OLEH:
Kelompok 2 : 1. Decita
NIM
NIM 1805112019
TA. 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas segala
rahmat dan berkatnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“ETIKA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER KRISTIANI” pada mata kuliah
agama Kristen protestan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Kristen terkhusus pada mahasiswa/i beragama Kristen Protestan. Sehubungan dengan
tersusunnya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Dr. Jonter
Hutagalung, M.Pd.k selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Kristen
dan kami berharap Bapak sudi kiranya memberikan kritik, serta saran yang membangun
makalah yang kami kerjakan ini menjadi lebih baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan pembaca. Kami menyadari
bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan serta kelemahan, untuk itu
penyusun tetap mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif kepada para
pembaca sehingga dapat menjadi acuan dalam penyusunan tugas-tugas selanjutnya.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Pengertian Karakter Kristiani......................................................................................3
2.2 Pengertian Etika dan Moralitas....................................................................................4
a) Pengertian Etika......................................................................................................4
b) Pengertian Moralitas..............................................................................................6
2.3 Penilaian Moral..........................................................................................................10
a) Teori Teleologis....................................................................................................10
b) Teori Dentologis...................................................................................................12
2.4 Membangun Karakter Kristiani.................................................................................13
a) Pembentukan Karakter Kristen.............................................................................14
b) Pentingnya Karakter Kristen................................................................................15
2.5 Prinsip Utama Kristen...............................................................................................17
2.6 Etika Teologis dan Etika Filsafati.............................................................................20
a) Etika Teologis.......................................................................................................20
b) Etika Filsafati.......................................................................................................21
BAB III. PENUTUP........................................................................................................25
3.1 Kesimpulan................................................................................................................25
3.2 Saran..........................................................................................................................25
Daftar Pustaka..................................................................................................................26
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Manusia sebagai ciptaan Allah berimplikasi pada eratnya hubungan antara Iman
dan Perilaku manusia dalam rangka tanggung jawab pada Pencipta. Etika Kristen
sebagai ilmu mempunyai !ungsi dan misi yang khusus dalam hidup manusia yakni
petunjuk dan penuntun tentang bagaimana manusia sebagai pribadi dan kelompok
harus mengambil keputusan tentang apa yang seharusnya berdasarkan kehendak dan
firman Tuhan. Etika Kristenadalah Ilmu yang meneliti, menilai dan mengatur tabiat dan
tingkah laku manusia dengan memakai norma kehendak dan perintah Allah
sebagaimana dinyatakan dalam Yesus Kristus. Sebagaimana kita tahu, kita sebagai
orang beragama haruslah memberi teladan yang baik pada lingkungan sekitar kita.
&ilansir dari banyaknya orang yang mengaku saya Kristen namun kenyataan pada
hidupnya sama sekali tidak mencerminkan sikap, etika, dan moral sebagai orang
Kristen. Manusia adalah makhluk yang bebas. Kebebasan manusia menjadi salah satu
unsur pembeda dengan ciptaan yang lain. Hanya kepada manusia dikenakan istilah
bebas. Bebas yang dimaksud adalah mengekspresikan diri apa adanya sehingga hasil
ekspresi diri itu menunjukkan suatu pribadi yang utuh dan otonom dan hasil ekspresi itu
sendiri dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu Kebebasan ini mengarahkan orang
untuk sampai pada kebebasan mengambil keputusan tanpa paksaan atau tekanan dari
luar. Di sisi lain manusia adalah makhluk sosial, yang tidak mungkin hidup tanpa orang
lain. Kelangsungan hidup dan eksistensi seseorang tergantung pada eksistensi yang lain.
Antara manusia sebagai makhluk yang bebas dan makhluk sosial, tak jarang
bahwa aspek bebas lebih mendominasi dibandingkan dengan aspek sosial. Artinya
bahwa orang semakin cenderung melakukan tindakan yang sesuai dengan kehendaknya.
Kenyataan yang kita lihat dari tahun ke tahun bahwa seseorang atau kelompok tertentu
yang memiliki kekuasaan telah merampok hak orang banyak, orang-orang yang tidak
dapat kekuatan untuk berbicara. Hal ini dilihat sebagai dekadensi atau penurunan moral.
Manusia seolah-olah tidak mampu lagi dalam bertindak untuk membedakan apa yang
boleh dan yang tidak boleh, yang baik dan yang jahat, yang bermoral dan yang amoral.
