kristen, yaitu kualitas rohani yang dimiliki seorang Kristen.

2. Pembentukan Karakter

Setiap pribadi dikenali melalui sifat-sifat (karakter) yang khas baginya. Pembentukan pribadi
mencakup kombinasi dari beberapa unsur yang tidak mungkin dapat dihindari, yaitu unsur
hereditas, unsur lingkungan, dan kebiasaan. (1) Unsur hereditas adalah unsur-unsur yang dibawa
(diwariskan) dari orang tua melalui proses kelahiran, seperti keadaan fisik, intelektual,
emosional, temperamen dan spiritual; (2) Unsur lingkungan mempunyai peranan dan pengaruh
yang besar dalam membentuk karakter dari pribadi seseorang. Unsur lingkungan disini meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan tradisi dan budaya, serta lingkungan alamiah (tempat tinggal);
(3) Unsur kebiasaan adalah suatu tindakan atau tingkah laku yang terus menerus dilakukan
menjadi suatu keyakinan atau keharusan. Kebiasaan-kebiasan ini akan turut membetuk karakter
seseorang.

Secara umum ketiga unsur tersebut membentuk pribadi seseorang. Tetapi, ada lagi satu unsur
yang membedakan orang Kristen dari yang bukan Kristen, yaitu unsur regenerasi atau kelahiran
baru, yang bersifat radikal dan supranatural. Justru unsur regenerasi ini sangat menentukan
dalam pembentukan karakter Kristen, karena tanpa regenerasi ini kita gagal menyenangkan
Allah.

PENTINGNYA KARAKTER KRISTEN

Alasan penting mengapa kita perlu mengajarkan dan menampilkan karakter Kristen adalah: (1)
Kemerosotam moral. Karena saat ini sudah begitu luas kalangan yang merasakan terjadinya
kemerosotan moral. Pengajaran karakter adalah suatu perlawanan terhadap kemerosotan moral
dan terhadap etika modern yang rasionalistik yang dipengaruhi oleh pencerahan dan
individualistik; (2) Bahaya Pluralisme. Dalam zaman globalisasi dari postmodern saat ini kita
semakin menyadari berbagai aturan moral yang berbeda dari berbagai budaya yang berbeda. Saat
ini kita hidup disuatu zaman perjumpaan global dan keragaman budaya, dan itu membutuhkan
kemampuan untuk beradaptasi; (3) Pudarnya semangat keteladan. Karakter dibentuk oleh orang-
orang lain yang menjadi model atau mentor yang kita ikuti. Orang tua, guru, pembina, pelatih
yang menjadi model atau teladan bagi kita turut membentuk karakter kita. Dengan dituntun atau
mengikuti dan meneladani para pembina atau sosok lain yang layak diteladani kita belajar
mengenali dan mewujudkan berbagai disposisi, kebiasaan, dan keterampilan emosional dan
intelektual yang dinyatakan oleh berbagai kebajikan. Sayangnya, kebanyakan teori etika
individualistik dan rasionalistik modern kurang memperhatikan pengaruh-pengaruh ini, atau
dengan kata lain semangat untuk mewarisi keteladanan kebenaran ini semakin memudar.

Kita mengetahui bahwa identitas orang Kristen dikenal lewat dua kualitas transformatif yang
secara metaforis dinyatakan sebagai “garam” dan “terang” dunia (Matius 5:13,14). Kedua
metafora ini mengacu kepada “perbedaan” dan “pengaruh” yang harus dimanifestasikan murid-
murid Yesus kepada dunia ini. Kedua metafora ini dapat diartikan sebagai “penetrating power of
the Gospel” yang harus dinyatakan oleh murid-murid Yesus yang sudah lebih dahulu mengalami
transformasi. Implikasi dari penegasan ini cukup serius, yaitu bahwa orang Kristen secara harus
memikul beban moral dari metafora-metafora ini secara konsisten dan konsekuen. Lebih jauh,
implikasi ini bukan sekedar penegasan, tetapi merupakan sebuah panggilan bagi orang Kristen
untuk melibatkan diri dan memberi solusi dalam masalah-masalah dunia ini tanpa harus menjadi
duniawi.

Tetapi, pengaruh kurangnya karakter yang baik merupakan aspek yang dapat merusak kesaksian
Kristen. Jika garam menjadi tawar maka ia tidak berguna (Matius 5:13). Dan jika terang
disembunyikan di bawah gantang maka ia tidak dapat menerangi semua orang (Matius 5:15).
Karena itu Kristus menegaskan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang,
supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik (kalá erga)dan memuliakan Bapamu yang di
sorga” (Matius 5:16). Kata Yunani “kalá erga” atau yang diterjemahkan “perbuatan yang baik”
menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat. Dengan
demikian, perbuatan baik adalah cermin dari kualitas karakter seseorang. (Baca artikel saya:
http://artikel.sabda.org/makna_sebuah_integritas)