Banyak orang melakukan suatu tindakan sesuka hati tanpa memperhatikan hak dan
kepentingan orang lain. Tindakan yang dilakukan tidak lagi berdasar pada norma moral
yang berlaku. Pengabaian peran norma moral sangat dirasakan saat mengalami krisis
dalam bidang kehidupan.[1] Misalnya saja orang muda sekarang ini kurang menunjukkan
sikap hormat terhadap orang tua. Anak sudah lebih berani untuk melawan orang tua,
cara berpakaian yang kurang sopan dan masih banyak contoh lain. Sering norma moral
yang diwariskan turun-temurun itu dianggap sebagai pembatas kebebasan manusia
dalam bertindak dan juga tidak lagi sesuai untuk jaman ini.
iv
mahasiswa dapat berperilaku sesuai dengan norma-norma yang sesuai dengan ajaran
Kristen.Makna moral / etika Kristiani sangat penting bagi kehidupan orang Kristen
Untuk mengetahui lebih jauh tentang Manusia Menurut Ajaran Kristen dan hal-
hal yang berkaitan dengan pokok bahasan ini maka penulis akan mencoba menguraikan
semua point-point yang ada yang akan dibahas pada bab 2 tentang pembahasan.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Tujuan yang Sebenarnya Pembentukan Karakter Kristiani
2. Dapat Membedakan Etika dan Moralitas
3. Mengetahui Tujuan Sistem Penilaian Moral
4. Memberi Pengetahuan Cara Untuk Membangun Karakter Kristiani
5. Mengetahui Perbedaan dan Persamaan Etika Teologis dan Etika Filsafati
v
BAB II
PEMBAHASAN
vi
berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial. Bedanya yakni karakter
adalah sifat yang terbentuk sedangkan kepribadian adalah sifat yang diwariskan secara
genetika. Misalnya seorang yang berkepribadian periang tentu karena ada keluarga atau
salah satu dari kedua orangtua adalah periang sehingga sifat ini secara genetika
terbentuk dalam diri seseorang sehingga di mana saja ia dapat bersikap girang, hal yang
sama berlaku untuk kepribadian seseorang yang bersifat pendiam. Sikap pendiam
adalah sesuatu yang diwariskan dari keluarga atau orangtua, dengan demikian anak
yang berkepribadian pendiam akan sangat berbeda dengan anak periang. Namun
karakter atau kebiasaan baik dapat dipelajari oleh kedua anak yang memiliki
kepribadian berbeda. Contoh, rajin, pekerja keras, jujur dapat dibentuk dalam diri anak
yang berkepribadian periang dan pendiam.Karakter dan kepribadian keduanya relatif
permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.
a)Pengertian Etika
Kata “Etika Kristen” berasal dari Bahasa Yunani “etos” yang memiliki arti adat
istiadat dan kebiasaan. Ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan Etika dalam
Kristen, antara lain:
Suatu cabang ilmu yang membahas tata cara atau penyelesaian masalah dari
sudut pandang Kristen
Sebagai suatu ilmu yang membahas tentang moral manusia secara kritis
vii
Menurut Hukum Taurat, Etika dalam Kristen adalah segala perbuatan yang
dikehendaki oleh Allah untuk selalu melakukan perbuatan baik
Tanggapan akan kasih setia Allah yang akan menyelamatkan hidup manusia
Etika dalam Kristen ini sebagai penuntun arah tujuan hidup kita, ternyata fungsi
etika juga banyak membuat contoh yang besar dalam kehidupan kita. Secara umum,
etika dalam Kristen memiliki 10 fungsi yaitu:
Untuk mengetahui atau membandingkan mana perilaku yang baik dan perilaku
yang buruk
Menjadikan umat Kristiani hidup dalam kedamaian, kesejahteraan, dan
keharmonisan di dalam cinta kasih
Etika memberikan gambaran atau orientasi hidup bagi umat Kristiani
Etika membuat manusia dapat bertanggung jawab atas hidupnya. Baik buruknya
perbuatan yang dilakukan, hasilnya akan dirasakan sendiri oleh orang yang
bersangkutan
Membuat manusia menjadi lebih baik dari yang sebelumnya
Mengajak umat Kristiani untuk bersikap rasional saat mengambil keputusan di
tengah-tengah kehidupan Kristiani
Etika dalam Kristen mempengaruhi umat Kristiani untuk selalu menjunjung
tinggi moralitas dalam kehidupan beragama
Menjadikan umat Kristiani lebih independen alias tidak mudah diombang-
ambingkan oleh bisikan bahasa Roh
Menjadikan manusia lebih dekat dengan Sang Pencipta dan taat pada aturan-Nya
Etika Kristen membantu manusia untuk dapat menyelesaikan masalah yang
terjadi dalam kehidupan Kristiani
viii
Etika dalam Kristen bersumber dari Allah Tritunggal.
Etika dalam Kristen didasarkan pada Wahyu Allah.
Sifatnya yang mutlak alias tidak dapat duganggu gugat oleh manusia.
Bersifat menentukan jalan hidup umat Kristiani. (baca juga: Alasan Orang Islam
Masuk Kristen)
Etika dalam Kristen itu sendiri selalu berkaitan dengan iman dan kepercayaan
terhadap Tuhan sang pencipta. Perwujudan etika mungkin terjadi jika kamu memahami
betul apa yang tertuang dalam Hukum Taurat Tuhan. Dari fungsi etika Kristen yang
telah dibahas di atas, sudahkah kamu dapat menggambarkan bagaimana ciri-ciri etika
Kristen? Berikut adalah ciri etika Kristen yang harus kamu ketahui:
Iman adalah hal yang terpenting. Iman sendiri bukanlah kekayaan intelektual
atau pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan. Namun, iman adalah suatu kepercayaan
kepada Tuhan Yesus yang membuat manusia lebih dekat dengan-Nya. Jika iman
seseorang kuat, maka etika Kristennya juga akan baik dan tidak akan menyeleweng.
Dengan iman, kita dapat menjadi murid Kristus
Tabiat merupakan sifat lahiriah yang menyangkut batin manusia untuk memilah-
milah mana yang baik dan buruk. Tabiat ini sendiri tidak dapat disamakan dengan
watak. Karena watak dapat berubah, tergantung lingkungan sosial seseorang dan
bagaimana peran Gereja dalam masyarakat. Namun tabiat lebih kepada sifat asli
seseorang yang dapat mempengaruhi etika.
Sudah jelas jika etika dalam Kristen bersumber dari Tuhan. Hal ini terbukti
dengan adanya aturan dalam menjalankan kehidupan. Dimana etika itu sendiri harus
ditaati, jika tidak, sama saja kita telah menentang Tuhan.
Hidup menurut peraturan yang sudah ditetapkan itu sangatlah sulit. Apalagi jika
harus hidup menurut karakter Kristus. Hal ini juga dirasakan oleh umat Kristiani.
Contoh kecilnya saat seseorang rela berbohong kepada orang tua demi kebaikan dirinya
sendiri.
b)Pengertian Moralitas
ix
(akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan
yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian
diterjemahkan menjadi “aturan kesusilaan”. Dalam bahasa sehari - hari, yang dimaksud
dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk - petunjuk untuk kehidupan sopan
santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua
norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Pengertian moral dibedakan dengan
pengertian kelaziman, meskipun dalam praktik kehidupan sehari - hari kedua pengertian
itu tidak jelas batas -batasnya. Kelaziman adalah kebiasaan yang baik tanpa pikiran
panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama, dan sebagainya. Jadi,
kelaziman itu merupakan norma - norma yang diikuti tanpa berpikir panjang dianggap
baik, yang berdasarkan kebiasaan atau tradisi.
Tahap pramoral, ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada aturan.
Tahap konvensional, ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan pada
kekuasaan.
Tahap otonom, ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang
didasarkan pada resiprositas.
Adapun tahap - tahap perkembangan moral yang sangat terkenal adalah yang
dikemukakan oleh Lawrence E Kohlberg. Tahap - tahap berkembangan moral tersebut,
yaitu :
Tingkat Prakonvensional yaitu tahap perkembangan moral yang aturan - aturan dan
ungkapan - ungkapan moral yang masih ditafsirkan oleh individu atau anak berdasarkan
akibat fisik yang akan diterimanya, baik itu berupa sesuatu yang menyakitkan atau
x
kenikmatan. Pada tingkat ini terdapat dua tahap, yaitu tahap orientasi hukuman dan
kepatuhan serta orientasi relativitas instrumental.
Tingkat Konvensional ialah tahap perkembangan moral yang aturan - aturan dan
ungkapan - ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok
atau masyarakat. Pada tingkat ini terdapat juga dua tahap, yaitu tahap orientasi
kesepakatan antara pribadi dan tahap orientasi hukum atau ketertiban.
Tingkat Pascakonvensional adalah tahap perkembangan moral yang aturan - aturan dan
ungkapan - ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai - nilai dan prinsip
moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan. Hal ini terlepas dari otoritas
kelompok atau orang yang berpegangan pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari
identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Pada tingkatan ini terdapat dua tahap, yaitu
tahap orientasi kontrak sosial legalitas dan tahap orientasi prinsip etika universal.
Yesus Kristus menjadi norma hidup moral. Seluruh hidup-Nya, karya dan sabda-Nya,
menjadi gambaran dan teladan moral bagi hidup kita. Pendekatan kristiani atas
moralitas manusia berpusat pada pribadi manusia. Hubungan pribadi harus selalu
berawal dan berlabuh pada hubungan manusia dengan Allah dalam Kristus Yesus dan
melalui Roh Kudus. Allah yang terwujud dalam diri Yesus adalah cinta kasih yang
menjadi perintah moral untuk kita. Bagaimana kita memandang Yesus sebagai norma
moral bagi hidup moral kita? Pertama , pribadi Yesus dan hidup-Nya menjadi norma,
xi
kedua Kitab Suci (tulisan tentang Yesus) yang dipahami secara tepat menjadi orientasi
hidup dan ketiga Kristus kegenapan Taurat. Keselamatan bukan terletak dalam hukum
tetapi dalam menghidupi ajaran kristus. Yesus Kristus adalah penggenapan hukum
Taurat.