Karena itu, pentingnya karakter hidup Kristen dijelaskan oleh Stephen Tong sebagai berikut,
“Hal ini merupakan tugas dan fungsi akhir dari pendidikan Kristen”. Selanjutnya Stephen Tong
menjelaskan, “Kita sebagai orang Kristen, selain memberikan hidup kepada orang-orang yang
kita didik, selain kita mengharapkan mereka memiliki hidup di dalam (inward life) yang sudah
dilahirkan kembali, mereka juga membentuk karakter diluar (outward character). Hidup ini
merupakan pekerjaan Roh Kudus melalui firman yang kita kabarkan, melalui Injil yang kita
tegaskan sebagai pusat iman, kita melahirkan mereka melalui kuasa Injil dan Firman oleh Roh
Kudus di dalam kuasa Allah. Setelah itu kita mendidik mereka di dalam karakter Kristen”.
(Tong, Stephen, 2010, Arsitek Jiwa II, Cetakan Ketujuh, Penerbit Momentum: Jakarta, hal 25-
26).
KERUSAKAN TOTAL DAN KETIDAKMAMPUAN TOTAL MANUSIA

Manusia telah mati secara rohani sehingga memerlukan kelahiran kembali atau hidup baru secara
rohani. Akibat dari dosa pertama Adam dan Hawa, citra Allah dalam diri manusia telah tercoreng
dan mengakibatkan dosa masuk dan menjalar kepada setiap manusia (Roma 3:10-12, 23; 5:12).
Adam dan Hawa telah membuat dosa menjadi aktual pada saat pertama kalinya di Taman Eden,
sejak saat itu natur dosa telah diwariskan kepada semua manusia (Roma 5:12; 1 Korintus 15:22).

Manusia telah rusak total (total depravity), tetapi ini bukanlah berarti (1) bahwa setiap orang
telah menunjukkan kerusakannya secara keseluruhan dalam perbuatan, (2) bahwa orang berdosa
tidak lagi memiliki hati nurani dan dorongan alamiah untuk berhubungan dengan Allah, (3)
bahwa orang berdosa akan selalu menuruti setiap bentuk dosa, dan (4) bahwa orang berdosa
tidak lagi mampu melakukan hal-hal yang baik dalam pandangan Allah maupun manusia. Tetapi
yang dimaksud dengan kerusakan total adalah (1) kerusakan akibat dosa asal menjangkau setiap
aspek natur dan kemampuan manusia: termasuk pikiran, hati nurani, kehendak, hati, emosinya
dan keberadaannya secara menyeluruh (2 Korintus 4:4, 1 Timotius 4:2; Roma 1:28; Efesus 4:18;
Titus 1:15), dan (2) secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak
untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12).

Selain mengakibatkan kerusakan total pada manusia, dosa juga mengakibatkankan


ketidakmampuan total (total inability), yaitu bahwa : (1) Orang yang belum lahir baru tidak
mampu melakukan, mengatakan, atau memikirkan hal yang sungguh-sungguh diperkenan Allah,
yang sungguh-sungguh menggenapi hukum Allah; (2) Tanpa karya khusus dari Roh Kudus,
orang yang belum lahir baru tidak mampu mengubah arah hidupnya yang mendasar, dari dosa
mengasihi diri sendiri menjadi kasih kepada Allah. Perlu ditegaskan bahwa ketidakmampuan
total bukanlah berarti orang yang belum lahir baru sesuai naturnya tidak mampu melakukan apa
yang baik dalam pengertian apapun. Ini berarti, orang yang belum lahir baru masih mampu
melakukan bentuk-bentuk kebaikan dan kebajikan tertentu. Tetapi perbuatan baik ini tidak
digerakan oleh kasih kepada Allah dan tidak pula dilakukan dengan ketaatan yang sukarela pada
kehendak Allah

Jadi, manusia dalam natur lamanya yang berdosa tidak menyadari dan tidak mampu menanggapi
hal-hal rohani dari Allah. Manusia tidak mampu melakukan apapun untuk mengubah natur
maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20). Maka jelaslah bahwa manusia memerlukan
suatu perubahan yang radikal dan menyeluruh yang memampukannya untuk dapat kembali
melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Regenerasi adalah solusi yang disediakan
Allah bagi manusia.

REGENERASI SEBAGAI PONDASI DARI KARAKTER KRISTEN

Regenerasi adalah perubahan yang radikal dan seketika yang diperlukan untuk memampukan
manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut
pandangan Tuhan. Regenerasi merupakan suatu perubahan radikal dari kematian rohani menjadi
kehidupan rohani yang dikerjakan oleh Roh Kudus. Kita tidak memiliki peran apapun dalam
kelahiran baru ini; sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Sebab jika kita telah mati secara
rohani, bagaimana mungkin orang mati dapat bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan
dirinya sendiri (Efesus 2:5)? (Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah.
Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta, hal. 121-146).