Pemeliharaan dan penegakan norma moral dalam masyarakat kita adalah suatu
kemutlakan sebab kemerosotan moral sedang mengobrak-abrik moralitas bangsa kita.
Kehadiran norma moral mengikat hubungan sosial antar anggota masyarakat. Misalnya
anggota Masyarakat Batak di daerah Tapanuli Utara, memiliki norma untuk
menghormati mereka yang lebih tua atau dituakan. Penghormatan ini diungkapkan
dalam bentuk tegur sapa, pemberian makanan tertentu, pengambilan keputusan tertentu,
dan lain-lain.
Kemajemukan masyarakat – budaya, sejarah, agama dan kompleksitas jati diri manusia
– disatukan oleh kepentingan bersama lewat norma moral yang telah ditentukan.
Kepentingan bersama mesti dirumuskan secara umum sekaligus kritis. Norma moral
atau landasan moral masyarakat merupakan suatu kontrak sosial yang atau kesepakatan
bersama tentang nilai yang mengikat, suatu tolak ukur yang tidak dapat ditawar-
tawarkan, dan suatu sikap pribadi yang membangun. Dibutuhkan kesepakatan mendasar
tentang nilai–nilai yang mengikat dan norma yang tidak dipersoalkan oleh lingkungan
budaya atau agama manapun, yaitu sikap dasar yang diterima oleh semua pihak.
Masyarakat yang sungguh menjunjung tinggi peran nilai moral umumnya akan
memelihara dan hidup sesuai dengan norma yang masih berlaku. Norma dipandang
sebagi tuntunan yang mengarahkan mereka untuk hidup menjadi lebih baik. Biasanya
masyarakat yang dengan setia melaksanakan norma akan menunjukkan kualitas tertentu
yang membanggakan. Dan satu lagi mereka tidak akan mudah dicemari atau
dipengaruhi unsur-unsur negatif dari luar. Mereka dengan sangat kritis akan
xii
membandingkannya dengan norma yang mereka hidupi dan jalankan. Tatanan nilai
moral yang terselubung di balik norma akan mempengaruhi pola pikir, cara pandang,
tindak tanduk manusia sebagai makhluk sosial.
a. Teori Teleologis
Kata ‘teologi’ sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni koine. Namun lama-
kelamaan muncul makna baru kata itu diambil dalam bentuk Yunani maupun Latinnya
oleh para penulis Kristen. Karena itu, penggunaan kata teologi khususnya di Barat,
mempunyai latar belakang Kristen. Namun, pada masa kini istilah tersebut dapat
digunakan untuk wacana yang berdasarkan nalar di lingkungan ataupun tentang
berbagai agama. Di lingkungan agama Kristen sendiri, disiplin ‘teologi’ melahirkan
banyak sekali sub-divisinya.
xiii
Adapun pengertian menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. HL Mencken
HL Mencken menyebut teologi adalah upaya untuk menjelaskan hal-hal yang tidak
diketahui dalam pengertian-pengertian dari mereka yang tidak patut mengetahuinya.
2. Thomas F. Torrance
Dalam Reality and Scientific Theology, Torrance menyebut teologi yang otentik tidak
akan mengizinkan orang terobsesi dengan dirinya sendiri.
3. J. Kenneth Grider
Mempelajari teologi berarti mempelajari agama dan ajaran agama. Ada banyak
manfaat mempelajari teologi baik bagi individu maupun bagi umat. Yang jelas, jika
sudah mengerti secara mendalam tentang ajaran agama, maka kecintaan terhadap
kepercayaan seharusnya semakin kuat.
1. Mengenal lebih dalam ajaran dan tradisi agama. Dengan mengenal lebih dalam akar
ajaran suatu agama. Dengan demikian manusia akan lebih memahami tradisi
keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan lainnya.
xiv
2. Membandingkan antar tradisi agama. Belajar teologi juga memungkinkan untuk
membandingkan tradisi suatu agama dengan yang lainnya.
3. Melestarikan, memperbarui suatu tradisi tertentu. Ajaran agama dekat sekali dengan
upacara keagamaan. Ketika terjadi pergeseran budaya maka perlu diketahui adakah
tradisi yang bisa diperbaharui tanpa merusak kaidah-kaidah agama tersebut.
4. Menerapkan sumber-sumber dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan
masa kini, atau untuk berbagai alasan lainnya.
1. Mendekatkan diri pada Tuhan dan memperdalam kecintaan diri kepada ajaran agama.
Barang siapa yang ingin mengenal dirinya dengan benar, maka harus mengenal siapa
Sang Penciptanya.