1. Natur Regenerasi

Berdasarkan pengertian di atas ada tiga natur dari regenerasi, yaitu: (1) Regenerasi merupakan
perubahan yang terjadi secara seketika, bukan suatu proses bertahap seperti pengudusan yang
progresif. Paulus mengatakan, “telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus,
sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan
-” (Efesus 2:5). Disini, kata kerja yang diterjemahkan “menghidupkan (synezoopoiesen)”,
memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan yang seketika atau sekejap; (2) Regenerasi
merupakan perubahan yang supernatural (adikodrati). Kelahiran baru bukan merupakan peristiwa
yang dapat dilaksanakan oleh manusia (Yohanes 3:6). Kelahiran baru sepenuhnya merupakan
tindakan Allah. Secara khusus merupakan karya Roh Kudus. (3) Regenerasi merupakan
perubahan yang radikal. Istilah radikal berasal kata Latin “radix” yang berarti “akar”, sehingga
regenerasi merupakan suatu perubahan pada akar natur kita. Dengan demikian regenerasi berarti:
(a) penanaman (pemberian) kehidupan rohani yang baru, karena pada dasarnya manusia telah
mati secara rohani (Efesus 2:5; Kolose 2:13; Roma 8:7-8). Manusia yang telah mati secara
rohani tidak mungkin dapat bekerjasama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri,
karena regenerasi merupakan tindakan Allah dan manusia hanya menerimanya; (b) perubahan
yang total yaitu perubahan mempengaruhi seluruh keberadaan kepribadian, yaitu pikiran, hati
nurani, kehendak, emosi. Alkitab menyebutnya sebagai pemberian “hati yang baru” (Yehezkiel
36:26). Hati menurut Alkitab adalah inti rohani dari satu pribadi, pusat dari seluruh aktivitas;
sumber yang darinya mengalir semua pengalaman mental dan spiritual, berpikir, merasakan,
menghendaki, mempercayai, dan sebagainya (Bandingkan dengan Amsal 4:23; Matius 15:18-
19).

2. Regenerasi sebagai Awal dari Seluruh Proses Pembaharuan

Dapat dikatakan bahwa regenerasi adalah awal dari seluruh proses pembaharuan dalam
kehidupan seorang Kristen. Karena regenerasi merupakan pemberian hidup yang baru, maka
artinya regenerasi merupakan awal dari proses-proses pembaharuan hidup. Dengan demikian,
orang yang lahir baru telah mengalami langkah pertama dari pembaharuan. Proses-proses
pembaharuan hidup yang mengikuti regenerasi itu bersifat progresif dan disebut “pengudusan
yang dinamis”. Paulus mengingatkan “..karena kamu telah menanggalkan (apekdysamenoi)
manusia lama (palaion anthropos) serta kelakuannya, dan telah mengenakan (endysamneoi)
manusia baru (kainon anhtropos) yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh
pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kolose 3:9-10). Dalam ayat ini Paulus
bukan bermaksud memberitahu orang-orang percaya di Kolose bahwa mereka sekarang atau
setiap hari harus menanggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru berulang-ulang
kali, tetapi Paulus menegaskan bahwa mereka telah mengalaminya pada saat regenerasi dan telah
melakukannya perubahan ini ketika mereka di saat konversi menerima dengan iman apa yang
telah dikerjakan Kristus bagi mereka. Kata Yunani “apekdysamenoi (menanggalkan)” dan
“endysamneoi (mengenakan)” menggunakan bentuk aorist tense yang mendeskripsikan kejadian
seketika. Jadi Paulus sedang merujuk kepada apa yang telah dilakukan orang percaya di Kolose
ini di masa yang lalu.

Lalu apakah yang dimaksud Paulus dengan frase “terus menerus diperbaharui”? Walaupun
orang-orang percaya adalah pribadi-pribadi baru, akan tetapi mereka belum mencapai
kesempurnaan yang tanpa dosa; mereka masih harus bergumul melawan dosa. Pembaharuan ini
merupakan proses seumur hidup. frase ini menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir baru kita
harus terus menerus mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan pikiran, kehendak,
emosi, dan hati nurani. Alkitab menyebutnya dengan istilah “pengudusan”, yang bersifat dinamis
bukan statis, yang progresif bukan seketika; yang memelukan pembaharuan, pertumbuhan dan
transformasi terus menerus (1 Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2 Petrus 3:18). Selanjutnya, Paulus
dalam Efesus 4:23 mengingatkan orang percaya “supaya kamu dibaharui (ananeousthai) di
dalam roh dan pikiranmu”. Bentuk infinitif “ananeousthai” yang diterjemahkan dengan
“dibaharui” adalah bentuk present tense yang menunjuk kepada suatu proses yang berkelanjutan.
Jadi, orang-orang percaya yang telah lahir baru dan menjadi ciptaan baru di dalam Kristus masih
diperintahkan untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging dan segala sesuatu yang berdosa di
dalam diri mereka berupa keinginan-keinginan daging (Roma 8:13; Galatian 5:19-21; Kolose
3:5), serta menyucikan diri dari segala sesuatu yang mencemari tubuh dan roh (2 Korintus 7:1).

3. Peranan Regenerasi dalam Pembentukan Karakter Kristen

Regenerasi merupakan misteri karena merupakan karya Allah semata-mata dan kita tidak pernah
dapat melihat dan merasakan; kita tidak pernah tahu persis kapan regenerasi itu terjadi. Kita
hanya dapat mengamati efek-efek dari regenerasi itu saja; dan mengamati bukti-bukti dari
perubahan yang terjadi. Berikut ini akibat-akibat dari regenerasi.

(1) Memampukan seseorang untuk bertobat dan percaya. Pada saat seseorang dilahirkan baru
maka ia dimampukan bertobat dari dosa-dosanya dan percaya kepada Kristus untuk
keselamatannya. Seseorang dapat memberi respon di dalam pertobatan dan iman hanya setelah
Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya. Bertobat dan percaya disebut dengan istilah
perpalingan (convertion). Bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari dosa-
dosa dan iman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa. Jenis iman ini
mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama
mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).

(2) Perubahan atau transformasi. Kelahiran baru oleh Roh Kudus mengakibatkan perubahan.
Kelahiran baru ini tidak disadari atau tidak dirasakan saat terjadi, tetapi dapat diamati lewat
kepekaan baru terhadap hal-hal rohani, arah hidup yang baru, serta kemampuan untuk hidup
benar dan menaati Allah. Perubahan ini meskipun tidak disadari, menghasilkan hati (kardia)
yang diubahkan yang memimpin kepada karakter yang diubahkan dan kemudian menghasilkan
hidup yang diubahkan (2 Korintus 5:17). Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa setelah lahir
baru kita harus terus menerus mengalami proses pengudusan mencakup pengudusan pikiran,
kehendak, emosi, dan hati nurani. Alkitab menyebutnya dengan istilah “pengudusan” (1
Tesalonika 5:23; Ibrani 10:14; 2 Petrus 3:18).

(3) Pembaharuan pikiran. Paulus dalam Roma 12:2 mengatakan “Janganlah kamu menjadi
serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat
membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang
sempurna”. Kata Yunani “nous” yang digunakan disini berarti “akal budi atau pikiran”.
Pembaharuan nous adalah syarat untuk bisa mengenal dan melakukan kehendak Allah. Apa yang
diyakini oleh pikiran (nous) akan mempengaruhi perilaku (behavior) seseorang (Rm 12:1-21).
Pembaharuan akal budi (nous) akan menghasilkan perubahan perilaku (behavior transformation).
Yang dimaksud dengan perilaku (behavior) ialah karakter, sikap, perbuatan atau tindakan
seseorang yang dapat dilihat (visible), diamati (observable), dan dapat diukur (measurable). Jadi,
perubahan perilaku akan teraktualisasi dalam sikap, tindakan dan perbuatan karena telah
mengalami pembaharuan nous ( Efesus 4:17-32).

(4) Menghasilkan buah Roh. Regenerasi oleh Roh Kudus mengakibatkan kita mampu
menghasilkan buah Roh Kudus (Galatia 6:22-23). Buah Roh Kudus disini ditulis dalam bentuk
tunggal yaitu kata Yunani “karpos”. Walaupun buah Roh itu satu (bentuknya), tetapi majemuk
(sifatnya). Kesatuan dan banyak segi dari buah Roh ini mencerminkan integritas dan
keharmonisan. Dengan kata lain buah Roh Kudus hanya satu, tetapi memiliki sembilan rasa.
Buah Roh Kudus berasal dari dalam dan tidak ditambah dari luar. Ini adalah hasil kehidupan
baru saat orang percaya dilahirkan kembali oleh Roh Kudus.

MEMBANGUN KARAKTER KRISTEN

Kelemahan atau kecacatan karakter merupakan tanda pada gangguan kepribadian (personality
disorder). Para psikolog dan praktisi kesehatan jiwa mengenali sepuluh jenis gangguan
kepribadian, yaitu: (1) Paranoid, polanya adalah orang tidak mudah percaya dan selalu curiga;
(2) Skizoid, yaitu orang mengalami keterpisahan secara sosial dan emosi yang terkungkung; (3)
Skizopital, yaitu orang yang biasanya mengalami gannguan pikiran, perilaku eksentrik, dan
kapasitas yang kurang untuk berhubungan dekat; (4) Antisosial, biasanya terdapat pada pola
sikap tidak peduli, dan pelanggaran atas hak orang lain; (5) Borderline, biasanya ditandai dengan
ketidakstabilan dalam hubungan, gambar diri, suasana hati, dan sikap yang impulsif dramatis; (6)
Histrionik, polanya adalah emosi yang berlebihan dan mencari perhatian; (7) Narsistik, polanya
ditunjukkan oleh adanya rasa sombong, haus pujian, dan kurangnya empati; (8) Avoidant,
biasanya dicirikan oleh adanya hambata sosial, perasaan tidak mampu, dan kepekaan yang
berlebihan terhadap kritik; (9) Dependent, pada masalah ini terdapat kebutuhan yang sangat
besar akan perhatian, sikap patuh, perilaku bergantung, dan takut kan perpisahan; (10) Obsesif
Kompulsif, biasanya ditandai dengan kesenangan akan keteraturan, kesempurnaan, dan kontrol
sebagai ganti fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi (Lazarus, Arnold A & Clifford N. Lazarus.,
2005. Staying Sane in a Crazy World. Terjemahan, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta,
hal. 297-299).