3. Belajar teologi akan menjernihkan pikiran dan hati sehingga dapat membantu
membuat keputusan yang lebih baik di masa depan. Keputusan – keputusan masa depan
bisa menyangkut bagaiman Anda menyikapi berbagai pengajaran yang ada dari dalam
kekristenan maupun pengajaran-pengajaran baru yang akan muncul.
b. Teori Deontologis
Deontologis Adalah – Sebuah istilah yang berasal dari kata Yunani “deon”
yang berarti kewajiban dan “logo” berarti sains atau teori. Karena tindakan ini baik dan
tindakan itu harus ditolak sebagai buruk, etika menjawab, “karena tindakan pertama
adalah tugas kita dan karena tindakan kedua dilarang”.
xv
Deontologi juga merupakan sekolah filsafat dalam arti moral di mana perilaku
etis sama dengan aturan yang berlaku. Deontolog percaya bahwa tujuan filsafat moral
seharusnya untuk menemukan “aturan” untuk menjalani kehidupan moral dan bahwa
begitu orang tahu aturannya, mereka harus mengikutinya.
Secara umum, tujuan etika adalah untuk membuat seperangkat aturan rasional,
tetapi ini tidak selalu terjadi. Beberapa orang mendasarkan etika mereka pada iman
daripada rasionalitas. Menurut Kant, suatu tindakan dianggap baik jika dilakukan atas
dasar kewajiban, yang mendefinisikan tindakan berdasarkan legalitas, tidak penting
untuk tujuan apa tindakan itu dilakukan.
Ajaran ini menekankan bahwa kita harus membuat “definisi kewajiban” karena
itu adalah “kewajiban” kita, dan untuk alasan ini (alasan) tidak perlu untuk tindakan
yang harus dilakukan. Deontologi menekankan bahwa tindakan tidak halal karena
tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi hal yang baik. Dalam hal ini kita tidak
diperbolehkan melakukan kejahatan sehingga sesuatu yang dihasilkan baik, karena
dalam teori deontologis kewajiban tidak dapat dinegosiasikan karena ini adalah suatu
keharusan. Contoh: kita tidak boleh mencuri, berbohong kepada orang lain melalui kata-
kata dan tindakan.
xvi
upaya memahami apa itu karakter dan pembentukannya, adalah konsep mengenai nilai-
nilai (values). Sekali lagi perhatian kita dalam bagian ini adalah tentang karakter moral
dan etis. Ketiga, kebajikan-kebajikan (virtues). Menurut Gill lebih baik menggunakan
bahasa nilai-nilai secara terbatas saja, dan berusaha menemukan kembali bahasa klasik
yang penting: virtues (kebajikan-kebajikan). Pada waktu lalu umum untuk berbicara
tentang atribut atau ciri (trait) dari karakter yang baik sebagai virtues (kebajikan-
kebajikan) sedangkan karakter yang buruk disebut dengan vices (sifat buruk). Virtues
berasal dari bahasa Latin virtus yang secara harfiah berarti sesuatu seperti “power”
(kekuatan/kuasa).
Jadi, virtues pada dasarnya bukan sekadar values (nilai-nilai) yakni ciri-ciri
(traits) yang kita rasakan berguna/layak, tetapi kekuatan-kekuatan yang merupakan
kemampuan yang riil untuk mencapai sesuatu yang baik. Jadi karakter yang baik adalah
sifat mengetahui apa yang baik, mencintai yang baik, dan melakukan apa yang baik.
Ketiganya secara dekat berhubungan. Kita lahir dengan orientasi yang berpusat pada
diri sendiri, dan tidak tahu apa-apa di mana dorongan- dorongan primitif kita menguasai
penalaran kita. Semua upaya pendidikan dan pengasuhan adalah untuk membawa
kecenderungan, perasaan, dan cita-cita dalam harmoni dengan penalaran.
xvii
Secara umum ketiga unsur tersebut membentuk pribadi seseorang. Tetapi, ada
lagi satu unsur yang membedakan orang Kristen dari yang bukan Kristen, yaitu unsur
regenerasi atau kelahiran baru, yang bersifat radikal dan supranatural. Justru unsur
regenerasi ini sangat menentukan dalam pembentukan karakter Kristen, karena tanpa
regenerasiinikitagagalmenyenangkanAllah.
b.PENTINGNYAKARAKTERKRISTEN
xviii
ini kita hidup disuatu zaman perjumpaan global dan keragaman budaya, dan itu
membutuhkan kemampuan untuk beradaptasi;
(3) Pudarnya semangat keteladan. Karakter dibentuk oleh orang-orang lain yang
menjadi model atau mentor yang kita ikuti. Orang tua, guru, pembina, pelatih yang
menjadi model atau teladan bagi kita turut membentuk karakter kita. Dengan dituntun
atau mengikuti dan meneladani para pembina atau sosok lain yang layak diteladani kita
belajar mengenali dan mewujudkan berbagai disposisi, kebiasaan, dan keterampilan
emosional dan intelektual yang dinyatakan oleh berbagai kebajikan. Sayangnya,
kebanyakan teori etika individualistik dan rasionalistik modern kurang memperhatikan
pengaruh ini, atau dengan kata lain semangat untuk mewarisi keteladanan kebenaran ini
semakin memudar.