Berapa banyak orang Kristen telah bertindak bodoh karena tidak membangun karakter yang kuat
sehingga mereka menjadi lemah. Kita dikejutkan oleh laporan berita mengenai pemimpin-
pemimpin yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau penyelenggara negara
yang ditangkap polisi karena berusaha melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya supaya ia
bisa bebas berhubungan dengan kekasihnya. Atau para orang tua yang melaporkan pelecehan
seksual yang dilakukan oleh oknum guru terhadap anak-anak mereka. Ironisnya, beberapa dari
mereka adalah orang-orang Kristen! Akibatnya, orang Kristen dihina dan diejek, dan perilaku
yang buruk dari beberapa orang Kristen ini dijadikan tolok ukur untuk menuduh bahwa
Kekristenan penuh dengan kemunafikan. Meskipun tuduhan tersebut tidak benar, sekali lagi,
pengaruh kurangnya karakter merupakan aspek penting yang merusak kesaksian Kristen.

Karena itu, Pemazmur mengingatkan kita “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian,
hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mamur 90:12). Pada saat seseorang menjadi cukup
dewasa untuk menyadari betapa singkatnya hidup ini, maka ia mulai sadar betapa berharganya
seandainya ia telah belajar lebih awal untuk menjadi bijaksana dalam kehidupan. Paulus
menasihati, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah
seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari
ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti
kehendak Tuhan” (Efesus 5:15-17). Jika kita berusaha sungguh-sungguh untuk memiliki hikmat
dari Allah, kita akan lebih mampu meningkatkan kualitas diri, mengembangkan karakter dan
nilai-nilai yang mengalir dari hidup baru yang telah ditanamkan Allah dalam kita. Karakter kita
akan menjadi karakter yang saleh sehingga orang lain senang melihatnya, dan memuliakan Allah
(Matius 5:16).

1. Meneladani Karakter Allah

Studi tentang karakter seharusnya dimulai dari Allah, karena hanya Allah saja yang memiliki
karakter yang sempurna. Karena itu beberapa teolog lebih suka memberi judul “Kesempurnaan
Allah” ketika membahas tentang sifat-sifat Allah dalam buku teologi mereka. Kesempurnaan
Allah ialah totalitas dari sifat-sifat atau karakter Allah sebagaimana dinyatakan Alkitab. Seluruh
sifat (karakter) Allah menyatakan kesempurnaan Allah! Para teolog sepakat bahwa ada beberapa
karakteristik yang hanya dimiliki oleh Allah saja. Para teolog menyebutnya sebagai karakter
Allah yang tidak dapat dikomunikasikan dan melekat hanya pada Allah. Sedangkan beberapa
karakteristik lainnya ditularkan kepada manusia yang diciptakan secitra dengan Allah. Para
teolog menyebutnya sebagai karakter yang dapat dikomunikasikan. (Enns, Paul., 2004. The
Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur SAAT : Malang, hal 229-
241).

Siapa orang yang kita kagumi akan mempengaruhi hidup kita. Bisa jadi kualitas umum pada
orang yang kita kagumi tersebut adalah karakter atau sifat-sifat yang ada padanya. Jika kita
mengagumi orang yang berkualitas, bukankah seharusnya jauh lebih baik kita mengagumi
kesempurnaan Allah yang hidup, yang daripadaNya segala kebenaran, kebaikan, dan keindahan
berasal? Sekilas, karakter Allah yang luar biasa, indah dan menganggumkan itu terungkap dalam
Keluaran 34:6-7 berikut, “Berjalanlah TUHAN lewat dari depannya dan berseru: "TUHAN,
TUHAN, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya,
yang meneguhkan kasih setia-Nya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan,
pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari
hukuman, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan cucunya, kepada
keturunan yang ketiga dan keempat”.
Ketika Allah menyatakan diriNya kepada Musa sebagai Allah yang penuh dengan kemurahan
dan belas kasihan, yang tidak lekas marah, yang berlimpah-limpah kasih setiaNya, dan yang
tetap mengasihi beribu-ribu keturunan serta yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa,
maka Allah menyatakan dengan sangat jelas bahwa karakter pribadiNya adalah standar yang
mutlak: Dengan standar tersebut semua sifat ditetapkan. Allah tidak bertanggung jawab terhadap
siapapun, dan tidak ada standar lain yang lebih tinggi yang harus diikutiNya. KarakterNya yang
kekal dan tanpa kompromi adalah standar yang tak dapat berubah yang kemudian memberikan
arti terdalam dari kasih, kemurahan hati, kesetiaan, dan kesabaran. (Boa, Kenneth, Sid Buzzell &
Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership, terj. Penerbit Yayasan Komunikasi Bina Kasih:
Jakarta, hal. 18).