Kita mengetahui bahwa identitas orang Kristen dikenal lewat dua kualitas
transformatif yang secara metaforis dinyatakan sebagai “garam” dan “terang” dunia
(Matius 5:13,14). Kedua metafora ini mengacu kepada “perbedaan” dan “pengaruh”
yang harus dimanifestasikan murid-murid Yesus kepada dunia ini. Kedua metafora ini
dapat diartikan sebagai “penetrating power of the Gospel” yang harus dinyatakan oleh
murid-murid Yesus yang sudah lebih dahulu mengalami transformasi. Implikasi dari
penegasan ini cukup serius, yaitu bahwa orang Kristen secara harus memikul beban
moral dari metafora-metafora ini secara konsisten dan konsekuen. Lebih jauh, implikasi
ini bukan sekedar penegasan, tetapi merupakan sebuah panggilan bagi orang Kristen
untuk melibatkan diri dan memberi solusi dalam masalah-masalah dunia ini tanpa harus
menjadi duniawi.
Tetapi, pengaruh kurangnya karakter yang baik merupakan aspek yang dapat
merusak kesaksian Kristen. Jika garam menjadi tawar maka ia tidak berguna (Matius
5:13). Dan jika terang disembunyikan di bawah gantang maka ia tidak dapat menerangi
semua orang (Matius 5:15). Karena itu Kristus menegaskan, “Demikianlah hendaknya
terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik
(kalá erga)dan memuliakan Bapamu yang di sorga” (Matius 5:16). Kata Yunani “kalá
erga” atau yang diterjemahkan “perbuatan yang baik” menunjuk kepada perbuatan baik
dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat. Dengan demikian, perbuatan baik adalah
cermin darikualitaskarakterseseorang.
xix
Karena itu, pentingnya karakter hidup Kristen dijelaskan oleh Stephen Tong
sebagai berikut, “Hal ini merupakan tugas dan fungsi akhir dari pendidikan Kristen”.
Selanjutnya Stephen Tong menjelaskan, “Kita sebagai orang Kristen, selain
memberikan hidup kepada orang-orang yang kita didik, selain kita mengharapkan
mereka memiliki hidup di dalam (inward life) yang sudah dilahirkan kembali, mereka
juga membentuk karakter diluar (outward character). Hidup ini merupakan pekerjaan
Roh Kudus melalui firman yang kita kabarkan, melalui Injil yang kita tegaskan sebagai
pusat iman, kita melahirkan mereka melalui kuasa Injil dan Firman oleh Roh Kudus di
dalam kuasa Allah. Setelah itu kita mendidik mereka di dalam karakter Kristen”.
Sebagai seorang umat Kristen penting kehadirannya untuk kita mempunyai dan
terlibat kepada suatu persekutuan sebagai kelompok dimana menjadi tempat bisa saling
mengenal dan dapat saling mendoakan dan memberi motivasi dan akan bersama-sama
tumbuh dalam Yesus Kristus dan mengenal prinsip gereja terhadap politik. Sehingga
harus bagaimana orang-orang kristen harus memiliki prinsip untuk menjalani hidup dan
memang seharusnya ada di dalam sebuah persekutuan sehingga dapat berjalan dengan
baik. Artikel ini akan menjelaskan tentang bagaimana prinsip-prinsip etika kristen yang
tertulis dan diatur dalam Alkitab sesuai dengan hukum kasih dalam Alkitab.
xx
1. Bersifat terbuka (1 Yoh 1:7)
Allah memiliki sifat yang terang dan di dalam terang tersebut tidak ada yang
disembunyikan. Hal itu berlaku juga di dalam persekutuan, keterbukaan merupakan
suatu hal yang harus diutamakan untuk terjalin persekutan yang baik sesuai
dengan sejarah agama kristen. Keterbukaan yang dilakukan di dalam komunitas
merupakan awal dari munculkan kejujuran dan juga tetap adanya kepercayaan yang
terjalin diantara anggota persekutuan dan menjadi tujuan hidup orang kristen. Dengan
adanya keterbukaan maka anggota akan saling mendukung satu sama lain dan akan
munculnya keharmonisan.
Sahabat sejati seharusnya harus berani untuk saling menegur, bahkan harus berani
untuk “memukul” sahabatnya asalkan hal itu dimaksudkan untuk hal yang baik
mengajarkan tentang manfaat berdoa bagi orang kristen. Apabila memang teguran yang
dilakukan bisa dengan memperhatian waktu dan jarak yang tepat, maka tidak perlu takut
dan mengkhawatirkan untuk teguran tersebut akan memicu adanya jarak diantara kalian,
dengan itu tidak perlu ada kekhawatiran kembali. Melakukan teguran untuk teman harus
menggunakan cara yang baik, lalu pastikan untuk menegur sikapnya bukan pribadinya.
Terguran itu juga ada tingkatannya, mulai dengan menegur untuk bertemu berdua
xxi
langsung, dengan membawa 1-2 saksi, dan apabila jika tidak membuahkan hasil maka
tegurlah di dalam forum perkumpulan (matiud 15:15-20).