2. Membangun Karakter Allah di dalam Kita

Beberapa dari karakter Kristen yang disebutkan dalam Alkitab harus dikembangkan dan
ditampilkan oleh setiap orang Kristen, yaitu : integritas (Titus 1:7-9), kerendahan hati (Matius
5:1-7; Markus 10:14-15; 1 Timotius 3:6), kasih dengan segala karakteristiknya (Matius 22:37-39;
1 Korintus 13), melayani dan menolong (Lukas 10:25-37), kekuatan dan kebenaran batiniah
(Lukas 11:37-53; 12:15; Yohanes 16:33), hubungan yang erat dengan Kristus (1 Timotius 6:11; 2
Timotius 2:22; Yohanes 15:1-8), sukacita (Yohanes 17:13), kekudusan (Yohanes 17:16; 2
Timotius 2:22), damai ( 2 Timotius 2:22), sabar dan tekun (1 Timotius 6:11; 2 Timotius 3:10),
lemah lembut (1 Tomotius 6:11; 2 Timotius 2:25), penguasaan diri (1 Timotius 3:2; Titus 1:8),
tidak tamak dan tidak suka bertengkar (1 Timotius 3:2-3; 6:10-11), serta kualitas lainnya dalam 2
Petrus 1:5-8, seperti : kebajikan, pengetahuan, ketekunan, dan kesalehan.

Karakter yang dipaparkan dalam ayat-ayat tersebut diatas memang sangat mengagumkan, tetapi
juga kita akui memang terlalu tinggi. Daya pesonanya membuat banyak orang Kristen terpana
bagaikan memandang gunung yang menjulang tinggi dalam kemegahannya sehingga tertarik
untuk mengukur ketinggiannya, namun menyadari betapa kita terikat di bumi dan tidak memiliki
peralatan untuk mendakinya. Kita merindukan sifat-sifat ini tercermin dalam hidup kita dan kita
sangat mendambakannya, tetapi apakah mungkin kita mencapainya? Jika hanya mengandalkan
usaha pada manusia saja maka upaya itu akan sia-sia. Namun, Dalam Kristus kita telah
diperkenankan mendapat kuasa ilahiNya dan telah dikaruniai keistimewaan yang tidak
terbayangkan untuk ikut ambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Petrus 1:3-4; 2 Korintus 5:17). Kita
tidak hanya menerima hakikat (hidup) baru dalam Kristus (Roma 6:6-13), tetapi kita juga
didiami oleh Roh Kudus, yang kehadiranNya dalam diri kita memampukan kita mewujudkan
kualitas-kualitas karakter seperti Kristus.

Perubahan atau transformasi rohani dan karakter yang benar berlangsung dari dalam keluar,
bukan dari luar ke dalam. Iman, kasih, pengetahuan, kesalehan, ketekunan, kesetiaan,
penguasaan diri, dan lainnya sebagainya, mengalir dari kehidupan Kristus yang telah ditanamkan
dalam diri kita saat kita lahir baru. Saat kita mengembangkan dan membuat sifat-sifat itu
menjadi semakin nyata di dalam kehidupan kita, maka kita tidak hanya menjadi kesaksian hidup
bagi orang lain tetapi juga menyenangkan hati Tuhan. Sangat menakjubkan apa yang dapat
dilakukan Allah bagi orang-orang yang menginginkan pribadinya bertumbuh dan karakternya
berkembang. Kabar baiknya ialah, “Allah ingin kita berkembang sepenuhnya”. Ia menebus kita
untuk keperluan itu, Ia ingin kita bertumbuh dan dewasa (sempurna) sama seperti Bapa surgawi
kita sempurna (Bandingkan Matius 5:48). Rasul Paulus mengajarkan hal yang sama dalam
Efesus 4:13-15, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar
tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin
pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi
dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke
arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.

MENGEMBANGKAN KARAKTER KRISTEN YANG KUAT SEBAGAI PROSES SEUMUR


HIDUP

Satu hal yang pasti, karakter tidak pernah terbentuk secara instan, apalagi dalam satu malam.
Membangun karakter memerlukan waktu dan sikap dasar yaitu kesediaan untuk belajar dan
berubah. Banyak orang menginginkan untuk mampu secepat-cepatnya mengatasi masalah dalam
memperbaiki karakter. Mereka mengingingkan semacam formula ajaib yang dapat secara
seketika mengubah karakter mereka. Seseorang bisa saja mendapatkan teknik mudah dan cepat,
yang memberikan solusi sementara, seperti yang ditawarkan dalam banyak buku yang ditulis
para ahli saat ini. Itu memang membantu, tetapi itu tidak dapat membentuk karakter yang kokoh.
Pada dasarnya, karakter yang kokoh dibentuk di atas landasan pengalaman, disiplin diri, dan
dedikasi. Jika seseorang hanya memiliki pencitraan atau rekayasa dan bukan keaslian karakter
yang kokoh, maka tantangan-tantangan kehidupan akan segera menghancurkan solusi-solusi
yang sementara itu.

Karakter adalah sebuah kekuatan yang tidak kelihatan. Karakter bertumbuh melalui proses dan
ujian. Karakter yang baik menghasilkan buah-buah yang unggul dan berkualitas Buah-buah yang
bermanfaat bagi kehidupan kita dan orang lain. Buah-buah dari karakter antara lain: Integritas
menghasilkan kewibawaan, tanggung jawab menghasilkan kedewasaan, kejujuran menghasilkan
kepercayaan, ketulusan menghasilkan persahabatan, iman menghasilkan kekuatan, ketekunan
menghasilkan pengharapan, dan lain sebagainya. (Ezra, Yakoep., 2006. Succes Througgh
Character. Penerbit Andi : Yogyakarta, hal. 13-14). Tuhan Yesus berkata, “Demikianlah setiap
pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan
buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik,
ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18).

Karakter Kristen dibentuk sebagai hasil perjumpaan dengan kebenaran Alkitabiah yang
menembus kedalam hati. Hal itu hanya mungkin terjadi jika seseorang belajar firman Allah,
merenungkan firman Allah itu dengan segala makna dan penerapannya. Merupakan fakta yang
terbukti bahwa doktrin (pengajaran firman Tuhan) mempengaruhi karakter. Apa yang dipercayai
seseorang sangat besar mempengaruhi perbuatannya. Jika seseorang menerima dan mengikuti
ajaran yang sehat maka ajaran itu akan menghasilkan karakter ilahi dan karakter Kristus. Paulus
memberikan nasihat kepada Timotius agar “awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu” (1
Timotius 4:6,13,16). Selanjutnya Paulus berbicara tentang “ajaran yang sesuai dengan ibadah
kita” (1 Timotius 6:1-3), yakni serupa dengan Allah dalam hal karakter dan kehidupan yang
kudus (Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide To Christian Belief, terjemahan, Penerbit
Gandum Mas: Malang, hal. 33).

PENUTUP

Untuk melawan kekuatan dari rasionalisme, liberalisme, dan individualisme modern yang
menghancurkan, beberapa pakar etika Kristen bersikeras bahwa kita perlu berfokus bukan hanya
pada keputusan benar atau salah, tetapi juga pada apa yang membentuk karakter dari orang-orang
yang membuat keputusan dan melakukan perbuatan. Sudah tiba saatnya orang-orang Kristen
harus lebih berani dan lebih tegas lagi mengajarkan dan menampilkan citra dari karakter Kristen
dimana pun mereka berada. Kita patut meneladani kaum Puritan sebelum abad pencerahan yang
begitu menekankan pengajaran tentang kebajikan moral (karakter) pada abad keenam belas dan
ketujuh belas.

Kaum Puritan mengakhiri monarki, menuntut pemerintah bertanggung jawab terhadap tujuannya
dalam mengendalikan negara menuju keadilan, kebebasan, kedamaian, mewujudkan demokrasi,
dan toleransi agama, dan mendorong terbentuknya suatu jenis baru karakter moral dan kebajikan
sebagai seorang warga. Melalui pengajaran Alkitabiah dan praktek Gereja, kaum Puritan itu
mengajarkan kebajikan, disiplin, kewajiban, kerajinan, pengendalian diri, usaha yang sungguh
untuk melakukan kehendak Tuhan, ketaatan yang sistematik kepada perintah-perintah Allah,
devosi segenap hati untuk kebaikan bersama, kebajikan sebagai warga, dan aktivisme (Stassen,
Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa Kini.
Terjemahan, penerbit Momentum : Jakarta, hal. 51-54).

Akhirnya, saya mengajak kita merenungkan nasihat bijaksana dari C.S Lewis berikut ini,
“Intinya bukanlah bahwa Allah tidak akan mengijinkan Anda masuk ke dalam dunia kekalNya
jika Anda belum memiliki kualitas-kualitas karakter tertentu: intinya adalah jika orang tidak
memiliki permulaan-permulaan dari kualitas-kualitas itu sedikitpun dalam diri mereka, maka
tidak ada kondisi-kondisi eksternal yang memungkinkan, yang bisa menciptakan ‘surga’ bagi
mereka – maksudnya, bisa membuat mereka bahagia dengan kebahagiaan yang dalam, kuat, dan
tidak tergoyahkan yang dipersiapkan Allah bagi kita” (Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity.
Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung, hal. 122).