Dapat berbesar hati untuk menerima teguran dari oranglain. Harus mengerti bahwa
teguran yang diberikan adalah suatu wujud tanda kasih. Saat kita di tegur berarti kita
dikasihi karena kita diinginkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan terhindari
dari perilaku yang menyimpang dan tidak sesuai dengan ajarannya, jangan berfikiran
bahwa suatu teguran itu merupakan suatu hinaan dan membuat anda sakit hati lalu
membenci.
Disetiap persekutuan tidak jarang terjadi gesekan dan hendaknya dapat dijadikan
gesekan tersebut untuk menajamkan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Pengampunan dan kerendah hatian adalah cara paling tepat untuk dapat menerima
perbedaan dan merupakan syarat penting untuk kita bisa bertumbuh.
5. Meminta maaf
Meminta maaf atas kesalahan kita bukanlah suatu kelemahan yang harus kita
hindari, melainkan meminta maaf merupakan cara untuk dapat memulihkan hubungan
yang retak dan dapat membuat rasa benci, amarah dan kepahitan menghilang dari diri
kita dan dapat menjalin kembali hubungan dengan baik.
xxii
Demikian penjelasan tentang prinsip-prinsip etika Kristen yang dapat ditanamkan untuk
berperilaku didalam kehidupan sehari-hari. Perlu diingat bahwa saat kita sedang
bersekutu bukan ajang untuk saling menjatuhkan, bukan untuk saling membicarakan
keburukan orang, tetapi tujuan utamanya adalah untuk saling mengangkat, mendukung,
dan akan bertumbuh bersama karena kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki
kekurangan dan kelebihannya masing-masing untuk diterima untuk kehidupan yang
dalam dan saling menghargai satu sama lain.
a. Etika Teologis
Merupakan etika yang berlaku secra mutlak di dalam kehidupan. Etika ini harus
dijalankan, tanpa memperhatikan kondisi dan situasi yang terjadi. Dampak dari etika ini
tidak memperhitungkan keuntungan, namun lebih kepada terciptanya perbuatan baik
dalam kehidupan masyarakat.
Teologi berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud,
dan logos, perkataan. Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan
segala kejadian menuju pada tujuan tertentu. Istilah teleologi dikemukakan oleh
Christian Wolff, seorang filsuf Jerman abad ke-18. Teleologi merupakan sebuah studi
xxiii
tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir,
maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu
proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis
mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam
bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan
“kebijaksanaan” objektif di luar manusia.
Dalam dunia etika, teologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik
buruknya suatu tindakan dilakukan , Teologi mengerti benar mana yang benar, dan
mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir.Yang lebih penting adalah
tujuan dan akibat.Betapapun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu
bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.Ajaran teleologis dapat
menimbulkan bahaya menghalalkan segala cara. Dengan demikian tujuan yang baik
harus diikuti dengan tindakan yang benar menurut hukum.Perbincangan “baik” dan
“jahat” harus diimbangi dengan “benar” dan “salah”. Lebih mendalam lagi, ajaran
teleologis ini dapat menciptakan hedonisme, ketika “yang baik” itu dipersempit menjadi
“yang baik bagi diri sendiri.
Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri.Contoh : (mungkin
masih ada) para petinggi politik yang saling berebut kursi “kekuasaan” dengan
melakukan berbagai cara yang bertujuan bahwa dia harus mendapatkannya.
Utilitarianisme
xxiv
berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.Menurut teori ini suatu
perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan
saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Contoh : melakukan kerja bakti yang di adakan di lingkungan sekitar, sebagai upaya
untuk kebersihan lingkungan dan membuat tempat tersebut juga jadi nyaman dan sehat
untuk masyarakatnya.
b. Etika Filsafati
Etika dikenal sebagai suatu cabang filsafat. Etika merupakan suatu ilmu namun
ketika etika dijadikan sebagai filsafat, ia tidak merupakan suatu ilmu empiris. Dikatakan
demikian karena filsafat tidak hanya membatasi diri dengan semua hal yang bersifat
empiris (pengalaman inderawi) dan yang konkret. Bahkan lebih dari itu, ia berbicara
melampaui segala kekonkretan yang ada. Pemikirannya selalu bersifat non-empiris.
Itulah yang menjadi ciri khas dari filsafat. Ciri ini juga tampak jelas pada etika. Etika
tidak hanya membatasi diri pada segala sesuatu yang konkret, pada semua hal nyata
yang dilakukan. Ia menekankan tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan,
tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Dapat disimpulkan bahwa ketika etika
disebut juga sebagai suatu cabang filsafat atau bisa dikatakan etika filsafat atau etika
filosofi, ia berbicara tentang segala sesuatu “yang ada” sekaligus menilai mana “yang
harus dilakukan dan yang tidak” dan berhubungan langsung dengan perilaku manusia.