REFERENSI

Boa, Kenneth, Sid Buzzell & Bill Perkins, 2013. Handbook To Leadership. Terjemahan, Penerbit
Yayasan Komunikasi Bina Kasih: Jakarta.
Chamblin, J. Knox., 2006. Paul and The Self: Apostolic Teaching For Personal Wholeness.
Terjemahan, Penerbit Momentum : Jakarta.
Conner, Kevin J., 2004. A Practical Guide To Christian Belief. Terjemahan, Penerbit Gandum
Mas: Malang.
Enns, Paul., 2004.The Moody Handbook of Theology, jilid 2. Terjemahan, Penerbit Literatur
SAAT : Malang.
Ezra, Yakoep., 2006. Succes Througgh Character. Penerbit Andi : Yogyakarta.
Hearth, W. Stanley., 1997. Psikologi Yang Sebenarnya. Penerbit ANDI: Yogyakarta.
Hoekema, Anthony A., 2010. Diselamatkan Oleh Anugerah. Terjemahan, Penerbit Momentum :
Jakarta.
Lazarus, Arnold A & Clifford N. Lazarus., 2005. Staying Sane in a Crazy World. Terjemahan,
Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta.
Lewis, C.S., 2006. Mere Christianity. Terjemahan, Penerbit Pionir Jaya : Bandung.
Ryrie, Charles C., 1991. Basic Theology. Jilid 1. Terjemahan, penerbit ANDI Offset :
Yogyakarta.
Sijabat, B.S., 2008. Membesarkan Anak Dengan Kreatif. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Sobur, Alex., 2009. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Penerbit CV. Pustaka Setia:
Bandung.
Susanto, Hasan., 2003. Perjanjian Baru Interlinier Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian
Baru, jilid 1 dan 2. Terjemahan, penerbit Literatur SAAT : Malang.
Tong, Stephen., 2010. Arsitek Jiwa II, Cetakan Ketujuh, Penerbit Momentum: Jakarta.
Stassen, Glen & David Gushee., 2008. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus dalam Konteks Masa
Kini. Terjemahan, penerbit Momentum : Jakarta.
Wofford, J.C, 2001., Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan. Terjemahan, penerbit ANDI:
Yokyakarta.

Profil : Samuel T. Gunawan, SE, M.Th adalah pendeta dan teolog Protestan Kharismatik,
Gembala di GBAP El Shaddai Palangka Raya; Mengajar Filsafat dan Apologetika Kharismatik
di STT AIMI, Solo.
Artikel-artikelnya dapat ditemukan di : (1) Googgle dengan mengklik nama Samuel T.
Gunawan; (2) Website/ Situs : e-Artikel Kristen Indonesia; (3) Facebook : Samuel T. Gunawan
(samuelstg09@yahoo.co.id.).

Tags: 

kuat

karakter Kristus

artikel

 Log in or register to post comments


 155923 reads

Kunjungi Situs Paskah untuk memperoleh bahan Paskah

http://paskah.sabda.org/paket_paskah
Digital Biblical Counseling

He Cares

Aplikasi konseling alkitabiah yang berbasis kebenaran Firman Allah untuk menolong Anda
mencari jawaban atas berbagai masalah dan pertanyaan dalam hidup.

Dapatkan di PlayStore

Ayat Hari Ini


Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa
yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. (Mat 18:18)

Kata Kunci
Alkitab Anak artikel Doa Doktrin Iman Keluarga Kesaksian Konseling Lain-lain Paskah Renungan

More
Kamus SABDA

Indonesia English

Ketik kata atau ayat:

Alkitab Bahan
LOWONGAN YLSA

 IT Opportunities
 Web Designer
 Editor dan Penerjemah

Artikel Terkait

 ADAM
 Kehidupan Kristen Yang Tak Terkalahkan (2)

Situs YLSA

 YLSA
 SABDA.org
 SABDA Alkitab
 SABDA.net
 SAI
 SABDAweb
 PESTA
 e-Learning
 i-Humor
 C3I
 ICW
 PEPAK
 e-MISI
 Indo Lead
 Pelitaku
 SOTeRI

 Bio-Kristi
 GUBUK
 KEKAL
 Wanita Kristen
 DOA
 Remaja
 Blog SABDA
 In-Christ.net

 SABDA Space
 SABDA Space Teens
 SABDA Labs
 GEMA
 e-Artikel
 Natal
 Paskah
 LINKS

Publikasi YLSA

 e-SH
 e-RH
 e-Humor
 e-BinaAnak
 e-JEMMi
 KADOS
 KISAH
 Bio-Kristi

 e-BinaSiswa
 e-Buku
 e-Doa
 e-Konsel
 e-Leadership
 e-Penulis
 e-Wanita
 ICW
 e-Reformed
 OpenDoors
 Berita PESTA
 Berita YLSA
 40 Hari Doa

Disclaimer |© 2009- 2020| Yayasan Lembaga SABDA (YLSA) | Buku Tamu | Kontak kami
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Laporan Masalah dan Saran

Anda mungkin juga menyukai