Karena itu ia disebut juga “filsafat praktis”. Di dalam etika filosofis juga
terdapat sebuah analisa mengenai makna apakah yang dikandung oleh istilah-istilah
kesusilaan. Analisa ini dilakukan dengan cara menyelidiki penggunaan istilah-istilah
yang dikandung pernyataan-pernyataan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Oleh sebab
itu manusia dapat hidup yang lebih baik serta berbuat yang betul tergantung oleh susila
manusia itu sendiri. Karena masalah-masalah yang paling utama dalam kehidupan
manusia bersangkutan dengankesusilaan.
Macam-macamEtikaFilosofis
Prof. Dr. W. Banning dalam bukunya Typen van Zedeleer, telah menjelaskan
dengan terang macam-macan etika filsafat ini. Macam-macam etika filsafat sebagai
berikut:
1. Etika metefisika , norma-norma baik dan buruk tidak dicari di dalam kehendak Allah,
tetapi di luar firman dan kehendak Allah, aliran ini mencari norma-norma di dalam idea,
di dalam alam, di dalam pertumbuhan evolusi dan lain-lain.
2. Etika yang didasarkan pada individu, aliran ini mencari norma baik-buruk itu di
dalam nafsu, atau di dalam keberuntungan.
3. Etika yangdidasarkan pada masyarakat, aliran ini mencari normanya di dalam guna
atau kepentingan bagi golongan tertentu, atau di dalam hasil-hasil tindakan-tindakan
tertentu.
4. Etika nilai-nilai, aliran ini mencari norma baik-buruk itu di dalam nilai-nilai tertentu,
xxv
misalnya:kebaikan,kebenaran,keindahan.
TokohEtikaFilsafati
xxvi
sendiri, melainkan demi nilai-nilai yang ingin diperjuangkan? Dengan demikian,
kewajiban bertujuan pada pelaksanaan nilai-nilai ( kritik dari Max Scheler, 1874-1924 ).
Max Scheler adalah filsuf dari Jerman, Menurut Scheler orang bertindak bukan demi
untuk kewajiban belaka sebagaimana yang di ajarkan Kant, melainkan demi nilai-nilai.
Scheler memperlihatkan nilai-nilai itu dapat digolongkan ke dalam empat bagian.
Pertama, nilai-nilai enak-tidak enak, yang berhubungan dengan kenikmatan-kenikmatan
penglihatan. Kedua, nilai-nilai vital: kesehatan keberanian, kebesaran hati. Ketiga, nilai-
nilai rohani yang meliputi: nilai-nilai estetis ( indah-jelek ), nilai-nilai etis (keadilan dan
kebenaran), nilai-nilai yang berhubungan dengan pengetahuan murni yang dijalakan
tanpa pamrih (filsafat). Keempat, nilai-nilai yang menyangkut objek-objek absolut
(yang kudus, yang profan, nilai religius).
xxvii
BAB III
3.1 Kesimpulan
Manusia adalah makhluk yang bebas dan sekaligus makhluk sosial. Kebebasan
manusia menjadi titik tolak untuk bertindak dan mengambil Keputusan dalam hidupnya.
Semakin orang bebas dalam mengambil keputusan semakin pula ia bertanggung jawab.
Mengingat aspek sosial yang ada dalam diri setiap orang, orang dihadapkan pada
keputusan untuk kepentingan bersama.
Norma etika dan moral yang berlaku sekarang harus sungguh-sungguh disadari
sebagi petunjuk hidup untuk hidup yang lebih baik. Namun dalam keadaan tertentu
norma etika dan moral bukanlah yang terutama. Ada kalanya kita harus bersikap kritis
dan tentu saja harus mendengarkan suar hati. Antara suara hati dan norma etika moral
menjadi dua tolak ukur dalam menentukan tindakan kita, apakah tindakan kita itu baik
atau tidak baik, pantas atau tidak pantas untuk dilakukan. (Iwan Suwanto Lumban
Gaol).
Dengan adanya norma, yang adalah pegangan atau pedoman, aturan, tolak ukur,
atau kaidah membantu orang melihat apakah tindakan yang dilakukannya baik atau
tidak baik, pantas atau tidak pantas. Orang tidak lagi melakukan tindakan tertentu
karena kesenangan pribadi. Orang semakin mempunyai orientasi untuk berbuat baik dan
menjunjung nilai kehidupan bersama.
3.2 Saran
Saran yang dapat kelompok kami sampaikan kepada pembaca adalah di dalam
hidup, kita harus memliki etika dan moral dalam Kristen yang mana bertugas untuk
menyelidiki, mengoreksi, mengontrol, dan mengarahkan tentang mana yang harusnya
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Kita juga Harus senantiasa
xxviii
menggunakan tolak ukur untuk melakukan perbuatan baik bersumber pada titah Yesus
Kristus, dimana landasan untuk berbuat baik tertuang dalam Hukum Taurat. Etika dan
moral dalam Kristen ini sebagai penuntun arah tujuan hidup kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://fra_daus.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9068/etika+11.doc
xxix